Share

Bab 39

Penulis: Blacksugar
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Bicaralah, sayang," suruh Roy. 

        Gera menghela napas pelan. Ia terlihat berpikir sebelum menyampaikan apa yang ingin ia katakan pada Roy. 

"Roy. Kau pasti ingat, beberapa jam yang lalu aku bilang, kalau kau sampai terluka lagi akibat permainan kita tadi, aku akan berhenti melakukan itu," lirih Gera gugup. Tetapi Roy masih bisa mendengarnya. 

Roy menatap Gera dalam. "Ge, kurasa itu tidak perlu. Untuk apa? Kau sangat childish!" Suara Roy meninggi membuat Gera menatap tajam. 

"Childish kamu bilang? Astaga, Roy! Karena itu kamu jadi semakin terluka bahkan tadi sampai pendarahan. Kamu santai, tapi aku gila melihat kondisi kamu yang semakin memburuk!" balas Gera tak kalah dengan suara tingginya. 

Roy terkekeh. "Sayang, apa yang kamu katakan tidak akan mudah untuk dilewati begitu saja. Aku akan sulit menyalurkan hasratku tanpa bantuan kamu," ujar Roy memelankan suaranya. 

"Roy, dewasal

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Nafsu si perkasa   Bab 40

    "Ge, kau sudah bangun?" Roy membuka matanya menyesuaikan cahaya yang masuk.Gera mengangguk. Ia tersenyum sembari memainkan rambut Roy. "Maafkan aku, sayang," ujar Roy untuk yang kesekian kalinya."Lupakanlah, Roy. Aku yang salah," timpal Gera."Roy, kau bisa terluka lagi nanti," lirih Gera saat Roy berusaha menggapai wajahnya."Aku janji, tidak akan kelepasan. Aku akan mengontrol diriku, Ge. Tapi tolong, jangan menjauhiku," pinta Roy lirih. Gera mengangguk."Aku mencintaimu, Gera." Mendengar itu, entah darimana datangnya perasaan Gera yang bergemuruh. Jantungnya berdegup kencang nan gaduh. Entah, air mata Gera menetes begitu saja. Ia terharu. Juga tak menyangka bagaimana bisa seorang Aroy mengatakan itu padanya."Jangan bercanda, Roy! Ini

  • Nafsu si perkasa   Bab 41

    "Gera?" Baik Roy ataupun Luis terkejut. Pasalnya, Gera sebelumnya tidak mengetahui dimana Dinda disekap. Dengan tubuh gemetar, Gera masuk ke ruangan itu dan mendekat ke arah dimana Dinda, Luis, dan Roy berada. Luis sendiri sedikit cemas kalau Gera akan membatalkan eksekusi Dinda. "Ge, aku mohon tolong aku! Bantu aku, Ge. Hanya kamu yang bisa melepaskan aku dari Roy." Dinda merengek dengan air mata yang sudah membasahi wajah pucatnya. Gera duduk berjongkok menyetarakan dirinya dengan wanita jahat yang sudah membuat janinnya pergi dari dunia. Ia melihat Dinda dengan wajah miris dan terlihat sangat sedih. "Pasti, Dinda. Aku pasti akan membantumu," ujar Gera. Roy dan Luis tak tahu harus bagaimana. Masalahnya adalah, mereka tidak berani membantah Gera. Terlebih sekarang dia dalam masa pemulihan. "Ge, jangan mendengarnya. Kau terlalu polos. Kau tidak bisa melihat senyuman liciknya di bali

  • Nafsu si perkasa   Bab 42

    Wajah Gera menegang ketika mengetahui Roy sudah berdiri di belakangnya. Ia kikuk dan terasa kaku untuk sekedar menjawab. Bahkan ia tak berani mengangkat kepalanya. "Ge, jawablah! Siapa yang meneleponmu?" desak Roy sembari menggoyang tubuh Gera agar menjawab rasa penasarannya. Gera menggeleng kikuk. "Bukan siapa-siapa, Roy. Hanya keluargaku. Mereka memberitahu bahwa Bibiku sedang sakit," jawab Gera canggung. Roy mengangguk-ngangguk. Tetapi itu tidak membuat Gera lega dan tenang. "Kau yakin?" tanya Roy lagi semakin mendekatkan wajahnya pada Gera. "Ten-tentu saja aku yakin, Roy," Gera menjawab dengan terbata-bata. "Dan aku mohon, tolong izinkan aku untuk pergi mengunjungi keluargaku besok." Gera tak berani berucap lantang. Namun Roy masih bisa mendengar walaupun wanita ini hanya lirihan saja. Pria itu nampak berpikir keras. "Oke. Akan ku antar beso

