Belasan menit kemudian, aku terduduk dengan rasa penuh penasaran. Penasaran tentang apa yang terjadi di rumah ini. Aku ingin melihat apa yang terjadi di dalam istanaku.
Akhirnya setelah memastikan Daffa masih tertidur, aku beranjak dari dudukku lalu melangkah ke arah pintu. Kubuka handel pintu lalu tubuhku menyelinap keluar.
Aku mencari mereka di dapur. Langkahku terhenti lalu kusembunyikan tubuhku di balik tembok pembatas antara ruang tengah dan juga dapur.
Aku terkikik melihat pemandangan di depan mata. Ah, sepertinya aku perlu memasang cctv. Setidaknya biar aku bisa melihat semua hal yang mereka lakukan. Jadi aku bisa memantau semuanya dari telepon genggam.
Terlihat dengan jelas Mama mertua sedang mengepel lantai dapur. Sedangkan Lidya sedang mencuci piring. Pandanganku beralih pada tempat di mana Mbok Jum biasanya mencuci pakaian. Terlihat Mas P
Setelah panggilan pada pembuat perhiasan palsu itu kututup, bergegas kuhubungi Aulia."Halo, Vit. Ada apa?" Terdengar suara dari seberang sana setelah panggilan diangkat olehnya."Nanti kalau Mas Pandu hubungi kamu menanyakan soal pesanan perhiasan, kamu iyain aja ya.""Hah?!"Akhirnya kuceritakan semua pada Aulia. Suara gelak tawa terdengar saat Aulia mendengarkan ceritaku, kejadian yang baru saja terjadi beberapa menit yang lalu."Ternyata itu alasan kamu suruh aku cariin nomor pembuat perhiasan palsu?"Aku mengangguk. Padahal aku tahu, Aulia tidak akan melihat gerakan kepalaku."Gimana bisa kamu mendapatkan ide seapik itu, Vit? Aku sampek nggak bisa berhenti ketawa. Bayangin saat pelakor itu begitu bahagia saat mau
Aku mematut diri di depan cermin, pakaian model tunik berwarna maroon dengan celana panjang hitam membalut tubuhku. Ditambah jilbab berwarna senada dengan pakaian yang membingkai kepalaku.Kuhembuskan napas panjang lalu aku melangkah menuju pembaringan. Duduk di sisi ranjang lalu meraih ponsel yang kuletakkan di atas bantal. Sesaat aku menoleh ke ara Daffa yang kubaringkan di ranjang. Aku mengulas senyum saat bibir mungil itu mengeluarkan suara, suara yang aku sendiri pun tidak tahu apa artinya.Pandanganku kembali beralih pada ponsel yang saat ini ada di tanganku, kutekan tombol power. Aku tersenyum getir saat baru menyadari wallpaper di ponselku masih foto pernikahan kami saat melangsungkan ijab qabul.Bergegas kuganti foto wallpaper tersebut dengan foto si kecil tampan dan menggemaskan, Daffa.Setelah selesai mengganti foto tersebut, cepa
Aku masuk ke dalam mobil di barisan depan tepat di samping Aulia yang akan duduk di belakang kemudi.Di sepanjang perjalanan, kuceritakan pada Aulia soal rencanaku yang akan memasang Cctv di setiap sudut rumah.Aulia mendukung apa yang kurencanakan."Coba telpon suami kamu, barangkali nanti dari ambil gaun langsung ke acara pernikahan kerabatnya."Kuraih ponsel yang ada di dalam tas lalu jemariku menari-nari di atas ponsel tersebut. Kubuka aplikasi berwarna hijau yang bergambar telepon. Kuketik nama Mas Pandu di menu kontak lalu kupilih menu panggil.Tersambung."Halo, Vit," ucap Mas Pandu dari seberang sana setelah panggilan diangkat olehnya pada dering ketiga."Kamu di mana, Mas?" tanyaku."Sekaran
