204.#"Bagaimana keputusan kamu setelah tiga puluh hari yang kita lewati bersama, Mai?Aku menatap manik mata tajam Mas Arsa di hadapan. Malam sudah semakin sunyi dan kini aku bersamanya di dalam kamar. Duduk berhadapan di atas tempat tidur. Setelah setengah jam sebelumnya, kami menghabiskan waktu berkumpul di ruangan televisi. Di mana akhirnya, aku mengurungkan niat untuk melanjutkan gugatan perceraian terhadap Mas Arsa.Mas Arsa menyentuh serta membelai lembut pipiku. Jujur aku terbuai, terlebih pandangan matanya begitu tajam menghipnotis."Aku … mulai mencintai kamu, Mas," ucapku kemudian.Kulihat binar mata Mas Arsa dengan mulut sedikit terbuka. Mungkin jawabanku mengejutkannya, tapi aku sungguh-sungguh dengan jawabanku.Mas Arsa lalu meraih tangan, mengangkat lalu ia mengecupnya mesra. "Terima kasih Mai. Terima kasih untuk waktu dan kesempatan kedua yang kamu berikan, sampai akhirnya hati k
205.Pagi hari kami semua sarapan bersama. Berkumpul di ruangan makan rumah Ibu. Aku dan Mas Arsa masih tinggal di sini entah untuk sampai berapa hari. Kami belum tahu.Di meja makan, sudah terhidang menu makanan lengkap. Usai shalat Subuh berjamaah di mushola rumah, aku dan Ibu langsung berkutat di dapur untuk memasak.Semalam, tidak terjadi apa-apa antara aku dan Mas Arsa. Ia hanya mengerjaiku dengan menggoda sebelumnya. Sejujurnya, ia juga masih merasa dag dig dug saat kami baru bersentuhan. Sengatan listrik terasa begitu tajam menghantam kami saat kontak fisik itu terjadi.Meski deg-degan dan juga ser-seran. Tapi aku menikmatinya. Menikmati rasa yang hadir dan terasa indah memenuhi relung hati.Pagi ini kami sama-sama menikmati sarapan. Keanu pun nampak tenang duduk di kursinya sambil memakan makanan di piringnya."O ya Bu, Yah, ada yang mau aku bicarakan," ucap Hafsa setelah makan pagi kami baru saja selesai."Bicara apa, Sayang?" tanya Ibu yang duduk persis di sebelah kanan anak
Dua Minggu kemudian ....Mas Arsa mewujudkan apa yang ia katakan saat di meja makan. Kini aku sudah berada di satu penginapan di daerah Bali. Kami akan berlibur di sini untuk beberapa hari ke depan. Ayah dan Ibu turut serta. Sementara Hafsa sudah kembali ke yayasannya sehingga tidak ikut dengan kami.Kami menyewa dua kamar penginapan yang saling berhadapan. Ayah dan Ibu mengisi di bagian barat, lalu aku bersama Mas Arsa mengisi bagian timur. Kamar penginapan dengan gaya bangunan khas pulau Dewata dan berjarak sepuluh menit dari pantai dengan berjalan kaki.Hari sudah malam sekarang. Aku duduk sendirian di teras penginapan yang langsung menghadap pada kamar Ayah dan juga Ibu. Pintunya tertutup rapat, entah mungkin Ayah dan Ibu sudah tidur karena seharian tadi kami bermain di pantai. Tidak terdengar juga tangisan putraku yang ada di sana bersama Oma dan Opanya."Mai, kamu ngapain di sini?" Mas Arsa muncul dari dalam. Hanya berbalut handuk dan sedang menggosok rambutnya."Lagi duduk aja,
POV ARSA.~TOK TOK TOK!"Sa, Arsa. Keanu nangis, Sa!"Huffffh ... Kuhembuskan napas kasar. Baru saja akan memulai apa yang seharusnya terjadi sejak lama, pintu kamar ini justru diketuk bersamaan dengan suara Ayah dari balik pintunya.Aku dan Maira sudah basah kuyup dan aku baru saja memindahkan Maira ke atas tempat tidur. Deru napas kami bahkan masih terdengar memburu."Biar aku buka pintunya," ucap Mai yang hendak bangkit dari tempat tidur.Namun buru-buru aku mencegahnya. "Jangan, biar aku aja. Emm, kamu mending ganti alas kasurnya yang basah," titahku seraya menyambar handuk, mengeringkan tubuhku yang agak basah sebelum kemudian bergegas ke pintu.Kubuka pintu dengan cepat. Rengekan Keanu menyambut pintu yang terbuka. Aku pun meraihnya dari gendongan Ayah."Tadi sih Keanu udah tidur, Sa. Tapi tiba-tiba aja kebangun," ujar Ayah memberitahu."Iya gak papa, Yah. Keanu biar di sini aja, tidur sana aku sama Mai."Ayah terlihat manggut. "Ya udah ayah balik ke kamar."Aku pun mengangguk
