Fatih berlarian menghindari Ibunya.
Zahra berlari terus ingin menangkap Fatih karena kejailannya subuh tadi.Ridwan hanya tersenyum tipis melihat tingkah Ibu dan anak itu.Fatih terus saja menghindar sambil cekikikan dan berlari sembunyi dibelakang Ayahnya.Zahra berhenti jarak beberapa meter dengan menatap Fatih."Jadi Ibu tadi panik? Jadi Ibu jantungan tidak jadi menikah dengan Ayah?" goda Fatih lagi.Zahra diam menyesali ucapannya."Anak sholeh sini! Jangan hanya berani sembunyi di belakang Ayahmu!" tegas Zahra.Ridwan hanya menatap Zahra yang tengah menatap tegas Fatih.Ridwan melihat Zahra berbeda pagi ini, Ibu yang tegas pada putranya."Ibu, Fatih hanya berkata yang sebenarnya!" jawab fatih.Zahra terus menatap Ayah dan Anak yang kompak saling melindungi itu, "Mas mau melindungi anak itu?"Zahra menyilangkan tangannya di dadanya.Ridwan melebarkan mKemudian Ridwan berdiri dan mengikis jarak pada Zahra, memakaikan penutup telinganya. Keadaan terlihat canggung. Ridwan mengusap puncak kepala pelan. "Ayo naik, Selamat menikmati liburan kita, Sayang!" gumamnya. Zahra hanya mengangguk merasakan telinganya panas menjalar sampai pada pipinya. Zahra salah tingkah dengan perlakuan Ridwan. Ridwan kemudian berada dibalik kemudi dan menguji alat komunikasinya. Setelah semua aman, Ridwan menaikkan helikopter mengudara menuju kota Malang. Jarak yang lumayan dekat, membuat mereka terbang kurang lebih 30 menit. Zahra dan Fatih tampak senang menikmati pemandangan dari atas. "Itu gunung apa, Yah?" tanya Fatih. Ridwan tersenyum, "Itu gunung tertinggi di Jawa Timur, Nak. Gunung Semeru, dan itu tujuan kita!" Fatih tampak terkejut, "Benarkah, Yah?" "Tentu saja benar, piknik kita kesana!" jawab Ridwan. Sorak baha
Ridwan yang melihat Zahra gemeteran, menganggap karena traumanya lima tahun lalu. Ridwan buru-buru menutup tubuhnya agar tidak mengingatkan Zahra pada kebengisannya. Ridwan bergegas mengikuti Fatih menuju lantai dua untuk mandi dan ganti pakaian. Zahra menetralkan kegugupannya karena melihat barang suaminya itu. Kemudian berjalan mengikuti ayah dan anak itu ke lantai dua. Zahra masuk ke dalam kamar yang pintunya masih terbuka, dan merebahkan tubuhnya. Menunggu Fatih dan Ridwan yang sedang mandi bersama. Zahra tersenyum geli dengan kemesumannya sendiri. "Kenapa aku jadi gila gini sih! Tapi kan dia suamiku!" gumam Zahra menepuk dahinya pelan. Zahra tak tau apa yang dipikirkan Ridwan tentangnya setelah ini. Zahra sibuk dengan pikirannya sendiri. Sedangkan dikamar mandi Fatih balik badan saat sang Ayah juga ikut masuk. "Ayah, gantian dong!" kata Fatih menatap taja
Fatih mengangguk mendengar ucapan Ayahnya.Fatih langsung masuk kedalam pelukan Ridwan, air matanya ikut menetes merasakan kepiluan ayahnya. Dua laki-laki beda usia itu saling merengkuh, menikmati gesekan antara kulit mereka. Menenangkan satu sama lain. Berdamai dengan rasa sakit yang sudah terjadi. "Ayo, Yah! Gosok punggung Fatih lagi!" ucapnya sambil mengurai pelukan. Fatih tak ingin semakin bersedih dan Ayahnya akan sedih pula. Ridwan langsung menggosok punggung putranya tanpa menjawab. Menetralkan rasa sakit dalam dirinya. Ridwan benar-benar memanjakan Fatih saat itu dan menggosok seluruh tubuhnya. Menyelesaikan mandi mereka berdua dan keluar kamar dengan handuk yang hanya mengikat pinggang mereka berdua. Mereka terjingkat ketidak melihat Zahra melipat tangannya di depan dengan tatapan tajam. "Bu!" lirih Fatih. "Apa yang kalian lakukan mandi hingga sa
Zahra juga tampak berbinar melihat pemandangan didepannya. "Ayo, kita piknik betulan!" kata Ridwan. Ridwan menyiapkan tempat bakar-bakar yang indah. Ada sebuah tenda besar dan banyak lampu-lampu menghiasi area tenda dan sebuah tikar. "Nanti malam kita tidur di tenda itu, Yah?" pekik Fatih kesenangan. "Tentu saja, sesuai maumu, Nak!" jawab Ridwan. Zahra hanya mengikuti Ridwan dan Fatih yang bersorak menuju tenda di depan perapian. Semua tanpa indah dan romantis. Zahra memuji dalam hati kejutan dari Ridwan. Malam itu, mereka bertiga hanyut dalam suasana indah dan romantis yang Ridwan ciptakan. Ridwan berusaha membuat kenangan-kenangan manis untuk sang putra. Setelah kehilangan masa emas nya selama empat tahun ini. Bakar-bakar dan bermain, kemudian berakhir tidur di tenda dengan dinginnya udara di lereng gunung Semeru.Saling memeluk dibawah selimut tebal.