Setelah dua pekerja itu pulang, bergegas aku melangkah ke kamar yang ditempati oleh Mama mertua dan juga Lidya. Memastikan kalau penghuni kamar itu tidak akan menyadari adanya kamera pengintai.Aku menerawang ke atas– ke langit-langit kamar."Sempurna," ucapku.Namun tiba-tiba teringat soal Lidya yang kekeh ingin masuk ke dalam kamarnya. Aku merasa kalau kedua pasangan yang sedang dimabuk asmara itu pulang hanya untuk mengambil sesuatu. Karena aku ingat betul, Mama tidak ada di sini. Toh kata Mas Pandu habis dzuhur acara ijab qabul kerabat Lidya akan digelar.Aku menyapu ke segala penjuru kamar. Atas ranjang, atas nakas tak luput dari tangkapan kedua netraku. Namun aku tidak menemukan apapun di sana.Saat langkah ini ingin keluar dari kamar, kuurungkan niatku. Entah kenapa ingin kubuka lac
Setelah tawa ini terhenti, bergegas aku masuk ke dalam rumah dan duduk di sofa. Aku melirik ponsel yang layarnya berkedip. Kuraih ponsel tersebut.Ternyata ada notifikasi dana masuk sejumlah uang yang biasanya ditranfer oleh Mbak Lita– hasil dari penarikan tagihan kontrakan.Aku mengulas senyum. Setidaknya uang-uang yang memang menjadi hak milik Daffa dan juga aku, aman di genggamanku. Tak kan kubiarkan gund*k suamiku itu bisa menikmati pundi-pundi uangku itu.****Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam dan Mas Pandu beserta kroni-kroninya sudah pulang sejak selepas adzan magrib tadi.Namun sampah detik ini, lelaki itu tak kunjung masuk ke dalam kamar walau hanya sekedar menengok dan menanyakan kabar Daffa."Sepertinya aku perlu mengetes keahlian kamera pengintai itu," lirihku
"Terus ini gimana dong? Mana Mama mertua minta tidur bareng Mama," ucap Mas Pandu."Pindahkan barang Lidya ke kamar Mbok Jum!" seruku yang membuat kedua insan itu serentak menoleh ke arahku dengan memasang wajah terkejut."Gil* ya kamu, bisa-bisanya suruh Lidya tidur di kamar pembantu?!" bentak Mas Pandu. Ada yang nyeri di dalam sini saat mendengar bentakan itu. Namun aku berusaha memasang wajah biasa-biasa saja."Iya, ih, Mbak Vita. Masa iya aku tidur di kamar Mbok Jum?" ucap Lidya dengan kesal."Mau gimana lagi? Mas, kamu mau Mama tahu siapa Lidya sebenarnya?" tanyaku pada Mas Pandu."Jangan sampai tau lah, Vit. Bisa dibawakan golok aku sama Papa kamu," ucap Mas Pandu."Nah, makanya. Ini untuk sementara saja. Toh Mama di sini nggak lama kok. Daripada kalian ketahuan kalau
Jam di dinding sudah menunjukkan pukul empat sore. Kuajak Mama dan kugendong Daffa menuju taman yang ada di samping rumah melalui ruang tamu. "Kenapa badan Mama gatel semua sih." Terdengar suara keluhan Mama mertua. Membuat langkahku dan juga Mama terhenti seketika. "Sama, Ma. Badan Lidya gatel semua. Lihat Ma, tangan Lidya merah-merah." Aku dan Mama sedikit menyibakkan tirai penyekat antara ruang tamu dan ruang tengah. Terlihat dengan jelas mereka menggaruk-garuk tangan. Sedetik kemudian berpindah ke tubuh, tak berselang la pindah lagi menggaruk tangan. Aku dan Mama saling pandang lalu terkikik. "Garukin punggung Mama, Lid," perintah Mama seraya merubah posisinya menjadi memunggungi Lidya. "Lidya juga gatel semua, Ma." Tangan kedua perempuan itu masih menggaruk dan menggaruk. "Salah sendiri. Senjata makan tuan, kan," lirihku lalu terkikik melihat pemandangan di depan mata. "Mama, tangan Lidya lecet semua!" teriak Lidya seraya memperlihatkan kedua lengannya ke arah Mama yang
