Seorang pria tampan sedang sibuk dengan pekerjaannya yang harus menandatangani dan memeriksa berbagai macam berkas kantor, hari ini ia begitu sibuk karena sekarang ia tak memiliki sekretaris lagi. Entah sudah keberapa kalinya ia memecat sekretarisnya, ia pun tak ingat.
Ia tak akan memecat sekretarisnya jika wanita-wanita cantik nan seksi itu tidak meminta hal lebih dari hubungan intim mereka, baru tiga hari Nana bekerja padanya namun wanita itu ingin ia melamarnya dengan alasan mereka sudah tidur bersama. Rasanya begitu menjijikan dan sangat memuakkan saat jalang seperti wanita itu mempermasalahkan tidur dengannya padahal tubuhnya sudah dipakai puluhan pria. Nana dan sekretaris lainnya bukan perawan saat tidur dengannya.
Ingatannya pun tertuju pada kejadian kemarin malam.
Flashback ....
Sepasang insan manusia sedang tidur di kasur dengan keadaan tubuh polos, tanpa satu pun helai pakaian, mereka berdua saling berbagi selimut putih tebal itu untuk menutupi tubuh masing-masing. Gilbert yang sudah lelah akhirnya memutuskan untuk tidur setelah percintaannya dengan sekretarisnya.
Sedangkan Nana tersenyum senang lalu memberanikan diri memeluk bosnya itu, ia pun sama lelahnya dengan pria itu karena tak perlu diragukan bagaimana hebatnya pria itu dalam bercinta.
"Aku mengantuk, jadi jangan ganggu aku. Aku mau tidur."
"Gilbert, aku mau bicara hal penting."
"Besok saja."
Sungguh, Gilbert sangat benci saat wanita ini banyak sekali bicara, apa wanita itu tak punya mata untuk melihat raut wajah lelah dirinya yang seharian bekerja? Lagi pula dalam kehidupan pribadi mereka tak ada hal penting selain sex.
Tak menyerah terus menggoda pria tampan itu, Nana mulai mengecup bibir pria itu dengan lembut membuat mata tajam itu terbuka dan menatapnya dengan tatapan dingin yang mampu menghunus relung hatinya, ia pun berusaha tetap tenang saat pria itu mendorong tubuhnya dan bangun.
"Cepat bicara!"
"Duduklah dulu dan dengarkan apa yang ingin aku ucapkan, kenapa harus buru-buru dengan cepat berpakaian?"
Gilbert tak mempedulikan saran dari wanita itu dan tetap memakai pakaian kerjanya, ia sudah muak berasa di kamar ini jika wanita itu sudah mulai menganggap hubungan mereka bisa lebih dari hubungan ranjang.
Nana pun memutuskan langsung bicara sebelum bosnya itu pergi dari kamarnya.
"Gilbert, aku ingin menikah denganmu, aku mencintaimu, lagi pula aku rasa hubungan kita sudah dalam tahap yang jauh."
"Aku yakin kau pun memiliki perasaan yang sama denganku."
"Menjijikan! Kau pikir dirimu yang sudah digilir berbagai pria bisa menjadi istriku?!"
Gilbert yang sudah terlalu muak dengan semua ini akhirnya menyadarkan wanita itu dengan kata-kata kasar yang menyakitkan, ia bahkan tak peduli saat wanita itu mulai menangis karenanya.
Ia buru-buru mengambil ponselnya dan mulai mengirim puluhan juta rupiah untuk wanita itu sebagai bayarannya selama tiga hari ini menjadi teman tidurnya.
"Kenapa kau mengatakan hal menyakitkan seperti itu padaku? Lalu apa arti hubungan kita selama ini?"
Nana sedih dan kecewa saat pria yang tak memiliki hati itu memberikan penghinaan padanya. Sedangkan Gilbert hanya memutar mata jengah saat melihat drama yang kesekian kalinya yang sudah sering ia lihat saat ia akan mengakhiri hubungan ranjang ini.