208.Kupandangi langit-langit ruangan tempatku saat ini. Detak jarum jam menemani malam yang begitu hening bergantian dengan dengkuran halus Maira yang terlelap di atas dada polosku.Setelah banyaknya halangan, akhirnya aku dan Maira menyatu. Mereguk indahnya puncak nirwana yang menandakan penerimaan atas pernikahan kami. Juga sebagai tanda lepasnya keperjakaanku.Jadi ... seperti itu rasanya? Duh, aku terngiang-ngiang.Cup~Kukecup dalam-dalam puncak kepala Maira, kudekap erat tubuhnya yang hanya berbalut satu selimut yang sama denganku. Malam ini tak hanya dingin, tapi juga begitu indah."Engghhh ...." Maira bergumam sambil menggeliat. Sepertinya ia terganggu karena pergerakan tanganku yang makin erat mendekapnya. Namun Maira kembali melanjutkan tidurnya dengan balas melingkarkan kedua tangannya di tubuhku.Aku yang sempat terjaga pun lalu melanjutkan tidur kembali.~
209."Benci? Kamu membenciku, Mai?"Maira malah mengangguk. Wajahnya bahkan terlihat datar tanpa ekspresi. Aku melepaskan kedua tangan dari pinggangnya. Mundur hingga tubuh kami tidak lagi rapat. Aku menggeleng tak percaya."Lalu, apa artinya malam indah yang sudah kita lalui, Mai? Kenapa mau menyerahkan diri dan membiarkan malam pertama kita terjadi sementara kamu membenciku? Kamu hanya ingin mempermainkanku? Keperjakaanku sudah hilang, dan kamu mengatakan kamu membenciku?" Aku nyerocos. Tak percaya rasanya, tapi wajah Mai begitu serius. Bukan tak mungkin, jika ia memang sedang mengangkatku setinggi-tingginya untuk dapat menghempasku sekerasnya ke bawah.Maira tidak bersuara. Ia justru merangsek maju sementara kakiku terasa kaku di dasar tanah. Wajah Mai terangkat pun dengan dagunya.Kini ia sudah ada di depanku. Mata kami saling bergerak mengunci. Wajah itu tak bersahabat. Aku merasa terperosok dalam harapan.Namun tiba-tiba, Mai menggerakkan kedua tangannya hingga melingkar di lehe
210#Waktu terus berjalan. Hari-hari berlalu dan aku telah kembali menempati rumah pribadiku. Perlu waktu tiga hari sebelum akhirnya rumah itu bisa ditempati kembali setelah lama kosong. Bersama Maira dan Keanu tentunya. Anak kandung Abangku yang otomatis sekarang menjadi anakku itu, kini sudah pandai berjalan dan sedang aktif-aktifnya. Terkadang, Maira sampai kewalahan.Dua Minggu terakhir, aku sudah mulai kembali praktik di rumah sakit. Setelah enam bulan karena sakit dan tidak bisa bekerja, aku dianggap resign. Maka kini aku sudah aktif kembali bekerja. Semua rekan satu pekerjaanku, membicarakan sakit yang menderaku, serta keajaiban yang datang karena aku bisa pulih dan normal seperti sedia kala. Ya, semua karena kehendak dan kemurahan Sang Pencipta.Aku pulang dari rumah sakit dan tiba di rumah sekitar sore hari. Terpaksa aku pulang pergi dengan motor, karena kendaraan roda empatku yang ringsek akibat kecelakaan waktu itu.Usai memarkirkan motor, aku bergegas segera memasuki ruma
Hingga pagi menjelang, Maira hanya meringkuk di balik selimutnya. Ia melarangku untuk mendekat padanya, karena tubuhku yang bau katanya. Semalaman, Keanu lengket padaku karena mungkin ia mengerti mamanya sedang sakit. Aku pun kesusahan untuk memeriksanya.Tadinya aku tidak akan ke rumah sakit, aku ingin menemani Maira dan tentunya menjaga Keanu. Tapi Maira tidak mau. Ia tidak ingin aku temani. Ia memilih Ibu Hilma untuk menemaninya. Sehingga aku pun menghubunginya, dan Ibu datang di saat yang tepat ketika aku telah siap untuk berangkat praktik. Tak hanya Ibu, tapi Ayah juga turut datang.Si kecil Keanu langsung menghambur pada Ayah dan seketika berada dalam gendongannya.Sementara Ibu Hilma langsung mengambil tempat di bibir tempat tidur, memeriksa keadaan Mai yang meringkuk."Sakit apa? Udah diperiksa?" tanya Ibu dengan lembut."Belumlah, Bu. Kata Mai aku bau dan minta aku buat jauh-jauh. Jadi susah aku mau periksanya," jelasku yang berdiri di samping kasur.Ibu nampak memeriksa kemb