"Vit, kapan Mama kamu pulang? Acara pernikahan tiga hari lagi loh," ucap Mas Pandu seraya menatapku yang sedang berbaring sembari memainkan ponsel yang ada di tanganku. Pandanganku beralih ke arahnya. "Masih tiga hari lagi, kan? Mama di sini masih dua hari lagi, Mas. Setidaknya saat acara pernikahan kalian digelar, Mama sudah pulang ke rumahnya," ucapku. Mas Pandu menghembuskan napas berat. Sesekali kedua telapak tangannya mengusap wajah dengan kasar. "Kamu keganggu ya ada Mamaku di sini? Kamu nggak suka Mama nginep sementara di sini?" Kini nada suaraku meninggi. Memang kusengaja memancing emosi Mas Pandu. Ini adalah salah satu rencana yang kami susun bersama Mama. "Bukan begitu, Vit. Kamu kan tahu sendiri kalau acara pernikahan tiga hari lagi akan digelar. Acara ijab qabul akan diadakan di sini. Pasti akan gagal dna mundur lagi kalau Mama kamu masih ada di sini," ucap Mas Pandu yang seketika membuatku merubah posisi. Dari semula berbaring menjadi duduk. "Intinya kamu nggak suka
Pov Pandu**Bertahun-tahun lamanya aku mendekam di balik jeruji besi karena kasus penculikan anak yang tak jadi itu. Selama bertahun-tahun itu pula aku hidup dalam penuh perasaan penyesalan. Apalagi aku hanya bisa memantau perkembangan Daffa melalui foto-foto yang ditunjukkan oleh Mama yang tentu saja membuat diri ini semakin sesak tiada terkira. Andai, andai dan andai. Andai aku tak melakukan perselingkuhan itu, pasti sampai saat ini aku hidup bahagia bersama keluarga kecilku. Hidup bersama Vita dan juga Daffa. Namun, penyesalan hanya tinggallah penyesalan. Tak berguna. Hukuman dengan beberapa tahun hidup di balik jeruji besi bagiku tak ada apa-apanya dibandingkan hidup dalam kungkungan sebuah penyesalan.Memang, kehancuran seorang lelaki akan terjadi jika ia telah menyakiti pasangannya. Dan aku telah membuktikannya. Soal Lidya, aku sudah tak tahu lagi bagaimana kabarnya. Perempuan itu tengah hidup bahagia di sana. Ia sedang menikmati perannya sebagai seorang psk. Tak bisa
Pov Author**Dua orang polisi ditugaskan untuk berpura-pura menjadi pelanggan yang tengah mencari gadis belia pada Mami Zessy. Tentunya hal ini ada campur tangan dari Indah. Indah beralasan di hadapan mami Zessy jikalau kedua polisi yang tengah menyamar itu adalah salah seorang kenalannya yang berniat untuk mencari jasa esek-esek. Oleh sebab itulah Indah mengajaknya ke tempat dirinya bekerja dan bernaung selama ini. Kedua polisi yang menyamar itu pun masuk ke dalam club rahasia milik mami Zessy tanpa adanya kendala yang berarti. Cukup lancar sebab Indah lah jalur mereka masuk ke dalam sana. Hingga akhirnya kedua polisi itu benar-benar berada di dalam club di mana di dalamnya benar-benar seperti apa yang Indah ceritakan saat pelaporan kemarin. Diam-diam kedua polisi itu merekam setiap kejadian dan perbuatan orang-orang yang ada di dalamnya. Mulai dari penari striptis, para ladies escort peneman para pria hidung belang, serta model bug*l yang siap disewa bagi siapa yang berani memb