"Bayaranmu sudah aku transfer ke rekening kerjamu, hubungan kita hanya sebatas rekan kerja dan hubungan ranjang namun sekarang kita tidak memiliki hubungan apa pun, kau dipecat dari posisi sekretaris! Jangan pernah menemuiku lagi!"
Setelah mengatakan hal itu, Gilbert pun pergi dari kamar ini namun langkahnya terhenti saat mantan sekretarisnya itu memeluk kakinya dan bersujud memohon padanya.
Nana sendiri tak mau jika ia harus berakhir seperti ini, ia tak mau kehilangan mesin uangnya.
"Jangan tinggalkan aku, jangan pecat aku, aku janji tak akan membahas hal ini lagi."
"Namun sayangnya aku sudah muak dengan tingkah tidak tahu dirimu itu!"
Dengan kasar dan tanpa perasaan, Gilbert mendorong wajah wanita itu dengan kakinya hingga tubuh wanita itu terdorong ke belakang. Ia pun segera meninggalkan wanita itu yang sekarang menangis histeris.
Nana hanya bisa meratapi nasibnya dan kebodohannya yang membuatnya kehilangan semuanya, ia salah karena mengira mudah untuk menaklukan hati seorang Gilbert karena nyatanya pria itu terlalu dingin dan kejam.
Flashback off ...
"Pak Gilbert, ini saya Bu Wulan, resepsionis kantor."
"Boleh saya masuk?"
Lamunan Gilbert terhenti saat mendengar suara dari bawahannya, ia pun mengutuk sekretarisnya yang membuat pekerjaannya menjadi lebih banyak dan malah membuang waktu dengan melamun.
Saat melihat berkas-berkas yang sepertinya tak berkurang itu, ia pun hanya bisa menghela nafas lelah lalu menyetujui bawahannya untuk masuk.
"Masuk, Wulan."
Pintu itu pun terbuka dan resepsionis kantornya pun datang dengan membawa berkas yang mampu membuatnya tersenyum senang karena berkas itu akan membantunya menyelesaikan pekerjaan ini.
Resepsionis itu maju ke hadapan bosnya dan meletakkan berkas itu di atas meja lalu menjelaskan maksud kedatangan dirinya.
"Ini daftar pelamar kerja sebagai sekretaris, Pak."
"Bapak bisa memilih beberapa, kemudian kami akan menyeleksi mereka."
"Baiklah."
Gilbert pun membuka map itu dan melihat satu-persatu nama dan profil calon sekretarisnya itu, ia tersenyum senang saat melihat wajah cantik dengan pakaian kerja yang menantang, setidaknya wanita-wanita ini bisa memiliki dua peran yaitu sebagai sekretaris dan teman ranjangnya.
"Salma, Sefa, Xavina, Luina, Nadira, aku mau nama-nama itu sebagai calon sekretarisku."
"Baik, Pak."
Wulan mengangguk memgerti lalu menerima map yang diberikan oleh bksmha, setelah pamit pergi pada bosnya, ia pun keluar dari ruang bosnya. Sedangkan Gilbert sekarang bisa menghela nafas lega lalu menyandarkan punggungnya di sandaran kursi sambil membayangkan mainan barunya.
"Sepertinya aku harus melihat sendiri bagaimana cantik dan seksinya para calon sekretaris itu."
Pria tampan itu tersenyum miring sebelum akhirnya berdiri dan keluar dari ruangannya ke ruang penyeleksian calon pekerja baru. Sekalian untuk mencuci matanya dengan pemandangan indah para wanita itu.
[][][][][][][][][][][][]
Namiya yang sedang duduk di kursi tunggu dengan para pelamar kerja lainnya yang juga sedang menunggu kepastian dari pihak kantor tentang siapa yang akan lanjut ke tahap wawancara atau penyeleksian.
Jantungnya berdegup kencang karena gugup dan takut jika kali ini ia gagal, ia sudah berkorban dengan tidak mempedulikan rasa sakit yang dideranya, membayangkan jika ia gagal kali ini membuatnya ingin menangis rasanya apalagi jika ia membandingkan pakaian dan dandanan wanita lain yang jauh darinya, ia terlihat terlalu sederhana dengan riasan natural namun mereka semua terlihat begitu glamour dengan riasan menor dan gaun ketat setengah paha.
