“Terima kasih atas bantuan Anda, Nona. Apa sekarang kami boleh pergi? Saya harus memeriksa keadaan Tuan T, dan Lion ... saya rasa ini adalah jadwal membawa Esmeralda grooming.”Rose mendongak sekaligus menarik napas mematut Travis dan Lion secara bergiliran. Sesaat lalu mereka baru saja kembali dari mansion Verasco. Beberapa luka yang bersarang di tubuh karena kejadian baku tembak, sebagai gantinya Rose bertanggung jawab mengobati ketiga pria yang bahkan nyaris tidak mengeluh selama pembersihan darah di luka menganga. Luka yang beruntung tidak begitu parah. Hanya goresan lebar di bagian tangan, bahu, dan kaki, sehingga tidak cukup menyulitkan mereka untuk kembali beraktivitas.“With my pleasure, Travis. Nanti aku akan menyusulmu.” Senyum Rose tipis mengartikan kepada Travis sesuatu yang dimengerti dengan mudah.Masih Rose perhatikan lamat bahu dua pria menjauh itu. Lengkung di bibirnya kemudian hilang saat kembali menunduk.“Mereka jomlo akut, kenapa kemarin tidak kau kencani salah sat
Samar – samar lolongan nyaring menarik netra Rose perlahan mengerjap. Pertama kali membuka mata pemandangan yang dia dapatkan hanya wajah tampan suaminya. Posisi terlampau dekat menyajikan bagaimana tekstur kulit itu memancing jemari Rose sekadar menyentuh kening dan merambat halus menuju tulang rahang. Dia pikir begitu terbangun, manik mata itu akan menunjukkan resapan warna yang indah. Ternyata Theo masih dengan betahnya berada dalam kondisi yang sama. Bahkan tidak ada tanda – tanda lain, Theo memejam tenang, terlalu jauh untuk Rose gapai. Dia bergumam kecil ....Lebih keras lolongan dari luar memaksa Rose meniupkan udara melalui celah bibir. Lalu beranjak bangkit, melepas pelukan di tubuh Theo secara tidak langsung. Setengah terpaku Rose berpas – pasan bersama Lion di ambang pintu. Kusen masih menenggelamkan tubuh Rose, hanya wajah yang menyembul keluar dan ketika melirik ke bawah ... netra Rose menemukan Esmeralda sudah dilengkapi pita pink kebesaran menjepit bulu di puncak kepala
‘Kau cemburu?’Rose ingat betul pertanyaan tersebut sebelum Xelle berpamitan pergi, dan dia harus menyusul kepergian suster ke kamar utama. Istri mana yang akan berdiam diri jika di hadapannya sesuatu yang tidak beres sedang mengintai. Rose merasakan hal tersebut. Di matanya suster itu sama sekali tidak mencerminkan seseorang yang berkecimpung di dunia keperawatan, seharusnya tidak menunjukkan secara terang – terangan dada membusung di balik pakaian. Rose harus mewaspadai bahwa mungkin suster itu akan melakukan tindakan di luar nalar. Atau sebenarnya Xelle memang benar ... Rose cemburu untuk hal yang satu itu. Dia tidak bisa menahan diri. Di sisi lain, perkara bukti video dari Xelle sudah Rose sepakati akan menyelidiki siapa pelaku sesungguhnya bersama – sama Theo suatu hari nanti ketika suaminya benar – benar pulih. Sekarang dia harus fokus tentang bagaimana hingga kapan Theo akan membuka mata, dan yang terpenting harus teliti dalam memantau tindakan yang diperagakan suster kepadan
“Oh, astaga. Kenapa husky itu mengejarku!” Suster yang berlalu pergi mempercepat langkah sembari menggerutu kesal. Derap demi derap dia lewati dengan debaran jantung berpacu cepat. Jarak keduanya semakin menipis. Jika dia tidak mewabas diri, gigitan esmeralda akan menjadi bagian terburuk yang tak terelak. Sudah melewati undakan tangga. Suster itu engap – engap kesulitan mengontrol keseimbangan. Dia nyaris mencapai gerbang keluar tepat di hadapannya ... dari arah yang sama Lion mengernyit membaca isi pesan yang dikirimkan Rose beberapa saat lalu. Sialnya bagi suster tersebut kemunculan Lion merupakan bantuan besar yang datang untuk menyelamatkannya dari kejaran esmeralda.“Help me, Lion—“Lolongan esmeralda tepat bersisihan sangat dekat dari saku pakaian suster tersebut, seakan dari sejak awal tujuan esmeralda persis untuk mendapatkan benda yang dikantongi. “Apa yang kau lakukan!” Suster merogoh sakunya sendiri demi menggenggam benda diinginkan Rose sebelumnya. Lebih sial lagi, ket
