Saat bibir Erina dan bibir Enzo bersatu, air mata Enzo mengalir. Ia memang harus mengakhirinya agar Erina tidak menderita dan juga tidak terlalu mengkhawatirkan keadaannya saat ini.
Mungkin ini salam perpisahan darinya untuk gadis manis ini.
Setelah 30 menit berlalu, mereka melepaskan pagutan mereka.
Sama-sama masih menatap lekat, menyelami kehidupan masing-masing.
Dan akhirnya kata itu terucap.
''Erina, maaf. Kita pisah saja tidak apa-apa, lebih baik begini. Aku tidak ingin Kau semakin terluka. Bukalah pintu hatimu untuk yang lainnya. Aku tahu, penggemarmu sangatlah banyak. Dan kalau pun nama dia masih ada di hatimu, silakan lanjutkan saja, Erina,'' Enzo dengan keikhlasan hatinya melepaskan gadisnya ini walaupun hatinya sangatlah sakit bahkan terluka terlalu dalam.
''Hiks… hiks…'' Hanya itu yang terdengar.
&Erina awalnya berontak agar Pria itu melepaskan dirinya, ia sebisa mungkin melepaskan diri dan ia juga seperti menolak untuk dicium oleh Pria itu, namun tenaganya tidak cukup besar untuk bisa melepaskan diri. Bahkan tangan Erina bersiap untuk menampar Pria itu namun lagi-lagi bisa ditahan. Seakan tahu kelemahan dari Erina. Dan akhirnya Erina menyerah bahkan hampir kehabisan nafasnya. Mereka berciuman cukup lama. Si Pria seolah melampiaskan kerinduannya pada sosok gadis cantik ini namun si gadis berupaya melampiaskan kekecewaannya selama hampir 7 Tahun lamanya tidak pernah bertemu dan bertanya kabar. Benar-benar sudah gila. ''Hahh… hahh… hahh… maaf Erina. Aku benar-benar minta maaf padamu. Aku pergi meninggalkan Korea karena keadaanku sedang kritis dan tahap penyembuhan penyakitku. Aku juga tidak ingin membuat Kau khawatir. Maka dari itu Aku mengajukan keluar dari Seoul University dan menetap di sini. Dan tanpa sengaja Aku melihat d
# Di sisi kanan Taman Calton Hill, St. Andrews House 2 Regent Road, Edinburgh EH1 3DG Skotlandia. Sepasang mata sedang mengawasi dua sejoli di depannya ini tanpa berkata apapun. Bahkan diamnya ini sungguh menakutkan bagi asistennya, Pak Choi dan kakak sepupunya dan bagi mantan kekasihnya. Ia terdiam cukup lama dengan pandangan yang semakin tajam dan gelap. Rahangnya mengeras seketika. Kedua tangannya mengepal dengan kuat. Arthur, Pria ini masih mencoba menahan semua perasaannya. Semua perasaan cemburu dan amarahnya. Hal ini disadari seutuhnya oleh orang-orang disekitarnya, kakak sepupunya, asisten pribadinya dan mantan kekasihnya. Sinyal bahwa Arthur berada di tahap berbahaya kalau tidak segera dihentikan. ''Arthur-Nie, ehemm, kita ke sana saja, yuk? Foto-foto di sana saja, yuk,'' Kakak sepupunya berinisiatif mengajak Arthur ke lain tempat. Ya, kakak sepupunya juga sudah tahu
Arthur menarik kerah kemeja Pria di depannya ini dan Erina reflek melerai mereka berdua. Melerai keributan dan kesalahfahaman yang terjadi. Tangan kekar Arthur pun sudah bersiap memukul wajah Enzo namun tiba-tiba dihentikan oleh seruan suara berat seseorang. ''Hei kalian! Bisakah kalian tidak membuat keonaran di sini!'' Suara berat Pria yang begitu sexy dan mampu mengalihkan perhatian mereka bertiga. Arthur, Erina dan Enzo menatapi sumber suara dan detik itu juga mampu membuat Erina dan Arthur terdiam cukup lama. Mencerna keadaan dengan baik. Menelaah bahwa rivalnya juga ada di sini. Pria tinggi tadi menatapi mereka berdua dengan pandangan kelamnya. ''Zhafar-Ssi!'' Arthur mengatakannya dengan dingin. ''Zhafar Oppa…'' Dan Erina juga tidak sadar menyebut nama itu. Keduanya bersamaan dalam memanggil orang itu dan itu cukup membuat Enzo heran. ''Erina, hahh… tidak kusangka Kau seperti itu. Baiklah.