Semua orang langsung berdiri saat wanita yang menjabat sebagai resepsionis itu datang. Nami memasang telinganya baik-baik saat pengumuman nama yang diterima mulai diucapkan.
"Salma, Sefa, Xavina, Luina, dan Nadira adalah yang terpilih untuk seleksi selanjutnya, yang lain bisa pulang karena kalian tidak lolos. Yang lolos silahkan masuk ke ruangan."
Sebagian besar menghela nafas kecewa begitu pun dengan Nami, bahkan wanita itu kini meneteskan air mata saat lagi dan lagi gagal, rasanya ia sudah lelah terus berusaha untuk mencapai pekerjaan.
Sebelum berbalik badan, ia melihat para wanita yang lolos seleksi begitu cantik dan seksi. Matanya pun semakin memanas dan berkaca-kaca saat menyadari hal itu, ia mengalihkan pandangannya untuk menatap gedung mewah ini namun tatapannya tanpa sengaja tertuju pada pria tampan, gagah, dan memiliki tubuh kekar dalam balutan jas mewah itu
Nami tak tertarik untuk terus memandangi wajah tampan itu, bukan ia mengatakan pria itu jelek, ia akui pria itu tampan namun saat ini bukan waktunya memuja ketampanan pria itu. Ia harus cari kerja, ia pun segera mengalihkan pandangannya dan hendak pergi dari sini dari pada menjadi seperti para wanita lain yang masih diam mematung karena mengagumi ciptaan Tuhan yang sempurna itu.
Gilbert sendiri terasa tertarik pada wanita dengan kemeja putih dan celana bahan panjang berwarna hitam, yang begitu sederhana dan tak menarik namun yang membuat ia tertarik adalah saat wanita itu tak berpikir dua kali untuk mengalihkan pandangannya dari dirinya, tak seperti yang lain masih menatap dirinya.
"Pak Gilbert, ada keperluan apa ke sini?"
"Siapa wanita itu, Wulan?"
Resepsionis itu mengikuti arah pandangan atasannya, ia melihat salah satu pelamar kerja yang hendak pulang, ia pun mencocokkannya dengan foto profil yang ada di berkas.
"Namanya Namiya, Pak. Salah satu pelamar kerja. Apa Bapak mau saya memanggilnya?"
Gilbert menggelengkan kepalanya, lalu berjalan ke arah wanita itu, hal itu membuat yang lain menatap terkejut dan tak percaya saat pria setampan dan segagah itu bisa menghampiri dan tertarik pada gadis sederhana.
"Namiya."
Wanita yang merasa namanya dipanggil itu berbalik badan dan kini menatapnya dengan tatapan berkaca-kaca yang entah kenapa menganggu hatinya padahal wanita ini adalah orang asing. Nami sendiri segera mengusap matanya untuk menghilangkan tatapan berkaca-kaca di matanya saat tahu pemilik perusahaan sekaligus CEO perusahaan ini yang memanggilnya.
"Ada apa, Pak?"
"Kamu kenapa menangis?"
Gilbert tahu itu pertanyaan yang konyol apalagi mereka baru bertemu namun sekarang logikanya kalah dengan keinginan hatinya. Nami sendiri terkejut dan yang lain pun jauh lebih terkejut dan merasa percuma berdandan dan memakai baju mahal jika wanita seperti Namiya saja bisa mendapat perhatian dari pemilik perusahaan ini.
"Saya engga menangis, Pak. Cuma kelilipan debu saja. Jika tidak ada yang perlu diucapkan lagi, saya permisi Pak."
Gilbert tahu wanita itu berbohong padanya dan ia tak suka mendengar hal itu, ia menatap tajam wanita itu dan Nami sendiri semakin bingung ketika melihat tatapan setajam elang itu yang seakan marah padanya, perasaannya ia tak mengatakan hal yang salah atau berbuat salah.
"Saya mau kamu jadi sekretaris saya."
