SAMUDRA
Hari H semakin dekat, bukan menjadi lebih mudah, malah terasa lebih menyesakkan. Dia mencoba mendengarkan presentasi salah business managernya ke klien bisnis, tetapi pikirannya tidak di sini. Fokusnya ke Sabrina, hari pernikahannya semakin dekat. Dia pikir dia bisa merubah pikiran Sabrina dengan memintanya sekali lagi. Wistful thinking … well paling tidak dia sudah mencoba. Paling tidak dia sudah tahu bahwa keputusan Sabrina sudah bulat dan dia harus menghormatinya. Seberat apapun itu.
Ario adalah salah satu managernya yang juga sangat handal, dia tidak perlu kuatir walaupun dia tidak disini sekalipun. Kehadirannya hanya sebagai penguat saja, kliennya sudah sangat percaya dengan Ario. Dia melirik jam tangan pathek Phillipe yang bertengger dengan elegan di pergelangan tangannya, jam 5.30 sore. Hari hampir berakhir, yang berarti dua hari lagi menuju pernikahan Sabrina. Dia masih menimbang-nimbang antara hadir atau tidak, te
SABRINABelum jam 8 pagi. Sabrina mengemudikan mobil sambil menahan kantuk. Hampir tiga hari dia tidak tidur, seluruh energinya terkuras untuk membatalkan pernikahannya. Memberi tahu satu-persatu ke para tamu undangan adalah hal paling berat. Dia tidak mau membebani kedua orang tuanya yang jelas-jelas berada dalam keadaan shok akibat keputusannya. Ibunya mengurung diri di kamar, hanya sang bapak yang menjadi penguat diantara kekacauan Sabrina dan kesedihan ibunya.Beberapa tamu undangan masih muncul di hari H karena luput mendapatkan pemberitahuan. Dia menguatkan diri menemui mereka, rata-rata mereka memberikan pandangan “kasihan” atau “kok bisa?”. Dia hanya menebalkan muka, semuanya akan berlalu pikirnya menghibur diri sendiri.Teddy dan keluarganya masih menolak menemuinya, dari calon menantu kesayangan Sabrina berubah menjadi musuh terbesar. Bagaikan Joker dalam cerita Batman, dia menelan
SABRINAParis. The city of love.Sabrina menghirup udara summer yang hangat. Memegang secangkir café noir, menikmati eifel tower yang serasa digenggaman. Aku tidak akan pernah bosan dengan Paris pikirnya, berjalan keliling kota yang dipenuhi café-café teras, menikmati petit café et croissant, atau berlama-lama di musium Monet favoritnya. I love Paris.Samudra mengusulkan untuk pergi berlibur bersama beberapa lama setelah drama pembatalan pesta pernikahannya. “Supaya kamu bisa rileks sejenak” katanya.Ide yang tidak buruk, Sabrina mengusulkan Paris. Menikmati udara hangat musim panas dan sekalian mengunjungi kembali tempat di mana beberapa bulan yang lalu Samudra mengungkapkan perasaan cintanya.“Tempat jadian kita” kata Sabrina tersenyum waktu itu.“Memangnya kamu anak SMA” jawab Samudra sambil terkekeh.Paris sel
SAMUDRAEloise.Seberapa besar kemungkinan akan bertemu dengan orang spesifik di kota dengan populasi lebih dari 11 juta orang? Hampir tidak mungkin. Apalagi ketika dia datang ke Paris hanya untuk berlibur. Dari semua kemustahilan itu, dia mengalaminya. Bertemu dengan Eloise, wanita yang tidak dijumpainya lagi lebih dari 15 tahun, di hari pertama liburan bersama Sabrina.Eloise. Dia sudah hampir melupakan wanita itu, apalagi dia sekarang sudah menapaki hubungan baru dengan wanita yang setelah sekian tahun berhasil membuatnya merasakan cinta lagi. Tetapi dia bertemu kembali dengan masa lalunya disaat dia begitu yakin untuk menapaki masa depannya.Eloise. Wanita itu seperti tidak berubah, masih semenarik yang dulu, dan bertemu dengannya masih membuatnya sanggup menahan nafas, seperti dulu setiap kali dia berada di samping Wanita itu. Cinta yang lama dia kubur dalam-dalam, sepertinya tidak pernah benar-benar pergi dari sudut hatinya.
