Share

Penulis: Neveedah Jafri
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Kuharap, keesokan harinya adalah mimpi. Mama memilihkanku setelan baju putih dan menyuruhku berdandan. Ia juga memberikan kalung pernikahannya untuk kupakai saat bertemu keluarga Richard nanti. Aku tidak tahu harus dandan seperti apa?

Kusisir rambut pendekku ini dan kubuat belahan pinggir, haruskah kuikat saja rambutku agar terlihat lebih rapih?

Setelah beberapa detik berpikir, aku memutuskan untuk mengikatnya saja. Kemudian kulihat penampilanku di cermin. Sudah bagus. Kuambil kotak kecil wadah tempat Mama menyimpan kalungnya.

Kotak kayu ini pasti sudah lama tidak dibuka sehingga tanganku sedikit kesulitan membuka selotnya. Dari belakang, kudengar seseorang membuka pintu dan berjalan menghampiriku.

"Mama, tolong buka-kan kotak ini," pintaku, ternyata bukan Mama yang masuk. Tapi Richard. Sosoknya yang berdiri di belakangku terpantul di cermin panjang yang sedang kulihat.

"Hei, kenapa kau masuk kamarku?!" kataku terkejut sambil menengok kearahnya.

"Oh, Mama yang menyuruhku kesini. Keluargaku sudah ada di bawah." Richard mengambil kotak kayu itu dari tanganku dan membuka selotnya dengan mudah. Kemudian dia mengambilkan kalungnya dan berkata, "Sini," menyuruhku balik badan karena dia yang akan memakaikan kalung ini.

Entah kenapa perutku langsung mual saat melihat diriku dan Richard pada pantulan cermin. Dia telah memakaikan kalung itu dari belakang. Rasanya aneh.

"Kau akan mengikat rambutmu serperti ini?"

"Iya."

"Lebih baik rambutmu terurai saja seperti biasanya."

"Tidak. Aku lebih suka seperti ini." jawabku dengan malas.

"Ada apa dengan wajahmu?"

"Kenapa?"

"Kau terlihat kesal. Apa seseorang sudah membuatmu marah?"

"Iya. Kau orangnya." kataku kemudian melewatinya begitu saja.

Kudengar langkah kakinya dibelakangku menyusul.

"Kenapa aku?" Tanya Richard tapi tak kujawab.

Kami berdua turun tangga dan keluarga kecilnya langsung melihat kearahku dari ruang makan.

Mama pasti membunuhku jika aku terlihat kesal seperti ini. Mau tidak mau, aku pura-pura tersenyum sambil menyalami mereka satu persatu.

Ada Ibu Richard yang kuakui sangat cantik. Kemudian ayahnya Tuan Holmes dan dua adik laki-lakinya yang juga setampan Richard. Yang pertama bernama Archie. Dia memiliki banyak kemiripan dengan Richard dari segi fisik, usianya 25 tahun dan yang kedua Harvi, seusia denganku, 19 tahun, memiliki rambut sedikit gondrong dan berkacamata.

 Ibu Richard berkata kalau Harvi satu sekolah denganku tapi beda kelas. Dia-lah orang pertama yang tahu siapa aku dan dari keluarga mana diriku.

Selain itu, Harvi juga yang memberi rekomendasi pada orangtuanya untuk menjodohkan sang kakak padaku. Anak dari sahabat partner kerja ayahnya.

Pantas saja wajah Harvi terlihat sedikit familiar. Dia tersenyum padaku saat sang Ibu memberitahukan hal itu.

"Harvi bilang, Jasmine adalah kapten cheerleaders dan anak populer sekolah,"

"Hahahah," Aku tertawa mendengarnya. Saat mataku melihat kearah Richard, ternyata dia mengawasiku sambil tersenyum sejak tadi.

Entah kenapa, perutku kembali mual. Sungguh, rasanya mual hingga aku tak mengambil terlalu banyak makan saat hidangan makan malam disiapkan. Untungnya tidak banyak pertanyaan yang diajukan padaku selain hanya basa-basi kecil. Ibu Richard terus memujiku cantik padahal dirinya lebih cantik, menurutku. Begitu juga dengan calon ayah mertua. Tampaknya semua menerima kehadiranku.

Ada sedikit perasaan bersalah karena aku tidak benar-benar mau menikah. Pernikahan ini bagiku bukanlah sesuatu yang serius. Bagaimana reaksi mereka jika tahu semua itu? Bahwa aku melakukan semua ini dengan terpaksa.

