Share

Neraka 6

Author: LinDaVin
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Tatapan tidak suka, atau lebih tepatnya cemburu, nampak jelas di pancaran matanya. Aku melepas genggaman Mas Aris, dengan menarik tanganku. 

"Rena siapin makannya dulu, mas," ucapku, aku bergegas berjalan melewati Indah menuju dapur. Nasi goreng yang terbungkus kertas itu aku pindahkan satu persatu, kemudian menatanya di atas meja. Minuman hangat juga aku siapkan untuk semua. Masih kudengar tanya Indah berulang, dan jawaban tidak jelas dari Mas Aris.

Selepas menyiapkan makan, aku masuk kemar, berjalan ke lemari. Aku tarik sebuah kaos dan celan pendek lengkap dengan dalaman. 

"Sudahlah sayang, suamimu baru pulang jangan cemburu buta seperti itu, palingan juga ketemu di depan," terdengar suara Ibu, menenangkan Indah.

"Mas, mandi dulu aku sudah siapkan bajunya," panggilku selepas keluar kamar, Mas Aris tampak berjalan menuju ke arahku. Baju ganti telah berpindah ke tangannya.

"Jangan lama-lama mandinya, keburu dingin nasi gorengnya," ucapku padangya. Mas Aris menjawabnya dengan sebuah anggukan.

"Makan nasi goreng, paling enak pakai kerupuk udang," ucap Ibu, kemudian berdiri dari duduknya.  Bunda terlihat fokus pada tayangan sinetron di tv, tak memperdulikan sekitarnya.

"Indah sayang, bantu Ibu goreng kerupuk yuk, kesukaan Aris, makanya Ibu bawain kemarin."

"Ini udah malam, Bu. Mau goreng-goreng kan bau," protes Indah kemudian. Dia terlihat masih kesal melihatku dan Mas Aris datang bareng barusan.

"Kesempatan, mumpung ada Aris, biar dia lihat betapa rajinnya kamu. Sudah anak orang kaya yang rajin, penurut dan cantik, istri yang sempurna," bujuk Ibu kemudian.

"Biar Rena saja, Bu. Kan biasanya Rena juga yang suka gorengin buat Mas Aris," ucapku, hendak melangkah ke dapur.

"Indah saja yang goreng,Bu." Indah berjalan melewatiku menuju dapur, Ibu mengekor di belakang Indah. Sebuah jempol ditunjukkan saat melewatiku. Aku hanya tersenyum tipis.

Terdengar suara kompor di cetek, dan tak berapa lama bau minyak panas. 

"Kalau goreng ini, minyak jangan terlalu panas." Suara Ibu, terdengar sedang menjelaskan. "Ini kesukaan Aris,loh," jelas Ibu lagi.

Aku masih berdiri di depan kamar, mas Aris nampak keluar dari kamar mandi dan melempar baju kotornya ke dalam keranjang. Sambil mengeringkan bajunya pandangan matanya terlihat mengarah ke arah dapur.

Wajah sedih kembali aku pasang, bukan pura-pura. Hatiku benar-benar hancur dan terluka saat ini. Mas Aris menghampiriku, dan menatap Iba padaku. Aku menarik tanganku saat dia ingin menggapainya.

"Aris, makan dulu  Nak," panggil Ibu, dari arah dapur.

"Makan dulu," ucap mas Aris padaku.

"Bunda, makan dulu," panggil mas Aris ke Bunda. Tak ada sahutan dari Bunda, hanya langsung beranjak bangun dari duduknya.

Bunda berjalan ke arah dapur, menarik tanganku saat tiba di depanku. Menatap dengan wajah ketus ke arah Aris. Di dapur Ibu dan Indah masih sibuk menggoreng kerupuk. Sebagian yang sudah digoreng Ibu masukkan ke toples dan menaruhnya di atas meja makan.

Mas Aris, menarikkan kursi untuk Bunda dan juga untukku. Tampak Ibu ikut duduk di samping mas Aris yang juga sudah duduk setelah aku.

