Andira sudah bersiap akan ke pasar, dia memilih untuk berjalan saja hingga 500 meter agar dapat mendapatkan kendaraan umum. Daripada bersama dengan Martin Dailuna yang menurutnya adalah pria yang menjijikkan. Andira lebih memilih untuk berjalan saja daripada meminta tolong pada Martin Dailuna.
Keranjang belanja sudah ada di genggamannya, dan sudah berjalan keluar dari kediaman Dailuna. Tapi pada saat dia akan melewati gerbang, seorang satpam yang bernama Pak Kader, dengan seorang teman yang ada di depannya dimana mereka saat itu sedang bermain catur di tempat penjagaan gerbang. Melihat Andira akan keluar dari gerbang, mereka menanyai Andira.
"Neng mau kemana?" tanya Pak Kader, pria yang di sampingnya memakai setelah hitam dan sedang meminum kopi yang sudah di siapkan oleh Andira, namun tidak tahu siapa pria yang ada di samping Pak Kader itu.
"Mau ke pasar Pak," jawab Andira dengan nada sopan dan senyum di bibirnya.
"Oh mau ke pasar ya Neng," ucap pria yan
Andira kini duduk di samping Martin, apa boleh buat, dia tidak bisa duduk di bagian belakang karena Martin Dailuna bukanlah seorang sopir melainkan majikannya sendiri.Mata Martin fokus ke arah jalan, dia sengaja menurunkan jendela mobilnya, dia lebih menyukai hembusan angin daripada dinginnya AC mobilnya, senyum lebar karena kemenangannya atas Andira tak bisa lepas dari bibir tipisnya.Dan Andira dia tidak punya niatan untuk memandang ke arah Martin Dailuna, pria itu betul-betul sangat menyebalkan dan seenaknya melakukan apa saja asal itu di bawah kuasanya."Kita akan ke toko buah dulu untuk membelikan Randy dan Nadira buah, mereka sangat menyukai buah, apalagi manggis dan mangga," ujar Martin, matanya sesekali memandang ke arah Andira yang sibuk memandang ke luar jendela."Antar saja aku pulang sebelum Tuan ke perkemahan anak-anak Tuan," ucap Andira, matanya masih memandang ke luar jendela."Permohonan tidak diterima."Kemudian Martin meng
"Disampaikan kepada panitia kepramukaan yang bernama Nadira Dailuna dan peserta kepramukaan Randy Dailuna agar kiranya segera datang ke tempat penjengukan, karena orang tua kalian sudah menunggu!"Terdengar dari sumber suara yang berasal dari tengah lapangan. Mendengarnya Nadira dan Martin yang saat itu sedang melakukan tugas masing-masing langsung beranjak dan menuju ke tempat penjengukan.Randy datang lebih dulu dan melihat ayahnya duduk di kursi yang sudah disiapkan dimana Andira juga duduk di samping Martin membuat Randy yang melihat itu agak heran dan bingung. Kenapa Andira juga harus ikut dengan ayahnya."Papa," ucap Randy dan langsung memeluk ayahnya. Tidak lama kemudian Nadira juga datang dan sama herannya melihat Andira ikut bersama ayahnya."Hai Dira, putriku," ucap Martin dan langsung mengecup pucuk kepala anaknya."Pa, aku pikir Andira diliburkan," kata Nadira."Tidak jadi, Sarah mengizinkannya untuk kembali berkerja, ibu kalian
Andira melihat makanan yang ia masak untuk makan malam Martin Dailuna belum saja tersentuh, bahkan makanan itu sudah berubah dingin, Andira sudah mengecek beberapa kali tapi Martin belum juga keluar dari ruang kerjanya, sejak tadi sore hingga sekarang Martin yang masih belum kelihatan membuat Andira merasa sedikit khawatir.Andira mengingat-ingat saat Martin belum juga bicara padanya sejak tadi. Gadis itu berusaha mengabaikan tingkah majikannya namun benaknya selalu terganggu kenapa Martin belum juga keluar dari ruang kerjanya."Ufff, dimana pria tua itu, lihat ini makanannya juga belum tersentuh," keluh Andira, matanya menyipit memandang makanan yang masih belum tersentuh sama sekali."Apa aku harus ke atas?" tanya Andira pada dirinya sendiri. Andira masih berfikir namun masih agak ragu untuk pergi mencari sang majikan itu.Andira sesekali menggaruk-garuk kepalanya. Dia berfikir jika satu hal terjad