"Oh iya, Ibu sudah menemukan tanggal bagus di bulan juni nanti." kata Ayah Richard sambil melihat istrinya.

"Oh benarkah?" Mama terlihat bersemangat.

"Iya, mungkin pernikahan kalian akan diadakan 6 juni. Bagaimana?"

"Hah?" Aku melongo. "Ehm, tunggu... mungkin maksud Ayah dan Ibu acara pertunangannya?" tanyaku.

"Bukan tunangan, Jasmine. Menikah. Untuk apa harus menunggu tunangan dulu kalau bisa langsung menikah?" tanggap Ibu Richard.

"Iya, benar juga. Kami setuju-setuju saja. Justru senang jika dipercepat seperti ini," jawab Mama terlihat senang.

"Hah?" aku berusaha tidak terlihat kesal meski sebenarnya kesal juga.

Inti dari pertemuan malam itu ternyata untuk penentuan tanggal pernikahan. Astaga!

Bahkan aku menikah lebih dulu sebelum Harit. Tiba-tiba terbayang dimataku bagaimana semua itu terjadi... Tukar cincin... Menikah... Kehidupan seperti apa yang nantinya harus kuhadapi?

Aku berusaha untuk tidak berlebihan atau memikirkan semua itu.

Besoknya Richard kembali menghubungiku karena dia ingin menunjukkan rumah yang nantinya akan kita tinggali. Ingin rasanya kutolak tapi tak ada pilihan lain, Mama dan Papa pasti kecewa jika aku tidak menepati janjiku. Terpaksa...

 Begitu Richard datang kerumah, aku sudah siap. Kupikir Mama dan Papa juga ikut pergi pagi itu, ternyata tidak. Hanya aku sendiri bersama Richard.

 Malas juga jika harus berduaan bersamanya seperti ini. Kami berdua tidak bicara apapun selama perjalanan sampai beberapa menit. Richard bertanya, "Kau lapar?"

"Tidak." jawabku sedikit ketus.

"Apa aku melakukan kesalahan padamu?"

"Tidak."

Ahirnya dia diam, baguslah. Aku memang sedang tidak ingin bicara apapun.

Ketika mobil berhenti di lampu merah, dia melihat kearahku, tapi aku tidak peduli.

"Jasmine..." panggilnya lembut.

"Hmm?" Tanggapku tanpa melihatnya.

"Kau cantik hari ini." Tiba-tiba tangannya menyingkirkan helaian pinggir rambut yang menutupi sedikit mataku. Aku terkejut dengan apa yang dia lakukan hingga membuatku sedikit mundur. "Kau!" ucapku spontan.

Richard terlihat bingung. "Kenapa? Aku hanya--"

"Jangan lakukan itu lagi," potongku cepat.

Richard diam dan lampu hijau nyala. Dia kembali fokus jalan, dan tidak mengajakku bicara lagi.

Tampaknya dia mulai paham bahwa aku tidak benar-benar menerimanya.

Jalan mulai naik ke puncak dan memasuki wilayah perumahan. Begitu mobil berhenti didepan pagar hitam, satpam yang ada di dalam rumah itu langsung membukakan dan mobil masuk. Kupikir rumah baru, ternyata rumah ini memang sudah ditempati Richard sejak entah kapan.

Tidak tingkat tetapi halamannya cukup besar. Setelah mobil memasuki garasi, kami turun.

"Ada berapa banyak orang yang tinggal dirumahmu?" tanyaku. Untuk pertama kalinya aku bertanya sejak tadi bersamanya.

"Hanya aku, satpam, tukang kebun dan asistenku Rivi."

"Rivi?"

"Iya. Dia sedang tidak disini sekarang." Jawab Richard kemudian masuk kedalam rumah melalui pintu garasi dan aku mengikutinya.

Hal yang tak pernah kusangka adalah, Asisten Richard perempuan dan tinggal dirumah ini juga. Tinggal bersama dengan Richard. Apa yang mereka lakukan? Dan kenapa mereka harus tinggal bersama???

