Home / CEO / Noda di Balik Cadar Aluna / Di Pernikahan Aluna

Share

Di Pernikahan Aluna

Author: Valend
last update Last Updated: 2024-02-12 23:21:20
Suara teriakan Umar menyita beberapa pengunjung yang mendengarnya. Umar pun masuk ke dalam gedung, sebagai keluarga yang cukup dekat, Abu Umar pun langsung mendekati Hamzah dan Ja'far, begitu juga Umar ia mengikuti ayahnya.

"Barakallahu laka wa baraka 'alaika wa jama'a bainakuma fi khairin." Umar menjabat tangan Hamzah sambil berdo'a. Laki-Laki itu memaksakan dirinya untuk tersenyum dan menampakan kebahagiaan, walau sebenarnya hatinya merasakan kehancuran yang luar biasa.

"Aamiin, terima kasih, Umar!" ucap Hamzah sambil menepuk tangan Umar dengan tangan kirinya.

Setelah berbincang sejenak, Umar pun memilih untuk berada di kursi tamu bersama Hendra, sekretaris pribadinya. Mereka berdua duduk berdampingan, padahal sebenarnya, harusnya Umar menjadi salah satu anggota kerabat yang ikut prosesi adat temu pengantin. Namun karena dia baru pulang dari rumah sakit, ayahnya pun membiarkannya duduk di kursi tamu.

Semua orang bertepuk tangan dan bersolawat saat tirai penutup pengantin perempua
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Noda di Balik Cadar Aluna   Ingin Kabur

    "Maaf ini acara sakral keluarga saya yang sekaligus adalah marketing kepercayaan saya. Saya tidak mungkin meninggalkan acara ini, jika Anda mau, sekretaris saya bisa mengantarkan Anda sekarang juga!" Umar menolak permintaan Raflesia dengan sangat tegas, tanpa rasa tidak enak sama sekali. "Hendra, tolong antarkan Nona Raflesia ke Hotel Kencana," lanjutnya kepada Hendra yang masih duduk di sampingnya. "Baik, Tuan!" ucap Hendra kepada bosnya. Saat itu wajah Rafflesia terlihat sedikit murung seketika. Rasa kecewanya terlihat sangat jelas dan tidak dapat ia sembunyikan. Umar yang enggan menanggapi gadis itu pun berpamitan untuk bergabung dengan keluarga besarnya. "Saya pamit dulu ke sana!" ucap Umar sambil menunjuk ke arah ibunya. Laki-Laki itu sepertinya sudah memiliki firasat yang kurang baik jika dia menuruti permintaan Raflesia. "Mari saya antar!" ucap Hendra kepada Raflesia yang menghilangkan senyum manis di wajahnya. "Maafkan Tuan Umar, beliau baru saja pulang dari rumah sakit, mun

    Last Updated : 2024-02-14
  • Noda di Balik Cadar Aluna   Setelah Pesta Pernikahan

    Hamzah menunggu beberapa detik, kemudian mengulangi salamnya. Laki-laki itu pun masuk ke dalam ruang rias. ia melihat istrinya sudah berganti pakaian dan terlihat tergesa-gesa berjalan ke arah pintu belakang. "Lun!" panggil Hamzah kepada istrinya, di ruangan itu sudah tidak ada siapa pun, termasuk Ummu Habibah, ibunya Aluna. "Eh, iya Mas!" jawab Aluna, gadis itu membelalakkan matanya karena kaget. "Kenapa lewat situ?" tanya Umar lagi sambil mendekati istrinya. "Eh, aku pengen buru-buru ke kamar, Mas, capek banget!" "Kamar kita ke arah depan, Sayang!" Hamzah memeluk mesra istrinya dari belakang. Laki-laki itu kini merasa sangat leluasa menyentuh Aluna. Ia pun membalikan badan Aluna ke arahnya. "Jangan sekarang, Mas! Aku takut ada orang lain yang melihat!" ucap Aluna sambil menundukkan wajahnya. "Kenapa? Apa kamu malu padaku? Aku suamimu, Sayang!" Hamzah menaikan dagu Aluna dengan tangan kanannya. Laki-laki itu tampak sangat tampan dan menawan. Tok ... Tok ...."Astagfirullah!" S

