Tanpa aba-aba, Taylor sudah seperti orang kesurupan. Rambut Donna langsung dijambak, supaya menjauh dari Dave. Tidak peduli dengan Donna yang meronta-ronta kesakitan, Taylor tetap menarik Donna hampir ke pintu utama.
Dave yang terkejut memilih untuk memakai baju yang sempat dilepas, lalu dengan cepat melepas jambakan Taylor. "Kasihan dia. Kenapa kamu menjambaknya?"
"Kenapa? Paman pikir saja sendiri! Ingin bercinta di tempat terbuka? Sekalian saja di tengah jalan! Katanya ingin mempersiapkan acara pernikahan." Taylor sungguh mengeluarkan amarahnya kali ini. Tidak peduli dengan asma.
"Dengar dulu, jangan emosi berlebihan, Taylor. Asmamu bisa kam-"
"Aku tidak peduli! Kali ini tidak peduli! Aku tidak suka lihat Paman dengannya yang asal bercinta! Kalian sudah seperti hewan! Menjijikan!"
"Hey! Dengar, ya, anak kecil! Asal kamu tahu saja. Aku dan Dave sudah lama berhubungan seperti ini, jadi kamu tidak punya hak untuk mengatur!" Donna melawan, setelah me
Sudah tidak ada lagi kecupan manja dan mata genit, yang ada justru kecanggungan. Antara Dave dan Taylor. Mereka berdua sulit untuk mengatakan isi hati yang sebenarnya."Tay!" Sally berlari mendekati Taylor. "Aku dengar dari Sidney, kamu dan Paman Jo bertengkar di jalanan kemarin malam. Apa itu benar? Kamu menangis, dan Paman Jo menarikmu pulang," lanjutnya, sambil mengatur napas.Taylor menatap Dave yang juga menatap Taylor. Diam sementara untuk mempertimbangkan jawaban."Tidak ada masalah apa pun. Bukan begitu, gadis dingin?" Dave seakan menyuruh Taylor untuk menutup mulut."Ya, tidak ada masalah." Wajah tidak sama dengan ucapan, begitu juga dengan hati dan pikiran. Sulit untuk menutup rahasia pada Sally, jadi Taylor akan bercerita setelah Dave pergi.Sally hanya mengangguk percaya di depan Dave. Padahal, Sally tahu bahwa ada yang terjadi."Aku jemput atau-""Tidak perlu. Aku bisa pulang sendiri," tolak Taylor mentah-mentah. "Aku aka
Sama seperti apa yang Taylor lakukan pada Donna, menjambak rambut seperti orang kesurupan. Namun, Taylor tidak ingin sakit sendirian, Donna pun kembali dijambak."Kamu memang jalang! Sengaja merebut Dave dariku! Dengan gaun seperti itu, kamu tetap tidak bisa membuatnya tertarik!""Aku bukan sepertimu, yang suka memamerkan tubuh! Tanya sendiri padanya! Dia sendiri yang menyuruhku mencoba gaun ini!""Kalian berdua! Cukup!" Dave melepas jambakan Donna dan Taylor. Setelah terlepas, Dave langsung menarik Donna keluar kamar. "Kenapa kamu di sini?""Kenapa? Aku calon istrimu! Aku berhak datang ke sini untuk bertemu calon suami! Katakan padaku, apa dia menggodamu?" Donna tidak mendengar adanya jawaban dari Dave. "Dia menggodamu, 'kan?""Kamu memang pantas disakiti!" lanjut Donna yang masih belum puas.Tiba-tiba Dave menarik Donna, mengantar Donna pulang supaya tidak ada keributan di rumah."Nola, tolong urus Taylor di kamarku," pinta Dave pad
Menunggu tidaklah menyenangkan. Sama seperti Taylor yang sedang duduk di mobil, menunggu Dave yang mendadak melakukan rapat."Jangan keluar, sebelum aku keluar." Seperti itulah pesan terakhir yang Dave sampaikan.Betapa membosankan hanya duduk diam di mobil. Radio pun terdengar kurang mendukung. Tidur? Taylor sudah banyak tidur, setelah peristiwa tidak menyenangkan terjadi.Peristiwa di ruang makan teringat kembali. Taylor sampai memegang bibir dan tersenyum sendiri."Cukup, Taylor. Aku tidak ingin gila seperti Si Jo menyebalkan itu," gumam Taylor dengan menoleh ke ara gedung perusahaan Dave. "Baru kali ini menjadi orang ketiga. Kenapa tidak aku menolak tadi?" Helaan napas keluar.Melihat ada lelaki muda yang berdiri dengan pakaian trendi, membuat Taylor berpikir dua kali.Menjadi kekasih dari Dave Jo, bukankah terdengar menggelikan?Semua orang akan mengira mereka hanyalah papa dan anak. Umur mereka juga terpaut jauh.Seharusn