SABRINASabrina mendengarkan diskusi dari para teamnya. Ini adalah team meeting pertama sekembalinya dia dari Paris. Tidak ada yang curiga atau bertanya dia pergi dengan siapa, setahu mereka Sabrina mengambil cuti untuk liburan, melepaskan penat setelah pembatalan pernikahan. Yang tidak mereka tahu adalah dia pergi berlibur dengan sang bos. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana kehebohan seluruh kantor seandainya mereka tahu bahwa dia dan sang bos berpacaran.Gempar! Pasti saja. Samudra bukan hanya terkenal playboy tetapi hampir seluruh karwayan wanita di kantor naksir padanya. Siapa yang tidak. makanya dia masih menolak ketika Samudra mengusulkan supaya hubungan mereka tidak lagi dirahasiakan. Dia masih tidak bisa menanggung kegemparan jilid dua, setelah drama pembatalan pernikahannya.Sabrina 2.0!Begitu kalau kira-kira difilmkan, mending kalau bakalan laris manis. Lha kalau jemblok di pasaran, kan nggak lucu. Sampai saat ini masih s
SABRINAJumat sore datang dengan tenang, Samudra “menghilang” lebih awal dari kantor, Nia sang sekertaris hanya bilang “Bapak pulang lebih awal”.Ketika dia bertanya melalui whatsapp hanya di jawab “come home”, maksudnya home adalah apartemen Samudra yang memang sudah seperti menjadi rumah ke dua baginya. Karena terlalu seringnya dia menghabiskan waktu di sana.Sesampai di apartmen dia disuguhi bau masakan lezat yang sontak membuat perutnya tanpa bisa dikomando untuk keroncongan. Ketika dia bertanya ada acara apa Samudra hanya menjawab “dinner … for us” dan jawaban kedua membuat perutnya langsung melilit “Oh Eloise akan datang juga untuk dinner”.Why …. Why …??“Kamu undang dia?” tanyanya penuh selidik. Samudra sibuk mengiris-iris sayuran yang dia kenal dengan paprika merah dan kuning. Ini tidak termasuk dalam rencan
SABRINADia terbangun tidak menemukan Samudra di sisinya. Samudra memang terbiasa bangun pagi di weekend sekalipun, dia selalu memulai harinya dengan berolah raga di gym lantai bawah apartmen sebelum memulai aktifitas. Dia meraih handphone dari meja nakas untuk melihat jam, belum jam 7 pagi. Dia memejamkan mata untuk mencoba tidur kembali, terlalu pagi untuk terbangun jam 7 di sabtu pagi.Eloise!Nama yang sontak membuatnya membuka mata dan bangkit tegak dari tempat tidur. Dia menginap di sini semalam, ok … sepertinya memang tidak ada pilihan lain buat mereka, dikarenakan perempuan itu ambruk tertidur akibat terlalu banyak minum.Eloise … Samudra ….Dia bangkit dari tempat tidur, membuka pintu kamar tidak menghiraukan badannya yang hanya ditutup lingerie tipis. Baru beberapa langkah dari kamar tidur dia mendengar suara Eloise tertawa renyah, dan langsung sukses merubah mood paginya berada di level tersuntuk. Perem
