Share

Tim Cerdas

Penulis: LinDaVin
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-26 21:29:27

•••

"Mas, katakan yang sebenarnya?" tanyaku dengan nada yang lebih tinggi.

"Aku dan I ...Indah sudah menikah," jawab Mas Aris.

Meski Indah sudah menjelaskan, tetap saja jawaban Mas Aris membuatku tersentak juga.

"Tapi kenapa? Aku salah apa mas, sampai kamu tega mengkhianati pernikahan kita?" tanyaku yang masih tak habis pikir.

"Mas minta maaf," ucap Mas Aris.

"Mas, apa-apaan sih, ngapain minta maaf," sela Indah.

"Ya udah, nggak usah drama, pake acara nangis-nangis, sekarang sudah jelaskan?, Mas Aris juga sudah bilang sendiri."

"Mas, minta perempuan ini untuk menutup mulutnya, atau aku yang akan menutup mulutnya untuk selamanya," ucapku kesal, Indah selalu menyela ucapanku.

"Indah, tenang dulu," ucap Mas Aris, Indah terbelalak saat mendengar Mas Aris menuruti permintaanku.

"Mas, kenapa jadi aku … ahh," seru Indah, kemudian berlari keluar, Mas Aris terlihat bingung, ragu hendak mengejar.

"Kejar saja nggak apa-apa," ucapku kemudian. Mas Aris menggeleng.

Tak berapa lama, Indah kembali masuk, aku dan Mas Aris masih berdiri di tempat yang sama, belum beranjak.

"Mas, kok nggak dikejar sih, mas keterlaluan." Indah memukul lengan Mas Aris, kemudian hendak menariknya keluar. Mas Aris bertahan tak mau beranjak.

"Mas, ayo pulang," tarik Indah lagi.

"Aku masih ada urusan disini, pergilah dulu," ucap Mas Aris pada Indah, jelas saja gadis yang tak perawan itu semakin emosi.

Dihentaknya kedua kakinya berulang sebelum pergi. Dan sekarang dia benar-benar pergi. Terdengar suara mobilnya menjauh, dan hilang.

"Ada apa ini, tolong jelaskan!"

"Mas minta maaf, mas yang salah, mas khilaf," ucap Mas Aris.

"Khilaf macam apa yang sampai membawa mas pada pernikahan kedua? Khilaf keenakan, hah?" Tak habis pikir aku pada pria yang telah kukenal sejak kecil ini.

"Mas, aku tak habis pikir, bagaimana bisa, pria yang aku cintai, aku hormati, aku bangakan, bisa berbuat serong seperti ini, kita tak ada masalah kan? Kita baik-baik saja," teriakku.

"Mas yang salah, mas tidak kuat iman, mas terjebak, mas minta maaf," ucap Mas Aris.

"Sekarang, mas mau apa? Mau ceraikan aku seperti permintaan bocah sundal itu?"

"Mas tak akan menceraikanmu, mas sayang kamu."

"Omong kosong apa ini mas, mana ada orang sayang tapi selingkuh," ucapku dengan senyum masam.

Aku beranjak mengambil ponselku di atas meja, tanganku bergerak mengusap benda pipih tersebut.

"Kamu telepon siapa?" tanya Mas Aris dengan wajah ketakutan.

"Rena mau telepon, Ibu. Setelah itu telepon Bunda," jawabku.

"Jangan, mas mohon. Jangan beritahu soal ini pada Ibu, apalagi Bunda." pinta Mas Aris.

"Kenapa? ingat nasib Mas Doni yah?" tanyaku. Mas Doni adalah suami dari sepupuku, pria bejat yang telah berselingkuh dengan karyawan tokonya sendiri.

Mas Aris terdiam, tidak menjawabku, tanganya refleks memegang benda berharganya. Aku menatapnya tajam, aku paling benci penghianatan. Sedalam apapun rasa cintaku pada pria ini, sekarang telah luruh.

"Itu resiko, karma untuk lelaki penghianat," ucapku kemudian.

"Jangan lakukan itu, kita masih bisa bicarakan ini baik-baik."

"Aku masih belum percaya, suami yang begitu aku cintai tega melakukan hal ini padaku," ucapku sambil menyeka air yang menerobos di sudut mata.