Gilbert segera menahan tangan wanita itu ingin pergi darinya, ucapan yang kelaur dari bibirnya membuat wanita itu menoleh lagi dan kini dengan mata berbinar-binar karena senang, hal itu membuatnya tanpa sadar ikut tersenyum padahal ia adalah tipe pria berwajah datar dan jarang tersenyum namun cukup melihat senyum manis wanita itu, sudah membuatnya ikut tersenyum.
"Beneran, Pak?"
Namiya kembali bertanya untuk memastikan pendengarannya dan melihat anggukan kepala dari pria itu membuatnya bertambah senang. Namun rasa pusing itu kembali menyerang, kini ia tak mampu lagi bertahan, rasanya tubuhnya begitu lemah.
"Kamu kenapa?"
Gilbert bertanya dengan nada khawatir saat melihat wanita itu seperti hendak terjatuh, ia tak tahu kenapa dirinya begitu peduli pada wanita asing ini.
"Makasih, Pak."
Setelah mengucapkan hal itu dengan nada pelan dan lemah, tubuh Nami pun seketika terjatuh dan Gilbert dengan sigap menangkap dan memeluk tubuhnya. Tanpa berpikir panjang dan tak mempedulikan tatapan para karyawan wanitnya yang menatap iri pada mereka, Gilbert pun segera menggendong tubuh wanita itu ke ruangannya lalu berteriak pada resepsionisnya.
"Wulan, cepat panggilkan Dokter!"
"Baik, Pak."
Setelah seorang dokter wanita memeriksa kondisi Namiya dan memberi obat, dokter itu pun pamit pulang dan diantar oleh Wulan karena Gilbert terlalu malas untuk bersikap baik di depan dokter yang merupakan pekerjanya. Ia masih diam dan menatap tubuh kurus dari wanita berwajah polos yang baru saja pingsan tadi.Entah kenapa ia menyukai ketenangan yang terpancar saat wanita itu tertidur di atas ranjang, dari dulu memang ia menyediakan ranjang jika ia lelah dan butuh waktu istirahat, atau jika tiba-tiba saja nafsu mulai menguasai dirinya dan harus segera dituntaskan.Tangannya bergerak perlahan-lahan untuk mengusap pipi yang dipoles sedikit riasan, ia tahu ini lancang karena menyentuh seorang gadis tanpa persetujuannya dan daat sedang tidur, namun tetap saja tangannya terus mengusap lembut pipi gadis itu."Wajah yang terlalu polos untuk jadi mainan saya."Karena terlalu sibuk memandangi wajah gadis itu, ia sampai t
Aku berjalan ke arah meja resepsionis untuk mengambil dan menandatangani kontrak kerjaku, senyum tak pernah luntur dari bibirku saat membayangkan akan bekerja dan mendapatkan gaji dari perusahaan sebesar ini yang aku tahu memberikan gaji tak sedikit, bisa dua kali lipat dari perusahaan biasa.Setelah sampai di meja resepsionis, aku pun menatap ke arah wanita cantik yang tadi menyeleksi kandidat sekretaris lalu menyapanya dan memberi tahu tujuanku."Selamat siang.""Siang, ada apa?""Saya disuruh Pak Gilbert untuk minta kontrak kerja dan menandatanganinya, Bu.""Oh gitu, tunggu dulu.""Baik, Bu."Entah hanya ia yang merasakan atau memang benar adanya, ia bisa melihat tatapan kasihan sejenak di mata resepsionis itu, ia merasa tidak seperti gembel yang tersesat di kantor megah ini, walaupun pakaiannya dan riasan wajahnya tidak semewah para pekerja di sini, namun ia