  • Nafsu si perkasa   Bab 43

    Luis tiba-tiba merasa kepalanya pening. Ia merasa seolah terantuk benda besar, namun tak ada apa-apa. Yang membantingnya adalah kenyataan bahwa temannya adalah anak kandung dari musuh bebuyutan Roy sejak lama. Luis tidak mengkhawatirkan hal lain, ia hanya memikirkan keselamatan Gera. "Ge, aku harus jujur pada Roy. Tapi aku sangat takut sesuatu terjadi padamu. Bagaimana aku harus memilih. Tidak mungkin aku berbohong. Roy akan tahu semuanya," gumam Luis seolah berbicara pada Gera. Ia benar-benar bingung harus bagaimana. Pria itu menggeleng keras lalu membanting kepalanya ke kemudi mobil.Jeritan Luis sangat memekikkan telinga. Untung saja sekarang ia berada di tengah hutan. Jadi tidak akan menganggu siapapun. "Ge, aku akan jujur pada Roy apapun yang terjadi. Karena aku melakukan ini untukmu. Demi kebaikanmu. Aku tidak mau Roy tahu semuanya setelah semua terlambat. Itu akan menjadi masalah yang jauh lebih

  • Nafsu si perkasa   Bab 44

    Gera memekik keras hingga memenuhi ruangan dengan suara pekikan frustasi. Ia jambak-jambak rambutnya yang sudah kacau. Luis dan Ros bahkan tak mau lagi melihatnya. Apa masalah keluarga Swara dengan keluarganya? Ia bingung setengah mati. Dan ingin menuntut penjelasan pada Papanya. Kini tentu saja Roy sudah tak membutuhkan dirinya. Lalu ke mana ia harus pergi? Hatinya sangat berat jika harus pergi meninggalkan Roy. Ia sudah terlanjur mencintai pria dingin dan keras itu."Ge, bukalah!" Itu Luis. Namun entah kenapa Gera seperti malas menyahutinya."Masuk saja," jawab Gera dingin. Bagaimanapun juga ini bukan salah Luis. Dia tidak punya kendali atas ini semua. Luis menghampiri Gera dengan langkah pelan. Duduk di sebelah wanita yang

  • Nafsu si perkasa   Bab 45

    "Kumohon jangan membuat dirimu repot seperti melayani tamu, Luisa," pinta Gera saat melihat wanita itu sibuk dengan beberapa kresek di kedua tangannya."Kau memang tamuku, Nona Gera," Luisa mencoba bercanda."Jika kau ingin tamu ini betah di sini, tolong bersikap biasa saja. Jika aku membutuhkan sesuatu, aku akan melakukannya sendiri. Jangan membuatku merasa tak enak hati," bantah Gera tak mau kalah. Setelah mengemasi barang-barang di kamar yang sudah Luisa sediakan, Gera memilih untuk berjalan-jalan ke arah pantai. Banyak anak-anak di sana. Gera jadi semakin tertarik dan ingin ikut bermain. Ini kali pertamanya dia akan tinggal di dekat laut. Bermain bersama beberapa anak desa membuatnya sejenak rehat dari pikiran beratnya. Otaknya terasa panas dan kebas sebelumnya. Namun ia sangat bersyu

  • Nafsu si perkasa   Bab 46

    Seperti biasa, dengan cepat Luis bisa mengendalikan rasa terkejutnya. "Ah, Pak David. Maaf mengganggu. Tetapi ada yang ingin saya bicarakan dengan Anda," tutur Luis sopan. "Tidak apa-apa, nak. Silahkan masuk." Luis disambut hangat oleh David. Karena sejatinya, David tidak pernah memusuhi Roy atau siapapun. Perseteruan di antara mereka hanya kesalahpahaman Roy saja. David sering sekali ingin menjelaskan semuanya secara rinci agar masalah terselesaikan secepatnya. Namun belum saja berbicara, Roy selalu ingin mengamuk. David paham betul sifat Roy. Karena David sudah melihat anak itu semenjak dia masih kecil. Iya, keluarga David dan keluarga Swara dulunya adalah kerabat dekat. Bahkan sangat dekat. Namun karena ada kesalahpahaman antara Roy yang menjadi penerus perusahaan terhadap David, jadi beginilah sekarang. "Ada apa kau kemari, Luis? Apa perintah dari Roy hingg