    Last Updated : 2024-02-17
  • Noda di Balik Cadar Aluna   Hanya Sedikit Kaget

    "Hallo! Hallo!" ucap Umar dengan nada yang semakin meninggi. Laki-laki itu melemparkan ponsel ke jok mobil sebelahnya dengan kasar. Saat ini ia tidak mungkin menelpon Aluna untuk mengurus proyeknya dengan perusahaan milik Ayah Raflesia. Umar yang sebenarnya sudah dekat dengan rumahnya pun memutar balik mobilnya menuju PT Bintang Sakti yang ada di daerah Kelapa gading. Sebenarnya Umar tidak suka di tekan seperti itu, jika saja Umar tidak memikirkan kesejah teraan kariawan yang ada di bawah tanggung jawabnya, dia mungkin akan dengan senang hati memutus kontrak kerja antara perusahaannya dengan perusahaan milik ayah Raflesia. Umar tidak terlalu suka hal yang bertele-tele, apalagi ia pun merasa jika sebenarnya yang Raflesia inginkan bukan lah kerja sama perusahaan. Umar melihat ke arah ponselnya yang tiba-tiba kembali berdering, kali ini sekretaris pribadinya menelpon. "Ada apa Hendra?" tanya Umar dengan ketus, ia yakin sekali jika Hendra hanya akan bilang ancaman dari Raflesia. "PT Bi

    Last Updated : 2024-02-17
  • Noda di Balik Cadar Aluna   Kejutan Demi Kejutan

    "Apa laki-laki itu menelpomu?" tanya Hamzah sambil meraih ponsel milik Aluna."Laki-Laki yang mana?" Aluna mengernyitkan keningnya. "Laki-laki yang ada di foto saat itu." "Astagfirullah, ini Umar Mas, silakan aja Mas angkat teleponnya kalau mas nggak percaya." Aluna yang kesal pun menyodorkan ponselnya kepada Hamzah dengan sedikit kasar. "Baru tadi merasakan kasih sayang, baru beres nikah. Udah begini lagi, Mas?" Aluna duduk di atas sofa yang empuk sambil merajuk. "Ya, sudah angkat saja, siapa tau memang penting, Sayang! Maafin aku, ya!" Hamzah kembali mencoba membujuk istrinya. Laki-laki itu pun tidak mau jika bukan madunya gagal begitu saja hanya karena kesalahan pahaman yang tidak perlu. "Ah, gak usah. Lagian aku udah wa dia kok, cuman masalah kerja. Kalau nggak percaya, coba aja lait pesonanya." Aluna merajuk seperti anak kecil yang sedang kesal kepada ibunya. Hamzah yang merasa gemas pun memeluk istrinya yang masih duduk di tas sofa dengan melipat kedua kakinya dah bersedekap

    Last Updated : 2024-02-17
  • Noda di Balik Cadar Aluna   Hamzah Menghilang

    Di lobi hotel, beberapa kariawan berkumpul membuat kejutan untuk Aluna. Ada dekorasi bunga cantik dan balon-balon bertuliskan namanya, dilengkapi dengan ucapan selamat atas pernikahan mereka. "Mas yang merencanakan ini semua?" tanya Aluna masih dengan sedikit gemetar. Wanita bercadar itu kembali memeluk suaminya dengan erat di depan banyak orang. Orang-orang itu pun memberikan ucapan selamat kepada Aluna dan Hamzah. Setelah acara penyambutan selesai, Hamzah dan Aluna diantarkan ke sebuah kamar dengan tipe presiden suite. Aluna berjalan ke arah jendela kamar yang langsung melihat taman serta kolam renang yang besar. Aluna masih tidak percaya dengan kejutan demi kejutan yang diberikan oleh suaminya. "Apa kamu menyukainya, Sayang?" Hamzah memeluk tubuh mungil Aluna yang masih berdiri di depan kaca jendela kamar hotel. "Sangat, Mas. Aku tidak pernah sekali pun membayangkan kalau mas bakalan bikin kejutan demi kejutan seperti ini, ini benar-benar luar biasa, Sayang!" Aluna Melepas cadar