---------------------------------------------------------------------*Dengan cinta aku tersungkurTerjatuh oh kekasihDengan cinta aku terbuai terik panasnya rasa sakitAku berada tepat di atas nyanyian kematianDengan cinta kau biarkan aku tenggelam dalam air mata, dipeluk oleh duri-duri keindahan kata-katamu.Oh kekasih...Dengan cinta aku hanya bisa memandangmuDengan cinta aku hanya setia terhadapmu, dan dengan setiap rasa yang ada padamu.---------------------------------------------------------------------Martin menutup buku bersampul coklat itu setelah membaca beberapa halaman. Kemudian dia membaringkan badannya sambil memeluk buku milik Andira.Sementara Andira masih menatap poster yang diberikan Martin, hadiah berupa uang cukuplah menggiyurkan dan hobi Andira yang sangat menyukai bermusik tak ingin melewatkan kesempatan ini.Kesempatan untuk memperlihatkan bakatnya pada dunia luar sudah ada di hadapan
Sebuah mobil hitam mewah melewati gerbang kediaman Dailuna, terlihat seorang wanita dengan rambut panjang mengkilat dengan kacamata hitam keluar dari mobil tersebut. Dengan baju setelan putih dan dengan gaya elegan masuk ke dalam rumah Dailuna, dia Hatice Dailuna adik kandung dari Martin Dailuna, menikah dengan seorang pilot kaya raya yang membuatnya hidup dalam gemilang kemewahan, walau demikian hidup Hatice tidak selamanya indah, nasibnya sama dengan sang kakak yang, sama-sama dijodohkan. Walau demikian Hatice tidak terlalu menderita seperti Martin, karena sama sekali tak mencintai siapapun sampai dia dijodohkan dan menerima saja perjodohan itu tanpa ada masalah. Satu hal yang membuat Martin Dailuna sedikit cemburu dengan sang adik, karena adiknya tersebut mampu menjaga hatinya untuk tidak jatuh cinta, sedang Martin, dia begitu lemah dengan cinta yang ia miliki.Hatice mendaki tangga dan naik menuju kamar Martin. Dia melihat pintu kamar Martin yang tidak terlalu tertutup, d
Andira termenung di atas anak tangga menunggu Dokter Hatice datang memberi kabar. Tiba-tiba pintu rumah terbuka, dan Raisi Dailuna muncul dari balik pintu itu.Melihatnya, Andira langsung berdiri dan menyambut Martin Dailuna."Tuan Muda," sambut Andira dia menampakkan senyum manis pada Raisi."Andira, aku dengar Papa sakit, Tante Hatice yang mengabariku, bagaimana kondisi Papa?" tanya Raisi tiba-tiba."Tante?" tanya Andira bingung. Tentu saja Andira heran mendengar kata Raisi yang memanggil Hatice dengan sebutan tante."Iya, Dokter Hatice adik Papaku, sekarang dimana Papa?" jawab Raisi yang berbarengan dengan pertanyaan."Dia di kamar, Tuan Muda," balas Andira."Baiklah," balas Raisi, sekali lagi dia memberi senyum manis pada Andira. Tentu saja Andira membalasnya dengan senyum yang lebih indah.Mata Andira memancarkan