Mendengar kalimat demi kalimat yang terlontar dari bibir Mami Zessy, seketika membuat dadaku terasa bergemuruh dengan hebat dan tanpa sadar tanganku terkepal dengan kuat. "Bagaimana pun caranya, kalian harus berhasil menyingkirkan Indah secepatnya. Perempuan itu sudah tak guna. Penyakitan pula. Jika penyakit yang diidap oleh Indah terdengar oleh pelanggan, takutnya nanti akan memberikan nilai buruk," ucap Mami Zessy yang seketika membuat jantung berdegup dengan kencang. "Kenapa tidak disuruh pergi saja, Bos? Nggak perlu repot-repot melenyapkan dia kan," ungkap salah satu orang yang ada di sana. Aku hapal betul siapa pemilik suara itu. Parto. Ya, suara itu adalah Parto. Anak buah Mami Zessy. "Kalau dia keluar begitu saja, dia bisa menyebarkan keberadaan lokalisasi ini. Bisa gawat jika ada polisi yang dengar," ucap Mami Zessy. Kali ini nada suaranya sedikit meninggi. Tentu karena tak suka dengan apa yang dikatakan oleh anak buahnya itu. "Baik, Bos. Secepatnya kami akan membereskan
Pov Indah**Mataku mengerjap beberapa kali saat samar-samar aku mendengar suara yang sangat aku kenal sedang menggerutu. Sejenak aku diam, mengumpulkan kesadaranku yang sepenuhnya belum kembali. Aku memindai ke segala sudut ruangan. Ternyata aku sedang di dalam kamar milikku. "Bukankah aku tadi sedang melayani tamu?" batinku bertanya pada diri sendiri. Ya, aku ingat betul. Tadi aku melayani tamu dalam keadaan kepala yang begitu pusing. Tubuh terasa begitu tak sehat. Sekelebat aku teringat jika aku tadi pingsan saat akan memulai tugasku. Aku menatap Mami Zessy yang tengah berdiri dengan posisi memunggungiku. Kuhela napas panjang dan kukeluarkan secara perlahan. Dengan gerakan pelan, aku bangkit dari pembaringan. Baru saja tubuhku ingin bangkit, tiba-tiba kepala terasa berdenyut sakit. Seketika kembali kurebahkan tubuhku sembari kupijit pelipisku dengan pelan. Mendengar suara yang kutimbulkan dari pergerakanku, seketika membuat tubuh Mami Zessy memutar. Kini pandangan kami salin
Pov Indah**"Kamu udah denger kalau Lidya telah meninggal secara mengenaskan?" Pertanyaan yang dilontarkan oleh salah satu teman seprofesiku itu seketika membuatku tersentak kaget. "Maksud kamu mati mengenaskan bagaimana?" tanyaku sembari menatapnya dengan bingung. "Lidya meninggal sewaktu melayani pelanggan yang memiliki kelainan seks. Kamu tahu kan Om Handoko? Nah, itu dia orangnya," ucapnya yang semakin membuat keningku berkerut. Ya, aku tahu saat Om Handoko berjalan mesra dengan sebelah tangan merangkul pinggang Lidya menuju ke arah kamar. Banyak yang mengidam-idamkan dibooking oleh Om Handoko karena uangnya yang berlimpah, apalagi setiap ke sini, Om Handoko selalu menyewa kamar VVIP. Dan sempat ada kabar jika siapa pun yang melayani lelaki itu, pasti akan diberikan bonus yang terbilang begitu banyak. Tak ayal juga kalau Om Handoko juga terkadang berani membayar dua kali lipat. Wajar saja jika Om Handoko memberikan bonus sebanyak itu, pada para ladies yang hanya menemaninya
Pov Author**Jarum jam di dinding sedang menunjukkan pukul sepuluh malam. Hanya detak jarum jam yang memecah keheningan malam, sedangkan di sudut kamar di mana meja rias itu berada, Lidya sedang duduk di depan cermin sembari memoleskan aneka make up ke wajah cantiknya. Perempuan itu menghabiskan waktunya lebih lama untuk mempercantik dirinya di malam ini, karena akan ada tamu yang selalu ia tunggu-tunggu kedatangannya. Tentu saja Lidya ingin terlihat paripurna di depan pria yang akan membayar jasanya malam ini. Ia merupakan pelanggan paling royal. Pria itu akan membayar Lidya mahal. Tidak hanya itu, Lidya juga akan mendapatkan uang jutaan rupiah untuk bonus jika Lidya berhasil memuaskan hasratnya. Selama bertahun-tahun bekerja menjadi pemuas napsu, Lidya sudah lebih dari lima kali melayani pelanggannya yang akan ia temui malam ini.Lidya tak pernah kapok dengan lelaki ini. Ya, lelaki yang malam ini akan menyewanya adalah salah satu pelanggannya yang memiliki kelainan seks. Sesuai