"Ini, kerupuk kesukaanmu, Indah loh yang gorengin buat kamu," ucap Ibu dengan suara keras, terlihat Indah yang berdiri membelakangiku menoleh dan tersenyum. 

Ibu membuka toples dan menyodorkan ke mas Aris, kembali pria itu menatapku. Aku membuang pandanganku.

"Indah sayang, digoreng sekalian yang dibungkus satunya ya, Nak. Nanggung …." Ibu berucap sambil menarik nasi goreng membawa ke depannya.

"I… iya, Bu," jawab Indah kemudian.

Terlihat semua mulai menikmati santap malamnya, Indah masih berdiri di depan kompor. Sebenarnya nasi goreng ini sangat enak, sesuai sekali dengan seleraku. Namun, sekarang rasanya begitu hambar aku rasa, sama sekali tak menggoda seleraku seperti biasanya.

Beberapa kali terlihat mas Aris melihat ke arahku, terlebih saat pujian keluar dari mulut Ibu untuk Indah. Bunda sesekali menyahut dengan celetukan sinisnya. Sedangkan aku sibuk memainkan sendok di piring tanpa berhasrat menyantapnya.

"Kok cuma diaduk aja makannya?" tanya Mas Aris padaku, aku hanya menggelengkan kepalaku pelan.

"Halah, cari perhatian," celetuk Ibu.

"Makan! Bunda nggak mau kamu sakit karena mikirin suami gila macam dia," ucap Bunda padaku.

"Bunda, jangan bilang gitu," belaku ke mas Aris.

"Kenyataan kan, mana ada suami waras, bisa berbuat seperti itu."

"Anakmu aja yang nggak bisa urus anak ku," balas Ibu.

"Ibu, tolong jangan bicara seperti itu, itu nggak bener." Ganti mas Aris yang membelaku di depan Ibu.

"Yo opo seh kamu itu, Ris?" seru Ibu pada Mas Aris karena membelaku.

Pertengkaran kembali terulang antara Bunda dan Ibu, saling menyahut dengan kata-kata pedas dan suara keras. Total sekali sandiwara dua sahabat ini. 

"Bau apa ini?" tanya Ibu, seketika semua menoleh ke arah kompor. Bagaimana kami tak menyadari kalau sudah tak ada Indah di sana.

"Walah, gosong," teriak Ibu, langsung berlari ke arah kompor dan mematikannya.

"Kemana anak ini tadi?" Ibu terlihat bingung, aku dan Bunda saling berpandangan. Kemudian bersamaan berdiri dari tempat duduk.

Terdengar suara tangisan dari dalam kamar, serempak kami beranjak, menuju kamar Ibu. Indah tampak menangis sambil memeganggi tangannya tampak tanda merah bergaris di tangan putihnya.

"Kamu kenapa?" tanya Ibu mendekat. 

Aku dan yang lain juga mendekati Indah yang duduk di tepian ranjang sambil menangis. Tanganya terluka, seperti luka bakar.

"Hiks … hiks, tangan Indah kena wajan panas. Tak ada yang perduli, semua ribut sendiri," teriaknya kemudian.

Aku dan Bunda saling berpandangan.

"Walah, kok bisa sih. Waduh … sampai melepuh kayak giti. Duh, Ris gimana ini?" tanya Ibu kemudian.

"Hmm, itu baru panasnya wajan, biasanya akan ada karma buat perempuan perusak rumah tangga orang, kena azab, tau to kamu azab," oceh Bunda.

"He em, Azab ini," timpal Ibu keceplosan, "Ehh, maksudmu azab apa? Sembarangan kalau ngomong." 

"Ya, azab pelakor lah, perusak rumah tangga orang," teriak Bunda.

Pertengkaran kembali terjadi, tanpa perduli Indah yang kesakitan.