Ting tong...Ting tong...Bunyi suara bel pintu kediaman Dailuna, mendengar itu Andira yang sedang sibuk menyiapkan sarapan pagi untuk Raisi dan Martin langsung bergerak lincah membuka pintu."Tuan, aku akan membuka pintu dulu," ucap Andira, dan dibalas anggukan oleh Martin.Andira berjalan cepat dan membukakan pintu rumah Dailuna. Terlihat seorang pria dengan pakaian kasual dan sederhana dengan rambut-rambut halus di bagian wajahnya, terlihat tampan dan gagah, ditambah dengan senyum ramah di wajahnya, terlihat juga tas abu-abu di punggungnya."Iya Tuan?" tanya Andira saat membukakan pintu untuk pria itu."Hm, aku Ibrahim, Martin Dailuna memanggilku datang ke sini, apakah aku datang di waktu yang tepat?" ujar pria bernama Ibrahim itu.Mendengar itu Andira memandang ke belakang dan berfikir apakah dia harus membawa pria bernama Ibrahim ini
Seminggu sudah berlalu, Nadira dan Randy sudah berada di rumahnya, Sarah pun sudah kembali dari luar kota. Tugas kampus Raisi sudah selesai juga dan Martin pun sudah merasa baik-baik saja.Ibu Andira juga sudah baikan, dokter pun mengatakan bahwa ibu Andira sudah dibolehkan pulang. Namun tidak baik membiarkan sang ibu berkerja di usia yang sudah tua dan sakit-sakitan.Terlihat keluarga Dailuna lengkap melaksanakan sarapan pagi. Dan Andira berada dalam kamarnya, sesekali menatap keluarga lengkap milik Dailuna, bahagia tanpa cacat.Andira begitu rindu dengan keluarganya, walau sangat sederhana tapi membahagiakan, ayahnya pun tidak seperti Martin yang agak tempramen dan diam-diam sudah mengungkapkan perasaannya pada Andira.Batin Andira merasa resah jika memang Martin menyukai dirinya dan jatuh cinta padanya, maka dia akan menjadi perusak dalam keluarga besar Dailuna, apalagi Andira hanya menyukai Raisi
Ya dia tahu siapa yang membawa Andira, dan anehnya sesuatu menjadi lebih muda baginya, tak ada pengawal sementara Martin memegangi senjata api di tangannya walau dia terlihat terluka di kepala, dan beberapa darah yang mengalir di tangannya, ya sebelum Ibrahim berhasil dijatuhkan oleh Martin, Ibrahim berhasil menyerang Martin dengan irisan balok yang membuatnya terluka. Di sisi yang lain, Martin membuka satu-persatu pintu ruangan yang ada di labirin, sampai akhirnya dia tidak menemukan pintu apa pun, hanya dinding kasar di sekelilingnya, dan yang membuatnya merasa bingung adalah di mana semua orang? Martin tak menemukan siapa pun, tapi dia bisa melihat tanda ayang dia tahu bahwa yang melakukannya pasti Nigel, untuk menjebak Martin, walau Martin paham akan jebakan itu, dia tetap mengikuti pola petunjuk yang dia tidak tahu akan membawa dia ke mana, hanya saja tak ada pilihan lain. "Martin." Langkah kaki Martin terhenti, dia mendengar sesuatu, di belakang, di depan, di samping, lalu s
Rasa lemas menjalar di sekujur tubuh Martin, dia tidak menyangka bahwa Nigel akan sejauh ini, gadis yang selalu bersamanya yang Martin pikir Litzia telah menjadi gadis yang penting bagi Nigel ternyata saat mencoba membalas dendam dan ambisi gadis itu tidak lain hanyalah sekedar hiburan bagi Nigel. Mata Martin redup, dia kebingungan bagaimana harus merespon apalagi rasa panas dikarenakan cahaya lampu yang langsung mengarah kepadanya membuatnya merasa terganggu. Dia meremukkan rambut-rambut nya yang kusut, dan saat mencoba untuk fokus, dia menemukan sesuatu berada di tangan Litzia, gadis itu menggenggam sesuatu, Martin yang merasa apa yang digenggam Litzia penting langsung meraih tangan gadis itu dan membuka telapaknya, di sana terletak kertas yang mungkin berisikan informasi. Tulisan yang Martin tahu bukanlah milik Litzia melainkan milik Nigel, ya jelas kertas dengan tinta yang ditulis Martin dan berisikan, "Putramu dan Andira selanjutnya, oh ya astaga kau tidak akan menemukan putra