"Kamu kerja di sini?" tanya Pak Gunawan dengan raut wajah mencemooh saat sudah berdiri di hadapanku. Aku mengalihkan pandanganku. Ternyata si tua bangka ini selain doyan kawin juga suka jajan kayak gini. Emang keterlaluan. Udah mau bau kamboja, eh malah berkilah. Nggak sadar umur kayaknya ini orang."Kalau kamu dulu mau nikah sama aku, kamu nggak bakalan jadi pelac*r di sini. Sok-sokan nolak. Padahal kalau kamu mau nikah denganku, hidupmu bakalan enak." Aku hanya mencebikkan bibirku saat mendengarkan penuturan lelaki itu sembari memutar bola mata malas. Terlihat Pak Gunawan seperti sedang mencari seseorang tak berselang lama ia berjalan menuju ke arah Mami Zessy. Terjadi perbincangan di antara mereka lalu tak berselang lama Pak Gunawan kembali mendekat ke arahku. "Sekarang layanin aku," ucap Pak Gunawan sembari menarik tanganku begitu saja. Aku menepis cekalan tangan yang sudah dipenuhi oleh keriput itu. Mendapatkan penolakanku, tentu saja membuat Pak Gunawan langsung menolehkan
"Pelayanan kamu sungguh memuaskan. Tak menyesal saya bayar kamu mahal," bisik lelaki yang baru pertama kali membooking jasaku. Aku tersenyum samar lalu berkata, "Sering-sering ke sini ya." Aku memainkan jemariku di dada lelaki itu sembari sesekali mencubit kecil dada yang ditumbuhi beberapa bulu halus di bagian sana. Ya, aku dan dia saat ini sedang merebahkan tubuh di ranjang setelah merasakan kenikmatan yang luar biasa. Kugunakan lengan lelaki itu sebagai bantalan kepalaku. "Pasti," ucapnya kemudian. Bergegas aku bangkit dari pembaringan lalu beringsut dari ranjang dan mengambil satu per satu pakaianku yang tercecer di lantai kamar ini. Aku mulai menggunakan baju-bajuku dengan posisi memunggungi lelaki itu. "Kamu nggak pulang? Masih betah di sini?" ucapku sembari mengerling nakal ke arahnya setelah semua baju sudah kukenakan. Sedangkan ia masih merebahkan tubuhnya dengan kedua lengan ditekuk ke belakang sebagai bantal, sembari menatapku dan tersenyum samar. "Sebenarnya aku masi
Pov Pandu**"Meskipun saya hanya seorang pembantu, saya juga harus memilih soal pasangan lah, Pak. Masa iya saya mau dijadikan istri kedua?""Pembantu?" tanya kami serempak. Lidya mengangguk cepat. "Iya, saya bekerja di sini sebagai pembantu. Tentunya atas keinginan saya sendiri. Bukan karena seperti yang dikatakan oleh dia kalau saya dijadikan alat pelunas hutang. Ini saya baru pulang belanja." Lidya memperlihatkan kantong kresek yang ada di tangannya. Terkejutlah aku dengan pengakuan yang Lidya kemukakan. Bagaimana mungkin ia mengatakan jika aku hanyalah sekedar teman yang sempat ingin memilikinya namun ia menolak? Bagaimana mungkin ia mengatakan jika ia di sini bekerja hanya sebagai pembantu. Aku yakin, pasti ada yang tidak beres di sini. Pasti Lidya disuruh dan diancam agar tidak mengatakan yang sebenarnya. Aku yakin Lidya dalam pengaruh tekanan. "Sayang, kamu jangan takut. Ada dua polisi di sini. Bicaralah dengan jujur. Katakan jika kamu diculik dan dijadikan psk di sini.