"Mas minta maaf, semua salah mas, mas terima hukuman mas, tapi jangan minta perceraian, mas mohon," pria itu meminta dengan wajah melas. Hatiku sama sekali tak tergerak untuk memaafkan, namun harga diri yang sudah terinjak menuntut sebuah pembalasan.

"Ceraikan dia, aku akan memaafkan Mas Aris," pintaku.

Mas Aris terlihat berfikir, sejenak pria itu terdiam.

"Sayang, kalau aku ceraikan Indah, aku akan kehilangan pekerjaan, bagaimana dengan cicilan rumah ini, cicilan mobil dan juga biaya kuliah S2 mu."

"Harta bisa dicari mas," jawabku.

"Pikirkan lagi, mas tak akan mendapat pekerjaan sebagus sekarang."

Mas Aris benar, posisi Mas Aris sudah tinggi sekarang, dia kepercayaan Ayah Indah, apalagi sekarang dia menikah dengan Indah, pasti lebih dipercaya lagi untuk mengelola usaha orang tua Indah.

"Aku pikirkan," jawabku.

Ah, hati terlanjur mati rasa. Hanya ingin melihat mereka tak bahagia, dan memikirkan cara membalas sakit hati ini. Menuntut cerai hanya akan membuat mereka lebih leluasa bersama, dan jelas aku tak suka.

"Mas balik kantor dulu, ya," pamit mas Aris, aku hanya berdiam tak menjawab. Pria itu meraih tangan dan mencium pungung tanganku, kemudian mengecup keningku.

Selepas Mas Aris pergi, aku menelpon Ibu dan Bunda, Ibu mas Aris dan Bunda adalah sahabat. Entah apa yang akan terjadi saat mereka tau, apa yang sedang terjadi dalam rumah tanggaku. Ini bukan masalah kecil, aku sendiri tak mengira bisa setenang ini.

Dalam hatiku, hanya ada hasrat balas dendam, hanya itu. Aku hanya meminta Ibu dan Bunda datang ke rumah, aku sampaikan ada hal penting. Aku meminta mereka tinggal sementara waktu di rumahku, tanpa aku menjelaskan mereka sudah menurutiku.

Menjelang Magrib Ibu dan Bunda sampai dirumah, mereka datang bersamaan karena memang satu kota. Karena takut ada sesuatu hal, mereka buru-buru datang dengan menggunakan mobil sewaan.

Aku mulai menceritakan apa yang baru saja terjadi, mereka sangat kaget dan tak percaya. Lebih-lebih ibu sampai menangis dan terus menerus meminta maaf atas kesalahan Mas Aris padaku.

"Wah, mau dibuat kayak Doni ini Rum, anakmu," ucap Bunda pada Ibu.

"Lah ya jangan dulu to, Nik. Kita cari jalan keluar yang lain," ucap Ibu.

Setelah pembicaraan panjang dan lebar, akhirnya kami menyusun strategi untuk menghempaskan bocah bina* itu. Sekaligus memberi pelajaran untuk Mas Aris.

•••

Mas Aris terkejut mendapati Ibu dan mertuanya ada di rumah. Sandiwara dimulai, Bunda memaki habis Mas Aris. Namun, Ibu membela anak laki-lakinya tersebut.

"Kalau anakmu sudah bener ngurus anakku, nggak mungkin anakku kawin lagi," ucap Ibu mertua.

"Anakmu saja yang tak punya iman, main serong tak punya perasaan," balas Bunda.

Aku tak mengira Ibu dan Bunda bisa akting sehebat ini, aku hanya menambahkan sebuah tangisan saja. Mas Aris terlihat bingung melerai dua sahabat itu.

"Aris, bawa istrimu besok kesini, buktikan ucapan Ibu benar, Rena yang tidak bisa mengurus kamu," teriak Ibu.

"Siapa takut, bawa kesini akan terbukti anakmu lah yang bersalah," timpal Bunda.

"Tapi, Bu …."

Mas Aris terlihat bingung, terlihat sesekali memegangi kepalanya.

•••

Pagi-pagi aku bangun, mendapati Mas Aris yang tidur di depan tivi ruang tengah, hanya beralaskan karpet tipis. Bunda mengusir dari kamar semalam.