Bibir Martin terbuka, dia merasa heran siapa yang mungkin yang telah membukakan pintu untuknya, dan kenapa pintu ini bisa terbuka sendiri. Sia menelan saliva berkali-kali tapi dia tidak bisa diam, ya dia tidak seharusnya seperti ini, dia mengepalkan tangan dengan kemarahan yang luar biasa, pada Nigel, Ibrahim dan sedikit rasa kecewa dan kebencian terhadap Andira, atau dia sedang berusaha untuk membenci gadis itu. Tapi sebelum semua itu harus diselesaikan olehnya, dia berusaha untuk menemukan putranya terlebih dahulu, di mana Raisi, dan kenapa semuanya terlihat kacau, kenapa Tidka ada penjaga dan pintu ruangannya sendiri, sel yang dia miliki sendiri yang seharusnya menjadi tempat dia tertahan kini terbuka. Tapi semua itu tidak penting, Martin dia mencoba untuk melangkah pergi, tetapi dia tidak dengan tangan kosong, di dalam saku-saku celananya dia menyimpan pecahan beling yang dia hancurkan sebelumnya dan akan menjadikannya sebagai pertahanan atau cara untuk melawan. Sayangnya dia
Litzia mencoba menyelematkan siapa pun yang bisa dia selamatkan setelah dia berhasil membantu Raisi, yang entah apakah Raisi berhasil keluar dari labirin rumit yang telah dibangun oleh Nigel selama ini atau usaha mereka hanya akan menjadi boomerang. Dia memastikan bahwa Ibrahim mengetahui rencana Nigel untuk menghabisi mereka semua di tempat itu, sehingga mungkin dalam sesaat dia ingin menyelamatkan semuanya, termasuk Andira, tetapi sebelum itu, dia harus memastikan bahwa Martin tiada di tangannya. Di sisi yang lain Litzia, dia membuka pintu demi pintu, labirin yang begitu membingungkan, dia tidak bisa menemukan di mana kamar Martin, atau di mana sel Martin disembunyikan, langkah demi langkah dia berusaha untuk dapatkan hingga akhirnya dia menemukan satu ruangan yang tak terjaga, cukup jauh dan firasatnya berkata, mungkin itu adalah Martin. Langkahnya menuju sel itu cepat, dan menemukan seseorang yang bersandar tanpa semangat hidup duduk di lantai. Litzia hanya dapat melihat pria i
Beberapa Saat Sebelumnya "Pergilah, kau tidak punya waktu, kau harus meninggalkan tempat ini atau Nigel akan menghabisi mu di hadapan ayahmu. Dia akan mempermainkan Malian berdua sebelum akhirnya mengakhiri semuanya." Dia mencoba membuka gelangan borgol di tangan Raisi sementara Raisi yang terlihat dengan wajah berantakan, darah di sisi wajahnya, dan rambut yang terlihat tak terawat itu memandang bingung. "Bagaimana kau mendapatkan kunci itu ... Astaga kau membahayakan dirimu sendiri Litzia." Raisi menghentakkan tangannya seolah menolak bantuan Litzia tapi gadis ini mencoba untuk tetap membantu Raisi. "Kau tidak tahu bahwa Nigel adalah monster dan dia akan menghabisi kalian, kau, Martin, Andira, semuanya, bahkan Ibrahim tangan kanannya sendiri akan mati di sini jika tidak pergi." "Andira?" Raisi menelan saliva, dia gemetar. "Ya." "Tidak." Raisi yang kedua tangannya sudah terbebas dari borgol itu menggelengkan kepala, "Aku tidak mau meninggalkan Andira. Bawa aku padanya dan akan
Semua tampak jelas, Martin melihat segalanya dalam kesunyian yang tak terhentikan, dia merasa bahwa hidupnya akan selalu seperti ini, menderita. Dia mendapatkan apa yang dia inginkan, Andira, tapi dengan biaya sebesar apa? Dan kini, di mana gadis itu? Di mana putranya? Dan demi keinginan yang ia hasratkan semuanya berakhir kacau, dia terjebak di dalam neraka yang abadi. Nigel menghentakkan kepala Martin dan membiarkan dia tergelatak di dalam sana, kini adalah rencana selanjutnya tapi kapan dia akan melakukan rencana selanjutnya? Oh ya dia akan mempermainkan Martin lebih lama, lebih parah, San jauh lebih menyakitkan sebelum pada akhirnya mengakhiri hidup Martin Dailuna. Di sisi yang lain, Ibrahim tak sanggup menahan amarah dendam yang ingin segera mengakhiri hidup Martin, menghancurkan dinasti Dailuna selamanya. Tetapi semua itu berada di tangan Nigel yang memiliki lebih banyak anak buah. "Apa lagi yang kau tunggu?" Ibrahim bertanya, dia tak sanggup menahan diri untuk segera mengakh