  • Nafsu si perkasa   Bab 47

    "Ge, apa kau baik-baik saja bersama Luisa?" tanya Luis dari seberang sana."Aku tak apa, Luis. Di sini sangat damai. Aku sedikit lebih tenang dan bisa melupakan masalahku," tutur Gera."Syukurlah. Roy sedang sangat gencar mencarimu di sini. Bahkan ia sampai datang ke rumahmu." Gera tersentak kaget."Luis, cegah dia. Jangan biarkan dia menyakiti Papaku," Entah darimana air mata Gera menetes begitu saja."Papamu aman, Ge. Untung saja aku sudah lebih dulu ke sana dan menjelaskan semuanya pada Papamu. Beliau sangat khawatir dan ingin menemuimu. Tapi sudah aku larang."Gera menghela napas lega."Syukurlah kalau begitu. Tolong jaga Papaku, Luis.""Tentu, Gera. Jaga diri baik-baik." Sambungan terputus, tetapi air mata Gera terus saja mengalir deras. Sat

Bab terbaru

  • Nafsu si perkasa   Bab 107

    "Kira-kira apa yang akan dibahas oleh Mama?" tanya Rico."Aduh... jangan-jangan masalah nikah lagi," ujar Rio dengan wajah malas. Berbeda dengan Ray, dia beranjak keluar tanpa berbicara. Saat mereka bertiga sudah sampai di ruang keluarga, di sana sudah ada Roy dan Gera. Diam-diam Ray mulai berkeringat dingin. Dia ingin minta maaf pada Roy, namun entah kenapa saat ini dia begitu gugup. "Terima kasih sudah mau meluangkan waktu sebentar," kata Gera saat triplets duduk di sofa. "Apa yang mau Mama bicarakan?" tanya Rio. Rio dan Rico masih marah pada Roy. Mereka memalingkan pandangan dari Roy dan hanya fokus menatap Gera. Hanya Ray yang sudah tahu kebenarannya. "Bukan Mama yang mau berbicara... tapi Papa." Triplets menatap Roy dengan tatapan bertanya-tanya. "Oke, silahkan!" Rio berujar malas. Dia masih sakit hati pada Roy karena sudah berkali-kali menyakiti hati Mamanya. Roy mengepalkan tangannya yang mulai dingin dan berkeringat. "Papa... Papa ingin meminta maaf pada kalian. Selama

  • Nafsu si perkasa   Bab 106

    "Katakan apa yang kau inginkan dan tolong jauhi Bos Roy!" Luis meminta dengan tegas saat duduk di samping wanita yang menjadi pengganggu rumah tangga temannya ini. Saat ini mereka di klub milik Roy. Wanita itu hanya menatap Luis dengan malas, "Omong kosong!" serunya sambil tertawa renyah. "Kau mau uang, emas, atau apapun itu cepat sebutlah. Dan lenyaplah dari kehidupan Bos Roy dan keluarganya!" "Kau kira aku bodoh? Kalau aku melepas Roy, impianku untuk menjadi nyonya besar akan musnah begitu saja." Luis tertawa, "Lalu, apakah dengan bertahan kau mengira Roy akan suka padamu dan menjadikanmu istri?" Lagi-lagi Luis tertawa dengan keras, "Bermimpilah selagi kau masih bisa bernapas," sindir Luis. "Kenapa tidak? Aku bisa melakukannya. Tunggu dan lihatlah!" kata wanita itu dengan sangat percaya diri. Dia menghabiskan alkohol dalam gelasnya dengan sekali teguk lalu meninggalkan Luis begitu saja. "Wanita ini benar-benar liat," gumam Luis. ***Sejak kejadian itu Gera lebih banyak diam p