@ Café Privat Room SINNGGHH!!! Suasananya sungguhlah menakutkan dan kecanggungan diantara mereka semua jelas terlihat. Tidak tahu lagi akan memulai darimana. Mereka semua kini hanya saling memandang dan melirik satu dengan yang lain tanpa berniat untuk berbicara. Di ruangan ini yang terdengar hanyalah suara detik jam di pergelangan tangan masing-masing. Hidangan dan minuman yang tersaji pun tidak tersentuh sedikitpun. Benar-benar kentara suasana tegang ini. Zhafar duduk sendiri di ujung meja makan. Seperti pemimpin acara. Di kedua sisinya Zhafar yaitu Erina dan Arthur. Erina duduk di sebelah kanannya sedangkan Arthur duduk di sebelah kirinya. Di sebelah kiri Arthur yaitu kakak sepupunya lalu asisten pribadinya, Pak Choi. Lalu di kursi seberang, Erina duduk dengan tenang, di sebelah kanannya Enzo Ferdinand Xavier dan sebelahnya lagi kakak Pria itu, Deolinda Chalondra Zerou
# Mercusuar Neist Point, Isle of Skye Seorang gadis cantik sedang berada di peron Stasiun. Ia terlihat sedang menunggu kereta api yang menuju daerah Isle of Skye. Ya, gadis ini sendirian dan begitu tegar. Ia terlihat membawa buku kecil dan peta tentang panduan wisata Pulau Scotland. Ia mempelajari buku kecil dan peta tersebut sedikit demi sedikit sampai akhirnya kereta yang ditunggu pun tiba. Ia memasuki kereta tersebut dan duduk di gerbong ke dua dari depan. Gadis ini duduk dengan nyaman. Ia mengecek jam dan berfikir kemungkinan perjalanan ini akan menghabiskan waktu sekitar 5 jam lebih. Erina, gadis ini sudah mempersiapkan segala sesuatunya sendiri. Ia ingin mulai dari sekarang akan berusaha mandiri sendiri tanpa membutuhkan bantuan dari laki-laki. Setidaknya untuk sekarang. ''Ahh, cantiknya... Woahh. Sepertinya akan lama ini. Ah, Aku matikan saja handphoneku, saja, ah, sekalian Aku isi dayanya.
Gadis manis ini hanya duduk terdiam. Termenung sendiri. Menelaah semua kejadian ini dengan sangat hati-hati. Maybe, raganya disini namun jiwanya seperti tidak berada ditempatnya. Entah. ''Arghhhhh!!! Hahh... Hahh... Haahh, berat rasanya semua ini bagiku. Kenapa Aku yang selalu merasa bersalah? Kenapa Aku yang selalu merasa hancur dan terluka seperti ini? Apa tidak cukup masa lalu itu saja tapi jangan masa depanku! Please! Aku hanya ingin bahagia. Aku… Aku hanya ingin merasakan cinta yang utuh dan tulus. Bukan hal lain. Aku… Aku… hiks… hiks… appayo, jinjja appayo. Sakiitt ... hiks... '' Erina berteriak kencang meluapkan rasa frustasinya. Ia menepuk-nepuk dada kirinya kuat karena rasa sakit yang begitu dalam. Entah ada apa dengan dirinya. Erina melampiaskan semuanya pada alam yang luas ini. Berteriak sekencang-kencangnya tanpa peduli yang lain. Pandangannya kini beralih pada luasnya hamparan laut yang te
# Sementara di Hotel, Tanggal 01 Januari 2017, @ Church St, Inverness, United Kingdom, Pukul 21.00 (UTC) Terlihat sedikit kekacauan di ruangan itu. Tamu-tamu dari Asia itu berjalan kesana kemari tanpa henti. Sibuk menelepon rekan-rekannya. Berlalu lalang menghampiri meja resepsionis guna menanyakan kabar dari salah satu rekannya yang belum juga kembali semenjak sore tadi. Mereka semua kalang kabut mencari keberadaan rekan kerjanya itu. Bahkan handphone rekannya juga tidak aktif sejak sore hari. Entah bagaimana keadaannya. Saat semua orang sibuk berjalan kesana kemari, terdapat tiga Pria tampan yang saat ini masih terduduk diam tanpa berniat bersuara sedikitpun. Mereka melamun. Mencoba menelaah yang kini terjadi.