"Begitukah?"Taylor mengangguk, setelah bercerita tentang apa yang Taylor dengar.Dua buku menu ada di tangan mereka masing-masing. Selagi mata mereka ke arah gambar menu, bibir mereka tetap bergerak.Salah satu pelayan wanita datang dengan note dan pulpen. Seragamnya terlihat terlalu melekat pada tubuh. Tidak lupa dengan senyum nakal, serta pulpen yang sengaja digigit. Semua bertujuan supaya Dave terpikat.Gadis yang duduk di depan Dave menatap Dave dengan tajam, ketika Dave tersenyum pada pelayan."Makanan terenak apa saja?" tanya Dave yang ingin tahu. Dave berencana membayar makanan untuk sang kekasih. Murah ataupun mahal, Dave siap."Kami memiliki Wild King Salmon dan Yellowfin Tuna. Kedua makanan itu selalu digemari para pelanggan," jelas pelayan bernama Aline. "Dan, Wild King Salmon adalah makanan kesukaanku."Dave sempat melirik kembali ke buku menu, sebelum matanya kembali menatap Aline. "Kesukaanmu? Sepertinya patut dicoba. B
Gaun seksi yang sempat dilempar, terpasang kembali di tubuh Taylor. Gaun berwarna hijau gelap, ditambah dengan tas kecil hitam, sepatu hak tinggi hitam, serta rambut yang diikat tinggi. Terlihat sangat seksi, menurut Dave. Berdiri sendiri di tengah keramaian membuat Taylor sedikit kebingungan. Taylor datang demi Dave. Akan tetapi, tidal ada yang dikenal. Walaupun tidak ada yang Taylor kenal, kaki jenjangnya tetap berjalan ke tengah acara. Namun, langkahnya terhenti, karena ada beberapa model wanita yang sedang membicarakan Donna. "Aku kasihan dengan Tuan Dave. Seharusnya, Tuan Dave tidak menikahi Donna. Aku saja ragu, Donna hamil atau tidak." Wanita dengan rambut merah berbicara. "Dia bilang, dia hamil anak Tuan Dave. Tapi, menurutku, Donna berbohong. Entah dia berbohong atau tidak. Yang aku tahu, dia bermain tidak hanya dengan Tuan Dave." Giliran wanita berkacamata berbicara. Wajah terkejut terlihat dari wanita rambut merah. "Donna bermain de
Seperti hari-hari biasa. Sudah waktunya Taylor, Sally, dan Sidney kembali sekolah. Dave merasa tidak keberatan untuk mengantar mereka, karena sudah terbiasa mengantar Taylor."Karena kami bertiga sekarang, Paman Jo tidak perlu repot menjemput kami. Kami bisa pulang bersama dengan berjalan kaki atau naik kendaraan lain. Santai saja." Sally membuat Dave percaya.Dari dulu Dave sudah percaya pada Sally. Jadi, apa pun yang terjadi, Sally harus bertanggungjawab. Terutama pada Taylor."Aku percaya padamu. Dan untukmu Sidney, kamu laki-laki, jadi harus bisa menjaga mereka," suruh Dave pada Sidney yang tersenyum."Sudah menjadi tanggungjawabku, Kakak Ipar. Apalagi ada adik sepupu di sini," balas Sidney dengan merangkul pundak Taylor. Hal itu pun mampu membuat Dave harus menahan cemburu.Terdengar bel masuk berbunyi, Sally mengajak Taylor serta Sidney untuk memasuki kelas. "Hey, cepat! Kali ini gurunya galak!" Sikap ketua kelas Sally kembali muncul.