Aku menggoyang pelan lengan itu, untuk membangunkannya. Masih setengah sadar saat dia terbangun kemudian duduk. Dengan mata menyipit dia memandangku.

"Mas sudah bilang jangan menelpon mereka, kenapa kamu telpon juga," ucap Mas Aris.

"Rena bingung mas, hiks …." Aku kembali menangis, Mas Aris mengacak rambutnya, terlihat mulai frustasi.

••

Siang itu, Indah benar-benar datang, Ibu menyambutnya dengan sambutan luar biasa, wajah bocah sunda* itu semakin terangkat teratas, apalagi saat melihat dan mendengar pertengkaran Ibu dan Bunda. Semakin merasa diatas angin bocah sunda* itu.

"Lihatlah, ibu di sini tidak diperlakukan dengan layak. Wajar saja Aris berpaling, Ibu lapar, mereka sengaja makan sendiri," ucap Ibu, memulai sandiwaranya.

"Em, Indah pesankan makanan ya?" ucap indah mengambil ponsel dari sakunya.

"Ibu nggak doyan. Ibu mau dimasakin kamu aja," ucap Ibu kemudian.

"Tapi, Indah nggak bisa masak, Bu."

"Tenang ibu ajarin, Buktikan ibu tidak salah membelamu, ayok ke dapur," Ibu menarik Indah ke dapur.

Aku dan Bunda, menahan tawa di ruang tengah. Terdengar Ibu memerintah ini dan itu, tak berapa lama aroma masakan tercium. Baunya cukup menggoda. Selang hampir dua jam berbagai masakan tertata di meja, nampak kelelahan di wajah Indah, rambutnya yang biasa terurai indah, kini dikuncir berantakan dengan karet gelang.

"Hai, sini. Lihat kemampuan anak mantuku, semua masakan ini dia yang buat, mana bisa anakmu seperti dia," puji Ibu di depanku dan Bunda.

"Halah, paling tidak ada rasanya," cibir Bunda.

"Loh, menghina, Indah ambil piring, bungkam mulut ibu dan anak ini. Buktikan kamu yang terbaik," perintah Ibu. Indah yang baru duduk kembali berdiri, dan mengambìl piring untuk kami bertiga.

Masakan Ibu memang tiada duanya, semua makan lezat dan nikmat. Terlihat semua begitu lahap kecuali Indah, dia terlihat kelelahan.

"Bagaimana?, malu sendiri kan menghina menantu kesayanganku," ucap Ibu. Aku dan Bunda hanya terdiam pura-pura mengakui kelebihan bocah sunda* itu.

"Sayang, kamu bereskan sekalian yah, piring dan panci yang kotor, semua harus bersih, biar suamimu senang melihatnya."

"Ta … tapi, Bu."

"Sstt, jangan biarkan Rena lebih baik darimu, bereskan semua ya, sayang. Tak salah Aris memilihmu," puji Ibu lagi.

Aku menarik kursi kasar dan pergi meninggalkan ruang makan, di ikuti Bunda. Hmmm tunggu kejutan lainnya, sayang.

Bab terkait

  • Neraka untuk Maduku   Belanja

    Aku dan Bunda meninggalkan meja makan yang menjadi satu dengan dapur. Masih bisa aku lihat wajah kacau Indah saat Ibu memintanya untuk membereskan semuanya."Indah, kamu itu sudah, cantik, pinter, nurut, rajin lagi. Ibu tambah sayang sama kamu." Kembali terdengar suara Ibu dari dapur."Sayang, kalau sudah nanti istirahat di kamar Ibu ya, sambil pijitin Ibu. Nanti ibu kasih tau apa saja yang Aris suka, dan apa yang anak itu tidak suka. Eh jangan lupa disapu sama dilap juga, biar kinclong kayak kamu," ucap Ibu lagi.Terlihat Ibu, meninggalkan Indah yang masih didapur, tak berapa lama terdengar suara kran dinyalakan. Suara panci bersentuhan dengan benda lainnya menandakan Indah sedang berkutat dengan aneka benda dapur yang lepas digunakan."Indah, jangan lupa sampahnya sekalian dibuang ke depan ya, sayang," teriak Ibu dari kamar."Iya, Bu," jawab Indah.Aku duduk di ruang tengah depan televisi, sambil memindahkan kacang shanghai dari toples ke dalam mulut. Apa ini solusi atau jalan kelu