# Kamar Hotel Zhafar, Pukul 01.30 (UTC) pagi. Terlihat seorang Pria sedang duduk tenang di tempat tidurnya. Melamun lebih tepatnya. Pria itu sebelumnya melepas jasnya dan menyisakan kemeja putihnya. Belum ingin melanjutkan tidurnya lagi. Padahal sudah dini hari. Ia terdiam dan melamun. Memikirkan semuanya dari masa lalunya hingga sekarang. Apa ada yang salah dengan dirinya? Zhafar, Pria itu merasa bingung dan hampa sekarang. Ia meraih handphone di meja nakas samping tempat tidurnya. Ia membuka-buka galerinya dan menampakkan sebuah foto seorang gadis manis yang sedang berpose dengan anggunnya. Pose manis Erina terlihat bercahaya dan bersinar apalagi saat senyum indah itu merekah, dunianya seakan runtuh. Tidak terasa bibir Zhafar tersenyum tipis. Namun Zhafar mendadak menjadi paranoid dan takut tatkala sebuah kejadian yang bahkan bisa sedikit merubah kepribadian gadis manis itu. Ia masih belum sanggu
#Flashback End # 1 Tahun kemudian @ Ruang Presdirut, PT Deluxe Tower, Lantai 10, Jumat, Tanggal 05 Januari 2018, Pukul 11.00 KST ‘’Oppa!! Zhafar Oppa!!! Yakh!!!’’ Seruan seseorang berhasil membuat Zhafar terkesiap. Ia menatapi seseorang itu yang menatapinya dengan pandangan keheranan. ‘’Hahh!!! Erina! Arthur! Astaga! Aku melamun! Jinjja!’’ Ucap Zhafar akhirnya dan mengusap wajahnya kasar. Ia menerawang jauh ke depan tentang semuanya. ‘’Kau melamun ternyata! Astaga! Zhaff, aku minta bantuanmu untuk menyebar undangan pernikahan kita, ya??’’ Permintaan dari Arthur begitu mengagetkan Zhafar. ‘’Akh! O-oke! Siap! Aku akan bantu kalian! He . . . He . . . ‘’ Jawab Zhafar sedikit gugup seraya memeluk Arthur bahagia. ‘’He . . . He . . . Terima kasih, Kawan! Ku harap kau segera menyusul, ya!’’ Ucap Arthur penuh ketulusan dan diamini oleh Zhafar dan Erina. Mereka bertiga berbincang lama sambil sesekali bernostalgia. Mereka Nampak sangat bahagia sekali bahwa persahabatan mereka masih terja
# Tiga hari berlalu, Seorang gadis cantik membuka matanya perlahan. Ia mengerjap matanya perlahan untuk menyesuaikan keadaan di sekitarnya. Ia mendapati ruangan putih bersih yang lumayan luas. Ia terheran-heran. Saat sedang mengamati keadaan di sekitarnya, sebuah sapaan berat mengusik pendengarannya. ‘’Sudah siuman? Syukurlah,’’ Sapaan lembut seorang Pria begitu hangat hingga membuat seorang gadis cantik ini mengalihkan perhatiannya. ‘’Zhafar Oppa? Aku dimana??’’ Tanya gadis cantik ini dengan keheranan. ‘’Kau di rumah sakit. Sudah tiga hari kamu dirawat di sini, Erina!’’ Jawab Zhafar tenang seraya mengupas apel untuk Erina. Ia tersenyum hangat pada Erina. ‘’Hahh?? Aku di rumah sakit? Kenapa?’’ Erina begitu terkejut saat mendapati kenyataan bahwa dirinya dirawat di rumah sakit. ‘’Iya, kau luka parah. Ehm . . . ‘’ Zhafar menggantung kalimatnya. Ia ragu harus memberitahu apa tidak perihal lukanya tersebut. ‘’Oppa!!! Oppa kenapa? Cerita padaku? Aku sakit apa??’’ Erina sedikit memak
‘’Eungghh!!! Sa-sakiitt, Oppaaah!! Argh!! Hahh . . . Hahh . . . ‘’ Teriak Erina tertahan saat Javier memasukkan sesuatu ke dalam tubuh Erina dan mengunci bibir Erina. Erina hilang akal! Ia tidak tahu lagi harus berbuat apa. Ia lelah dan tidak berdaya. Ia merasa akan mencapai kenikmatan tersebut disertai dengan perlakuan Javier padanya yang semakin menggila. Hingga akhirnya . . . ‘’Eunggghhh . . . Hahh . . . Hahh . . . ‘’ Seru keduanya saat keluar bersamaan. Javier menciumi lembut kening Erina dan memeluk erat gadis itu. Sementara Erina terlelap seketika. Javier manatapi Erina dengan penuh kasih. Ia begitu memuja gadis ini. Ia memakaikan pakaian Erina dengan lembut dan menyelimutinya sebelum pergi meninggalkan Erina seorang diri. ‘’Bye, Erina!!! Terima kasih!’’ Ucap Javier seakan mengucapkan salam perpisahan. Sungguh kejam sekali!!! £♥¥€ @ Ruang CTO, Lantai 08, Senin, 06 Maret 2017, Pukul 13.00 KST ‘’Huek!! Huek!! Arghh!! Ahh, aku
Erina menebak siapa gerangan tamu ini dan seketika terkejut mengetahui siapa tamu tersebut. Ia menahan nafasnya sejenak tatkala tamu tersebut membalikkan badannya menghadap dirinya. ‘’Akkh!!!’’ Ucap Erina tertahan saat mendapi tamu yang sangat dihindarinya. ‘’Halo! Selamat Malam, Erina!’’ Deep voicenya begitu mengusik pendengaran Erina dan mampu membuat Erina sedikit menjauh. ‘’Akh! Ya, selamat malam. Ehm, A-ada perlu apakah?’’ Tanya Erina dengan sopan dan pelan seraya menghindari tatapan mata dengan tamu tersebut. ‘’Hem, tidak! Ini! Aku hanya ingin memberikan ini,’’ Tamu tersebut tiba-tiba menyerahkan sebuah kado besar kepada Erina. Erina terkejut dengan semua sikap tamu tersebut yang memberikannya kado. Seketika itu juga ia terpana bahwa hari ini adalah hari ulang tahunnya dan tamu tersebut pun masih mengingatnya. Ia menutup mulutnya seketika seakan tidak mempercayai fakta yang ada. ‘’Aku dengar kamu cuti kemarin, makanya sekalian aku ingin menjengukmu. Aku fikir kau sedang sa
BUG!!! Terdengar pukulan lumayan keras yang dilayangkan oleh Javier kepada Zhafar. Pria tampan ini ternyata juga tidak siap akan pembalasan dari Javier. Ia terhuyung ke belakang seraya memegangi pipi kanannya. ‘’Cih! Sial!’’ Umpat Zhafar kesal karena pukulan Javier. Ia menyeka darah di sudut pipi kanannya dengan ibu jarinya. Ia juga menatapi Javier dengan tatapan kebencian. Javier dan Zhafar sama-sama bangkit dari posisinya. Mereka berdua siap-siap akan melakukan pembalasan dengan sengit. Akan tetapi belum sempat terjadi, seseorang memergoki keduanya hingga berteriak histeris. ‘’KYAAAA!!! Kalian!!! Ada apa ini?’’ Teriak Eritha, seseorang itu dan segera berlari ke arah kedua Pria tersebut. Posisi Eritha berada di tengah di antara kedua Pria tampan tersebut dan memandangi keduanya secara bergantian. ‘’Yakh!!! Kalian kenapa, ha??? Kenapa berkelahi?? Ada apa??’’ Tanya Eritha sedikit emosi karena kelakuan kedua Pria tersebut. ‘’ . . . ‘’ ‘’ . . . ‘’ Mereka berdua sama-sama terdia
‘’Nona Erina hamil!’’ Ucap Dokter ini pelan seraya tersenyum hangat kepada Zhafar dan Eritha. Bagaikan petir di siang bolong, kalimat sederhana dari Dokter Perusahaan mampu membuat Zhafar terkejut. Zhafar hanya bergeming saja. Ia menatapi surat hasil pemeriksaan dengan nanar dan tangannya bergetar. Ia menerka-nerka bagaimana bisa Erina hamil? Erina hamil? Sejak kapan? Dengan Arthurkah? Apakah Arthur sudah mengetahuinya? Bagaimana kalau ternyata Arthur juga tidak mengetahuinya? Bagaimana dengan keluarganya Arthur yang berada di sana? Astaga! Pertanyaan itu semua memenuhi seluruh fikiran dan hati Zhafar. Pria tampan ini masih meresapi dan memahami situasi yang pelik ini. Ia menggeleng pelan seakan tidak mempercayai semuanya. Ia meremas surat itu dengan tangan yang bergetar. Hal ini disadari oleh kedua wanita yang berada di depannya dengan perasaan iba. ‘’Hahhh . . . Astaga!!! Erina . . . ‘’ Hanya itu kata-kata yang berhasil keluar dari mulut Zhafar. Ia bersandar pada kursi da