"Mas, ambilin lidah buaya di teras," pintaku ke Mas Aris, pria itu mengangguk  dan bergegas, tak berapa lama dia kembali dengan tanaman lidah buaya di tangannya.

Aku mendekati madu yang tak manis itu, dia menatapku sinis, dengan mata yang masih basah.

"Ini bagus buat luka bakar," ucapku, menyodorkan potongan tanaman lidah buaya  itu.

"Nggak usah sok simpati," ucapnya kemudian, menepis tanganku.

"Mas, anter aku ke dokter, sakit …." Tangis Indah kembali terdengar.

Ibu mengambil lidah buaya dari tanganku, kemudian mengusir kami semua pergi dari kamarnya.

"Sudah, Ibu yang urus, kalian semua pergi," herdik Ibu kemudian.

Kami keluar kamar satu persatu, suara tangisan masih terdengar dari dalam kamar. Ibu masuk kamar, aku dan mas Aris duduk di sofa depan tv. Sesekali dia mengacak rambutnya terlihat sekali dia sedang frustasi.

"Kepala mas pusing," keluhnya kemudian.

"Kan, mas yang buat masalah sendiri," timpalku.

"Rena, masuk!" teriak Bunda dari dalam kamar. Aku beranjak, mas Aris menahan tanganku.

"Temani mas sebentar," pintanya.

"Rena, masuk …." 

Related chapters

  • Neraka untuk Maduku   Bab 7

    Mas Aris menaut jariku, seolah ingin menahanku, namun, teriakan Bunda terdengar semakin keras. Aku melepas pegangannya dan berjalan masuk ke kamar.Terlihat sekali pikirannya sedang kacau saat ini. Itu hal yang pantas dia dapatkan bukan? mas Aris juga harus mendapatkan balasan atas penghianatan yang sudah dia lakukan. Larut mendekap malam, Bunda sudah lelap dalam tidurnya. Mataku sulit sekali terpejam, wanita lain dalam sebuah rumah tangga, sesuatu hal yang sama sekali tak bisa aku terima. Bagaimana bisa? Dan mengapa?Banyak pertanyaan berorasi liar dalam benakku ,menuntut sebuah jawaban. Malam semakin larut, tak jua mata mau menutup. Meski hanya sebentar, cukuplah menjadi penawar, untuk sejenak menghalau pergi kesakitan dan kegelisahan.Mataku memanas, ada lelehan hangat menyeruak, ini sakit, sakit sekali. Suatu hal yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya, harus menerima kenyataan bahwa, hati telah terbagi, raganya pernah menyatu dengan perempuan lain.Aku juga bukannya seorang wan

    Last Updated : 2024-10-29
  • Neraka untuk Maduku   Bab 8

    "Rena harus bantu Ibu, buat sarapan," ucapku kemudian."Sebentar saja," rengeknya.Mas Aris memang seperti bayi tua, dia suka bermanja padaku. Ah, semua terdengar begitu Indah, dulu. Indah … bocah bina* itu telah menghancurkan segalanya."Rena … Ren," panggil Bunda."Iya Bund," jawabku melepas genggaman tangan mas Aris dan beranjak.Bunda terlihat duduk di ruang tengah, sambil menyalakan tv di depannya."Bikinin Bunda teh hangat," ucap Bunda saat aku keluar, "Gula nya dikit aja ya," lanjutnya."Iya, Bund," jawabku, langsung bergegas ke dapur.Ibu baru keluar dari kamar mandi, Indah sepertinya ada di kanar. Ibu mengangkat dagunya sepertinya bertanya sedang apa, aku mengangkat gelas yang sudah aku isi dengan gula, Ibu mengangguk."Indah sayang," teriak Ibu, memanggil Indah."Iya, Bu," sahutnya, sesaat kemudian telah keluar dari kamarnya."Tau nggak sayang, Ibu tadi hampir kepleset di kamar mandi," cerita Ibu ke Indah yang sekarang berdiri di depannya."Tolong kamu sikat ya, biar nggak