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-26
  • Neraka untuk Maduku   Beli TV

    Selepas magrib, Ibu sudah terlihat bersiap menunggu di ruang tengah. Indah masih bersiap, belum keluar dari kamar Ibu. Mas Aris juga belum terlihat pulang.Aku dan Bunda duduk di depan televisi seperti biasa, hanya bedanya kami duduk di bawah, Ibu duduk di sofa. Tak berapa lama Indah keluar dari kamar."Kamu ikut, ganti baju," perintah Ibu padaku. "Ngapain di ajak Bu?" tanya Indah pada Ibu, terlihat tak suka."Buat kasih bukti, kalau kita nggak cuman lihat-lihat aja. Biar mingkem itu mulut emaknya," bisik ibu, namun dengan suara jelas."Malas, pergi aja sendiri," balas Bunda."Tuh, kan. Ada yang ngaku kalah sebelum berperang," cibir Ibu.Mendengar cibiran Ibu, Bunda merasa tak terima, langsung menarikku ke kamar dan berganti pakaian. "Bunda luar biasa," ucapku sambil merapikan rambutku setelah memoles sedikit wajahku dengan bedak dan lipstik."Ningrum, Ibumu juga." Bunda menahan tawanya. Bagaimana tidak kompak, mereka bersama sejak kecil, nenekku dan nenek mas aris juga bersahabat.

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-26
  • Neraka untuk Maduku   Neraka 5

    Ibu masih mengusap tv berlayar lebar itu, Indah nampak tertegun, melihat bandrol harga yang terpasang. Ibu ikut melirik, bandrol harga dan matanya ikut membulat. Dia mendekatkan wajahnya dan kembali mundur."Kemahalan ya sayang?" tanya Ibu pada Indah, bocah sunda* itu tersenyum masam. "Tapi, Ibu suka yang ini," tambahnya."I … iya, Bu. Mas aku mau yang ini ya," pinta Indah tak bersemangat."Bu, Indah ke toilet sebentar ya," pamitnya kemudian. Ibu hanya mengangguk dan masih fokus memandangi tv di depannya penuh kekaguman. "Nik, kamu mau apa?" Bisik Ibu, tanpa melihat pada Bunda, "Nduk, kamu juga sekalian.""Rena nggak Bu," jawabku. Sejujurnya sepuas apapun hatiku melihat Indah di kerjain, tetap saja rasa sakit yang Mas Aris ciptakan tak serta merta berkurang."Oven yang besar itu, yang jadi satu sama kompor itu loh, Rum," jawab Bunda tanpa melihat juga."Beres," jawab Ibu.Aku dan Bunda menjauh dari Ibu, sambil menunggu Indah keluar dari kamar mandi. Wajah lesu nampak sekali, meski te

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-26
  • Neraka untuk Maduku   Neraka 6

    Tatapan tidak suka, atau lebih tepatnya cemburu, nampak jelas di pancaran matanya. Aku melepas genggaman Mas Aris, dengan menarik tanganku. "Rena siapin makannya dulu, mas," ucapku, aku bergegas berjalan melewati Indah menuju dapur. Nasi goreng yang terbungkus kertas itu aku pindahkan satu persatu, kemudian menatanya di atas meja. Minuman hangat juga aku siapkan untuk semua. Masih kudengar tanya Indah berulang, dan jawaban tidak jelas dari Mas Aris.Selepas menyiapkan makan, aku masuk kemar, berjalan ke lemari. Aku tarik sebuah kaos dan celan pendek lengkap dengan dalaman. "Sudahlah sayang, suamimu baru pulang jangan cemburu buta seperti itu, palingan juga ketemu di depan," terdengar suara Ibu, menenangkan Indah."Mas, mandi dulu aku sudah siapkan bajunya," panggilku selepas keluar kamar, Mas Aris tampak berjalan menuju ke arahku. Baju ganti telah berpindah ke tangannya."Jangan lama-lama mandinya, keburu dingin nasi gorengnya," ucapku padangya. Mas Aris menjawabnya dengan sebuah an

