"jadi Sudah berapa lama kau hamil?""Aku baru mengetahuinya. Mungkin sebulan," ujar wanita itu."Alhamdulillah, anak akan jadi pengikat hubungan antara orang tua serta memperkuat tali silaturahmi keluarga. Kupikir hubungan kalian berkembang dengan baik sehingga kau dengan segera mengandung anaknya Kevin," ujar suamiku sambil tersenyum tulus pada wanita itu, sementara Mila hanya tertawa miris.Dia sepertinya tidak terlalu bahagia dengan itu, mas Kevin juga hanya diam sambil menelpon keningnya dengan tangan, Mila nampak tak bersemangat, roman wajahnya terlihat pucat dan cekungan di matanya tak mampu menutupi bahwa Ia memang kurang istirahat dan banyak pikiran. "Jadi kau yang datang ke sini untuk memberitahuku, kalau aku akan punya cucu baru?" tanya ibu Jihan sambil mengejarkan pandangannya pada dua sejoli itu."Iya, kuharap bunda senang," jawab Mila."Baguslah, aku senang," jawab ibu Jihan mengangguk tapi tak segaris senyum pun tergambar di wajahnya. Entah dia masih benci ataukah wani
"Jadi, tante Mila itu hamil beneran atau pura-pura?" Tiba-tiba cinta datang ke dapur dan bertanya saat aku kebetulan sedang memasak. "Masa hamil pura-pura sayang, 'kan nanti di perutnya juga kelihatan.""Berarti nenek akan menerima tante Mila?""Ga tahu Sayang.""Berarti nenek akan punya cucu lain selain kami jadi pasti nenek akan menyayanginya."Aku langsung menghentikan kegiatanku di dapur dan mengajak anak untuk duduk sejajar denganku."Dengar, siapapun yang datang dan pergi dalam kehidupan kita, itu tidak boleh menjadi pengaruh yang besar yang akan merusak fokus dan mengganggu pikiran. Mungkin Ayahmu akan punya anak baru dan dia akan lebih menyayanginya tapi dia tetap akan menyayangimu dan kakakmu.""Tidak punya anak saja Ayah sudah lalai, apalagi kalau punya.""Nanti bunda akan bicara padanya.""Ga usah, percuma.""Apa kau takut ayahmu tidak lagi peduli denganmu?" Aku bertanya dengan lembut sambil membelai kepalanya."Tidak, toh, kami juga punya ayah sambung di rumah.""Jadi
Lama aku dan dia saling berpandangan, wanita itu kemudian tersenyum aneh dan menggeleng pelan. Aku yang selalu memiliki niat baik di hatiku berusaha untuk mencoba mencairkan suasana dan memperbaiki hubungan.Aku dorong kereta belanja ke arah dirinya dan menyapanya."Hai.""Hai." Dia seperti ingin kabur dari tempat itu tapi terlalu canggung untuk melakukannya. Bagaimana pula dia tidak akan menjawabku kalau aku adalah istri atasan suaminya."Masya Allah, perutmu sudah membesar, apa bayinya sehat?""Iya, sangat sehat," jawabnya sambil memilih susu, dia melihatku dari atas ke bawah, melihat penampilanku yang sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Jauh lebih berkelas dibanding saat aku masih terikat dengan mas Kevin dan jadi istrinya. "Kau sendirian.""Ya, apa boleh buat, Mas Kevin terjebak di gudang dan jarang bertemu denganku. Sudah 7 bulan kehamilan dan kami belum melakukan acara syukuran apapun semua itu karena ia terlalu sibuk pada perusahaan.""Oh benarkah?""Ahhh, tak masalah." Wa