Setelah kejadian beberapa hari dulu, sekarang Namiya jadi lebih menjaga jarak atau lebih tepatnya menjauh dariku, sudah aku duga ini akan terjadi namun bagaimana pun aku harus menyadarkan gadis itu akan pasal terakhir dalam kontrak kami.Aku selalu berusaha mendekati gadis itu dengan perlahan-lahan, walaupun terlihat tidak profesional dalam bekerja, namun aku tetap melakukannya, menarik perhatian seorang gadis bukanlah diriku, namun saat melihat gadis itu menjauh dariku membuat aku risih, contohnya seperti saat ini.Mereka sedang makan siang bersama klien, namun gadis itu malah mengambil tempat duduk di samping klien, ketimbang di sampingku. Hal itu pun membuat aku kesal dan langsung memerintah kembali gadis itu."Namiya, duduk di samping saya.""Baik, Pak."Terlihat sekali bahwa gadis itu terpaksa menuruti keinginannya, sebelum gadis itu duduk, ia sengaja mendekatkan kursi di sampingnya ke ara
Entah sudah berapa menit aku berdiri di depan lemari pakaianku yang sudah rusak dan kayunya mulai rapuh oleh rayap, wajar saja karena umur lemari ini sudah sepuluh tahun, ia belum punya uang untuk mengganti lemari usang ini. Tapi bukan itu permasalahannya sekarang, masalahnya adalah isi lemari itu.Ia sedang mencari mana baju yang kayak untuk ia pakai ke Club, meskipun itu tempat yang penuh maksiat, namun ia percaya bahwa pertemuan yang melibatkan Pak Gilbert di dalamnya pasti pertemuan yang mewah dan elegan, yang berisi ratusan orang dengan setelan jas mahal, gaun indah, dan perhiasaan yang berharga fantastis.Membayangkan betapa mewahnya acara nanti malam dan membedakan pakaian semua orang di sana nantinya dengan pakaian di lemarinya membuat ia menghela nafas kasar dan kembali menutup lemari tersebut. Tak ada satu pun baju atau gaun yang layak pakai, dari pada mempermalukan diri sendiri di pesta mahal itu, lebih baik i
Akhirnya kami pun sampai di dalam Club yang sudah dipenuhi lautan manusia yang bergoyang dan berpesta ria dengan minuman dan pasangan mereka. Tanganku dengan sengaja memeluk pinggang sekretarisku, dia terlihat risih dengan keberadaan tanganku di pinggangnya dan beberapa kali menurunkan tanganku dengan halus agar aku tidak tersinggung dengan penolakannya.Namun bukan Gilbert namaku jika dengan cepat mengalah, setiap kali ia turunkan tanganku maka saat itu juga aku naikkan lagi tanganku. Akhirnya dia mengalah karena lelah untuk menurunkan tanganku yang nakal. Diam-diam aku memperhatikan dirinya yang terlihat memukau malam ini, sebenarnya Namiya itu seksi dengan tubuh langsingnya dan beberapa aset unggulan para wanita yang ada di tubuhnya sangat menggoda untuk disentuh. Namun sayangnya dia sepertinya anak rumahan yang lugu sehingga masih memakai gaun selutut yang sopan itu."Ayo kita duduk di pojok.""Duduk di sini saja, Pak. Di
Pagi ini, aku bersiap-siap untuk bekerja ke kantor. Seperti biasanya aku sibuk menyiapkan segala hal dan bersih-bersih rumah agar nantinya saat aku pulang dengan keadaan lelah maka rumah sudah bersih. Aku mulai menyapu, mengepel, mencuci baju, masak, mencuci piring, menjemur dan menyetrika. Sebelum akhirnya aku mandi dan berpakaian dengan kemeja dan rok span yang sama saat aku melamar kerjaan karena aku hanya punya dua setelan baju kerja."Mungkin nanti jika sudah gajian maka aku akan membeli setelan kemeja dan rok untuk kerja," ucapku sambil menatap pantulan diriku di kaca yang terlihat tak menarik dan biasa saja."Apa yang Pak Gilbert lihat dariku? Cantik pun tidak, seksi juga tidak, pintar pun biasa saja. Mungkin mata bosku itu sedang sakit saat memutuskan memilih aku menjadi sekretarisnya.""Tapi seharusnya aku bersyukur jika mata bosku sakit saat itu, sehingga aku bisa dapat pekerjaan dengan gaji yang tinggi."