    Last Updated : 2024-02-18
  • Noda di Balik Cadar Aluna   Berbicara Tentang Sebuah Kejujuran

    Aluna pun menangis sendirian di kamar. Akhirnya hal yang ia takutkan pun terjadi. Benar apa yang ia pikirkan, jika memang tidak akan ada orang yang bisa menerimanya, jika orang itu tau bagaimana keadaannya sebenarnya. Aluna menengok ke belakang saat ia mendengar suara pintu kamar hotel yang terbuka. Wanita cantik itu melihat suaminya yang baru saja masuk kamar. Ia pun langsung berlari ke arah Hamzah. "Mas dari mana? Aku cariin?" tanya Aluna sambil bersiap memeluk suaminya, tapi sayangnya, belum sempat wanita itu memeluk Hamzah, laki-laki itu langsung menyingkir. "Mas kenapa? Mas marah sama aku?" Aluna berdiri terdiam sambil melihat punggung suaminya yang terus berjalan masuk ke kamar tanpa mempedulikannya. "Mas!" ucap Aluna sambil mendekati suaminya, duduk di atas sofa yang beru sore tadi menjadi saksi betapa romantisnya hubungan mereka berdua. "Aku cape, Lun!" Hamzah menghela napas panjang. Dari caranya berbicara, Aluna tau pasti jika suaminya saat ini benar-benar dalam keadaan

    Last Updated : 2024-02-18
  • Noda di Balik Cadar Aluna   Diam dan Dingin

    "Aku tidak tau, Lun. Aku pun sebenarnya belum siap kehilangan kamu, tapi apa aku mampu mengingat hari ini?" "Demi Allah, aku tidak pernah berselingkuh darimu, Mas!" ucap Aluna sambil memegang kedua belah tangan Hamzah. "Sudah lah, Lun. Jangan terlalu banyak bersumpah. Baiklah, aku akan mencoba untuk kembali mencintaimu, tapi apa kamu bisa membantuku menumbuhkan cinta lagi kepadaku?" Hamzah menatap wanitanya dengan tatapan mata penuh tanya. "Aku akan sabar menemani, Mas. Aku janji." "Tapi ini berat!" Hamzah memaksakan diri untuk tersenyum kepada wanita yang saat ini masih memegangi kedua belah tangannya. "Aku tau, Mas. Tapi aku mohon, aku tidak ingin bercerai, Mas." Aluna kembali memohon kepada suaminya agar dia tidak diceraikan hari itu juga. Ini adalah permohonan yang kedua kalinya. "Sudah lah, sebaiknya besok kita segera pulang ke Jakarta. Di rumah banyak orang, mungkin itu bisa menghilangkan pikiranku untuk terus mengingat tentang itu. Kita juga akan sibuk dengan pekerjaan ma

    Last Updated : 2024-02-19
  • Noda di Balik Cadar Aluna   Tak Terlalu Buruk

    "Tidak Mas, aku jalan-jalan sendiri aja, ke sekitaran sini aja naik bentor, aku liat kemarin banyak bentor di jalanan. Sebelum ke Jakarta, aku pengen keliling Jogja naik becak motor." Aluna berbicara sambil tersenyum kepada suaminya yang tidak melihat ke arahnya sama sekali. "Everything is okay!" bisik Aluna pada dirinya sendiri sambil berjalan ke arah kopernya untuk berganti pakaian. Setelah berganti pakaian, Aluna pun berpamitan kepada Hamzah. Hamzah hanya menjawab sekadarnya saja. Aluna pun keluar kamar hotel dengan langkah yang sedikit gontai. Wanita cantik itu terus berjalan lurus tanpa menengok ke arah belakang sama sekali, ia yakin sekali jika Hamzah tidak mungkin mengejarnya. Aluna masuk ke dalam lift yang kosong, ia baru menyadari jika ternyata ada orang di belakangnya, takut wanita cantik itu tidak menghiraukannya sama sekali. Bahkan ia pun tidak melihat ke arah orang itu, Aluna hanya melihat kakinya saja. Laki-laki itu ternyata tidak sendiri, ada empat orang laki-laki lai

