Di dalam toilet Alecta berpikir keras bagaimana caranya membungkam Nenek Neena. Dia merasa harus membenci dirinya yang terlalu ramah. Tanpa angin ataupun petir, rasa nyeri menyerang perut Alecta.
Ini bukan masuk bagian aktingnya, rasa nyeri ini benar-benar seperti jarum yang menusuk perut Alecta. Dia limbung dan jatuh terduduk di lantai. Beberapa kali Alecta harus mengambil napas dan mengembuskannya demi menahan rasa nyeri ini.
Tiba-tiba pintu toilet diketuk. “Nyonya, suamimu sudah datang. Dia bersama Pak Priam.”
‘Apa? Priam juga datang? Aku tidak salah dengan, kan?’
Alecta bangkit dan menyalakan keran. “Sebentar lagi saya keluar,” ucapnya.
Alecta masih mencoba menoleransi rasa sakit yang dirasakanya, selain itu masih ada masalah lainnya, Naratama dan kesaksian Nenek Neena.
“Sial! Kenapa semuanya seakan berantakan.” Alecta tak yakin rencana ini bisa sukses.
Ketukan
“Naratama!” Perempuan itu berteriak.Alecta bisa mendengar samar-samar pertengkaran dari balik pintu. “Sepertinya mereka sudah meninggalkanku sendirian di kamar ini.” Dia membuka matanya sempurna.“Jelaskan padaku, siapa perempuan itu?”“Dia orang yang disewa rahim oleh Nyonya dan Tuan.”“Apa? Surogasi? Nyonya dan Tuan melakukan surogasi? Jawab aku Naratama!”Rasa nyeri yang tadi menyerang Alecta perlahan mulai menghilang. Dia baru ingat pesan dokter, jika sesudah melakukan prosedur itu, biasanya akan ada rasa nyeri yang muncul di bagian tertentu dan terkadang tidak berlangsung lama.Alecta bisa menolerir rasa nyeri itu saat ini.Perlahan Alecta mendekat ke pintu. Dia membuka sedikit untuk mendengar percakapan antara Naratama dan perempuan bernama Lusi itu. Tak lupa, dia juga merekam percakapan mereka dengan mode video.“Namanya Alecta Zeline. Dia menjadi w
Saat ini Alecta menjadi pendengar yang baik. Perempuan di sampingnya memiliki nama lengkap Lusiana, dan ternyata umurnya jauh lebih muda dua tahun dari Alecta. Tiga tahun Lusi bekerja di rumah besar, dan dua tahun hingga saat ini dia menjaga vila ini. Merawat tempat ini sendirian.Entah magnet apa yang terkandung di rumah besar itu, semua pelayan merasakan kemakmuran dan emosi dari majikannya. Semua bekerja sesuai jadwal. Ada lebih dari dua puluh pelayan di rumah besar itu. Jumlah itu belum termasuk jajaran keamanan dan juru masak.Setiap pelayan di sini memiliki tugasnya masing-masing yang diawasi langsung oleh kepala pelayan. Namanya, Feris Pradana. Saat Lusi menyebutkan nama itu, senyumannya mengembang tanda kekaguman yang indah. Kepala pelayan itu juga mengawasi semua sistem yang berada di rumah ini. Tak hanya itu, sistem bekerja di rumah ini terbilang cukup bersahabat. Semua pelayan mendapat satu hari libur setelah bekerja selama enam hari. Tentu saj