Kabar yang kuterima seperti mentari yang terbit setelah mendung panjang. Aku tak menyangka jika tuhan menjawab doa-doaku secepat ini. Alhamdulillah dengan sedikit effort dan kecanggihan teknologi, serta biaya yang tidak sedikit, aku berhasil hamil.Setelah diperiksa dan diketahui bahwa aku mengalami sedikit kendala untuk punya anak lagi secara alami, aku dan Mas Fadli segera memutuskan untuk melakukan prosedur bayi tabung. Alhamdulillah, proses tersebut berhasil di percobaan pertama. Tespek berhasil garis dua dan membuatku sangat bahagia. "Mataharinya cerah ya, Mas," ucapku membuka percakapan, di meja makan, suamiku sedang makan roti dioles keju dan saus strawberry. Kuperhatikan siluet wajahnya dari samping, dia tetap tampan, kacamata dengan tangkai coklat itu selalu bertengger di sana, dia mengesap kopi dan mengunyah roti sementara aku terus memandangnya."Ada apa?" Dia seperti menyadari bahwa aku sejak tadi memperhatikannya, aku tersenyum sementara ia membalas sambil menggeleng g
Seminggu setelah bertemu di rumah sakit dengannya, kudengar kabar kalau Mila masuk rumah sakit, wanita itu dilarikan ke rumah sakit karena dia akan melahirkan putranya. Mas Kevin menelponku dan minta izin agar dia bisa absen kerja demi menemani istrinya itu."Mas Fadli ada.""Dia di Surabaya, baru berangkat tadi pagi.""Kalau begitu aku ingin minta izin.""Kenapa?""Sepertinya Mila mau melahirkan jadi aku akan menemaninya.""Oh, segera pergi.""Segala tugas perhitungan dan pengiriman sudah saya setorkan kepada admin dan staf jadi mereka akan kirim laporannya sore nanti.""Ok.""Terima kasih Bu.""Sama sama." Berikan izin dan kubiarkan dia pergi karena aku tahu betapa seseorang sangat khawatir akan keselamatan istri dan anaknya. Dulu saat aku mau melahirkan Daffa dan sinta, dia pun meninggalkan pekerjaannya di bandara untuk menemaniku, baginya momen kelahiran anak adalah hal yang tidak bisa dilewatkan, karena itu adalah pertarungan jiwa dan nyawa. Penting baginya untuk mendamping
Seusai menjenguk anak mas Kevin, aku dan kedua anakku meluncur pulang. Masih dengan motor yang sama, aku membonceng anak-anak dan selalu nyaman mengantarkan mereka dengan itu. Aku belum tergerak sekalipun untuk belajar mengemudi dan bergaya seperti wanita kaya pada umumnya, jadi sosialita dan beli mobil mewah lalu mengendarainya sendiri. Aku sadar, bahwa segala yang kumiliki adalah uang suamiku jadi tidak pantas bagi diri ini untuk bermegah-megahan dengan cara berlebihan. "Bunda, kasihan juga ya, Ayah dan anak bayinya.""Iya, kasihan.""Apa kita bisa menolong?""Aku malu minta tolong pada ayah tiri kalian. Mas Fadli terlalu banyak menolong Mas Kevin, dulu dia membayar 200 juta untuk operasi Mila, rasanya canggung saja jika harus minta pertolongan untuk kedua kalinya.""Iya juga ya, Bunda.""Kalaupun Mas Fadli mau menolong biarlah itu datang dari inisiatifnya sendiri.""Lalu, bagaimana bunda akan menolong bayi itu apa kita tidak akan menolongnya sama sekali?""Bunda akan mengusaha
Benar kata pepatah, perilaku akan mempengaruhi keberuntungan. Kadang seseorang amat peduli dan ingin membantu kesulitan kita, tapi karena sikap kita yang buruk orang-orang terpaksa menahan bantuannya. Mungkin itulah sedang terjadi pada mas Kevin. Aku tidak mencela lelaki itu sebagai pria yang buruk sifatnya, tapi karena dia menikah dengan Mila yang arogan dan sombong, suka mengacau dan minta perhatian, jadi keluarga besar yang mayoritas adalah orang-orang kaya tidak begitu bersimpati pada mereka.Kendati Ibu Jihan sudah menelpon semua orang dan berusaha minta bantuan, aku tak mendapatkan umpan balik yang baik, yakni berupa respon positif dan sejumlah tranferan uang. Ada beberapa yang ingin menolong tapi itu tidaklah banyak, mereka semua sebenarnya mau membantu tapi karena kecewa pada mas kevin, mereka jadi mengurangi bantuannya.(Aku akan membentuknya tapi hanya 5 juta ya.) Erlina adik sepupu Mas Kevin, dari saudara ayahnya yang paling bungsu mengirimkan pesan padaku.(Iya, terima