Bab terkait

  • Nikah Paksa!    ⑤

    Richard mengajakku keliling rumah, dari ruang depan, ruang tengah, ruang makan, taman belakang yang ada kolam persegi panjang, dapur dan 2 kamar tamu. Kemudian masuklah aku ke kamarnya. Kupikir kasur kamarnya lebih besar dari kamar tamu, tapi justru kasur kamarnya tidak lebih besar dari kasur-kasur yang ada di kamar lain. Ada satu kamar yang tidak kami masuki karena kata Richard kamar itu terkunci. Itu kamar Rivi. Sejak kemarin aku mengenal Richard, baru sekarang ini aku penasaran dan tidak dapat menahan diri untuk tidak bertanya soal Rivi. Dimana Richard bertemu Rivi? Sejak kapan mereka tinggal bersama? Kenapa harus tinggal bersama? Ketika perjalanan pulang, Dia menjawab semuanya. Dia mengenal Rivi sejak kuliah 5 tahun yang lalu. Mereka satu jurusan dan Rivi teman kepercayaan Richard satu-satunya. "Dia orang yang gesit dan jujur. Itu sebabnya setelah lulus ku tawarkan kontrak kerja sama. Karena ada banyak pertemuan antar aku dengannya, lebih gampangnya kusuruh dia tinggal dirumah

  • Nikah Paksa!    ⑥

    Malam itu sampai pukul 9 lebih, Richard belum juga pulang. Tapi masa bodoh bagiku karena memang tidak kutunggu kepulangannya. Saat aku tidur, dia mengirim pesan singkat kalau dirinya sedang dalam perjalanan pulang. Begitu Richard sampai dan masuk kamar, dilihatnya aku sudah tidur pulas. Dia menciumku beberapa kali sebelum mandi dan ganti baju, kemudian ikut tidur satu selimut sambil menciumiku lagi. Aku mulai sadar dengan apa yang dia lakukan, tapi kemudian dia berhenti dan minta maaf karena hampir membangunkanku. Meskipun aku terlalu ngantuk untuk marah, tapi kupaksa diriku untuk membuka mata dan memberitahunya untuk tidak melakukan itu. Richard minta maaf dan aku kembali tidur memunggunginya. Pagi hari ketika kembali sadar dari tidur, posisiku sudah berubah ditengah kasur dalam keadaan dipeluknya. Risih sekali harus tidur sambil berpelukan seperti ini. Bagaimana mungkin aku tidak sadar?Kusingkirkan kedua tangan Richard dan turun dari kasur.Perutku sedikit mual ketika masuk kama

  • Nikah Paksa!   ⑦

    Terlalu dekat hingga membuatku mundur-mundur. “Kenapa? Kau takut? Aku bisa melakukannya pelan-pelan, tenang saja.” katanya. Jantungku langsung berdebar. “Richard, aku tidak mau melakukan itu, bisakah kau menjauh?? Seriously!” Kudorong dia menjauh dan hendak turun dari kasur. “Hei, kau mau kemana?” Hampir saja dia menangkap tanganku dan hendak mencegahku pergi, untungnya tidak berhasil. Cepat-cepat aku keluar dari kamar sementara Richard masih memanggilku. “Jasmine, Jasmine…” Aku harus pergi dari rumah ini! “Hei, kau mau kemana?” Richard berlari kecil mengejarku. "Jasmine, tunggu dulu," diraihnya tanganku yang hendak menyentuh ganggang pintu, "Kau mau kemana?" Tanyanya sekali lagi. "Pergi!" "Kenapa??" Aku diam sesaat. Tiba-tiba Richard tertawa, "Kau takut itu? Kau tidak mau berhubungan denganku?" Aku melihat kearah lain. "Tidak apa-apa kalau kau masih takut. Aku tahu posisimu. Kita berdua tidak pernah saling kenal sebelumnya dan aku hanyalah orang asing," Aku melihat wajah

  • Nikah Paksa!    ⑧

    “Astaga!!” “Oh nooo,” “Demi Dewa Merkurius, Venus dan Pluto, aku tidak mau terlibat apapun jika kalian bertengkar!” kata Sasha panik. “Aku juga! Aku tidak mengajakmu kesini dan aku tidak tahu apa-apa demi semua planet di alam semesta!” tambah Harit. “Kalian tidak usah panik!” bisikku melihat keduanya. “Aku akan pulang. Tidak akan terjadi apapun dan dia tidak akan melakukan apapun.” Kataku kemudian berdiri meninggalkan keduanya. Padahal aku belum makan dan pesananku masih dibuat. Begitu langkahku sudah dekat, Richard tersenyum sambil berkata, “Bagus.” Kami berdua keluar dan dia membukakan pintu mobilnya padaku. Sekarang aku sadar bagaimana dia bisa menemukanku disini. Titik lokasi di ponselku selalu aktif dan nomorku terhubung di salah satu aplikasi dimana Richard bisa menemukanku kapanpun dimanapun selama titik lokasi itu aktif. Betapa bodohnya diriku... Lebih bodoh lagi karena kupikir Richard akan membebaskanku melakukan apapun. Dia bukan pria yang posesif?? Kutarik lagi kata-k