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-30
  • Neraka untuk Maduku   Bab 7

    Mas Aris menaut jariku, seolah ingin menahanku, namun, teriakan Bunda terdengar semakin keras. Aku melepas pegangannya dan berjalan masuk ke kamar.Terlihat sekali pikirannya sedang kacau saat ini. Itu hal yang pantas dia dapatkan bukan? mas Aris juga harus mendapatkan balasan atas penghianatan yang sudah dia lakukan. Larut mendekap malam, Bunda sudah lelap dalam tidurnya. Mataku sulit sekali terpejam, wanita lain dalam sebuah rumah tangga, sesuatu hal yang sama sekali tak bisa aku terima. Bagaimana bisa? Dan mengapa?Banyak pertanyaan berorasi liar dalam benakku ,menuntut sebuah jawaban. Malam semakin larut, tak jua mata mau menutup. Meski hanya sebentar, cukuplah menjadi penawar, untuk sejenak menghalau pergi kesakitan dan kegelisahan.Mataku memanas, ada lelehan hangat menyeruak, ini sakit, sakit sekali. Suatu hal yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya, harus menerima kenyataan bahwa, hati telah terbagi, raganya pernah menyatu dengan perempuan lain.Aku juga bukannya seorang wan

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-28
  • Neraka untuk Maduku   Bab 8

    "Rena harus bantu Ibu, buat sarapan," ucapku kemudian."Sebentar saja," rengeknya.Mas Aris memang seperti bayi tua, dia suka bermanja padaku. Ah, semua terdengar begitu Indah, dulu. Indah … bocah bina* itu telah menghancurkan segalanya."Rena … Ren," panggil Bunda."Iya Bund," jawabku melepas genggaman tangan mas Aris dan beranjak.Bunda terlihat duduk di ruang tengah, sambil menyalakan tv di depannya."Bikinin Bunda teh hangat," ucap Bunda saat aku keluar, "Gula nya dikit aja ya," lanjutnya."Iya, Bund," jawabku, langsung bergegas ke dapur.Ibu baru keluar dari kamar mandi, Indah sepertinya ada di kanar. Ibu mengangkat dagunya sepertinya bertanya sedang apa, aku mengangkat gelas yang sudah aku isi dengan gula, Ibu mengangguk."Indah sayang," teriak Ibu, memanggil Indah."Iya, Bu," sahutnya, sesaat kemudian telah keluar dari kamarnya."Tau nggak sayang, Ibu tadi hampir kepleset di kamar mandi," cerita Ibu ke Indah yang sekarang berdiri di depannya."Tolong kamu sikat ya, biar nggak

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-28
  • Neraka untuk Maduku   Bab 9

    Baru lihat ciuman bibir saja sudah begitu kesalnya, tapi kenapa nggak mikir bocah sunda* itu akan bagaimana perasaanku, yang di duakan karena kehadirannya."Mas, sepertinya aku menyerah. Aku tak sanggup berbagi. Lebih baik aku mundur," ucapku pelan.Mas Aris terdiam tak mengucap apapun, tangan kirinya berkacak pinggang, sedangkan tangan kanan menutup mulutnya.Kembali terdengar suara panci jatuh dari arah dapur."Suara apa?" tanya Mas Aris."Kucing mungkin," jawabku, "Mas ganti baju aja, biar Rena yang cek ke dapur," ucapku pada mas Aris.Aku bergegas keluar kamar, langsung menuju dapur. Nampak beberapa panci dan perabot lain tergelak di lantai dapur."Kamu, apa-apaan sih?" tanyaku kemudian. Indah bergeming, hanya menatap panci yang berserakan itu dengan melipat tangan di dada. "Kenapa? Cemburu? Sudah lihat sendiri kan, kalau mas Aris lebih memilih aku dibanding kamu," ucapku dengan suara pelan."Harusnya, kamu sadar diri, cepat pergi dari kehidupan kami. Perempuan kok murah banget,

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-28
  • Neraka untuk Maduku   Bab 10