Dengan dengan berusaha sekuat tenaga untuk melobi bantuan dari pemerintah setempat, serta dibantu setengah biaya oleh suamiku untuk biaya operasi, akhirnya Mas Kevin bisa mendanai operasi anaknya. Operasi tersebut terlaksana sesuai dengan jadwal meski aku tidak hadir di sana. Di hari bayi itu operasi aku sedang sibuk mengurus pabrik, karena ketidakhadiran Mas Kevin untuk mengawasi operasional di sana. Mas pada diri sendiri bolak-balik keluar kota karena bisnis yang berkembang semakin pesat dan menuntut dia untuk kembali membuka cabang terbaru di bagian Kalimantan dan Sulawesi. Dulu distribusi tidak begitu gencar, tapi karena permintaan barang semakin meningkat, ditambah biaya yang tidak sedikit untuk pengiriman dan jika hanya mengandalkan dua cabang pabrik sepertinya kami tidak bisa memenuhi kuota permintaan pelanggan. Oleh karena itu, kami mempertimbangkan untuk membangun dua pabrik lainnya di kota tersebut. Omset bulan ini naik meningkat, Alhamdulillah, mungkin itu berkat doa-
setelah rangkaian kesulitan hidup yang susah sekali dikembalikan untuk jadi lebih baik, perlahan aku mulai berjuang untuk Mila, mulai membuka hati dan serius mencintainya. mulai menerima kenyataan bahwa Fathia bukan jodohku dan istriku sekarang adalah Mila. Aku berhenti mengejar Fatia dan berharap dia akan bersimpati padaku, aku memutuskan untuk menerima kenyataan, berdamai dengan apa yang kumiliki dan menjalani apa yang bisa kujalani. Aku tahu aku punya banyak hutang pada Mas Fadli yang itu merupakan suami Fatia, meski ingin sekali keluar dari tempat ini tapi aku terikat kontrak dengan mereka sehingga aku harus bertahan untuk melunasi semua itu sembari bertahan hidup untuk istriku. Hutang pengobatan Mila juga masih ada padaku, berikut juga dengan PR untuk memperbaiki apartemen kami serta mengembalikan sisa uang pembeli yang tempo hari membatalkan pembeliannya. hidupku seakan di lantai oleh hutang-hutang yang tidak terhitung banyaknya. jika aku menanggapi itu dengan pikiran ke rumah
Besok hari, sebelum berangkat kerja aku mampir ke rumah ibuku, Aku ingin bicara sedikit dengan beliau dan mendiskusikan tentang istriku. ucapkan salam dan kebetulan Ibu sedang ada di meja makan, beliau sedang sarapan dan menikmati secangkir kopi bersama ayah. "selamat pagi bunda?" "pagi sayang." Ibu menerima kecupan dariku, dan ayah juga kucium tangannya. "tumben mampir kemari, biasanya kau akan langsung ke gudang dan pabrik kakakmu?""Aku rindu dengan ibu karena sudah lama tidak mampir, Aku benar-benar merindukan kalian.""ah kau ini...." Ibu menepuk bahuku sambil tertawa. "Bu aku ingin bicara sedikit denganmu.""ada apa?" Ibu mengalihkan perhatian dan menatapku. "meski sulit dan menyebalkan ... tapi aku benar-benar berharap Ibu mau memaafkan kami... Tolong maafkan aku dan berilah mila kesempatan untuk jadi menantu yang baik," pintaku dengan nada yang berhati-hati. "tumben bilang begitu?" Ayah yang heran menatap diri ini dengan lekat. "kemarin itu ucapan Bunda membuat istrik