  • Nikah Paksa!    ⑨

    Kulihat dua pasangan di seberang sana sedang bermesraan. Kedua tangan mereka saling menggenggam diatas meja dan mereka bicara soal ini dan itu sambil tertawa. Dari mata ke mata, aku tahu mereka berdua saling jatuh cinta. Aku tahu apa yang Richard pikirkan... Dia pasti iri. Lebih-lebih setelah makanan yang mereka pesan sudah tersaji, mereka saling menyuapi. Eww!! Hal yang menggelikan yang tidak ingin kulihat. Richard kembali melihatku dengan tatapan lesu. "Aku tidak mau melakukan hal semacam itu, menjijikkan!" komentarku sambil melihat pasangan sebelah. "Ini bukan soal kemesraan mereka." kata Richard dengan malas. "Perempuan itu mantanku, Jasmine." "Hmmgh-" Aku langsung berhenti mengunyah dan melihat kearah perempuan itu sekali lagi. "O-oh," Aku kehilangan kata-kata. Usia perempuan itu sepertinya tidak jauh dari Richard, kulitnya putih dengan rambut pirang yang mencolok. Dia mirip model-model sampul yang menghiasi majalah. Dia cantik. "Sebaiknya kita segera pergi. Cepat habiska

  • Nikah Paksa!   ①⓪

    Awalnya aku tidak berontak dengan apa yang Richard lakukan. Dia begitu lembut hingga dapat kurasai bibir tipisnya itu. Udara yang kuhirup mulai terasa sesak dan semakin sesak. Ciuman yang awalnya pelan dan lembut itu berubah semakin panas dan bergairah. Richard mulai memasukkan lidahnya ke mulutku dan aku langsung menarik diri. Richard hampir saja menarikku lagi untuk diciumnya tapi langsung ku dorong. "Jangan!" kataku. "Kenapa?" Aku menggelengkan kepala sambil mundur, kemudian berdiri dan berlari memasuki kamar. Perutku mual dan perasaanku menjadi tidak enak. Seperti geli dan ingin muntah. Sebelum Richard ikut masuk kamar, aku sudah ke kamar mandi dan mengunci pintu. Kudengar langkah kakinya mendekat didepan pintu. "Jasmine, kau baik-baik saja?" Tok tok tok "Tidak apa-apa. Tinggalkan aku sendiri!" kataku. Aku duduk di kloset sambil memegang perut. Kulihat ada bayangan hitam dibawah celah pintu kamar mandi, tanda kalau Richard berdiri disana. "Kenapa? Kau tidak apa-apa, kan?"

  • Nikah Paksa!   ①①

    "Kami tidak apa-apa. Harusnya Ibu menekan bel dari luar kalau masuk. Aku dan Jasmine sedang praktek skenario cerita yang waktu itu kubuat." "Skenario yang mana?" tanya Ibu Susan. "Yang waktu itu pernah kutunjukkan pada Ibu, skenario Si Tudung Merah. Apa Ibu lupa?" "Jadi kalian sedang praktek dialog Si Tudung Merah?" "Iyaa," Jawab Richard setengah ingin tertawa. "Kenapa wajah semuanya begitu tegang? Hahahahaha!" "Ehe," Aku ikut tertawa bingung. Mungkinkah ada jiwa-jiwa psikopat di dalam diri Richard? Ibu Susan masih terheran-heran. "Bisa-bisanya kau masih terobsesi dengan cerita Si Tudung Merah dan menyuruh Istrimu praktek dialog?" "Hahahaha," Richard masih tertawa. "Aku ingin tertawa melihat Ibu tadi, serius sekali." "Astagaaa," Ibu Susan geleng-geleng keheranan. Mama menghela napas dan Archie ikut tertawa kecil. Lily yang dari awal tidak tahu apa-apa tetap bingung melihat kanan-kiri. "Kau ini jangan aneh-aneh Richie!" tambah Ibu Susan. "Hampir saja Mama mau pingsan melihatmu