ELOISESamudra.Dia tidak menyangka akan bertemu dengan pria itu lagi. Seseorang yang tidak pernah sepenuhnya pergi dari hatinya, walaupun sudah belasan tahun berlalu.Bertahun – tahun pula dia menyesali kebodohannya berselingkuh dengan Julien, seorang artis pemula dan juga seorang perayu ulung. Mereka bertemu tanpa sengaja di sebuah gallery, pembawaan Julien yang sangat hangat dan pengetahuannya tentang seni menarik hati Eloise. Dari hanya berkirim pesan, dan bertemu ringan untuk berdiskusi masalah seni. Akhirnya hubungan mereka berlanjut ke tempat tidur. Semua berlangsung beberapa bulan, sehabis Eloise tidur dengan Julien dia selalu dihantui perasaan bersalah dan bersumbah untuk mengakhirinya keesokan hari.Ternyata Julien bak heroin baginya, dia selalu ketagihan untuk lagi dan lagi. Dari hanya bertemu seminggu sekali, sampai beberapa kali dalam satu minggu. Bercinta dengan Julien seperti membawa sensasi yang tidak pernah dia rasakan
SABRINASabrina memandangi sudut kamarnya yang mulai agak berdebu. Dia memang agak jarang pulang ke sini semenjak bersama Samudra, hanya satu atau dua kali seminggu dia akan menengok apartemennya selebihnya dia lebih suka tinggal di apartemen Samudra.“Pulang ke sini lebih praktis, dekat dengan kantor dan kamu bisa punya personal chef setiap hari” canda Samudra suatu hari. Jarak apartemen Samudra memang hanya beberapa menit berjalan kaki dari kantor, walaupun mereka hampir belum pernah berangkat atau pulang dari kantor secara bersamaan. Sabrina masih bersikeras untuk merahasiakan hubungan mereka.Hari ini dengan keras kepala dia memilih pulang ke apartemennya sendiri setelah insiden Eloise. Dia masih sangat kesal bagaimana mereka berdua terlihat akrab dan tertawa renyah tadi pagi.“She just a friend Sabrina” katanya ketika Sabrina menunjukkan ketidaksukaannya terhadap Eloise.“An ex you mean&
SABRINA “Si Pak bos Ke mana mbak?” tanya Sabrina ke Nia melalui sambungan telephon kantor. “Belum balik dari makan siang mbak,” jawab Nia. Dia mengerutkan kening, dia melirik jam di pergelangan tangannya sudah hampir jam 3 sore dan Samudra belum balik dari makan siang. “Memang ada business lunch mbak?” Tanyanya lagi. “Nggak tuh, tadi dia pergi sendiri” Mereka sudah berbaikan kembali, setelah dia berhasil mengusir Eloise dari ruangan kantor Samudra tempo hari. Tetapi setelah hari itu dia menemukan ada yang aneh dengan Samudra, dia terlihat lebih pendiam dari biasanya. Agak cool, dia memang selalu cool tetapi yang ini mencurigakan, membuat bulu kuduknya merinding seperti ada jelangkung yang bisa lewat setiap saat. Dia kembali “pulang” ke apartemen Samudra, bercinta lebih panas dari biasanya, mungkin ini karena faktor marahan selama beberapa hari. Tetapi seperti ada yang ditutupi oleh Samudra. Mudah-mudahan bukan El
Dia tersenyum mendapati kiriman bunga untuk ke dua kalinya. Perempuan mana yang tidak suka bunga? Dan Samudra tahu betul bunga favoritnya, mawar putih dengan warna pink di ujungnya. Dia membuka kartu kecil yang terselip di rangkaian mawar “je t’aime” tertulis disitu, lagi-lagi dia tersenyum kecil “I love you too” pikirnya. Dia memandang sekilas Samudra yang sedang berada dia di area kopi, ingin melemparkan senyum lebar tetapi dia tahan. Belum ada orang lain yang tahu mereka berpacaran, dan entah bagaimana reaksi para staf nantinya kalau mereka tahu sang bos rajin berkirim bunga kepadanya.Beberapa stafnya langsung menyerbu ke ruangannya, mengagumi rangkaian mawar putih keduanya dan tentunya memburu untuk mendapatkan informasi siapa pengirimnya. Sabrina hanya menjawab dengan senyuman. Belum waktunya, dia berfikir dalam hati, nanti kalau saatnya sudah tepat. Untuk saat ini cukup mawar-mawar putih ini saja yang bisa menjadi konsums