    Last Updated : 2024-02-20

Latest chapter

  • Noda di Balik Cadar Aluna   Pendarahan

    Aluna mencoba menghalangi kopernya agar tidak terlihat oleh Hamzah. Wanita itu menyibukkan diri memainkan ponselnya, mengecek pesan yang mungkin terlewat saat dia salat Subuh tadi. "Lun, aku akan segera ke sana jam enam, tunggu di situ, jangan kemana-mana, aku sudah menyiapkan tempat tinggal sementara!" Aluna membaca pesan dari Umar. Laki-laki itu memang selalu tampil menjadi malaikat penyelemat dalam hidup Aluna. Aluna melihat ke arah langit yang sudah mulai menguning, dan tersenyum dalam tangisnya. Aluna mengabaikan Hamzah yang pergi meninggalkan masjid dengan menaiki mobil pribadinya, di belakang mobil laki-laki itu, ada sebuah mobil pengawal pribadinya yang memang hampir setiap hari mengikutinya kemana pun ia pergi, kecuali memang Hamzah menolak. Aluna duduk di tangga yang untuk naik ke teras masjid, perempuan itu melihat ke arah mobil yang bagus saja datang. Dari bentuk dan warna mobilnya saja, Aluna sudah paham sapa yang datang. Aluna langsung bangkit dari tempatnya duduk dan

  • Noda di Balik Cadar Aluna   Subuh Buta

    Aluna yang enggan berbicara lagi tentang urusan perasaan pun lahirnya memilih untuk kembali ke kamar Matilda dan Sonya untuk beristirahat. Setelah sampai di kamar, Aluna mendapati Matilda yang sedang beribadah. Saat itu, Aluna pun sontak merasa tertohok, seharusnya, dalam masa sulit seperti ini ia mencari Tuhan, bukan mencari orang lain untuk berlindung. "Ya Allah, maafkan atas segala kebodohanku, aku sudah terlalu banyak menyakiti diriku sendiri!" ucap Aluna pelan kepada Tuhannya. "Hi Lun, tidur lah, aku sudah menyiapkan tempat tidur untukmu. Aku tidur bersama Sonya." Matilda menyapa Aluna yang masih melamun di depan pintu sambil berdiri. "Eh, iya, Da. Maaf aku merepotkanmu!" ucap Aluna yang masih dalam kekacauan pikiran. Kali ini ia merasa sedikit gugup, ia merasa kedatangannya ketempat ini, justru menambah masalah baru, setelah dia tau jika Brian ternyata jatuh hati kepadanya. "Jangan sungkan, sudah sewajarnya kita saling menolong satu sama lain. Kita sama-sama diciptakan oleh

  • Noda di Balik Cadar Aluna   Brian Menyukai Aluna

    Aluna menyeret kopernya, berjalan tanpa tau arah mana yang akan dia tuju. Wanita bercadar itu merasa malam itu langit kembali runtuh, gelap, tidak ada cahaya sama sekali. Ia bahkan nyaris hampir tidak bisa bernapas. "Ya Allah, kuatkan aku!" ucapnya lirih. Air matanya kembali mengalir ketika mengingat betapa banyak kenangan yang ia lalui bersama suaminya. Ia bahkan ingat sekali, betapa bahagianya rencana masa depan mereka berdua. Bahkan dulu Hamzah selalu memohon kepadanya untuk tetap tinggal dan tidak boleh pergi. Namun saat ini, justru Hamzah lah yang mengusirnya. Aluna sejenak berhenti dan jongkok di pinggir jalan, sekedar berteriak tanpa suara, mencoba meluapkan emosinya yang sedari tadi ia coba tahan. Wanita itu sejenak menatap langit malam yang kelabu tanpa bintang. Ia berpikir, akan kemana dia kali ini. Aluna membuka ponselnya, hanya ada pesan dari Umar. Ia membuka pesan laki-laki itu. Banyak hal yang ia tanyakan kepada Aluna, terutama keadaannya dan di mana dia saat ini. Nam