  • Nikah Paksa!   ①②

    Aku langsung mengambil bantal dan menepuk wajahnya yang hendak mendekat, "NOO!!" Richard mundur seketika. "Sudah kubilang aku tidak mau, aku tidak siap sekarang Richard, aku tidak si--" "Baiklah, baiklah." Richard mengangkat kedua tangannya. "Aku menyerah sekarang, sungguh, aku mau tidur saja," Dia merebahkan tubuhnya di kasur sedangkan aku masih duduk. Aku mendengus kesal karena kasur ini tidak luas. Mau tidak mau jarakku dengan Richard selalu berdekatan. "Kenapa?" Tanya Richard. "Harusnya kasur ini diganti dengan kasur sebelah." "Aku tidak mau." Jawab Richard. "Kasur sebelah bekas tidur tamu, dan kasur satunya bekas Rivi. Ini satu-satunya kasurku." "Duuuh, apa penting kasur ini bekas tamu atau siapalah," "Penting." Richard menghadapkan tubuhnya kearahku dan menutup mata. "Nanti kubelikan kasur baru... kau mau yang seperti apa? King size? Tapi begini saja sudah nyaman." "Ya. Nyaman untukmu tapi tidak untukku." Richard tidak menjawab. Dia masih menutup matanya. Aku kembali

Bab terbaru

  • Nikah Paksa!   ①⑦

    Aku menatap ponselku. Menunggu pesan masuk dari Emily. Kemudian...Ting!Tanda pesan masuk baru. 1 foto blur yang otomatis ku unduh. Ketika gambarnya jelas, aku berdecak kesal."Dasar!" kataku.Rivi yang berdiri di belakangku ikut melihat apa yang kulihat."Siapa itu?" tanya Rivi.Tanpa perlu memperbesar foto pun aku tahu siapa pria itu. "Ini Suaminya Sasha, Riv." Kataku."Dasar, Emily. Kupikir Istriku bersama siapa,"Kemudian kudengar dari rekaman, Emily mulai beraksi. Dia yang sudah membawa nampan makanan mendatangi Jasmine dan Sasha sambil pura-pura mengenal keduanya. Kemudian dia ingin bergabung bersama mereka.Emily mengatakan bahwa dirinya juga alumni sekolah Jasmine. Dia tahu Jasmine populer, ketua cheerleaders dan semacamnya. Kemudian Sasha memberitahu pria yang bersama mereka itu suaminya dan Emily mengajaknya berkenalan juga.Setelah bertanya basa-basi kenapa mereka disini dan sebagainya, akhirnya topik berganti soal masa-masa sekolah. Aku dan Rivi mulai tegang karena takut

  • Nikah Paksa!   ①⑥

    Malam hari jam pulang kerja, aku melihat CCTV rumah lewat ponselku. Ada Ibu datang entah sejak kapan. Kuputar mundur CCTV sampai di titik sore menjelang malam. Ibu datang pada saat itu. Kemudian aku kembali melihat apa yang sedang mereka bicarakan sekarang. Keduanya ada di dapur sambil tertawa. "Ibu memang tidak pintar memasak. Tapi untungnya Ayah mau makan ayam gosong itu," Jasmine masih tertawa. "Tapi seiring berjalannya waktu, Ibu mulai bisa beberapa resep. Hanya beberapa resep saja karena selebihnya sudah dikerjakan koki di rumah," Jasmine mengangguk-angguk. Aku ikut tersenyum melihatnya. Kemudian aku masuk ke dalam mobil. Meletakkan ponselku pada penyangga di dashboard, lalu menyalakan mesin. Selama perjalanan, aku tidak fokus mendengarkan pembicaraan mereka, tapi di lampu merah, Ibu berkata, "Rasanya sudah tidak sabar lagi ingin memiliki cucu," Ibu melihat Jasmine sambil tersenyum lebar dan Jasmine merasa sedikit kikuk. "Apa kau sudah melakukan test pack?" Jasmine mulai b

