Sudah dua hari, aku tak melihat mobil Kelvin di tempat prakteknya. Begitu juga dengan sosok dari dokter itu. Entahlah, kenapa ada yang terasa kosong dalam hatiku. Bahkan aku belum mengenalnya lebih jauh, hanya buket bunga, ikan hias dan sarapan. Tapi, kenapa ada kesan yang begitu mendalam aku dapatkan dari sosoknya. Ada perasaan yang tak aku mengerti, rasa ingin tahu tentang kabarnya. Ada rasa tak tenang, berharap dia baik-baik saja. Aku menertawakan diriku sendiri, yang terlalu cepat menyimpulkan dan menganggap diriku spesial bagi pria itu. Mungkin aku yang berlebihan menanggapi perhatian yang Kelvin berikan beberapa hari ini.•••Pagi sekali aku datang ke restoran hari ini. Kegiatan sudah dimulai lebih pagi dari biasanya. Ada banyak pesanan hari ini, khususnya untuk nasi kotak. Sebelum jam sembilan harus sudah terkirim. Semua dibuat sibuk tak terkecuali denganku. Masih aku sempatkan melihat ke arah tempat praktek dokter Kelvin pagi ini. Tak terlihat juga mobilnya, berarti orangny
"Kenapa?" tanyanya terdengar sengaja menggodaku.Aku menurunkan daftar menu di wajah, hingga hanya nampak kedua mataku saja. Tuh … kan senyumnya lebar banget."Aku suka, merasa ada yang ngangenin." Alis pria itu terangkat, dengan senyum di bibir yang masih mengembang. Aku menggigit bibirku pelan, rasanya nano nano dalam hatiku. Tapi, beneran kali ini, rasa malu yang lebih mendominasi."Nggak seperti itu, Pak Man lebay." Aku berkilah, masih dengan menutup sebagian wajahku. Mendengar pembelaanku, Kelvin tertawa."Terus kenapa pakai ditutup segala?" Tangannya meraih daftar menu yang aku pegang dan menariknya. "Kan, matahari langsung bersinar, cerah banget," ucapnya saat berhasil menarik daftar menu itu dari wajahku."Hem, demi apa coba pagi - pagi dah di gombalin tukang suntik," celetekku sambil mengendalikan hatiku, yang terlanjur berbunga - bunga bahagia. Aku mengatur napas, agar tidak grogi."Tukang suntik? Lucu juga ya hahaha." Pria itu tertawa mendengar sebutanku padanya.Obrolan
"Malah bengong." Ucapan Kelvin menyadarkan dari lamunku. Aku mengangguk kemudian, menerima ajakannya. Senyum terbit di bibir pria manis itu. Dia segera membukakan pintu mobil untukku.Aku mengecek kembali kunci mobilku, setelah aman, baru aku masuk ke mobil Kelvin. Kelvin menyusul, masuk kemudian dan duduk di belakang kemudi. Mobil mulai bergerak perlahan meninggalkan area parkir resto, memasuki jalan beraspal."Sudah makan?" tanyan Kelvin padaku. "Udah, tadi sore. Jarang makan malam sekarang." Aku menjawab."Takut gendut ya?""Nggak, aku susah naikin berat badan. Segini aja, kalau turun cepet banget," jawabku. Aku memang susah gemuk, meski banyak makan. Tapi, kalau sedang banyak masalah cepat sekali turun berat badanku."Dokter sudah makan?" tanyaku balik."Sudah, sore tadi. Bunda masak soto daging." Kelvin menjawab.Bunda? Berarti Kelvin tinggal bersama dengan keluarganya. Panggilannya sama denganku, Bunda."Tinggal dimana?" tanyaku kemudian."Nggak jauh, dari tempat kost kamu, pe
"Kenapa harus mundur? Yah, cukup terkejut. Tapi, apa salahnya dengan status janda. Single, lajang, bukan istri orang … itu yang terpenting kan?!""Kamu yakin?" "Tolong dijawab, apa masalahnya dengan status janda?" Kelvin menanyakan balik."Ya, nggak ada. Tapi, pasti bedalah gadis dengan janda," jawabku."Masalah se*? Ada jaminan yang belum pernah menikah tidak melakukannya? Ga ada, atau ada hal lainnya? Kalau aku, selama bukan istri orang bukan suatu hal yang pantas dipermasalahkan." Sesaat aku terdiam, tetap saja ada rasa tak nyaman. Meski dia benar, tak ada yang salah dengan status janda. Kelvin meraih tanganku dan menggenggamnya. Sesaat kemudian dia mengangkat dan mengecupnya."Aku tak akan mundur. Sudah jelas kan sekarang?!" ucap Kelvin kemudian."Terima kasih.""Untuk apa?" tanyanya kemudian."Untuk semuanya," jawabku."Kalau, aku juga seorang duda. Kamu masih mau sama aku?" Kelvin kembali bertanya. Sesaat aku terdiam."Kenapa nggak mau? Lajangkan? Bukan suami orang?!" Aku