Zahra menundukkan kepalanya berharap Fatih segera bangun dan mengurai kecanggungan ini. "Yah, ada apa?" tanya Fatih membuka mata melihat Ayahnya menatap sang Ibu tajam. "Ha ... Tidak ada, Ayo sholat subuh!" ajak Ridwan. Kemudian mereka sholat subuh berjamaah dan bersiap untuk kembali ke Kediri. Ridwan dan Zahra tetap dalam diam mereka masing-masing sampai mereka tiba di Kediri. "Fatih ingin langsung pulang, atau ada tempat yang ingin Fatih kunjungi?" tanya Ridwan. "Pulang saja, Ayah!" jawab Fatih. "Ibu mau pulang atau—"Ridwan tak melanjutkan ucapannya. "Pulang!" jawab Zahra singkat. Fatih hanya diam melihat kedua orang tuanya terlihat canggung. Sepanjang perjalanan mereka bertiga diam. Suasana menjadi sangat dingin. "Benar-benar manusia Es ini!" kesal Zahra pada Ridwan. Hingga mereka sampai pondok dan masuk ke rumah, Fatih kemudian bergegas ke k
Sontak Zahra memukul punggung suaminya itu pelan. Ridwan terkekeh karena sikap Zahra. Zahra begitu malu bahkan saat tubuh mereka masih lengkap dengan seluruh pakaian. Ridwan juga tidak memegang aset-aset berharga Zahra. Ridwan mengurai pelukan itu dan mengusap lembut pipi Zahra, "Jangan pernah lakukan hal itu lagi, Ra," Zahra mengangguk. "Aku tak bisa kehilangan kamu, Ra. Aku sangat takut hanya dengan membayangkan kejadian waktu itu!" kata Ridwan sambil mengambil tangan kiri Zahra. Diciumi bertubi-tubi bekas luka di pergelangan tangan Zahra. Zahra merasa tersentuh berkaca-kaca dan mengangguk. "Aku serius, Ra!" tegas Ridwan. Zahra mengangguk, "Iya, Mas!" Karena Zahra sangat malu pada Uminya, Zahra memutuskan untuk tidak keluar kamar. Ridwan keluar untuk memberikan oleh-oleh menggantikan Zahra. "Umi, Maafkan Ridwan dan Zahra!" kata Ridwan saat memasuki dapu
"Ibu! Ayah, Bu!" teriak Fatih yang sudah bisa menarik oksigen untuknya dari inhaler. Zahra tergopoh-gopoh lari dan menelpon Yusuf minta tolong untuk membawa sang suami ke rumah sakit. Melihat Ridwan yang pingsan dengan wajah pucat penuh air mata dan bengkak membuat Zahra panik. "Apa yang terjadi, Fatih! Kenapa Fatih menangis?" tanya Zahra. Zahra mengusap pipi sang putra sambil menggendong menuju mobil bersama Yusuf yang memanggul Ridwan. Diperjalanan Fatih menceritakan semua kejadian pada Fatih. Zahra tentu tau, penyakit sang putra turunan dari Ayahnya. "Mas, Bangun! Jangan membuat Zahra takut!" kata Zahra sambil menggoyang tubuh Ridwan. Namun tak ada respons sedikitpun. Sampai di rumah sakit Zahra langsung turun dan meminta penanganan yang terbaik untuk suaminya. Jantungnya berdebar, takut jika Ridwan terkena serangan jantung mendadak. Dan benar saja, setelah hampir tiga ja
Tiba-tiba Mama Sofiya merasa jantungnya berdenyut. Baru saja bertemu dengan cucunya, dan harus berpisah."Kenapa tidak pindah disini, Ra?" tanya Mama Sofiya sambil melihat Fatih yang tengah dipangku Kakek Ameer. "Fatih yang mau, Mah. Fatih ingin menyelesaikan hafalannya dan juga guru-gurunya disana!" jawab Zahra. Mama Sofiya tampak sedih. Apakah keluarga bahagia hanya bisa Fatih rasakan satu minggu saja. "Pantas saja Ridwan seperti ini, dia sangat menyayangi keluarganya!" gumam Mama Sofiya. Zahra mengangguk, "Maafkan Zahra ya, Mah!"Mama Sofiya menggeleng cepat. Memeluk erat Zahra, "Harusnya kami semua yang minta maaf padamu!" Kemudian Mama Sofiya menuntun Zahra untuk duduk di kursi sebelah ranjang Ridwan. Menceritakan perubahan Ridwan pada Zahra sambil mengusap punggung Zahra. "Putraku yang hangat dan lembut telah hilang lima tahun lalu, Dia menyiksa dirinya sendiri