"Kau sudah mendapatkan, dia kan?" tanya Ibrahim yang sekarang berada di hadapan Nigel. "Cepatlah akhiri ini, Nigel. Kau pasti akan segera mendapatkan apa yang kau inginkan, bukan?" Ibrahim yang saat ini duduk di hadapan meja Nigel dan Nigel tampak berpikir tetapi tidak senang dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Ibrahim. "Jangan terlalu tergesa-gesa, Ibrahim. Aku tahu kau sangat ingin membunuhnya sama seperti aku ingin sekali melenyapkan dia. Tapi kita tunggu, ya tunggu." Ibrahim tidak senang dengan aoa yang dikatakan Nigel, dia berdiri dan menghentakkan kursi, "Menunggu? Astaga aku sudah sangat lama menunggu dan menantikan momen ini, aku tidak ingin menunggu lebih lama lagi. Apa yang sebenarnya kau rencanakan!" Nigel tersenyum dan ikut berdiri, "Aku sudah katakan padamu. Kau cukup menjaga Andira dan biarkan dia merasa nyaman di sini, karena sebentar lagi dia akan berguna," kaga Nigel yang sekarang berjalan ke arah pintu. Dia membuka pintu ruangan itu dan mempersilahkan Ibrah
"Nigel berhasil menangkap ayahmu, Raisi." Suara Litzia tenang. Sedangkan Raisi yang tampak tak berdaya itu hanya bisa menundukkan kepala. Dia lemas dan tidak tahu bagaimana dia akan merespon. "Akhirnya, dendam Nigel akan terselesaikan. Dia bisa menghabisi ayahku kapan saja. Tapi kenapa dia hanya menangkapnya?" Tatapan Raisi kini mengarah kepada Litzia yang terlihat tidak menemukan jawaban apa pun dari pertanyaan Raisi. Dia bahkan tidak tahu kenapa Nigel tidak menghabisi Martin saat ini juga. Kenapa dia harus menunggu waktu yang lama. "Entahlah, tapi untuk saat ini aku hanya mau kondisi mu lebih baik Raisi, kau harus makan sesuatu," kata Litzia yang masih menawarkan makanan untuk Raisi, "Jika tidak maka kau akan berada dalam kondisi yang buruk." "Saat ini aku bahkan jauh lebih buruk dari kematian itu sendiri, Litzia. Aku bahkan tidak tahu bagaimana rasanya makanan." Litzia lalu meraih piring itu dan berusaha untuk membuat Raisi memakan sesuatu, dia menyuapi Raisi dan tidak akan pe
Martin terjatuh dan tidak bisa merasakan tubuhnya, apa yang baru saja dikatakan oleh Nigel adalah sesuatu yang sangat mengerikan. Martin sudah kehilangan Nadira dan dia tidak bisa kehilangan anak lagi. Tubuhnya yang sudah mulai kurus itu terus dihentakkan lelah Nigel yang penuh dengan kebencian dan dendam. Yang pada akhirnya Nigel mendapatkan Martin hidup-hidup. Ini adalah sebuah kesempatan baginya. Bagi Nigel untuk memberikan penderitaan mutlak pada Martin Dailuna. Martin yang tidak berdaya diseret menuju bangunan tua yang cukup terlihat besar, dan tubuh itu langsung dijatuhkan di atas lantai yang lembab. "Bawa dia ke tempat yang seharusnya." Nigel yang terlihat berjalan pergi dan meninggalkan tubuh Martin yang setengah sadar dan tak berdaya. Dan kemudian dibawalah tubuh itu menuju ke tempat yang seharusnya, dan kemenangan Nigel sudah di depan mata. Andira, Raisi dan Martin, adalah pion untuk balas dendam Nigel. Di sisi lain ada Ibrahim yang sama sekali tidak terima Dnegan sikap