karena diusir sedemikian rupa kami tidak punya pilihan lain selain pergi. ku bawa istriku kembali lalu bersama dengannya kami menaiki mobil perusahaan untuk kembali ke rumah. "kupikir ibumu ada benarnya Mas," desah wanita itu memecah keheningan di mobil kami. "apa maksudmu?""baginya menantunya hanya Mbak Fathia, dia menyayanginya dan wanita itu memang pantas mendapatkan kasih sayang yang besar.""tapi dia bukan lagi istriku, jadi Ibuku harus menerima kenyataan bahwa kamulah satu-satunya menantu." aku menggenggam tangannya, berusaha membuat dia tenang. terasa sekali kasarnya kulit karena bekas luka bakar, membuat hati ini terenyuh. aku tahu istriku salah terlalu banyak bersikap sombong dan arogan, tapi kekesalan jadi kecemburuannya setiap hari bertemu dengan Fathia terpatik gara-gara diriku. andai aku lebih bisa menjaga hati dan perasaannya mungkin semua musibah itu tidak akan terjadi. mungkin jika istriku akan lebih tenang tidak perlu terjadi musibah yang betul-betul membuat di
"sepertinya kau terkesan dengan kebaikan fatia barusan?"tanya istriku saat aku dan dia mencuci piring dan Fathia sudah pulang. "aku terkesan karena dia mau memaafkan kita dan mau turun tangan membersihkan tempat ini untuk membantumu," jawabku. "aku sendiri terpukau dengan kebaikan mantan istrimu itu. kupikir dia akan terus memusuhi kita tapi ternyata dia punya ketulusan yang tidak kubayangkan." istriku mencuci tangannya dan mengeringkannya disobek, aku tidak mengerti maksud tetapannya tapi sepertinya dia sedikit resah. "mungkin wajar saja jika kau masih mencintai dan berharap bisa berhubungan baik dengannya."aku segera meraih tanganmu lah begitu mendengar dia mengatakan hal tersebut. tersenyum diri ini sambil mengetuk keningnya dan kupeluk dia dengan erat. "dia memang sebaik itu tapi sekarang hanya kau satu-satunya cinta di hatiku.""tidak usah menghiburku dengan kalimat itu,"jawab Mila sambil mendorong dada ini dengan ujung jemarinya, wanita yang kulit wajahnya belum begitu rata
hampir 20 menit berkendara dengan segala kegalauan hati memikirkan apakah apartemen itu masih layak dihuni atau tidak mengingat hampir 1 tahun tidak di sana kupikir sudah ada beberapa bagian yang merembes, kamar mandi juga merembes dengan cat dinding yang sudah mengelupas, beberapa bagian dinding juga retak dan tidak layak, mereka juga lembab dan jamuran tapi aku bisa apa hanya itu satu-satunya tempat yang bisa dituju untuk sementara ini. mungkin aku bisa membayar kontrakan, tapi bagaimana aku akan mencukupi pengobatan Mila, sementara uang itu juga untuk makan dan transportasi sehari-hari. aku harus berusaha mencukupi gajiku ditambah dengan potongan perusahaan yang sempat ku pinjam untuk operasi istriku. kupandangi wajah Mila dan raut kesedihan yang terlihat di matanya, dia berkaca-kaca tapi wanita itu berusaha menyembunyikan kesedihannya. rumah ibunya terlalu nyaman selama ini kami tidak pernah berpisah dengan mereka jadi mungkin istriku harus membiasakan diri dan merasakan kerin
"mau kemana?" Tanya istriku cemas."aku mau pergi, sudah terlalu lama kita diinjak-injak, aku sudah tak sanggup lagi.""tapi...." Mila nampak ragu melihatku yang terus berkemas, dia sepertinya bimbang hendak tetap berada di sini ataukah ikut dengan suaminya yang tidak berdaya ini."aku tahu aku harus menghargai mertua, Aku tahu aku harus menjunjung mereka tapi ini benar-benar keterlaluan, Mil. aku masih punya harga diri.""sebagai orang tua mami pasti terlalu mengkhawatirkanku sehingga dia berkata seperti itu.""aku juga memposisikan diriku sebagai dia. Aku membayangkan putriku harus hidup dalam kesulitan bersama suami yang dicintainya. tapi, aku akan menahan diri dari ucapan menghina orang lain," balasku Dengan hati Yang benar-benar Sakit. ingin rasanya menangis tapi aku malu pada genderku sendiri. aku laki-laki yang harus terlihat tegar tapi ada kalanya perasaan ini rapuh dan sedih. "aku sudah berusaha sekuat tenaga Tapi saat tuhan hanya memberi terbatas, aku bisa apa!! Aku juga ma