Makan malam yang biasanya diadakan oleh dua orang, sekarang menjadi lima. Posisi duduk pun sekarang berubah. Dave duduk di antara Donna dan Taylor, lalu di sebelah kiri Taylor ada Sidney, lalu Sally.Rasanya sangat tidak menyenangkan. Satu meja dengan musuh."Ceritakan, bagaimana sekolah kalian tadi? Apa ada yang menarik?" Dave mencairkan suasana."Beberapa hari lagi, sekolah akan mengadakan acara ulang tahun." Sally bercerita. "Aku tetap menjadi ketua penyelenggara, Sidney bergabung dalam drama, dan Taylor bergabung dalam tata boga."Kedua alis Dave menaik. Sedikit terkejut dengan Taylor yang bergabung dalam tata boga. "Oh, ya? Kamu akan memasak di sekolah? Aku belum pernah melihatmu memasak."Sidney mengerti candaan Dave. "Pasti masakannya tidak enak, lalu dikeluarkan dari tim."Sebenarnya, Taylor juga mengerti candaan Sidney, tetapi malas menanggapi. "Setidaknya, aku bisa belajar sedikit, daripada menjadi kaku di tengah panggung."
Di mulai dari bahan-bahan yang masih cukup digunakan, tim tata boga pun mulai berlatih, sembari memikirkan makanan selanjutnya."Hey, Tay. Bukannya ingin mengungkit masa lalu." Daphne mengajak Taylor bicara. "Semenjak kamu putus dengan Brian, kamu tidak ingin menjalin kasih lagi? Kamu terlihat sedang butuh seseorang yang bisa mengerti."Gerakan mengaduk adonan kue berhenti. Sebenarnya, menanggapi hal seperti ini sangat membosankan. Pura-pura saja tidak dengar."Iya, Daphne benar." Bianca setuju. "Daripada cari yang belum pasti, lebih baik sama Sidney saja. Kamu dan Sidney selalu bersama, dan dia perhatian sekali denganmu. Aku iri," lanjutnya, membuat Taylor semakin malas meladeni."Bodoh! Mereka sekarang jadi sepupu!" Daphne tidak terima."Aku lebih suka mereka berdua." Bianca tetap pada pendirian.Pundak Taylor disentuh oleh Abigail, tetapi wajah Abigail menghadap ke Daphne. "Aku lebih suka Taylor dengan pamannya. Siapa namanya? Paman ... J
Empat bulan berlalu. Keadaan semua sudah berubah. Tidak ada gangguan. Taylor sudah tidak lagi di rumah sakit, dan Dave memilih untuk bekerja di rumah setiap hari.Mendengar berita yang telah tersebar ke media, membuat orang tua Sally datang untuk meminta maaf sebesar-besarnya. Bahkan, mereka sudah tidak menganggap Donna dan Sidney sebagai anak.Hari ini adalah hari besar, di mana ada dua pengantin yang akan segera menikah di gedung besar. Ini adalah acara pernikahan Taylor dengan Dave!Setelah mengurus kejahatan Sidney, menunggu tiga bulan Taylor keluar dari rumah sakit, lalu sisa satu bulan adalah kelulusan Taylor. Dave langsung mengajak Taylor menikah.Betapa cantiknya Taylor dengan gaun putih pernikahan panjang, dengan beberapa hiasan bunga di sekitar rambut.Begitu pula dengan Dave. Terlihat gagah dengan setelan jas putih yang cocok di tubuh.Dave pernah mengatakan bahwa Taylor adalah anak yang diadopsi pada para karyawan dan karyawati.