‘Kau tidak kenal aku siapa?’Merupakan satu pertanyaan tunggal membingungkan dari wanita dengan seraut wajah pias dan air mengenang di pelupuk mata yang kemudian merembes basah di mana saja, termasuk butiran kegelisahan itu mengucur jatuh hingga menyebar di atas permukaan selimut putih tebal.Tidur panjang seperti merobek sisa – sisa ingatan yang pernah ada. Pemilik manik kelabu itu berusaha keras untuk mengingat kapan terakhir dia pernah berada di tempat asing, yang sebenarnya tidak pernah dia singgahi.Beberapa keanehan muncul di benaknya, terutama sedikitpun dia tidak tahu siapa wanita berambut cokelat gelap yang sepanjang pagi tidak memberinya ruang sekadar bergerak.Sedikit kaku—benar. Namun, dia berusaha bangkit ingin memastikan lebih lanjut di mana dia saat ini. Ingatannya pudar samar – samar tak mampu digapai dengan baik. Sebagian yang diharapkan tidak muncul. Sebaliknya yang tidak diinginkan bersisihan sangat dekat.“Kau yakin tidak mengenalku?”Suara lembut itu kembali bertan
Ragu – ragu jemari Rose menyentuh ganggang pintu kamar utama. Kegiatan menikmati waktu untuk menenangkan diri dan menerima semua kenyataan secara keseluruhan maupun gamblang sudah berakhir sejak dia memutuskan untuk kembali menemui Zever. Kali ini Rose harus terbiasa dengan panggilan demikian. Bukan Theo yang dia hadapi, walau Rose sebetulnya ingin bersitatap langsung bersama pribadi yang satu itu. Rose merindukan Theo. Namun, kenyataan seperti buyar mempertemukan keduanya. Rose tidak tahu bagaimana Zever, apakah pria itu bisa menerima fakta bahwa ‘dia’ adalah pria yang telah menikah. Zever pendiam dan tidak banyak bicara. Itu yang Lion katakan saat Rose melakukan sesi curhat yang kebetulan sebentar saja meminjam dada Lion sekadar memastikan seperti apa reaksi tato di lengannya. Tidak ada. Rose tidak menemukan apa pun yang berkilauan di sana, dan mulai berasumsi bahkan mengerti bahwa hanya terhadap Theo/Zever-lah tato itu akan mencuak. Dan lagi yang Rose ingat dari perkataan Lion
“Dia sudah tidur?” gumam Rose ketika masuk ke dalam kamar, justru menemukan Zever meringkuk dengan posisi membelakangi sisi ranjang bagiannya. Hati – hati Rose menderap lalu merangkak pelan ke atas. Mendekati suaminya yang ntah tertidur atau tidak. Seingat Rose Zever memakai pakaian serba tebal dan panjang, keningnya bertaut heran begitu selimut disadari membalut hampir penuh tubuh pria tersebut.Rose ikut memosisikan diri menyamping dengan sebelah lengan sebagai penyangga. Lambat laun jemarinya terulur menyentuh dahi Zever untuk memastikan suhu badan pria di sampingnya dalam kondisi normal. Dan sepertinya Zever memang baik – baik saja, atau Rose seharusnya memastikan jika pria itu sedang bertelanjang dada. Bukankah kebiasaan Theo tidur tanpa sehelai benang menutup tubuh bagian atas.Helaan napas Rose singkat menyibak kain tebal itu sampai separuh kaki Zever. Pakaian suaminya utuh tak berkurang sedikitpun. Mungkin merupakan salah satu bentuk yang bertolak belakang dari Theo. Benar –
Rose mengernyit ingin merengangkan sekujur tulang punggung. Gerakannya tertahan oleh posisi yang diketahui menyandarkan wajah di puncak dada seseorang. Semalam tidur mereka tidak seperti itu, tetapi Rose tidak ingin memusingkan bagaimana kerapatan dia dan pria yang sedang mendengkur kecil bisa sesempurna saling mendekap. Rose pelan – pelan menegadah demi menelusuri wajah terpejam suaminya. Dia ingin menebak siapa yang akan mungkin disapa jika netra abu itu terbuka. Theo-kah, atau Zever .... Sedikit bermuluk Rose harap Theo muncul, setidaknya masih banyak permasalahan yang harus mereka selesaikan bersama. Antara kesalahpahaman, yang barangkali masih membuat Theo berpikir pria itu telah membunuh kedua orang tuanya. Dan mengenai tato hingga beberapa puzzle kosong yang harus disatukan. Hanya Theo, karena Rose yakin Zever carut – marut masih ragu dengannya hingga yang sebenarnya Zever tidak tahu menahu segala macam konflik selama Theo mengambil alih. Jemari Rose bermain asal di atas perm