    Last Updated : 2024-10-29
  • Neraka untuk Maduku   Bab 9

    Baru lihat ciuman bibir saja sudah begitu kesalnya, tapi kenapa nggak mikir bocah sunda* itu akan bagaimana perasaanku, yang di duakan karena kehadirannya."Mas, sepertinya aku menyerah. Aku tak sanggup berbagi. Lebih baik aku mundur," ucapku pelan.Mas Aris terdiam tak mengucap apapun, tangan kirinya berkacak pinggang, sedangkan tangan kanan menutup mulutnya.Kembali terdengar suara panci jatuh dari arah dapur."Suara apa?" tanya Mas Aris."Kucing mungkin," jawabku, "Mas ganti baju aja, biar Rena yang cek ke dapur," ucapku pada mas Aris.Aku bergegas keluar kamar, langsung menuju dapur. Nampak beberapa panci dan perabot lain tergelak di lantai dapur."Kamu, apa-apaan sih?" tanyaku kemudian. Indah bergeming, hanya menatap panci yang berserakan itu dengan melipat tangan di dada. "Kenapa? Cemburu? Sudah lihat sendiri kan, kalau mas Aris lebih memilih aku dibanding kamu," ucapku dengan suara pelan."Harusnya, kamu sadar diri, cepat pergi dari kehidupan kami. Perempuan kok murah banget,

    Last Updated : 2024-10-29
  • Neraka untuk Maduku   Bab 10

    "Ngapain kamu kesini, urus saja Istri mudamu, yang nggak tau diri itu," ucap Bunda ketus.Mas Aris tak menggubris ucapan Bunda, dia berjalan menghampiriku. "Maafkan mas," ucapnya kemudian."Mas, laki-laki lemah, pengecut, pecundang. Mas minta maaf.""Sudahlah, jangan dekati Rena lagi. Cukup sudah kamu menyakiti anakku. Urus saja bocah pelakor itu. Bunda mau bawa Rena pulang.""Bunda, Aris minta maaf ….""Keluar!" teriak Bunda sebelum mas Aris menyelesaikan kalimatnya. Bunda menarik mas Aris, mendorongnya keluar dan menutup pintu.Bunda memegang kepalanya, kemudian mengusap dadanya, sepertinya sedang mengendalikan emosinya yang mulai lepas kontrol.Aku mengusap air mataku, kulihat jam yang tertempel di dinding. Sekarang sudah jam setengah delapan lebih. Aku beranjak bersiap untuk ke kantor. Pagi yang berat, bukan hanya perihnya luka di badan. Tapi luka dihati, meski tak berdarah lebih sakit luar biasa."Pesan taksi online saja, jangan bawa kendaraan sendiri, apalagi berangkat sama Ari

    Last Updated : 2024-10-29
  • Neraka untuk Maduku   Bab 11

    "Sayang, itu demi keluarga kita juga.""Sejak kapan mas berubah, tak berperasaan seperti ini?""Rena, bukan begitu. Aku mencintaimu, aku melakukannya agar kehidupan kita terjamin.""Apa yang terjadi, sejak kapan harta lebih penting dari cinta, mas harta nggak bisa jamin kita hidup bahagia. Rena tau, mas punya ambisi besar untuk sukses, tapi apa harus dengan jalan seperti ini. Mas gadaikan harga diri hanya demi harta dan jabatan, murah sekali, mas."Aku tak habis pikir, ada apa dengan suamiku ini. Mas Aris memang selalu ingin menjadi yang terbaik. Tapi, apa harus dengan cara seperti ini. Sungguh tak masuk dalam akalku."Atau, mas memang benar-benar suka sama Indah?" tanyaku, Mas Aris tak menjawabku."Hooh, naif sekali diriku, aku pikir suamiku hanya mencintai diriku, nyatanya aku salah. Siapa yang bisa menolak daging segar, dari seorang daun muda. Tidak juga suamiku, yang aku pikir setia." Aku tersenyum masam."Dirimu tetap yang terbaik, Ren. Aku mencintaimu."Aku tertawa sumbang, mend