  • Noda di Balik Cadar Aluna   Harus Pergi ke Mana

    "Lun, orang tuamu sudah datang!" panggil ibu mertuanya. Wanita itu hanya membuka sedikit pintu kamar Hamzah, ia bahkan tidak berani masuk ke dalam kamar anak tirinya itu. "Iya, Ummi!" ucap Aluna sambil berjalan keluar, kali ini dia sudah memiliki sedikit tenaga tambahan setelah menghabiskan roti maryam dan kari pemberian Sofiyah."Ukh, maaf aku tidak bisa menemanimu, aku takut!" Sofiyah memeluk Kaka iparnya. Ia memilih kembali ke kamarnya sendiri dan mengurung diri. Gadis itu tidak berani, ia takut jika akan ada pertengkaran di antara mereka. "Doakan yang terbaik untuk Ukhti, ya!" "Pasti, Ukh, apa pun yang terjadi, aku akan terus menyayangimu. Inni Ukhi buki fillah, sungguh aku mencintaimu karena Allah." Tangan Sofiyah sedikit gemetar dan dingin, ia merasa sangat takut jika akan ada sesuatu yang buruk yang mungkin terjadi kepada Aluna. "Doakan aku akan baik-baik saja!" Aluna berjalan keluar kamar, ia sebenarnya merasa takut, lututnya terasa lemas dan kakinya gemetaran. Ia berjalan

  • Noda di Balik Cadar Aluna   Sedikit Bercerita Kepada Sofiyah

    Umar mengangkat telpon dari pamannya. Musa mengatakan bahwa sudah menghubungi HRD perihal keadaan Aluna saat ini. Umar sebenarnya sangat menyayangkan kenapa Musa harus bercerita kepada HRD tentang semua yang terjadi, padahal tanpa memberi tahu alasan yang sebenarnya pun, Aluna tidak masalah tidak masuk kerja hari itu. "Bagaiman Umar?" tanya Mira lagi. Wanita itu tau betul bagaiman sifat ayah mertua Aluna. pasalnya gadis itu sudah pernah bersangkutan langsung dengan orang itu saat ia mendekati Hamzah saat SMA dulu. "Kacau!" ucap Umar sambil memukul mejanya. "Kacau kanapa, coba bicarain pelan-pelan!" pinta Mira kepada Umar. "Musa malah cerita semau aib Aluna ke HRD, aku khawatir kalau cerita itu bakal jadi konsumsi publik di kantor ini." Umar tampak sangat gusar. "Astaga, kenapa itu orang nggak mikir dulu sebelum ngomong." Mira pun merasa sangat kesal kepada Ayah Hamzah. "Gini aja deh, lebih baik kamu kabarin Aluna dulu aja!" pinta Mira kepada Hamzah, ia berpikir bahwa ketidak hadir

  • Noda di Balik Cadar Aluna   Sudah Enggan

    Aluna menelpon orang taunya, dan memintanya untuk segera datang saat itu juga. Sayangnya orang tua Aluna sedang dalam perjalanan dari luar kota. Mereka akan segera datang setelah sampai di Jakarta. "Bi, orang tuaku belum bisa datang sekarang, paling nanti kalau sudah sampai jakarta, mereka akan segera ke sini," ucap Aluna dengan nada gemetar. "Selama orang tuaku belum datang, kamu tidak boleh keluar kamar sama sekali! Nanti Sofiyah akan mengantarkan semau urusanmu!" ucap Abu Hamzah kepada menantunya. "Tapi, Luna harus bekerja, Abi!" "Tidak, aku akan telpon Umar, hari ini kamu tidak boleh melangkahkan kakimu keluar dari rumah ini. Aku akan memgembalikanmu kepada orang tuamu. Aku tidak Sudi memiliki menantu rendahan sepertimu." Aluna membuka matanya lebar, ia tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Pasalnya selama ini ayahnya Hamzah selalu bersikap lemah lembut dan sangat menyayanginya. Saat ini, Aluna baru menyadari, ternyata perubahan drastis Hamzah, sama persis sepert