GREP!!! Zhafar, Pria tampan inilah yang dengan sigap menangkap tubuh Erina yang kondisinya memang sedang tidak sehat. Ia lantas mendekap erat Erina dan segera memeriksa kening gadis ini. Alangkah terkejutnya saat Zhafar memeriksa keadaan Erina yang memang benar-benar sakit, badannya demam tinggi. Zhafar segera mengangkat tubuh Erina, menggendong gadis ini ala bridal style dan berjalan keluar meninggalkan ruangan meeting untuk menuju Ruang Kesehatan. Sebelum meninggalkan ruangan, Zhafar meminta ijin untuk pamit sebentar dan meminta Eritha menemaninya. “Ehm, Maaf, saudara-saudara sekalian! Kejadian tidak terduga terjadi dan Saya meminta ijin untuk membawa rekan kerja kita, Erina untuk ke Ruang Kesehatan. Mohon tunggu sebentar! Eritha, tolong temani Saya! Saya akan segera kembali. Selamat Pagi! Terima kasih!” Ucapan tegas dan tenang Zhafar disambut oleh para tamu dengan sedikti was-was. Mereka semua khawatir dengan kondisi Erina. Zhafar dan Eritha membungkuk hormat tanda mereka undu
SRET!!! “Selamat Pagi!!! Eh, sudah ada kalian?? Halo!” Sapa Kai dengan lantang dan sedikit kikuk saat mendapati bahwa Erina sedang bersama dengan mantan kekasih gadis itu. “Ne, selamat Pagi semuanya!” Ucap Javier tenang dan kembali fokus pada pekerjaannya. Semua undangan duduk di kursi masing-masing dan bersiap dengan meeting hari ini. Mereka bercakap-cakap dan bersenda gurau. Dari sekian banyak orang di ruangan meeting ini hanya satu orang yang terlihat acuh dan diam saja. Keadaan orang tersebut disadari oleh sahabatnya dan berusaha berbicara dengannya. “Erina?? Kau kenapa?” Tanya Eritha, sahabat Erina yang sungguh khawatir dengan keadaan sahabatnya ini. Orang yang dipanggil namanya pun hanya menoleh sekilas dan tersenyum pucat pada Eritha. Hal ini langsung mendapat reaksi kekhawatiran. “Erina!!! Kau sakit? Kau pucat sekali! Astaga!” Ucapan Eritha berhasil mengusik seluruh pendengaran tamu yang hadir. Begitupun dengan Zhafar. Pria ini seketika memperhatikan Erina dari tempat
Erina menyerah! “Erina, maaf! Aku hanya ingin memelukmu saja. Hanya itu. Aku hanya ingin melepaskan semua kerinduanku padamu setelah sekian lamanya. Maafkan aku!!!” Jelas seseorang itu dengan lembut seraya melepaskan Erina dan bergerak menjauhi Erina satu langkah. “ . . . ” Erina tidak sanggup mengatakan apapun dan hanya bisa diam saja mencoba memahami situasinya. Ia menyeka air matanya yang tadi hampir saja terjatuh tatkala seseorang itu memeluknya erat. “Aku tahu aku salah, tapi aku hanya ingin memelukmu saja saat ini. Aku tahu kamu sudah tidak ingin melihatku lagi, tapi ijinkan aku berada di sisimu saat proyek ini berlangsung dan selebihnya terserah dirimu, Erina. Maaf,” Ucap seseorang itu jujur dan masih menatapi Erina dengan penuh perhatian. “Ehm . . . A-aku. Aku . . . Ehm, maybe, sulit bagiku menerima semua keadaan ini di hidupku dengan tiba-tiba. Takdir yang mempertemukan kita kembali di sini. Mempertemukan kita semua dalam sebuah ikatan benang merah yang kita tidak tahu ap