    Last Updated : 2024-10-29
  • Neraka untuk Maduku   Bab 12

    Mas Aris terdiam."Itu, mau ditaruh dimana barang sebanyak itu," ucap Ibu yang tiba-tiba muncul di pintu."Barang apa lagi, Bu?" tanya Mas Aris."Mesin cuci, karpet tebal, sama meja makan. Yang tempat tidur, meja makan, meja rias, sama lemari aja nggak tau mau ditaruh mana," ucap Ibu kemudianMas Aris, mengacak rambutnya kemudian keluar, aku masih bergeming. Ibu mendekat, menaikkan dagunya."Rena lelah, Bu," ucapku. Ibu mengusap lenganku."Sabar ya, kita beri pelajaran bocah tak tau diri itu. Ibu minta maaf atas kelakuan anak Ibu," ucap Ibu pelan, masih mengusap lenganku. Ibu beranjak setelah menepuk bahuku dua kali untuk menguatkan. Aku masih berdiam, kepalaku sakit. Melipat tangan di dada, berjalan mondar mandir. Sekalipun Mas Aris mau meninggalkan Indah, apa Indah akan diam saja. Sepertinya tidak mungkin, dia pasti akan tetap mengejar mas Aris, bisa jadi tambah penasaran.Aku mengacak rambutku sendiri, pikiranku kacau.Tak berapa lama, mas Aris masuk kembali. Baru akan beranjak ma

    Last Updated : 2024-10-29
  • Neraka untuk Maduku   Bab 13

    "Iya, besok Bunda kabari. Ga sabar lihat besok," ucap Bunda tersenyum."Kok ada ya Bund, perempuan seperti itu. Kayak nggak ada laki-laki lain saja yang masih lajang," ucapku."Yah, godaan buat yang punya wajah tampan seperti Aris. Tapi, tidak sedikit kok pria tampan yang setia pada pasangannya, saking aja Aris juga gatel, minta di sunat lagi kayaknya," ucap Bunda geram."Tangan tak akan bisa bertepuk tanpa di sambut satu tangan lainnya, kaya orang selingkuh, kalau Aris tak menyambut, tak mungkin terjadi juga perselingkuhan. Tak melulu salah dari pihak penggoda, yang tergoda juga bersalah. Istri juga harus introspeksi kenapa suami bisa sampai tergoda, kalau dirasa tidak ada yang kurang, dalam pelayanan dan lainnya, berarti emang lakinya yang kurang ajar, dan perlu di kasih pelajaran," ucap Bunda panjang lebar.Bunda benar, kalau saja mas Aris tidak terlalu berambisi dia tak akan sebutan ini. Andai saja, mas Aris kuat iman, dan tahan godaan aku pasti akan menjadi wanita paling beruntun

    Last Updated : 2024-10-29
  • Neraka untuk Maduku    Bab 14

    "Sarapan di luar aja," ucap Mas Aris, "Sekalian berangkat." Aku mengangguk pelan. Mas Aris menuju kamar depan untuk mengambil laptop dan tas kerjanya. Aku juga mengambil barangku di kamar. "Bund, Rena berangkat dulu. Bu, Rena berangkat " pamitku pada Bunda, kemudian Ibu.  Indah masih belum keluar dari kamar mandi. Setelah mas Aris berpamitan, kami berjalan bersisian menuju mobil."Mau makan apa?" tanya Mas Aris."Udah nggak lapar" jawabku."Mas yang lapar.""Terserah mas aja," jawabku."Terserah aku kan?" tanyanya kemudian.Mas Aris tiba-tiba menepikan mobilnya, kemudian membuka layar ponselnya. Tanganya mengusap layar benda pipih itu. Senyum tipis terbit setelahnya.Tak berapa lama mas Aris kembali melajukan kembali mobilnya. Aku sedikit mengernyitkan kening, saat mobil dibelokkan memasuki  sebuah hotel."Mau sarapan di sini?" tanyaku heran."Iya," jawab mas Aris.Aku menur