  • Nafsu si perkasa   Bab 105

    Satu minggu sejak kepulangan Gera dari rumah sakit, triplets masih tinggal di rumah orang tua mereka. Seperti yang dikatakan oleh Ray, "Malas sekali meninggalkan Mama jika kondisinya belum sembuh betul." Pernyataan itu disetujui juga oleh dua saudaranya yang lain. "Urusan di Brazil juga masing-masing sudah ada yang menangani," timpal Rio. "Mama tidak enak jika harus terus menerus melihat kalian melayani Mama seperti ini," ujar Gera. Ketiga putranya serentak menggeleng dan beringsut mendekat untuk bersama-sama memeluk Gera, "Mama tidak pantas berkata seperti itu! Perjuangan Mama dulu tidak sebanding dengan apa yang kami lakukan." Mendengar apa yang anak-anaknya katakan, Gera terharu hingga meneteskan air mata. Triplets yang masih begitu manja padanya, ternyata saat ini mereka sudah beranjak dewasa."Kalian selalu saja melupakanku seperti orang asing!" tegur Geeta dengan wajah kusut. Triplets sampai tercengang karena gaya bicara Geeta yang tergolong masih anak-anak bisa dewasa seper

  • Nafsu si perkasa   Bab 104

    Perlahan, mata Gera mulai mengerjap. Berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam matanya. Dokter yang datang segera memeriksa kondisi Gera. "Perlahan saja. Jangan terlalu dipaksakan. Semuanya perlu adaptasi juga," ujar dokter yang menangani Gera saat wanita itu berusaha membuka mata. "Mama...." desis Rico memanggil.Sementara Roy, dia sedikit demi sedikit menjauh dari ranjang rawat Gera. Rasa bersalah membuat dirinya merasa kecil dan tidak pantas untuk bertemu dengan Gera, walaupun wanita itu adalah istrinya sendiri. Saat kesadaran Gera mulai terkumpul, hal pertama yang dia ingat adalah bagaimana Roy bergumul dengan wanita itu dan tidak merasa bersalah sama sekali. Lalu dia teringat akan dirinya yang mencoba melakukan aksi bunuh diri dengan menyayat pergelangan tangannya. Hal itu membuat Gera terus melamun dan pada akhirnya berteriak histeris, membuat dokter dan anak-anaknya terkejut. Bahkan Luis dan yang lain yang sedang menunggu di luar segera masuk ke ruangan. Mereka mengira

  • Nafsu si perkasa   Bab 103

    "Bukti apa yang bisa kau berikan, Luis?" tanya Roy meremehkan. Karena pertikaian itu, mereka sampai melupakan kondisi Gera. Clay sudah malas berbicara karena itu akan percuma saja. "Aku akan tunjukkan buktinya padamu besok pagi. Agar kau puas!" Luis berlalu meninggalkan Roy yang masih tertawa kecil merendahkan niat Luis. Luis beranjak keluar dari rumah sakit. Menenggak air mineral dan menyalakan rokoknya, berharap dengan ini dirinya akan bisa sedikit saja lebih tenang dan stabil. Jika dipikir-pikir, percuma juga melawan Roy beradu mulut. Dia tidak akan mau kalah, batin Luis. ***"Apa Gera sudah sadar?" tanya Luis pada Ros. Wanita itu terduduk sembari memangku kepala Clay yang tengah tertidur lelap. Mendengar suara Luis, Clay terbangun, "Kau ke mana saja semalaman? Aku mencarimu! Apa kau pulang tadi malam?" tanya Clay dengan wajah cemberutnya. Bibirnya mengerucut dan membuat Luis menjadi gemas. "Tidak, sayang. Aku hanya menenangkan diri di taman rumah sakit. Merokok. Jika aku teta