orang ke sini isinya Mertuaku begitu dia tahu kalau aku dan istriku pergi makan malam ke rumah Fatia, wanita itu mencemooh dan terus berceloteh kalau kami adalah orang-orang yang tidak punya harga diri dan rela menghamba pada keluarga Fatia. "sudah tahu kalau wanita itu yang membuatmu menderita, kini kau pergi dan menjalin hubungan baik dengannya? ada apa denganmu?!""mi, dia kan Bos kami, Jadi kami harus tunjukkan itikad baik Kalau Kami berkomitmen untuk bekerja dengan benar dan berdamai.""apa untungnya, lihat wajah, tangan dan tubuhmu yang sudah cacat itu! dengan segala keburukanmu itu kau datang padanya dan minta maaf? ke mana harga dirimu. bukankah selalu kubilang kalau kau harus menghargai dirimu sendiri sebelum menghambakan diri ke orang lain!""kami tidak menghambakan diri mami, aku dan mereka memang harus menjalin hubungan baik karena suamiku dan suaminya Fathia adalah sepupu. mereka adalah keluarga dekat dan mau tidak mau kami akan berbaur.""Tapi kau bisa menghindarinya...
sehabis makan malam Fathia dan asisten rumah tangganya membereskan Piring dan membawanya ke dapur, Mila sendiri sedang berusaha mendekatkan dirinya pada anak-anak kami, dia mengobrol dengan mereka dan mulai berusaha membangun kepercayaan kedua anakku. Mas Fadli izin sebentar karena dia ada tamu yang sedang menunggunya di depan, jadi kakak sepupuku itu membiarkan aku dan Mila duduk di ruang keluarga bersama anak anak."bentar ya aku mau minum," ucapku pada Mila."iya Mas."kulangkahkan kakiku menuju ke dapur, di sana terlihat Fathia sedang membereskan sisa makanan dan membantu asisten rumah tangganya untuk merapikan piring-piring di wastafel. "mba, Ini sisa makanan masih banyak mungkin boleh dibagikan ke orang-orang yang nongkrong di depan atau yang membutuhkan saja.""iya Bu." jawab pembantunya yang terlihat masih muda itu. "fat."panggilanku membuat dia menghentikan kegiatannya membungkus sisa makanan. "ada apa?""aku benar-benar terkejut dengan kebaikan hatimu. kupikir kau akan
"maaf, karena aku terpaksa mengikuti aturan dan permintaan bosku," ujarku saat berhasil menyusul Mila, dia pulang lebih cepat dari yang kuduga. "kurasa kita harus cari tempat lain untukmu bekerja." "iya. tapi, tunggu hutangku lunas yaa," balasku membujuk. "mau kapan lunas hutangmu, sementara uang yang kita pinjam itu ratusan juta Mas?" "jika kau tahu itu, tolong berdamailah dengan kenyataan. kita harus berjuang dan bertahan." "jadi, tidak ada pilihan lain dalam hidup kita?" "tidak ada." wanita yang masih terlihat bekas luka bakar di tangan dan tubuhnya itu hanya bisa mendesah lemah dan meneteskan air mata. dia menangis lalu memelukku. "apa yang harus kulakukan Mas?" "kita harus bertahan dan realistis, Ayo kita minta maaf dan jalin hubungan baik karena mau bagaimanapun kita tetap bergantung pada keluarganya Fathia." "pada pilihan lain?" "tetap tidak ada. berbaikanlah dengannya, toh, Aku dan Dia tidak punya hubungan lagi. wanita itu, juga kabarnya sedang hamil. ja