  • Nikah Paksa!   ①⑤

    Pagi itu aku meminta 3 suruhanku mencari informasi apapun tentang persahabatan dan riwayat hidup Jasmine. Hanya dalam waktu seminggu, mereka sudah memberiku berbagai informasi tentang Sasha dan Harit. Berapa lama mereka bersahabat, kemana saja mereka pergi, apa saja yang biasa mereka lakukan, film apa yang biasa mereka tonton. Juga sekumpulan foto Jasmine dengan mereka. Foto berpelukkan, foto di kelas waktu mereka masih SMA, juga foto dengan teman-temannya yang lain. Aku menggelengkan kepala sambil mengamati foto itu satu per satu. Belum ada hal yang mencurigakan disana. Kemudian informasi tentang sahabat Jasmine waktu SD sampai SMP yang bernama Sally. Foto-foto mereka berdua yang lebih banyak memeluk. Jasmine dan Sally selalu berdekatan. Mereka selalu pergi bersama sambil bergandengan tangan, bahkan Sally sudah dianggap anak oleh Mama Sarah. Mereka sudah satu kelas sejak SD sampai SMP, sayangnya setelah kelulusan SMP, Sally pindah keluar negeri hingga keduanya mulai putus komunika

  • Nikah Paksa!   ①④ ~RICHARD POV~

    Namaku Richard Holmes, tapi orang-orang terdekatku biasa memanggilku Richie. Aku lahir di musim kemarau, tepatnya pada bulan april sebagai anak pertama sekaligus cucu pertama keluarga Holmes. Ayahku adalah pengusaha besar pemilik perusahaan Holmes dan keluargaku cukup terkenal di kalangan para pengusaha sebagai orang yang baik dan terpandang. Sejak kecil, kedua orang tuaku sudah memberikan yang terbaik. Mereka menyekolahkanku di sekolah terbaik, mencarikanku guru les terbaik dan mengumpulkan ku dengan orang-orang terpelajar. Banyak orang yang mengatakan diriku sempurna. Terlahir dari keluarga terhormat, memiliki fisik yang tampan, dan memiliki sifat yang dermawan seperti Ayahku (kata mereka). Tapi diantara 3 pujian tersebut, yang paling sering kudengar adalah ketampanan fisik. Sejak masuk taman kanak-kanak, sudah banyak perempuan yang ingin dekat denganku. Waktu sekolah dasar, aku pernah curi dengar anak-anak perempuan yang sedang membicarakanku. Salah satu diantara mereka meng

  • Nikah Paksa!   ①③

    "K-kau..." Mama terbata-bata. "Apa yang kau pikirkan, Jasmine??" Tiba-tiba suaranya meninggi, tapi kemudian diam sambil menutup mata sejenak. Mama sadar kami sedang tidak berdua, ia manatap Lily dan memberinya isyarat untuk pergi. Lily yang sejak kemarin memang tidak tahu kejadian apapun langsung angkat kaki. Kemudian Mama kembali bertanya tapi kali ini suaranya jelas. "Jadi kemarin kau membentak Richard?""Hmm," Jawabku mengiyakan. "Astaga, Jasmine. Kau tahu? 21 tahun, Jasmine. 21 tahun Mama menikah dengan Papamu, sampai detik ini belum pernah Mama membentak. Kau baru 2 hari menikah langsung membentak suamimu seperti itu? Kau tahu posisi kita ini apa?" Suara Mama kembali meninggi hingga aku tak berani menatapnya lagi. "Tanpa keluarga Richard, Papa tidak bisa membesarkan perusahaannya menjadi seperti sekarang. 5 tahun lebih Papamu bekerja sama dengan keluarga Richard. Bisa-bisa hancur karena ulahmu!" "Tapi aku tidak mau menikah, Ma! Ini bukan kemauanku!" "Papa bilang kau sudah ma

  • Nikah Paksa!   ①②

    Aku langsung mengambil bantal dan menepuk wajahnya yang hendak mendekat, "NOO!!" Richard mundur seketika. "Sudah kubilang aku tidak mau, aku tidak siap sekarang Richard, aku tidak si--" "Baiklah, baiklah." Richard mengangkat kedua tangannya. "Aku menyerah sekarang, sungguh, aku mau tidur saja," Dia merebahkan tubuhnya di kasur sedangkan aku masih duduk. Aku mendengus kesal karena kasur ini tidak luas. Mau tidak mau jarakku dengan Richard selalu berdekatan. "Kenapa?" Tanya Richard. "Harusnya kasur ini diganti dengan kasur sebelah." "Aku tidak mau." Jawab Richard. "Kasur sebelah bekas tidur tamu, dan kasur satunya bekas Rivi. Ini satu-satunya kasurku." "Duuuh, apa penting kasur ini bekas tamu atau siapalah," "Penting." Richard menghadapkan tubuhnya kearahku dan menutup mata. "Nanti kubelikan kasur baru... kau mau yang seperti apa? King size? Tapi begini saja sudah nyaman." "Ya. Nyaman untukmu tapi tidak untukku." Richard tidak menjawab. Dia masih menutup matanya. Aku kembali