  • Nafsu si perkasa   Bab 102

    "Ge... kau di mana?" Semakin lama suara Luis yang memanggil Gera terdengar semakin besar. Bahkan membangunkan sebagian pelayan yang bekerja di sana."Ada apa, Luis? Gera sepertinya sudah masuk ke kamar," seru Ros sembari menyesuaikan penglihatan dengan cahaya ruangan yang berpendar sangat terang. Luis menggeleng lemah, "Gera sedang tidak baik-baik saja. Aku khawatir," lirih Luis. Dengan cepat dia menghapus air mata yang menetes begitu saja. Begitu tak terbendung karena rasa kasihannya pada Gera. "Ada apa? Kau bisa menceritakannya padaku!" suruh Ros dengan raut wajah cemas. Terlebih dirinya, jika menyangkut tentang Gera, dia akan sangat cemas. Rasa sayangnya pada wanita itu seperti kasih sayangnya pada anak sendiri. "Aku tidak bisa menceritakannya sekarang. Maafkan aku," lirih Luis lemah. Luis menegakkan kepala, "Aku harus memeriksa keadaan Gera, Bi. Sebagai temannya aku tidak bisa hanya diam saja di sini." Dengan langkah cepat Luis menuju kamar Gera. Mencari sosok wanita yang rap

  • Nafsu si perkasa   Bab 101

    "Apa maksudmu, Steve?" tanya Luis dengan wajah terkejut. Steve meneleponnya dan mengatakan bahwa Roy sedang berada di klab dan membawa seorang wanita. Steve sendiri sangat bingung... bagaimana bisa Roy menggandeng seorang wanita dengan sangat mesra? Bukankah Bosnya itu sangat mencintai Gera? Lalu apa maksud semua ini, pikirnya. Luis tidak mau memberitahu Gera, tetapi dia langsung beranjak menuju klab dan akan menemui Bosnya itu."Di mana Bos?" Luis bertanya tanpa basa-basi pada pegawai di sana. "Luis, Bos sudah memberi pesan agar tidak seorang pun masuk mengganggunya. Termasuk kau," ujar seorang barista. Luis menatap kaget dan tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. "Apa maksudnya itu?" Luis menggeram kesal. Luis tersentak kaget saat tiba-tiba sebuah tangan dingin menyentuh permukaan kulit lengannya yang terbuka. "Kau bisa masuk bersamaku, Luis." "Gera?!""Bagaimana bisa kau di sini? Aku sudah menyuruhmu untuk istirahat, bukan?" "Aku mendengar percakapan mu dengan Steve tadi.

  • Nafsu si perkasa   100

    "Roy...."Dua insan yang tengah memadu kemesraan itu menghentikan kegiatan panas mereka sesaat setelah mendengar suara lirih Gera.Air mata Gera sudah menetes sejak tadi. Wanita itu menutup mulut dengan tangannya yang gemetar. Tak menyangka suaminya akan berbuat sehina ini. Yang membuat Gera lebih tidak menyangka adalah respons Roy setelah melihat kehadirannya. Bukannya terkejut atau merasa bersalah, Roy malah memperbaiki kemejanya yang kusut akibat terkaman wanita asing itu dengan santai."Siapa dia, Roy?" tanya wanita itu memecah keheningan."Istriku.""Oh."Hati Gera menganga lebar. Bukan hanya hatinya yang perih, tetapi napasnya terasa seakan hendak habis saat itu juga. Jawaban acuh Roy dan wanita itu menjadi batu panas yang menghantam Gera. Sama sekali tidak ada rasa bersalah dari mereka, walaupun hanya dari raut wajah saja."Kau bisa menjelaskannya sekarang, Roy," ujar Gera lirih. Berhar

  • Nafsu si perkasa   Bab 99

    "Kau harus membersihkan dirimu, sayang. Kau juga terlihat sangat lelah." Gera benar-benar merasa tersindir oleh apa yang Roy katakan barusan. Bukannya mendekati Gera atau bahkan bergelayut manja seperti biasanya, Roy hanya duduk dan memperhatikan Gera dengan wajah dinginnya dari kejauhan. "Kau sudah makan?" tanya Gera kikuk. "Itu bukanlah hal penting. Sekarang pergilah mandi dan istirahat!" Roy menyampaikannya biasa, namun terdengar sangat tegas dan sedikit ada geraman. "Aku akan menyiapkan makan malammu dulu." "Tidak ada makan malam. Dan lihatlah arlojimu, ini sudah pukul delapan malam. Cukup mandi dan istirahatlah!" tegas Roy tanpa mau menatap istrinya. Gera ingin bertanya, tetapi lidahnya kelu. Seakan dirinya tertahan untuk berbicara pada Roy. Namun sikap Roy sudah sangat cukup untuk menggambarkan bahwa suaminya sedang dalam kondisi perasaan yang tid

DMCA.com Protection Status