Dia memandangi Sabrina yang tengah asik tenggelam dengan bacaannya, kisah cinta antara Elizabeth Bennet dan Mr. Darci yang menurutnya terlalu angkuh. Buku itu terlihat sudah cukup usang, entah sudah berapa kali dibuka oleh Sabrina untuk membaca kisah percintaan pada abad ke 19 tersebut.Dia sendiri sedang memegang buku tentang camp Auschwitz, yang sudah beberapa saat dia coba untuk baca tetapi tidak satupun kata berhasil terekam di otaknya. Pikirannya berkecamuk tentang Eloise, dengan ciuman itu. Shit! Bagaimana dia akan menjelaskannya ke Sabrina.“What do you think about Mr. Darcy?” Tanya Sabrina tiba-tiba, dia menurunkan buku sehingga hanya menutupi setengah dari wajahnya.“I don’t like that arrogant dude.” “That arrogant dude? Hey … yang kamu bicarakan itu Mr. Darcy.” Katanya seolah tidak rela dengan perkataan Samudra. dia menurunkan bukunya, menampakkan seluruh wajahnya yang tetap ter
SABRINALebih gugup dari biasanya dia berjalan ke arah restoran tempat dia berjanji bertemu dengan Teddy untuk makan siang. Matanya berkali-kali menyapu keadaan sekeliling untuk memastikan tidak ada orang yang dia kenal melihat, apalagi Samudra.Ketika dia sampai di restoran Teddy sudah menunggu di sana, tersenyum sumringah menyambut kedatangannya. Melihat Teddy membuatnya sedikit lega walaupun dalam hati dia memendam rasa bersalah, dia sudah meminta Samudra untuk menyudahi hubungan dengan Eloise tetapi kenapa dia masih terus saja bertemu dengan mantan tunangannya di belakang Samudra.Baginya Teddy adalah smooth sailing, berlayar tanpa rintangan ombak, membelah biru lautan dengan lepas dan tanpa halangan. Entah kenapa dia meninggalkan cinta yang tenang tanpa ombak itu, untuk cinta lain yang penuh gejolak.“Hai, aku sudah pesenin makanan kesukaanmu.” Kata Teddy riang, tentu saja dia selalu tahu apa kemauan Sabrina, termas
SAMUDRAEloise harus dirawat di rumah sakit.Dia menemani wanita itu dari mulai ditangani di ruangan gawat darurat hingga akhirnya mendapatkan kamar untuk menginap. Harus mengenyampingkan dahulu janjinya ke Sabrina untuk tidak berhubungan lagi dengan Eloise, dia saat ini sedang butuh bantuan dan dia tidak punya siapa-siapa di Jakarta.“Call me when you need anything ok.” Katanya, sebelum pergi meninggalkan rumah sakit dengan tidak tega. Bagaimanapun dia pernah sangat dekat dengan Eloise, dia pernah menjadi emergency contact wanita itu begitu juga sebaliknya, ketika mereka tinggal bersama di Paris. Meninggalkannya ketika dia sedang sakit membuatnya gundah.Sudah lewat tengah malam ketika dia sampai di apartemen. Mungkin Sabrina sudah tertidur, pikirnya. Walaupun dia tidak banyak berbicara ketika dia berpamitan untuk mengantar Eloise ke rumah sakit, dia tahu Sabrina tidak suka.Dengan berhati-hati dia membu