    "Ngapain kamu kesini, urus saja Istri mudamu, yang nggak tau diri itu," ucap Bunda ketus.Mas Aris tak menggubris ucapan Bunda, dia berjalan menghampiriku. "Maafkan mas," ucapnya kemudian."Mas, laki-laki lemah, pengecut, pecundang. Mas minta maaf.""Sudahlah, jangan dekati Rena lagi. Cukup sudah kamu menyakiti anakku. Urus saja bocah pelakor itu. Bunda mau bawa Rena pulang.""Bunda, Aris minta maaf ….""Keluar!" teriak Bunda sebelum mas Aris menyelesaikan kalimatnya. Bunda menarik mas Aris, mendorongnya keluar dan menutup pintu.Bunda memegang kepalanya, kemudian mengusap dadanya, sepertinya sedang mengendalikan emosinya yang mulai lepas kontrol.Aku mengusap air mataku, kulihat jam yang tertempel di dinding. Sekarang sudah jam setengah delapan lebih. Aku beranjak bersiap untuk ke kantor. Pagi yang berat, bukan hanya perihnya luka di badan. Tapi luka dihati, meski tak berdarah lebih sakit luar biasa."Pesan taksi online saja, jangan bawa kendaraan sendiri, apalagi berangkat sama Ari

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-28

Bab terbaru

  • Neraka untuk Maduku   Bab 56

    "Itu, Tante Rena, pacarnya Om Kelvin, iya kan Om?!" Gita sama saja dengan Viona. Suka menggoda Omnya. Wajahku kembali menghangat."O." Bibir wanita yang baru datang itu membulat."Butuh apa saja?" tanya Kelvin lagi.Aku menyebutkan aneka bumbu dapur, dan bahan lain yang aku butuhkan. Juga alat yang diperlukan. Panci berukuran lumayan besar telah disiapkan begitu juga bahan yang diperlukan.Untuk Ayam sengaja aku masak lebih dahulu, agar bumbunya meresap. Bukan masalah besar untuk mengerjakan semuanya. Disela memasak Ayam dan bebek rica aku mengeksekusi cabe yang baru dibawa Mbak Sari.Satu wajan penuh sambal sedang aku olah, Kelvin membantu mengikat rambutku dengan karet gelang. Dan juga memasangkan celemek padaku. "Capek sayang?" Kelvin memijat bahuku saat aku sedang mematangkan sambal di wajan."Nggak. Tapi, keringetan." Aku memperlihatkan dahiku padanya. Dia beranjak ke meja menarik beberapa tisu, dan mengelap keringatku."Bund, besok pakai urap juga?" tanyaku pada Bunda Kelvin."R

  • Neraka untuk Maduku   Bab 55

    Obrolan ringan mewarnai perjalan kami. Mobil mulai memasuki komplek perumahan yang menjadi tempat tinggal Kelvin dan keluarganya. Jantungku semakin berdetak dengan kencang, telapak tangan juga terasa dingin. Aku menarik napas dalam dan menghembus perlahan, untuk mengatur hatiku.Mobil mulai sedikit melambat dan akhirnya berhenti. Huff debaran di dadaku semakin sulit aku kendalikan. Aku grogi … Kelvin membunyikan klakson mobil, satu kali. Tak berapa lama pintu pagar terbuka. Mobil kembali bergerak memasuki halaman rumah yang cukup besar itu. "Sayang, sampai." Kelvin memanggilku. Aku masih bergeming, kemudian menyentuh punggung tangannya dengan telapak tanganku yang dingin."Dinginnya," ujar Kelvin, digenggamnya tanganku kemudian."Rasanya nano - nano," ucapku kemudian."Tenang, semua akan baik - baik saja," balas Kelvin sambil mengeratkan genggamannya."Iya, Bismillah." Aku membalas dan berdoa.Aku sedikit menyapukan bedak, yang selalu aku bawa di tas. Hanya samar, agar tampak pucat