Waktu jam istirahat pun dimulai, aku memilih tetap berada di mejaku saja karena aku bawa bekal jadi tak perlu turun ke lantai bawah yang terdapat kantin. Pandanganku sejenak tertuju ke arah pintu ruangan bosku yang belum terbuka sejak tadi, dia pasti sedang melakukan kegiatan mesum sehingga lupa waktu dan membatalkan makan siang dengan rekan kerja. Aku memilih tak mempedulikan mereka dan hendak makan namun gerakan tanganku terhenti ketika melihat seorang pemuda cukup tampan dengan senyum ramah berdiri di depanku dengan berkas di tangannya."Selamat siang, Namiya.""Selamat siang, Pak Andres.""Lagi makan siang ya?""Iya, Bapak ada keperluan apa di sini? Mau kirim berkas ke Pak Gilbert?"Keningku berkerut bingung saat pria itu menggelengkan kepalanya dan malah menarik kursi di depanku lalu duduk di depanku. Aku yang canggung dengan keadaan ini pun jadi tak enak hati lanjut makan saat ada Manajer
Waktunya jam pulang pun tiba, semua karyawan kantor mulai berjalan keluar dari kantor, aku pun hendak pulang dan ingin masuk ke dalam mobil namun tak jadi lalu kembali menutup pintu mobil saat melihat sekretarisku dengan salah satu bagian manajer yang tadi siang menjadi alasan aku kesal. Tadi siang makan bersama, sekarang ingin pulang bersama. Tak akan aku biarkan."Namiya!"Perempuan itu menoleh ke belakang dan terkejut sekaligus bingung saat melihat aku yang memanggilnya. Andres juga tak menyangka jika aku ada lagi di antara mereka, dia terlihat kesal namun berusaha tetap sopan karena aku atasannya."Pak Gilbert, ada apa memanggil saya?""Pulang bareng saya, ada tugas yang harus kamu selesaikan."Tak pernah aku berbohong hanya untuk menahan seorang perempuan, pasti sekretarisku ini bingung dengan apa yang aku ucapankan. Apalagi Andres yang terlihat tak percaya jika yang ucapan kan benar. Aku
Jika melihat seorang pria yang sedang duduk di bangku kebesaran dalam ruangan CEO, pasti kalian akan berdecak kagum dengan ketampanan wajah pria muda berumur dua puluh lima tahun itu, pria dengan gelar kesempurnaan karena hidupnya tanpa celah. Dia terlihat begitu sibuk memeriksa laporan keuangan di akhir bulan untuk menjadi penutup laporan keuangan bulan ini bahkan ia belum pulang walau sudah malam hari.Nama pria itu adalah Aswin Mahendra, para wanita mengaguminya namun Aswin hanya punya satu wanita di hatinya adalah Lidia Trisia, tunangannya yang beberapa hari lagi akan menikah dengannya di sebuah gedung hotel dengan perayaan mewah, seribu undangan akan datang di pernikahannya dan dekorasi pesta yang layaknya pernikahan seorang pangeran dan puteri.Baru saja ia mengingat dengan tunangannya itu, lalu sebuah tangan memeluknya dari belakang, ia menoleh ke arah wajah pemilik tangan itu dan benar dugaannya bahwa tunangannya yang memeluknya. Mereka telah menjalin hubungan ha