  • Nikah Paksa!   ①①

    "Kami tidak apa-apa. Harusnya Ibu menekan bel dari luar kalau masuk. Aku dan Jasmine sedang praktek skenario cerita yang waktu itu kubuat." "Skenario yang mana?" tanya Ibu Susan. "Yang waktu itu pernah kutunjukkan pada Ibu, skenario Si Tudung Merah. Apa Ibu lupa?" "Jadi kalian sedang praktek dialog Si Tudung Merah?" "Iyaa," Jawab Richard setengah ingin tertawa. "Kenapa wajah semuanya begitu tegang? Hahahahaha!" "Ehe," Aku ikut tertawa bingung. Mungkinkah ada jiwa-jiwa psikopat di dalam diri Richard? Ibu Susan masih terheran-heran. "Bisa-bisanya kau masih terobsesi dengan cerita Si Tudung Merah dan menyuruh Istrimu praktek dialog?" "Hahahaha," Richard masih tertawa. "Aku ingin tertawa melihat Ibu tadi, serius sekali." "Astagaaa," Ibu Susan geleng-geleng keheranan. Mama menghela napas dan Archie ikut tertawa kecil. Lily yang dari awal tidak tahu apa-apa tetap bingung melihat kanan-kiri. "Kau ini jangan aneh-aneh Richie!" tambah Ibu Susan. "Hampir saja Mama mau pingsan melihatmu

  • Nikah Paksa!   ①⓪

    Awalnya aku tidak berontak dengan apa yang Richard lakukan. Dia begitu lembut hingga dapat kurasai bibir tipisnya itu. Udara yang kuhirup mulai terasa sesak dan semakin sesak. Ciuman yang awalnya pelan dan lembut itu berubah semakin panas dan bergairah. Richard mulai memasukkan lidahnya ke mulutku dan aku langsung menarik diri. Richard hampir saja menarikku lagi untuk diciumnya tapi langsung ku dorong. "Jangan!" kataku. "Kenapa?" Aku menggelengkan kepala sambil mundur, kemudian berdiri dan berlari memasuki kamar. Perutku mual dan perasaanku menjadi tidak enak. Seperti geli dan ingin muntah. Sebelum Richard ikut masuk kamar, aku sudah ke kamar mandi dan mengunci pintu. Kudengar langkah kakinya mendekat didepan pintu. "Jasmine, kau baik-baik saja?" Tok tok tok "Tidak apa-apa. Tinggalkan aku sendiri!" kataku. Aku duduk di kloset sambil memegang perut. Kulihat ada bayangan hitam dibawah celah pintu kamar mandi, tanda kalau Richard berdiri disana. "Kenapa? Kau tidak apa-apa, kan?"

  • Nikah Paksa!    ⑨

    Kulihat dua pasangan di seberang sana sedang bermesraan. Kedua tangan mereka saling menggenggam diatas meja dan mereka bicara soal ini dan itu sambil tertawa. Dari mata ke mata, aku tahu mereka berdua saling jatuh cinta. Aku tahu apa yang Richard pikirkan... Dia pasti iri. Lebih-lebih setelah makanan yang mereka pesan sudah tersaji, mereka saling menyuapi. Eww!! Hal yang menggelikan yang tidak ingin kulihat. Richard kembali melihatku dengan tatapan lesu. "Aku tidak mau melakukan hal semacam itu, menjijikkan!" komentarku sambil melihat pasangan sebelah. "Ini bukan soal kemesraan mereka." kata Richard dengan malas. "Perempuan itu mantanku, Jasmine." "Hmmgh-" Aku langsung berhenti mengunyah dan melihat kearah perempuan itu sekali lagi. "O-oh," Aku kehilangan kata-kata. Usia perempuan itu sepertinya tidak jauh dari Richard, kulitnya putih dengan rambut pirang yang mencolok. Dia mirip model-model sampul yang menghiasi majalah. Dia cantik. "Sebaiknya kita segera pergi. Cepat habiska

DMCA.com Protection Status