Feris menguap, matanya masih terasa mengantuk akibat hanya tidur tiga jam. Dia terbangun karena ponselnya berdering. Dan sepagi ini Lusiana, pelayan yang ditugaskan untuk menjaga vila pribadi milik Priam.Sebenarnya vila itu memiliki kenangan tersendiri bagi Feris. Di Vila itu, seorang gadis kecil hampir saja meregang nyawa, dan Semesta masih bisa menyelamatkannya.Sekelebat kenangan tentang gadis kecil tergeletak di lantai dan berlumuran darah, terlintas di pikiran Feris. Seketika kepalanya menjadi teramat sakit seperti puluhan jarum ditusukkan secara bersama-sama.Samar-samar terdengar suara kegaduhan di luar kamarnya. “Aku harus segera turun.” Dia teringat pada perkataan Lusi, jika sepulang dari vila, emosi Naratama sudah tidak stabil.“Kenapa akhir-akhir ini, dia selalu membuat masalah.”Feris mengambil kacamatanya, dan langsung keluar dari kamar menuju sumber kegaduhan yang tercipta sepagi ini.Di d
“Nanti aku akan datang ke apartemen kelas I untuk memastikan dia.” Freya berbicara agak keras. Dia masuk ke kamar menyusul suaminya.“Bisa pelankan suaramu?” Priam memelototi istrinya yang terlalu heboh sepagi ini.“Santai saja. Ini masih terlalu pagi, pastinya tidak ada orang.” Freya menghempaskan tubuhnya ke ranjang. “Hari ini aku libur, jadi aku akan ke apartemen Alecta.”Priam duduk di kursi, ia tampak kelelahan karena semalam tidak tidur. Ditambah ia harus mengurusi dua penjaga apartemen. “Alecta sudah aku pindahkan.”Seketika Freya terbangun, lalu memandang Priam. “Apa? Kenapa tidak bertanya kepadaku dulu!”Priam masih memejamkan mata, seakan malas menatap lawan bicaranya. “Harusnya aku yang bertanya kepadamu, Frey. Ke mana saja kamu semalam? Pastinya, Naratama sudah menghubungimu, dan memberitahumu.”Freya terdiam, mengingat apa yang terj
Freya sudah bersiap akan keluar. Dia sudah tidur sebentar, dan merasa kali ini tubuhnya sangat lelah. “Aku akan pergi ke salon kecantikan.” Freya mengambil ponselnya dan menelepon Naratama untuk menyiapkan kendaraannya. Namun sudah empat panggilan, Naratama tak kunjung menjawabnya atau meneleponnya balik. “Aneh sekali,” guman Freya. Seingatnya, mobil yang biasa digunakan sudah terparkir di garasi. “Apakah dia belum bangun?” Freya langsung keluar dari kamar, lalu menuruti tangga. Di sana dia sudah di sambut oleh Feris. “Selamat pagi, Nyonya,” salamnya sambil membungkuk, disertai tangan kanan yang disilangkan ke dada kiri. Freya hanya tersenyum untuk membalasnya. Dia berlalu melewati Feris, hendak menuju kamar Naratama yang letaknya cukup jauh dari rumah utama. “Apakah Nyonya ingin ke tempat Naratama?” tanya Feris sebelum Freya melangkah keluar dari rumah ini. “Iya, aku sedang membutuhkan dia untuk menganta
Malam ini Alecta mulai menyiapkan diri untuk menyambut kedatangan Priam. Entahlah apa yang dipikirkan oleh pria itu, yang jelas Alecta ingin semuanya berjalan sesuai keinginannya. Dulu, Alecta berpikir rencananya telah gagal, karena usahanya untuk memasuki rumah besar itu tidak berhasil. Tapi, ada yang lebih menarik dibanding masuk ke rumah itu. Target yang diincar oleh Alecta lebih memilih datang sendiri di vila ini. Tidak buruk, malahan lebih mempermudah melancarkan balas dendam. “Aku merasa seperti istri simpanan saja.” Alecta terkekeh dengan pikirannya itu. Dia telah menanggalkan semua pakaiannya, dan hanya melilitkan handuk di badannya. Di kamar mandi yang luas, sebuah bathtub sudah terisi air hangat. Di meja, sudah tersedia produk-produk toiletries premium. Semua itu untuk Alecta. Alecta tersenyum seraya mengambil bath bomb berwarna ungu lembayung yang ukuranya lebih besar dari kepalan tangannya sendiri di mangkuk bening