Aldrick & RheaSatu kesalahan dalam hidup ku Yaitu mencintai muLebih dari ku mencintai diri ku sendiriRhea sedang mencuci baju kakak kembar nya itu dengan telaten meskipun di mansion besar dan mewah milik ayah nya ini banyak pembantu namun tetap saja aldrick selalu menyuruh nya baik itu mencuci baju, menyetrika, menjemur, masak, dan lain-lain kalau bara dan amira (ayah ibu rhea dan aldrick) sedang tidak ada di rumah."Ting Tong Ting Tong", suara bel rumah dan tumben aldrick kakak nya tak berteriak memanggil nya untuk membuka pintu mansion namun rhea lebih memilih melanjutkan cucian nya mungkin aldrick sedang dalam mood baik.Rhea sudah selesai mencuci pakaian aldrick dan langsung berjalan ke kamar nya, ia harus belajar agar juara 1 umum yang d
JUDUL: BULAN RAMADHAN BERSAMA NAMIRASeorang anak kecil cantik berusia delapan tahun sedang duduk di meja belajarnya sambil menulis daftar keinginannya untuk Ramdhan tahun ini, setiap kata yang tergores di kertasnya menimbulkan senyum kegembiraan karena membayangkan keinginannya menjadi kenyataan."Selesai, aku langsung kasih ke mama biar ibu enggak lupa beli deh."Namira, nama gadis cantik itu setelahnya ia turun dari kursinya dan berlari ke arah ibunya yang sedang berada di dapur, memasak untuk makan malam mereka. Namira semakin cepat berlari hingga ia tak melihat jalan lagi, dan akhirnya terjatuh di lantai."Ibu, sakit!"Andin, sang ibu terkejut mendengar teriakan dan rintihan kesakitan, saat berbalik badan ia melihat putrinya sudah terduduk di lantai sambil menangis. Andin pun langsung mencuci tangannya dan menghampiri Namira."Namira, kamu kenapa sayang? Kok bisa jatuh?""Ta ... tadi Namira berlari ingin memberi ini ke ibu tapi Namira m
JUDUL: DUNIAKU DAN IBUSeorang wanita cantik membawa tempat makan berisi makanan kesukaan putri kecilnya sambil berjalan memasuki rumah sakit dengan senyum manis di bibirnya namun di hatinya ia takut dan khawatir akan kondisi sang putri yang makin memburuk setiap harinya. Sheina menatap dokter dan suster yang berlarian membawa alat-alat medis dengan wajah khawatir dan takut ke arah ruang rawat VIP putri kecilnya."Kiana.......Sheina menjatuhkan rantang yang ia bawa lalu berlari ke arah ruangan putrinya, air mata menetes di kedua pipinya. Ini yang Sheina takutkan selama dua tahun ini, ia takut tuhan akan mengambil Kiana, putrinya dari kehidupannya. Sheina membuka pintu ruang rawat putrinya dengan air mata yang telah mengalir deras di kedua pipinya saat melihat alat-alat medis menempel di tubuh mungil putrinya."Kiana sayang hiks mama di sini hiks kamu harus bertahan demi mama sayang," ucap Sheina memeluk putrinya namun hanya sebentar karena suster me
Harapan Sahabat PenulisPerkenalkan namaku adalah Maharani Dwi Putri, ibuku memberiku nama itu agar aku menjadi seorang putri yang akan selalu bersinar.Aku hanya gadis biasa dengan impian setinggi langit, bagaimana tidak? Aku memiliki impian bisa menerbitkan karya tulisku yang berupa Novel agar bisa diterbitkan oleh penerbit mayor.Sebenarnya impianku itu biasa saja bagi orang lain, namun bagiku itu adalah keajaiban yang akan sulit kuraih, melihat kemampuan menulisku yang masih rendah berbeda dengan penulis hebat di luar sana, seperti Tere Liye, Boy Chandra, atau penulis favoritku Pit Sansi."Rani!!!"Suara teriakan sahabatku, membuat aku tersadar dari lamunanku lalu menoleh pada sahabatku, Nara. Aku memasang wajah bersalah karena sudah tak mendengar ocehan sahabatku dari tadi."Kau pasti tidak mendengar apa yang kuceritakan dari tadi bukan?"