SAMUDRA“Jadi sekarang dia rajin berkunjung ke sini?” katanya, setelah Teddy meninggalkan mereka.Sabrina terlihat menghela nafas. “Aku tidak tahu, dia tiba-tiba saja muncul di sini.” Ada nada bersalah dalam kalimat Sabrina.“Nanti selanjutnya apa? Tau-tau dia berada di apartemen kamu?”“Jangan ngaco, mana mungkin.” Sabrina membuang muka, seperti tidak yakin dengan perkataannya sendiri. Samudra memandang wajah kekasihnya, atau paling tidak itu yang masih dia yakini, Sabrina masih kekasihnya. Dia menebak-nebak apa yang sedang dipikirkan oleh wanita di depannya ini. Pertama adalah masalah Eloise yang menurut Samudra sudah sangat jelas hanyalah kesalahpahaman belaka, sekarang seperti ada sesuatu yang terjadi antara dia dan mantan tunangannya.“So ... kamu sudah siap untuk bicara lagi dengan aku?” Katanya sembari menyandarkan punggungnya ke dinding. Sabrina menatap ke arahnya, da
SAMUDRA“Aku ke apartemen Teddy.”Satu kalimat pendek Sabrina, kalimat pendek yang terasa seperti hantaman tinju ke rahangnya. “We need to talk” katanya, setelah dengan susah payah dia menenangkan diri.Sabrina menatapnya lurus dan tajam. “Pertama kamu mencium dia, lalu kamu bermesraan berdua di bar hotel. Terlalu gampang menganggap bahwa dua kali adalah kebetulan belaka,” katanya sinis.Dia menarik nafas panjang, seperti maling tertangkap basah, sulit menjelaskan ke Sabrina bahwa pertemuannya dengan Eloise yang terakhir adalah murni ketidaksengajaan. “Aku pergi ke sana sendiri, lalu tiba-tiba Eloise muncul …”“That is very convenient,” sergah Sabrina cepat.“Aku tahu kamu marah, tapi bukan dengan melampiaskan bertemu dengan tunangan kamu,” dia tidak bisa menutupi kecemburuannya.“Mantan!” Sergah Sab
SABRINADia memarkir mobilnya di area parkir apartemen Teddy, terlihat ragu-ragu untuk keluar dari mobilnya. Setelah berdebat dengan diri sendiri dia memutuskan untuk menelpon Teddy tadi malam, belum sampai dering ke dua teleponnya sudah diangkat. Sepertinya Teddy juga sedang mempunyai insomnia seperti dirinya, suaranya tidak terdengar seperti baru saja bangun dari tidur.Dia menanyakan apakah bisa mampir ke apartemen Teddy untuk mengembalikan barang-barang miliknya yang masih berada di apartemen Sabrina.Bohong!Tentu saja, alasan mengembalikn barang hanyalah kedok belaka. Dia ingin bertemu dengan Teddy, ada atau tidak barang yang bisa dikembalikan.Dia menarik nafas sebelum akhirnya membuka pintu mobil. Sudah lama dia tidak menjejakkan kaki ke area apartemen ini, terasa sangat lama. Dia memasuki lobby dengan gamang.“Mbak Sabrina”Dia menoleh untuk mencari suara yang memanggilnya. Ternyata satpam yang sudah
SABRINAApa aku tidak salah lihat? Pikirnya.Dia mengerjapkan mata beberapa kali untuk memastikan tidak ada yang salah dengan penglihatannya. Ternyata matanya masih sehat, hatinya yang berubah perih dan pilu melihat pemandangan di depannya. Tangan Samudra mengusap lembut pipi Eloise, lalu perempuan itu menggenggamnya sebelum mencium tangan Samudra. Sangat mesra. Samudra seperti menikmati momen itu, memandang lembut ke Eloise.Dadanya naik turun penuh kemarahan. Baru beberapa waktu lalu dia bilang bahwa dia mencintainya, sekarang dia sedang berasyik masyuk dengan perempuan yang sangat dibencinya itu. Dia merasa tertipu, sangat tertipu. Apakah dia telah salah menilai Samudra? Berulang kali Samudra mengatakan bahwa dirinya berbeda, dirinya sangat special buatnya, kini dia mulai meragukan perkataan Samudra. Sangat naif menganggap bahwa laki-laki playboy itu berubah setelah bertemu dengannya. Mungkin memang benar perkataan Eloise, dia tidak ada bedanya