Sally pergi menuju kamar Taylor yang belum bangun. Biasanya, Taylor tidak telat bangun tidak sampai satu jam lebih. Karena berpikir bisa saja asma Taylor kambuh, Sally menjadi khawatir."Tay? Bangun. Semua orang sudah menunggu di ruang makan." Ketika melepas selimut dari tubuh Taylor, Sally terkejut. "Astaga! Kamu tidur tanpa pakaian? Hey, Tay! Bangun!"Berkali-kali Sally mengguncang tubuh Taylor, akhirnya terbangun juga. "Kepalaku pusing ...," keluhnya sambil mengerang."Tay! Kamu tidur telanjang? Apa yang terjadi kemarin malam? Apa ada yang memerkosamu? Katakanlah!" Sally sudah dijadikan orang terpercaya oleh Dave. Jika Dave tahu ada orang yang melukai Taylor, pasti Sally akan dimarahi.Orang pertama yang Taylor lihat dengan jelas adalah Sally. Setelah berkedip beberapa kali, kesadaran Taylor sudah kembali."Dingin sekali." Taylor masih belum sadar dengan tubuh polosnya."Tentu saja. Lihat tubuhmu! Bajumu saja berserakan di lantai. Aku tid
Donna terkejut dengan apa yang dilihat. Banyak foto yang tersimpan di ponsel yang dipegang. Foto yang membuat Donna ingin mengamuk."Anak itu!" Ingin menghampiri Taylor yang sedang berdiskusi dengan Sally, tetapi Sidney menahan."Kita harus bermain halus. Jika kamu selalu menyerangnya, Dave bisa saja menjauhimu. Ingat tujuan." Sidney berbisik pada Donna.Tatapan Donna berubah tajam. Sebagai istri, Donna tidak terima dengan suami yang berselingkuh. "T-tapi, dia mencium Dave! Aku tidak bisa diam saja! Dia ... dia sudah menjadi pelakor!""Jangan merusak rencana yang sudah kubuat, Kak! Kamu hanya mengincar harta, 'kan? Untuk apa merebut Paman Jo?" Kali ini Sidney membuat Donna terdiam. "Untung aku menerima paksaan Sally untuk menemaninya beli buku. Ini bisa jadi senjatamu nanti.""Sekarang, katakan! Bagaimana kamu bertemu dengan dokter kenalan Paman Jo? Uang?" tanya Sidney, yang langsung mengganti topik.Sambil menenangkan diri, Donna menjawab,
Di mulai dari bahan-bahan yang masih cukup digunakan, tim tata boga pun mulai berlatih, sembari memikirkan makanan selanjutnya."Hey, Tay. Bukannya ingin mengungkit masa lalu." Daphne mengajak Taylor bicara. "Semenjak kamu putus dengan Brian, kamu tidak ingin menjalin kasih lagi? Kamu terlihat sedang butuh seseorang yang bisa mengerti."Gerakan mengaduk adonan kue berhenti. Sebenarnya, menanggapi hal seperti ini sangat membosankan. Pura-pura saja tidak dengar."Iya, Daphne benar." Bianca setuju. "Daripada cari yang belum pasti, lebih baik sama Sidney saja. Kamu dan Sidney selalu bersama, dan dia perhatian sekali denganmu. Aku iri," lanjutnya, membuat Taylor semakin malas meladeni."Bodoh! Mereka sekarang jadi sepupu!" Daphne tidak terima."Aku lebih suka mereka berdua." Bianca tetap pada pendirian.Pundak Taylor disentuh oleh Abigail, tetapi wajah Abigail menghadap ke Daphne. "Aku lebih suka Taylor dengan pamannya. Siapa namanya? Paman ... J
Makan malam yang biasanya diadakan oleh dua orang, sekarang menjadi lima. Posisi duduk pun sekarang berubah. Dave duduk di antara Donna dan Taylor, lalu di sebelah kiri Taylor ada Sidney, lalu Sally.Rasanya sangat tidak menyenangkan. Satu meja dengan musuh."Ceritakan, bagaimana sekolah kalian tadi? Apa ada yang menarik?" Dave mencairkan suasana."Beberapa hari lagi, sekolah akan mengadakan acara ulang tahun." Sally bercerita. "Aku tetap menjadi ketua penyelenggara, Sidney bergabung dalam drama, dan Taylor bergabung dalam tata boga."Kedua alis Dave menaik. Sedikit terkejut dengan Taylor yang bergabung dalam tata boga. "Oh, ya? Kamu akan memasak di sekolah? Aku belum pernah melihatmu memasak."Sidney mengerti candaan Dave. "Pasti masakannya tidak enak, lalu dikeluarkan dari tim."Sebenarnya, Taylor juga mengerti candaan Sidney, tetapi malas menanggapi. "Setidaknya, aku bisa belajar sedikit, daripada menjadi kaku di tengah panggung."