    Last Updated : 2024-10-29

Latest chapter

  • Neraka untuk Maduku   Bab 56

    "Itu, Tante Rena, pacarnya Om Kelvin, iya kan Om?!" Gita sama saja dengan Viona. Suka menggoda Omnya. Wajahku kembali menghangat."O." Bibir wanita yang baru datang itu membulat."Butuh apa saja?" tanya Kelvin lagi.Aku menyebutkan aneka bumbu dapur, dan bahan lain yang aku butuhkan. Juga alat yang diperlukan. Panci berukuran lumayan besar telah disiapkan begitu juga bahan yang diperlukan.Untuk Ayam sengaja aku masak lebih dahulu, agar bumbunya meresap. Bukan masalah besar untuk mengerjakan semuanya. Disela memasak Ayam dan bebek rica aku mengeksekusi cabe yang baru dibawa Mbak Sari.Satu wajan penuh sambal sedang aku olah, Kelvin membantu mengikat rambutku dengan karet gelang. Dan juga memasangkan celemek padaku. "Capek sayang?" Kelvin memijat bahuku saat aku sedang mematangkan sambal di wajan."Nggak. Tapi, keringetan." Aku memperlihatkan dahiku padanya. Dia beranjak ke meja menarik beberapa tisu, dan mengelap keringatku."Bund, besok pakai urap juga?" tanyaku pada Bunda Kelvin."R

  • Neraka untuk Maduku   Bab 55

    Obrolan ringan mewarnai perjalan kami. Mobil mulai memasuki komplek perumahan yang menjadi tempat tinggal Kelvin dan keluarganya. Jantungku semakin berdetak dengan kencang, telapak tangan juga terasa dingin. Aku menarik napas dalam dan menghembus perlahan, untuk mengatur hatiku.Mobil mulai sedikit melambat dan akhirnya berhenti. Huff debaran di dadaku semakin sulit aku kendalikan. Aku grogi … Kelvin membunyikan klakson mobil, satu kali. Tak berapa lama pintu pagar terbuka. Mobil kembali bergerak memasuki halaman rumah yang cukup besar itu. "Sayang, sampai." Kelvin memanggilku. Aku masih bergeming, kemudian menyentuh punggung tangannya dengan telapak tanganku yang dingin."Dinginnya," ujar Kelvin, digenggamnya tanganku kemudian."Rasanya nano - nano," ucapku kemudian."Tenang, semua akan baik - baik saja," balas Kelvin sambil mengeratkan genggamannya."Iya, Bismillah." Aku membalas dan berdoa.Aku sedikit menyapukan bedak, yang selalu aku bawa di tas. Hanya samar, agar tampak pucat

  • Neraka untuk Maduku   Bab 54

    "Gombal banget, sih." Aku menggigit bibir, menahan senyum. Jujur hatiku bagai hamparan taman bunga, dengan bunga yang beraneka warna dan bermekaran dengan sempurna. "Itu ungkapan hati, Yang." Setengah berbisik, Kelvin mendekatkan bibirnya ke telingaku. Hanya setengah berbisik karena tetap terdengar oleh kedua wanita di depanku, yang tengah sibuk membungkus parcel. Terlihat keduanya saling sikut dan menahan tawa.Wajahku menghangat, Kelvin membuatku salah tingkah. "Mbak, saya tunggu di kasir depan, ya," ucapku, untuk mengalihkan fokusku dari Kelvin."Baik, Kakak." Keduanya menjawab hampir bersamaan.Aku dan Kelvin beranjak, sambil sesekali berhenti melihat aneka camilan yang terpajang di display. Mengambil beberapa yang terlihat enak. "Banyak banget?" tanya Kelvin melihat keranjangku kembali penuh."Buat anak - anak di resto, sama buat nemenin kerja," jawabu. "Ayank, nggak pengen?" tanyaku kemudian."Kalau pengen, kan tinggal nyebrang." Sambil menjawab, pria itu mengangkat alisnya