Siang ini, aku dikejutkan dengan kedatangan Ibu. Yah, Ibu Mas Aris menghubungiku, memintaku menemuinya di sebuah hotel. Sedikit ragu, akhirnya aku mengiyakan untuk menemuinya. Bagaimanapun, aku tau wanita itu sangat sayang padaku. Setelah mengiyakan, aku menelpon Bunda. Sekedar meminta pendapat, Bunda menjawab tak mengapa.Setelah, berpisah dengan Mas Aris, aku belum pernah bertemu Ibu lagi. Yah, ini pertemuan pertama setelah perceraian. Ibu juga tak mau bertemu Mas Aris, Bunda yang cerita. Tapi, ada urusan apa kira - kira Ibu datang ke kota ini?Aku merapikan meja, dari tumpukan berkas. Memasukkan ponsel ke dalam tas , dan beranjak keluar ruangan. Setelah berpamitan dengan Sania, aku melangkah keluar resto. Sekilas melihat ke arah klinik, jam segini Kelvin pasti di rumah sakit. Iya, mobilnya tak terlihat di depan klinik.Hotel Horison tak terlalu jauh, dari resto. Sekitar sepuluh menit perjalanan, bila kondisi jalan normal, tidak macet. Aku mengarahkan mobilku ke jalan besar, dan me
Sesampainya di restoran, parkiran nampak penuh. Di seberang terlihat Pak Man mengangkat tangannya. Pasti dia meminta aku parkir di sana. Aku turunkan kaca jendela dan mengacungkan jempol. Pak Man segera beraksi, menyetop kendaraan lainnya untuk membantuku."Pak, terima kasih," ucapku setelah keluar dari mobil."Sama - sama. Ramai restorannya, parkiran sampai penuh," balas Pak Man kemudian."Alhamdulillah, tambah ramai.""Terimakasih, tiap hari dapat kiriman makan siang, semoga tambah laris dan berkah." Doa, Pak Man kemudian."Amin, terimakasih doanya." Aku mengaminkan doa pria berkumis tebal itu. "Pak, bantu nyebrang." Aku meminta tolong pada pria itu untuk diseberangkan.Baru aku akan beranjak, sebuah mobil terlihat mengarah ke depan klinik, tempatku berdiri sekarang. Aku segera beralih berjalan ke arah kanan. Pak Man juga masih mengarahkan mobil yang akan masuk itu."Nggak parkir, Pak. Ngantar pak dokter aja." Wajah seorang wanita cantik berambut coklat muncul dari balik jendela y
"Kenapa?" tanyanya lagi, saat melihatku masih terdiam."Em … tapi, jangan marah ya.""Kenapa harus marah?" Kelvin balik bertanya."Takut, kamu nggak suka aja," jawabku kemudian."Tambah nggak suka kalau dibuat penasaran kek gini." Tangannya mengacak rambut curlyku, yang sudah hampir kembali lurus."Iya, iya. Tutup telinga.""Lah, mana bisa denger kalau ditutup." Aku tertawa kecil, saat dia ingin menarik hidung, dengan cepat aku menghindar.Aku hanya sedang menetralisir rasa dalam hatiku. Agar bisa bicara dengan tenang, membuat suasana hatiku menjadi nyaman."Rena tadi, menemui mantan mertua, di hotel," jawabku kemudian."Mertua?""Mantan." Aku menegaskan.'Mantan suami juga?" tanyanya lagi, aku mengangguk.Kelvin mengangguk - anggukan kepalanya pelan."Hubungan kalian?" tanya Kelvin kemudian. Aku sebenarnya malas membahas masa laluku dengan Mas Aris, itu sama saja mengorek kembali luka yang hampir kering. "Tak usah dijawab kalau merasa keberatan." Kelvin melanjutkan saat melihatku t
Semudah itukah aku jatuh cinta? Buktinya iya. Tak tau mengapa dan kenapa, yang jelas aku sedang suka dan bahagia. Sania benar paket lengkap pake banget. Atau, karena aku sedang jatuh cinta saja, sehingga semua tampak begitu indah dan sempurna. Entahlah yang jelas, semua wanita pasti bergetar menerima perlakuan berbeda seperti ini, apalagi dari sosok seperti Kelvin.•••Sampai malam restoran masih saja ramai, Sania terlihat sibuk menghandle dapur. Sepertinya stok bahan harus ditambah, sehingga tidak sampai harus mengecewakan pelanggan karena kehabisan. Untuk semua bahan, aku pesan langsung dari supplier. Mulai jam dua pagi, sudah berdatangan untuk bahan - bahannya. Sayuran dan aneka daging aku memakai yang segar. Jarang sekali ada daging yang menginap di freezer, yang ada malah kehabisan stok."Mbak, jadi nambah menu baru, bulan depan?"Aku baru saja menyelesaikan pekerjaanku, saat Sania masuk ke ruangan. Sudah jam sepuluh lebih, baru selesai. Sebuah buku Sania sodorkan padaku. Ini