Setelah 14 hari, Alecta akan menjalani proses pengecekan. Apakah dia dinyatakan hamil atau tidak, namun sejauh ini, tubuhnya tidak menunjukkan adanya penolakan. Dia mash mengkonsumsi obat progesteron sesuai anjuran dokter.Hari ini, Naratama datang bersama Freya ke vila ini. Alecta tetap tutup mulut atas kemarahan Naratama, dan juga menyembunyika fakta kalau Priam masih mengunjungi vila ini di malam-malam tertentu.Setelah penolakan hadiah itu, Priam tetap datang, seakan tidak terjadi apa-apa. Hal itu membuat Alecta merasa jika pria itu memang sudah dapat dikendalikan. Sejujurnya dia sedikit ngeri, jika Freya mengetahui perbuatan suaminya. Sebab, perempuan seperti Freya ini selalu membalas lebih jahat dan lebih sakit daripada yang diterimanya.Namun Alecta masih belum menyelesaikan puzzle lingkaran hidup Freya. Tentang seseorang yang selalu disebutnya, My Honey. Apakah panggilan itu untuk Priam, atau orang lain.Bahkan dalam perjala
Dokter itu bilang, hasil tesnya bisa diketahui hari ini juga. Alecta dan Freya sudah berharap-harap cemas. Untuk menghabiskan waktu, dokter itu mengajak mereka berbincang tentang keluhan yang terjadi. Hingga petugas laboratorium masuk ke ruangan itu sambil membawa sebuah amplop putih dengan logo rumah sakit tertempel jelas dengan tinta warna hijau pekat.“Terima kasih,” ucap dokter itu, setelah amplop putih itu dari petugas laboratorium.Rasa cemas beserta harapan menyergap tubuh Alecta dam Freya. Semakin cepat dokter itu membuka amplopnya, makin cepat pula hasil yang akan diumumkan. Tangan Freya semakin berkeringat, ia masih menggenggam tangan Alecta.Dokter itu membaca dua lembar kertas hasil tesnya dengan saksama, sambil sesekali melihat Freya dan Alecta. Wajahnya tidak dapat diprediksi, apakah tes itu menyatakan jika Alecta hamil atau tidak. Hal ini membuat kecemasan Freya bertambah berkali-kali lipat.“Maaf, sepertinya
Akhirnya selesai jugaaa, huft. (Not) A Queen telah tamat di tanggal 11 November 2021 (Hehehe ditulis aja, biar gak lupa) Terima kasih untukmu yang telah membaca kisah ini sampai tuntas. Entah mengapa aku merasa sangat lega dan yaaa akhirnya punya waktu untuk membaca buku lebih banyak lagi Aku mohon maaf kalau ada beberapa kata yang masih typo dan belum maksimal memberikan yang terbaik untukmu. Di buku yang akan datang, semoga bisa lebih baik lagi. Oh iya, aku pernah dapat pertanyaan semacam ini: apakah setelah tamat nggak ada skuelnya? Gimana yaaa, jawabnya? Memangnya butuh perpanjangan lagi? Ekstra chapter? Tapi, kurasa ini sudah cukup panjang. :0 Sebelum catatan ini selesai, aku pengen spoiler dikit tentang rencanaku. Sebenarnya ada satu novelku lagi yang ada di sini judulnya LEVIATHAN yang bergenre sci-fi. Sayangnya, belum muncul (sampai catatan ini ditulis).