  • Neraka untuk Maduku   Bab 53

    "Mau kemana kita?" tanya Kelvin kemudian, saat kami sudah berada di dalam mobil."Pulang saja, Oh … ya, ke toko buah dulu ya."Kelvin mengajakku ke rumahnya, besok pagi - pagi sekali, aku tak akan mungkin mendapatkan toko yang buka sepagi itu."Mau belanja buah?" tanyanya kemudian."Iyap." Aku menjawab singkat.Mobil melaju keluar dari area parkir resto. Tak jauh dari resto ada toko buah, yang cukup besar, berdiri bersebelahan dengan toko roti. Kesanalah kami menuju sekarang.Tidak memerlukan waktu yang lama, mobil berbelok masuk area parkir toko yang kami tuju. Seorang tukang parkir datang untuk mengarahkan. Kami turun selepas Kelvin mematikan mesin mobil.Aku baru saja keluar mobil, saat aku dengar seperti ada yang memanggil namaku. Aku menghentikan langkah kemudian menajamkan pendengaran."Sayang, ada apa?" tanya Kelvin saat melihatku celingukan."Kayak ada yang manggil." Aku menjawab, masih dengan mengedarkan pandangan."Rena." Aku dan Kelvin bersamaan menoleh ke arah kiri be

  • Neraka untuk Maduku   Bab 52

    Siang setelah selesai tugas di rumah sakit, Kelvin menemaniku untuk membuat laporan di kantor polisi. Cukup menyita waktu, untung sore Kelvin tak membuka praktek, karena sabtu sore dia libur. Ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab. Bukti rekaman CCTV juga akan menjadi barang bukti. Tentang ada orang lain dibalik kejadian ini atau tidak masih diselidiki."Capek ya?" tanya Kelvin padaku. Sesaat setelah kami masuk mobil, selepas keluar dari kantor polisi."Mayan, Ayang juga pasti capek." Aku memiringkan tubuh, menghadap ke arahnya dengan mengangkat satu kaki."Aku cowok, Yang. Kemana ini kita?" tanyanya kemudian."Balik resto ya, malam minggu mesti ramai. Ayang mau nemenin?" tanyaku kemudian."Boleh, aku temenin." Kelvin mengusap puncak kepalaku. Sebuah senyum manis terukir di bibirnya yang tampak kebiruan."Masih sakit?" Tanganku mengusap kulit memar itu."Nggak, Sayang. Kan tadi dah diobatin." Kelvin mengecup tanganku. Hatiku kembali berdebar mengingat kejadian tadi pagi."Udah y

  • Neraka untuk Maduku   Bab 51

    Aku melepas alas kaki, sudah lama sekali aku tak melatihnya, tenagaku juga pasti tak seperti dulu lagi. Saat aku baru melepas alas kaki, sebuah bogem mentah mengenai wajah sang pahlawan kesiangan. Semua berteriak histeris terutama pegawai perempuan. Ini bukan sedang syuting film India dimana satu orang bisa mengalahkan puluhan orang. Tapi, apapun itu … bukan saatnya untuk jadi penonton.Baru aku beranjak memasang kuda - kuda terdengar suara mobil polisi mendekat. Beberapa polisi datang. Aku menoleh ke arah sang pahlawan kesiangan, darah segar keluar dari sudut bibirnya. Dia yang kesakitan kenapa aku yang lemas. Aku terduduk, saat mulai menyadari apa yang baru saja terjadi. Mataku mengedar ke arah pegawai, aku tak bisa membayangkan, kalau mereka tadi benar - benar dihajar oleh para pria berbadan tegap itu."Sayang, kamu nggak papa?" Pahlawanku terlihat panik melihatku, yang seolah tanpa tenaga."Stop, aku bisa sendiri. Bantu berdiri saja." Saat dia terlihat akan mengangkat tubuhku."