  • Neraka untuk Maduku   Bab 54

    "Gombal banget, sih." Aku menggigit bibir, menahan senyum. Jujur hatiku bagai hamparan taman bunga, dengan bunga yang beraneka warna dan bermekaran dengan sempurna. "Itu ungkapan hati, Yang." Setengah berbisik, Kelvin mendekatkan bibirnya ke telingaku. Hanya setengah berbisik karena tetap terdengar oleh kedua wanita di depanku, yang tengah sibuk membungkus parcel. Terlihat keduanya saling sikut dan menahan tawa.Wajahku menghangat, Kelvin membuatku salah tingkah. "Mbak, saya tunggu di kasir depan, ya," ucapku, untuk mengalihkan fokusku dari Kelvin."Baik, Kakak." Keduanya menjawab hampir bersamaan.Aku dan Kelvin beranjak, sambil sesekali berhenti melihat aneka camilan yang terpajang di display. Mengambil beberapa yang terlihat enak. "Banyak banget?" tanya Kelvin melihat keranjangku kembali penuh."Buat anak - anak di resto, sama buat nemenin kerja," jawabu. "Ayank, nggak pengen?" tanyaku kemudian."Kalau pengen, kan tinggal nyebrang." Sambil menjawab, pria itu mengangkat alisnya

  • Neraka untuk Maduku   Bab 53

    "Mau kemana kita?" tanya Kelvin kemudian, saat kami sudah berada di dalam mobil."Pulang saja, Oh … ya, ke toko buah dulu ya."Kelvin mengajakku ke rumahnya, besok pagi - pagi sekali, aku tak akan mungkin mendapatkan toko yang buka sepagi itu."Mau belanja buah?" tanyanya kemudian."Iyap." Aku menjawab singkat.Mobil melaju keluar dari area parkir resto. Tak jauh dari resto ada toko buah, yang cukup besar, berdiri bersebelahan dengan toko roti. Kesanalah kami menuju sekarang.Tidak memerlukan waktu yang lama, mobil berbelok masuk area parkir toko yang kami tuju. Seorang tukang parkir datang untuk mengarahkan. Kami turun selepas Kelvin mematikan mesin mobil.Aku baru saja keluar mobil, saat aku dengar seperti ada yang memanggil namaku. Aku menghentikan langkah kemudian menajamkan pendengaran."Sayang, ada apa?" tanya Kelvin saat melihatku celingukan."Kayak ada yang manggil." Aku menjawab, masih dengan mengedarkan pandangan."Rena." Aku dan Kelvin bersamaan menoleh ke arah kiri be

  • Neraka untuk Maduku   Bab 52

    Siang setelah selesai tugas di rumah sakit, Kelvin menemaniku untuk membuat laporan di kantor polisi. Cukup menyita waktu, untung sore Kelvin tak membuka praktek, karena sabtu sore dia libur. Ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab. Bukti rekaman CCTV juga akan menjadi barang bukti. Tentang ada orang lain dibalik kejadian ini atau tidak masih diselidiki."Capek ya?" tanya Kelvin padaku. Sesaat setelah kami masuk mobil, selepas keluar dari kantor polisi."Mayan, Ayang juga pasti capek." Aku memiringkan tubuh, menghadap ke arahnya dengan mengangkat satu kaki."Aku cowok, Yang. Kemana ini kita?" tanyanya kemudian."Balik resto ya, malam minggu mesti ramai. Ayang mau nemenin?" tanyaku kemudian."Boleh, aku temenin." Kelvin mengusap puncak kepalaku. Sebuah senyum manis terukir di bibirnya yang tampak kebiruan."Masih sakit?" Tanganku mengusap kulit memar itu."Nggak, Sayang. Kan tadi dah diobatin." Kelvin mengecup tanganku. Hatiku kembali berdebar mengingat kejadian tadi pagi."Udah y

  • Neraka untuk Maduku   Bab 51

    Aku melepas alas kaki, sudah lama sekali aku tak melatihnya, tenagaku juga pasti tak seperti dulu lagi. Saat aku baru melepas alas kaki, sebuah bogem mentah mengenai wajah sang pahlawan kesiangan. Semua berteriak histeris terutama pegawai perempuan. Ini bukan sedang syuting film India dimana satu orang bisa mengalahkan puluhan orang. Tapi, apapun itu … bukan saatnya untuk jadi penonton.Baru aku beranjak memasang kuda - kuda terdengar suara mobil polisi mendekat. Beberapa polisi datang. Aku menoleh ke arah sang pahlawan kesiangan, darah segar keluar dari sudut bibirnya. Dia yang kesakitan kenapa aku yang lemas. Aku terduduk, saat mulai menyadari apa yang baru saja terjadi. Mataku mengedar ke arah pegawai, aku tak bisa membayangkan, kalau mereka tadi benar - benar dihajar oleh para pria berbadan tegap itu."Sayang, kamu nggak papa?" Pahlawanku terlihat panik melihatku, yang seolah tanpa tenaga."Stop, aku bisa sendiri. Bantu berdiri saja." Saat dia terlihat akan mengangkat tubuhku."