Freya akhirnya tertangkap sehari setelah kejadian yang memilukan itu. Sedangkan David perlu tiga hari karena berhasil kabur menuju kota lain. Berita mengenai hal ini langsung menjadi topik utama yang disiarkan berulang-ulang oleh acara berita disegala stasiun televisi. Kejadian itu menyita banyak perhatian masyarakat.Bibi Lani telah dimakamkan. Feris masih menangis. Lusi dan Naratama juga merasakan kesedihan mendalam akibat kehilangan itu.Alecta baru siuman setelah dua hari dirawat di rumah sakit. Dia menangis saat diberitahu kalau Bibi Lani meninggal dunia demi menyelamatkan Baby Leon dan Alecta.Priam memutuskan untuk menjaga Baby Leon di rumahnya karena Alecta masih dirawat di rumah sakit. Tubuhnya dipenuhi banyak luka, dan beruntung tidak ada tulang yang patah.Feris telah memutuskan sesuatu. Malam ini dia akan membicarakan keputusannya dengan Alecta. Perempuan itu sudah lebih baik beberapa hari ini, dan kemungkinan dua hari lagi dia d
Mobil yang dikemudikan David memasuki kawasan hutan. Setahunya, kawasan itu memang sepi dan ada sebuah bangunan yang mirip gudang penyimpanan kayu yang sudah lama tidak digunakan.Mobil berhenti di depan bangunan itu. David menyeret Alecta ke gudang itu, sedangkan Freya masih berkutat dengan Leon yang hanya bisa menangis.Setelah masuk ke dalam gudang tak terpakai itu, David meletakkan Alecta di tempat yang kering. Sementara Freya yang sudah pusing dengan tangisan bayi itu akhirnya menyerah. Dia meletakkan Leon di sebuah keranjang dari ayaman rotan yang kondisinya sudah tidak layak. David jadi berpikir, kalau Freya bukanlah ibu yang baik. David mendekati Freya dan menyerahan tongkat baseball yang tadi dipakai untuk memukul sopir tadi. Freya menerima tongkat baseball itu dan mengabaikan tangisan Leon.“Gunakan untuk menyiksanya.” David menunjuk Alecta yang tergeletak tak jauh dari jangkauannya. “Aku harus segera melak
Selama hampir saatu tahun ini, kondisi keuangan Freya mulai memburuk. Dia memiliki utang hampir ratusan juta karena tidak mampu menunjang gaya hidupnya. Setelah bercerai dengan Priam, Freya terpaksa menyewa apartemen kecil bersama David.Semua kontrak kerjanya dibatalkan termasuk iklan, sponsor, dan film yang harunya dibintanginya. Namanya terhempas seolah nama Freya Farista sudah tidak lagi bersinar. Freya telah jatuh, tersingkir, dan tidak dibutuhkan lagi.Kondisi diperburuk dengan David yang namanya sudah dicoret dari keluarga besarnya karena ketahuan menjalin hubungan dengan perempuan yang sudah bersuami. Alhasil, David menjadi pengangguran, kerjaannya hanya tidur, makan dan mabuk, hanya itu siklus hidupnya. Sementara Freya harus merelakan tabungannya menunjang kebutuhan dua orang terlebih lagi Freya harus memangkas pengeluaran untuk kecantikan karena dia juga harus makan.Hampir setahun ini Freya dan David persis seperti pasangan pengangguran
Pada akhirnya Priam juga menerima keputusan dari Feris kalau untuk ‘untuk sementara waktu hingga belum ditentukan’ Baby Leon akan diasuh oleh Alecta dan Feris di rumah ini. Dua hari setelah kepulangan Alecta dari rumah sakit, Priam datang bersama dua pelayannya yang cukup menggemaskan. Di ruang tamu, Priam dan Feris berbicara layaknya teman meskipun penuh kecanggungan. Sementara di kamar Alecta, terdengar gelak tawa dari Naratama dan Lusiana. Mereka, dua pelayan yang menggemaskan, begitu sebutan dari Bu Marie. “Baby Leon sangat tampan sekali!” Lusi tampak sangat senang ketika mendapat kesempatan untuk menggendong Baby Leon. “Bukankah seharusnya kita memanggilnya dengan sebutan Tuan Muda?” Natatama menimpali. Dia hanya berani menyentuh pipi bulat Baby Leon. “Kamu benar, Nara. Aku tidak sabar melihat Tuan Muda Leon besar. Dia akan lebih menggemaskan lagi.” Lusi tertawa membayangkan hal itu terjadi. “Percayalah, Leon lebih suka dip