JUDUL: PENIPUAN YANG MEMBERI MOTIVASISeorang gadis cantik yang memakai baju seragam putih abu-abu, duduk di bangku yang terbuat dari kayu di depan rumahnya.Suara isak tangis dan air mata yang mengalir di kedua pipinya, menandakan kesedihan yang dirasakan gadis yang bernama lengkap Ayu Ratnasari."Mama, semuanya gara-gara Ayu yang tergiur dengan harga laptop tersebut, seharusnya Ayu mendengarkan mama hiks hiks."Ayu menatap mamanya yang berada di sampingnya sambil memeluknya, dalam hati ia merutuki kebodohannya karena keinginannya membeli laptop."Sudahlah kak, anggap saja uang itu menjadi uang sial atas kerja kerasmu, sudah jangan bersedih lagi," ucap ibu Ayu, berusaha menenangkan putrinya yang bersedih.Sebenarnya ibu Ayu, juga sangat menyayangkan uang senilai hampir dua juta rupiah, lenyap karena tergiur akan harga murah laptop.Ayu bukan terlahir dari keluarga kaya atau miskin, ia terlahir dari keluarga sederhana. Di umurnya yang
Namiya menyambut kepulangan Gilbert sehabis kerja dengan pelukan hangat dan senyum manis di bibirnya, ia sedang butuh pelukan saat ini untuk menenangkan dirinya dari rasa khawatir dan takut dalam dirinya. Gilbert pun membalas pelukan istrinya lalu mengecup kening Namiya dengan lembut."Aku merindukanmu, Gilbert.""Tumben sekali kau merindukan aku secepat ini, kita baru berpisah tidak lebih dari sehari. Apa ada sesuatu yang terjadi.""Tidak ada yang terjadi. Apa tidak boleh seorang istri merindukan suaminya?""Boleh, ayo kita ke kamar."Namiya pun mengangguk dan keduanya pun berjalan menaiki tangga untuk je kamar. Gilbert tak masalah dengan sikap manja istrinya karena ia senang menanggapi sikap manja Namiya. Namun baru dua langkah menaiki tangga, suara panggilan dari seseorang di belakang membuat mereka berhenti melangkah dan berbalik badan."Nyonya, Tuan. Tunggu dulu.""Ada apa, Bi?"Namiya bertanya lebih dulu karena bingung melihat pe
Seorang wanita cantik sedang sibuk membuka setiap lembar dari buku usang yang sudah tua, buku yang ia bawa sebagai warisan terakhir panti asuhannya, satu-satunya barang yang tersisa dari panti walau kondisinya sudah hancur sebagian dan ada beberapa lembar yang robek akibat bencana alam waktu itu. Hanya ia yang tahu bahwa buku berisi informasi mengenai seluruh anak panti telah berada di tangannya, buku ini ditemukan tim sar berada di dekatnya ketika kejadian sehingga buku ini ikut dibawa bersamanya karena mungkin bisa membantu anak-anak panti yang selamat dan tak punya tempat tinggal lagi atau siapa pun di dunia ini untuk menopang hidup. Setelah bertahun-tahun lamanya, Namiya membuka buku ini untuk pertama kalinya, dulu ia tak pernah membuka buku ini karena ia tak mau mengetahui tentang identitas orang tua yang sudah membuangnya namun kejadian di pernikahannya membuat hati kecilnya meronta ingin tahu siapa ayah dan mamanya, ia tahu bahwa preman itu tahu siapa orang tuanya dan penguru
Hari ini Namiya bangun kesiangan namun tetap ia yang lebih cepat bangun dari Gilbert. Karena sekarang statusnya sudah berubah menjadi seorang istri, ia pun mulai menjalankan perannya sebagai istri dengan baik, ia berusaha melakukan apapun yang ia bisa untuk melayani suaminya dengan baik.Setelah ia selesai mandi, ia pun langsung menyalakan air hangat untuk suaminya mandi karena sepuluh menit lagi Gilbert akan bangun, pria itu punya rutinitas bangun tepat waktu, tidak kurang dan tidak lebih. Secepat mungkin pun Namiya mempersiapkan diri, memakai baju terbaik dan berdandan lalu menyisir rambutnya.Namun sayangnya suaminya sudah lebih dulu bangun saat ia sedang menyiapkan pakaian dan barang-barang kerja Gilbert. Gilbert tersenyum manis saat melihat Namiya sedang menjalankan tugasnya menjadi istri yaitu melayani kebutuhannya, Namiya juga membalas senyuman suaminya. Setelah aktivitasnya selesai, ia pun hendak keluar kamar dan mau melihat sarapan yang dibuat oleh pembantu namu