  • Neraka untuk Maduku   Bab 50

    "Aku mengerti, tapi aku pernah gagal, pernah disakiti. Dan, itu membuatku merasa takut, untuk memulai lagi sebuah komitmen dalam sebuah ikatan yang sakral." Aku menjelaskan alasanku. Dari dalam hati terdalam, masih ada trauma akan sebuah hubungan rumah tangga."Tenang, aku dokter segala penyakit. Termasuk sakit hati, segala lukamu di masa lalu, aku berjanji akan menyembuhkannya."Senyum terkembang di bibir itu. Tak pernah bisa benar - benar bisa serius bicara dengannya."Terus aja, ini ibarat kata, sudah diangkat tinggi terus dihempas ke bumi," ujarku."Kok bisa?""Ya, bisalah. Tadi sudah bicara serius eh absurd lagi." Aku menjawab.Kelvin tertawa."Serius tak selalu mengerutkan kening, Sayang. Aku serius dengan ucapanku tadi." Kelvin menjelaskan."Aku serius dengan hubungan ini, aku serius ingin mengobati rasa sakit hatimu, aku serius ingin selalu menjagamu, dan aku serius ingin menjadi imammu." Kelvin kembali menambahkan."Secepat ini?" tanyaku ragu."Nunggu apa?" tanyanya, aku men

  • Neraka untuk Maduku   Bab 49

    "Beberapa hadiah, Mas Aris kirimkan. Barang - barang branded. Aku menolaknya, dia memaksa. Hingga sewaktu dia di ruangan, selepas acara di resto, Indah datang. Dia mengamuk melihat Mas Aris bersamaku. Sebelumnya juga pernah bertemu di salon. Dia, merendahkan dan mencibirku, bagaimana bisa janda sepertiku berada di salon mahal."Aku menarik napas dalam dan menghembuskan perlahan. "Saat mengamuk itulah, dikira aku minta - minta uang dan hadiah pada Mas Aris. Indah kembali menghinaku. Hingga aku bisa membalikkan keadaan, aku bilang kalau Mas Aris-lah yang belum bisa move on dariku. Mas Aris mengakui, itu sepertinya yang membuat Indah semakin marah. Hingga akhirnya pagi tadi, dia kembali membuat ribut." Kembali aku menjeda, Kelvin mengusap punggungku."Aku merasa, Indah sengaja mencari masalah denganku. Itu sebabnya aku pasang banyak CCTV di resto. Jujur aku merasa takut, dia memiliki banyak uang. Tau sendiri kan, uang cukup berkuasa. Aku hanya takut kalau dia sampai membuat masalah unt

  • Neraka untuk Maduku   Bab 48

    Seperti kemarin, hari ini juga semua bahan habis, padahal stok sudah di tambah. Bahkan harus tutup lebih cepat dari biasanya, karena semua menu utama kosong. Baru jam delapan lewat, restoran terpaksa harus ditutup."Wow, luar biasa hari ini. Meski pagi dah mau di ajak gelut." Sania menghempaskan bobot tubuhnya di kursi depan mejaku."Yang paket meriah, penjualan naik terus." Sania kembali menambahkan. "Pada bilang, baru nemu makanan enak tapi murah, dengan porsi mantap."Paket meriah, memang baru keluar bulan ini. Paket yang terdiri dari ayam bakar atau goreng ukuran sedang, urap sayur tambah lalapan dan sambal, plus minuman. Dengan harga cukup murah. "Mbak, kalau yang depan ini. Kita buat jadi dua lantai, gimana?" saran Sania.Aku terdiam sesaat, mulai membayangkan usulan Sania. Bagus usulnya, bisa menambah kapasitas. Hanya, saja harus mengatur waktunya. Pengerjaannya tidak mungkin hanya sehari, dua hari. "Oke juga, nanti mbak cari referensi dulu. Yang bisa ngerjain, bagus, rapi,

DMCA.com Protection Status