  • Noda di Balik Cadar Aluna   Sarapan yang Kacau

    Hari berlalu dengan bisu, tidak ada pembicaraan apa pun di antara Hamzah dan Aluna meskipun mereka masih tinggal di dalam kamar yang sama. Kalo ini Hamzah sepertinya sudah bulat dengan keputusannya. Sudah lebih dari tiga bulan mereka tidur terpisah di dalam satu kamar yang sama. Hamzah tidur di atas sofa, sedangkan Aluna di atas ranjang. Mereka bahkan tidak saling menyentuh sama sekali. Jam sudah menunjukan pukul empat pagi, Aluna melihat ke arah sofa, sudah tidak ada Hamzah di sana. Seperti biasa, Hamzah sepertinya sudah berangkat ke masjid untuk salat malam di sana. Sebenarnya Aluna rindu salat sunah berjamaah dengan Hamzah, tapi wanita itu sadar, bahwa kurang sebulan lagi, mereka sudah bukan lagi suami istri. Aluna menjalankan ritual paginya, setelah salat malam, ia pun berdzikir untuk menenangkan diri, setelah itu ia pun menunaikan Salat Subuh. Hidupnya kali ini seolah hanya menunggu matahari terbit di pagi hari, dan tenggelam di malam hari. Hampa. "Huuok! Huuok!" Aluna berhen

  • Noda di Balik Cadar Aluna   Keputusan yang Sudah Bulat

    "Aku baik-baik saja, Mir. Tidak ada sesuatu yang buruk yang terjadi kepada kami." "Aku tidak bodoh, Lun. Aku sangat mengenalmu. Kita kenal bukan setahun atau dua tahun, Lun. Puluhan tahun. Kamu tidak seceria dulu." Mira mencoba menyadarkan Aluna agar perempuan itu bisa berbicara dengan jujur kepadanya. Namun sepertinya, usahanya ini gagal karena Aluna tetap saja tidak mau berbicara apa pun tentang urusan rumah tangganya. "Aku sudah selesai makan, aku harus segera pulang sekarang sebelum magrib!" Aluna meminta ijin kepada Mira untuk segera pulang. Ia tidak mau jika akan ada masalah lagi hanya karena ia terlambat pulang. "Maaf, ya, aku tidak bisa menemanimu ke rumah sakit. Aku titip salam untuk adikmu, semoga dia lekas sembuh dan tetap semangat." Aluna memeluk Mira sesaat sebelum ia pergi. Aluna keluar restoran cepat saji itu, di belakangnya berjalan dua laki-laki bertubuh tegap mengikutinya. Aluna sadar jika dia memang diawasi oleh orang-orang suruhan Hamzah. "Nyonya, maaf! Tuan me

  • Noda di Balik Cadar Aluna   Teman Bicara

    "Tidak, aku tidak akan mempertimbangkannya lagi, aku sudah bulat dengan keputusanku. Aku tidak memiliki alasan untuk mempertimbangkan apa pun untuk masalah ini." Umar tersenyum kaku kepada Mira yang masih menatap tajam tak percaya kepada Umar. Gadis itu masih tidak habis pikir bagaimana bisa sahabatnya itu mengambil keputusan konyol yang tidak masuk akal. "Keputusan yang bodoh!" hardik Mira kepada Umar. Perempuan itu kembali duduk di atas sofa, kemudian meneguk air mineral dingin yang ia ambil dari lemari es beberapa menit yang lalu. "Di mana letak kebodohan dari keputusan yang aku ambil?" Umar masih berdiri memunggungi Mira, laki-laki itu menerawang jauh ke luar jendela. "Apa kamu tidak sadar, Aluna adalah mata tombak di perusahaan ini, dia adalah orang yang bisa dibilang sangat penting, mungkin tanpa kamu, kalau ada dia, perusahan akan tetap berjalan dengan baik. Yang ke dua, apa kamu tidak memiliki rasa kemanusiaan? Di saat dia kacau, dia butuh tempat untuk sejenak melupakan masa

DMCA.com Protection Status