  • Neraka untuk Maduku   Bab 50

    "Aku mengerti, tapi aku pernah gagal, pernah disakiti. Dan, itu membuatku merasa takut, untuk memulai lagi sebuah komitmen dalam sebuah ikatan yang sakral." Aku menjelaskan alasanku. Dari dalam hati terdalam, masih ada trauma akan sebuah hubungan rumah tangga."Tenang, aku dokter segala penyakit. Termasuk sakit hati, segala lukamu di masa lalu, aku berjanji akan menyembuhkannya."Senyum terkembang di bibir itu. Tak pernah bisa benar - benar bisa serius bicara dengannya."Terus aja, ini ibarat kata, sudah diangkat tinggi terus dihempas ke bumi," ujarku."Kok bisa?""Ya, bisalah. Tadi sudah bicara serius eh absurd lagi." Aku menjawab.Kelvin tertawa."Serius tak selalu mengerutkan kening, Sayang. Aku serius dengan ucapanku tadi." Kelvin menjelaskan."Aku serius dengan hubungan ini, aku serius ingin mengobati rasa sakit hatimu, aku serius ingin selalu menjagamu, dan aku serius ingin menjadi imammu." Kelvin kembali menambahkan."Secepat ini?" tanyaku ragu."Nunggu apa?" tanyanya, aku men

  • Neraka untuk Maduku   Bab 49

    "Beberapa hadiah, Mas Aris kirimkan. Barang - barang branded. Aku menolaknya, dia memaksa. Hingga sewaktu dia di ruangan, selepas acara di resto, Indah datang. Dia mengamuk melihat Mas Aris bersamaku. Sebelumnya juga pernah bertemu di salon. Dia, merendahkan dan mencibirku, bagaimana bisa janda sepertiku berada di salon mahal."Aku menarik napas dalam dan menghembuskan perlahan. "Saat mengamuk itulah, dikira aku minta - minta uang dan hadiah pada Mas Aris. Indah kembali menghinaku. Hingga aku bisa membalikkan keadaan, aku bilang kalau Mas Aris-lah yang belum bisa move on dariku. Mas Aris mengakui, itu sepertinya yang membuat Indah semakin marah. Hingga akhirnya pagi tadi, dia kembali membuat ribut." Kembali aku menjeda, Kelvin mengusap punggungku."Aku merasa, Indah sengaja mencari masalah denganku. Itu sebabnya aku pasang banyak CCTV di resto. Jujur aku merasa takut, dia memiliki banyak uang. Tau sendiri kan, uang cukup berkuasa. Aku hanya takut kalau dia sampai membuat masalah unt

  • Neraka untuk Maduku   Bab 48

    Seperti kemarin, hari ini juga semua bahan habis, padahal stok sudah di tambah. Bahkan harus tutup lebih cepat dari biasanya, karena semua menu utama kosong. Baru jam delapan lewat, restoran terpaksa harus ditutup."Wow, luar biasa hari ini. Meski pagi dah mau di ajak gelut." Sania menghempaskan bobot tubuhnya di kursi depan mejaku."Yang paket meriah, penjualan naik terus." Sania kembali menambahkan. "Pada bilang, baru nemu makanan enak tapi murah, dengan porsi mantap."Paket meriah, memang baru keluar bulan ini. Paket yang terdiri dari ayam bakar atau goreng ukuran sedang, urap sayur tambah lalapan dan sambal, plus minuman. Dengan harga cukup murah. "Mbak, kalau yang depan ini. Kita buat jadi dua lantai, gimana?" saran Sania.Aku terdiam sesaat, mulai membayangkan usulan Sania. Bagus usulnya, bisa menambah kapasitas. Hanya, saja harus mengatur waktunya. Pengerjaannya tidak mungkin hanya sehari, dua hari. "Oke juga, nanti mbak cari referensi dulu. Yang bisa ngerjain, bagus, rapi,

DMCA.com Protection Status