Feris masih merasa kesal karena pertemuannya dengan Alecta tertunda hampir empat puluh lima menit. Bagaimana tidak? Di dalam ruangan itu kekasihnya sedang bersenda gurau dengan Priam. Ditambah Bibi Lani menyarankan agar Feris menunggu sampai Priam selesai bertemu dengan buah hatinya.Hari ini, tanpa disangka Alecta melahirkan, dan ternyata perkiraan dokter itu meleset. Sebagai orang yang kurang berpengalaman dengan hal ini, Feris merasa menjadi orang bodoh. Harusnya dia tidak pergi hari ini. Harusnya, dia mengubah jadwal pertemuannya dengan Pak Edzard yang akan membeli rumah dan tanah warisan dari neneknya.Alasan kenapa Feris mau melepaskan properti itu karena dia ingin membeli rumah di Kota Milepolis. Dia bertekad ingin memulai kehidupannya yang baru bersama Alecta. Sebab, semakin Alecta di sini, semakin gencar pula Priam mendekatinya.Tapi sekarang, sepertinya Priam sudah mulai mendekati Alecta lagi. Mereka berbincang di dalam, padahal Feris sempa
Priam sangat takjub dengan apa yang dilihatnya. Alecta yang tertidur dengan wajah sedikit kelelahan dan ada bayi mungil yang sedang ditelungkupkan meminum asi. Dulu Priam selalu menganggap apa ang dilihatnya itu tidak pernah jadi kenyataan. Kini, hari ini, dengan mata kepalanya sendiri dia melihat calon penerus keluarga Ardiaz telah lahir. Priam mendekati Alecta secara perlahan agar tidak membangunkan Alecta yang sedang tertidur. Dia mencoba menyelipkan jari telunjuknya ke tangan si bayi. Perlahan tapi pasti, tangan mungil bayi itu menggenggam jari Priam. Ada ledakan kebahagian membuncah di dada Priam. Tangan mungil bayi itu seolah menyapa Priam. Rasanya tidak ada yang bisa mendeskripsikan perasaan semacam ini. “Feris ... apa itu kamu?” tanya Alecta lirih. Priam terdiam. Alecta lalu menoleh ke arah orang yang di sampingnya. Dia terkejut ketika menemukan Priam duduk di sana. Padahal tadi dia sempat bermimpi kalau ynag dat
Kehamilan Alecta memasuki bulan kesembilan. Perutnya sudah makin besar, tendangan ‘dia’ makin aktif dan terkadang membuat Alecta kesulitan untuk tidur. Setelah sarapan, Feris memutuskan akan pergi ke Kota Lunars. “Tapi sebentar lagi aku akan melahirkan,” ucap Alecta. Sejak pindah ke rumah ini, Alecta selalu mengecek kehamilan secara berkala bersama Feris. Kata dokter, Alecta diprediksi akan melahirkan satu minggu lagi. “Aku pergi tidak lama. Mungkin nanti pulang sore. Ada orang yang tertarik membeli propertiku di Kota Lunars, My Bee.” Feris mengelus kepala Alecta dengan penuh kasih sayang. Alecta menggeleng. Dia harus mencari cara agar Feris tidak pergi. “Dia ingin mendengarkanmu membaca cerita.” Yang dimakud ‘dia’ adalah kehidupan yang ada di perut Alecta. Beberapa waktu yang lalu, kata dokter kandungan yang memeriksa Alecta mengatakan, kalau Alecta akan melahirkan bayi berjenis kelamin laki-laki. Tentu saja Priam senang menden
Semua berjalan sesuai kehendak Semesta. Perut Alecta makin membesar seiring bertambahnya usia kehamilan. Feris juga selalu sigap ada di samping Alecta.Sekarang perubahan yang terjadi pada tubuh Alecta membuatnya tampak cantik dan menggemaskan. Entah mengapa kalau perempuan hamil selalu cantik meskipun pipinya mulai chubby dan bada yang berisi.Alecta juga mengalaminya. Kini pipinya agak mengembang. Dadanya makin menyembul padat dan perutnya makin buncit.Terkadang Feris membenamkan wajahnya ke dada Alecta. Katanya itu bagian favoritnya karena lebih kenyal, padat, dan menyenangkan. Kalau malam Feris lebih suka mengelus-elus perut Alecta yang buncit, dan dia yang ada di dalam pasti merespon dengan tendangan.Priam masih datang walaupun jaraknya tidak menentu. Kadang seminggu sekali, lima hari sekali, atau dua minggu sekali untuk melihat Alecta dan calon anaknya. Meskipun terkadang suasana ruang tamu jadi canggung.Priam yang meny