Seperti hari-hari biasa. Sudah waktunya Taylor, Sally, dan Sidney kembali sekolah. Dave merasa tidak keberatan untuk mengantar mereka, karena sudah terbiasa mengantar Taylor."Karena kami bertiga sekarang, Paman Jo tidak perlu repot menjemput kami. Kami bisa pulang bersama dengan berjalan kaki atau naik kendaraan lain. Santai saja." Sally membuat Dave percaya.Dari dulu Dave sudah percaya pada Sally. Jadi, apa pun yang terjadi, Sally harus bertanggungjawab. Terutama pada Taylor."Aku percaya padamu. Dan untukmu Sidney, kamu laki-laki, jadi harus bisa menjaga mereka," suruh Dave pada Sidney yang tersenyum."Sudah menjadi tanggungjawabku, Kakak Ipar. Apalagi ada adik sepupu di sini," balas Sidney dengan merangkul pundak Taylor. Hal itu pun mampu membuat Dave harus menahan cemburu.Terdengar bel masuk berbunyi, Sally mengajak Taylor serta Sidney untuk memasuki kelas. "Hey, cepat! Kali ini gurunya galak!" Sikap ketua kelas Sally kembali muncul.
Gaun seksi yang sempat dilempar, terpasang kembali di tubuh Taylor. Gaun berwarna hijau gelap, ditambah dengan tas kecil hitam, sepatu hak tinggi hitam, serta rambut yang diikat tinggi. Terlihat sangat seksi, menurut Dave. Berdiri sendiri di tengah keramaian membuat Taylor sedikit kebingungan. Taylor datang demi Dave. Akan tetapi, tidal ada yang dikenal. Walaupun tidak ada yang Taylor kenal, kaki jenjangnya tetap berjalan ke tengah acara. Namun, langkahnya terhenti, karena ada beberapa model wanita yang sedang membicarakan Donna. "Aku kasihan dengan Tuan Dave. Seharusnya, Tuan Dave tidak menikahi Donna. Aku saja ragu, Donna hamil atau tidak." Wanita dengan rambut merah berbicara. "Dia bilang, dia hamil anak Tuan Dave. Tapi, menurutku, Donna berbohong. Entah dia berbohong atau tidak. Yang aku tahu, dia bermain tidak hanya dengan Tuan Dave." Giliran wanita berkacamata berbicara. Wajah terkejut terlihat dari wanita rambut merah. "Donna bermain de
"Begitukah?"Taylor mengangguk, setelah bercerita tentang apa yang Taylor dengar.Dua buku menu ada di tangan mereka masing-masing. Selagi mata mereka ke arah gambar menu, bibir mereka tetap bergerak.Salah satu pelayan wanita datang dengan note dan pulpen. Seragamnya terlihat terlalu melekat pada tubuh. Tidak lupa dengan senyum nakal, serta pulpen yang sengaja digigit. Semua bertujuan supaya Dave terpikat.Gadis yang duduk di depan Dave menatap Dave dengan tajam, ketika Dave tersenyum pada pelayan."Makanan terenak apa saja?" tanya Dave yang ingin tahu. Dave berencana membayar makanan untuk sang kekasih. Murah ataupun mahal, Dave siap."Kami memiliki Wild King Salmon dan Yellowfin Tuna. Kedua makanan itu selalu digemari para pelanggan," jelas pelayan bernama Aline. "Dan, Wild King Salmon adalah makanan kesukaanku."Dave sempat melirik kembali ke buku menu, sebelum matanya kembali menatap Aline. "Kesukaanmu? Sepertinya patut dicoba. B
Menunggu tidaklah menyenangkan. Sama seperti Taylor yang sedang duduk di mobil, menunggu Dave yang mendadak melakukan rapat."Jangan keluar, sebelum aku keluar." Seperti itulah pesan terakhir yang Dave sampaikan.Betapa membosankan hanya duduk diam di mobil. Radio pun terdengar kurang mendukung. Tidur? Taylor sudah banyak tidur, setelah peristiwa tidak menyenangkan terjadi.Peristiwa di ruang makan teringat kembali. Taylor sampai memegang bibir dan tersenyum sendiri."Cukup, Taylor. Aku tidak ingin gila seperti Si Jo menyebalkan itu," gumam Taylor dengan menoleh ke ara gedung perusahaan Dave. "Baru kali ini menjadi orang ketiga. Kenapa tidak aku menolak tadi?" Helaan napas keluar.Melihat ada lelaki muda yang berdiri dengan pakaian trendi, membuat Taylor berpikir dua kali.Menjadi kekasih dari Dave Jo, bukankah terdengar menggelikan?Semua orang akan mengira mereka hanyalah papa dan anak. Umur mereka juga terpaut jauh.Seharusn