Share

Menyamar

Penulis: Ina Shalsabila
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-30 14:33:41

Jeda Sangat lama, bahkan Fatih sampai bosan menunggu jawaban.

[Oh, Pak Rohmat yang datang kemari, ya? Bagiamana, Pak?]

Fatih bisa membayangkan binar bahagia itu saat mendapat pemesanan barang. Sama seperti dua tahun lalu, ketika wanita itu selalu mamerkan isi chat dari pelanggannya kepadanya.

Beberapa waktu dihabiskannya berbalas chat dengan Alina. Di balik akun bernama Rohmat itu sesekali menyunggingkan senyum saat membaca ulang chat terakhir mereka.

“Rima,” panggilnya seraya mengantongi ponsel. Fatih mendekati meja sekretarisnya.

“Ya, Pak. Bapak butuh sesuatu?”

“Nggak. Saya ada acara di luar. Jadi, urusan kantor tolong kamu handle,” ucap Fatih.

“Iya, Pak.”

Usia menghadap bawahannya, ia berlalu meninggalkan kantor. Rohmat sudah menunggu di parkiran.

“Kita ke yayasan. Semalam Bu Andini mengabari kalau ada acara pembukaan pra karya untuk anak-anak panti.” Fatih berucap.

Rohmat mengangguk tanda mengerti. Rohmat seperti pendengar setia baginya. Terkadang, jika Fatih tidak menjelaskan, m
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
liza sarah
mengharukan... semoga ceritanya gk bertele². alina dan fatih happy ending.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Nafkah Terakhir sebelum Ditalak   Pertemuan Usai Bercerai

    Selama acara berlangsung, Alina tidak bisa berkutik. Setiap geraknya tak luput dari pandangan Fatih. Beberapa saat, tak satupun kata-kata yang terucap dari bibirnya. Namun, Fatih mulai mampu menguasai keadaan. Ia lebih terbuka. Terkadang tertawa mengimbangi percakapan mereka yang hadir di sana, sesekali menimpali dengan guyonan Dian.Alina terlihat sangat sungkan. Ia beberapa kali meneguk air mineral hingga botolnya kosong.Di akhir acara, rombongan RM Rajut menunjukkan demonstrasi merajut. Mereka memasuki satu ruangan khusus, di mana sudah di hadiri anak-anak dengan benang dan jarum rajut di tangan mereka masing-masing.Alina maju ke ke depan, memperagakan model sederhana yang mudah ditiru oleh anak-anak. Sesekali bergurau, mengimbangi ucapan dengan gaya kekanakannya.Sekilas, Fatih menatap wajah yang masih membuat hatinya berdetak. Dari depan pintu, ia menangkap sosok itu masih sama seperti Alina yang ia kenal. Tak berubah sama sekali, meski berusaha ditutup-tutupi dengan sikap acuh

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-30
  • Nafkah Terakhir sebelum Ditalak   Menemui Alina

    Saat hati diliputi kegamangan, maka cara terbaik untuk undur diri adalah mencari sumber dari kegamangan itu. Lalu, berusaha agar mengubahnya menjadi energi positif.Begitu juga dengan Fatih. Perjumpaan dengan Alina tidak bisa membuat hatinya tenang. Keresahan yang dialaminya membawa dalam pikiran kalut. Alih-alih mencari solusi untuk melenyapkan kegamangan dalam pikirannya, justru ia terjebak di persimpangan jalan yang akan dilaluinya.Bagaimana tidak? Ternyata, keisengannya menanyakan beberapa hal malah berbuntut panjang hingga membawanya dalam urusan hati. Padahal, ia sudah siap menikahi Anisa, gadis jebolan pondok pesantren yang sudah dua tahun dinantikannya.Berulangkali ucapan Alina melewati alam sadarnya. “Iya. Tante Dian, mamanya Rey, memang bukan mertuaku. Terus kenapa? Ada masalah?”Ucapan itu seperti angin segar baginya, tapi juga menciptakan dilema.“Kalau kamu masih sendiri, berarti ... tidak pernah ada pernikahan itu. Kenapa Rey diam saja.”Ia mengusap wajah, merasa kebod

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-30
  • Nafkah Terakhir sebelum Ditalak   Membujuk Alina

    “Ya,” balasnya. Ia memandang Fatih sekilas. Fatih memberinya tempat. Ia bergeser agar bisa duduk berjajar di satu sofa.“Ada masukan? Ataukah ingin komplain sesuatu misalnya pihak Bapak kurang puas dengan pelatihan yang kami berikan?” Alina berucap, ia memposisikan dirinya sebagai relasi.“Ayolah, Al. Jangan begitu. Kita ngobrol seperti biasanya.” Fatih menggeser duduknya. Lalu, meletakkan sebelah kaki ke atas sofa. Posisinya kini bebas memandang Alina.“Aku ingin bertanya sesuatu padamu.” Fatih melanjutkan.“Apa lagi yang mau dibahas? Tentang pekerjaan ‘kan?” Alina memberi batasan. Ia membuang pandangan ke luar. Berlawanan dengan posisi Fatih duduk menghadapnya. Ia malas menanggapi ucapan Fatih.“Tentang kita.”Seketika, Alina menoleh, bersitatap sepersekian detik. Lalu tertawa sinis.“Kita?” tanyanya bernada mengejek.“Kenapa kamu nggak jadi menikah dengan Rey?”Alina terdiam. Pertanyaan yang ia sendiri tidak tau pasti jawabannya.“Al.”“Aku nggak tau. Tanya sendiri sama Rey.”“Ngga

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-30
  • Nafkah Terakhir sebelum Ditalak   Perdebatan

    Alina hanya mau bercakap-cakap melalui sambungan telepon. Ia terlihat baik-baik saja ketika Rey sering meneleponnya. Jika bertemu langsung seperti ini, Alina lebih banyak menghindar. Kecuali jika dihadapan Dian, baru Alina berpura-pura manis.“Sampai kapan Lo menghindari Gue?”“Gue duluan. Taksinya sudah datang.” Alina menuruni tangga teras, mendekati taksi yang berhenti di luar pagar.“Al!”Panggilan Rey tetap diabaikan.“Padahal ‘kan sudah Gue sogok pakai jam tangan, masih juga ngambek,” gerutu Rey. Ia mendesah panjang sambil berjalan ke arah mobilnya yang terparkir di halaman.Semenjak Rey membatalkan pernikahan dengan Alina, ia mendapat banyak penolakan. Alina tidak lagi seramah dulu, bahkan terkesan ketus di setiap ucapannya.Pada saat menjelang ijab qobul, dirinya pergi meninggalkan Alina. Tentu dengan izin mamanya, Rey memutuskan membatalkan pernikahan itu oleh sebab yang mendasar.Ia tidak ingin dianggap pelarian bagi Alina yang tidak bisa melupakan Fatih. Ia tahu, bahwa Alina

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-30
  • Nafkah Terakhir sebelum Ditalak   Terjebak Situasi

    Siang itu juga, Fatih berangkat ke kediaman Omar. Tekadnya sudah bulat, ingin membatalkan pernikahan dengan Anisa. Ia tahu konsekuensi dari keputusan itu. Laki-laki yang sudah seperti orang tua sendiri itu pasti kecewa. Pun demikian halnya dengan Anisa. Sebab, gadis itu telah menyimpan rasa sejak pertama kali mengenalnya.Pesan yang ia kirimkan tidak dibalas oleh Alina. Ia resah. Ia nekat terus menghubungi Alina. Hingga berkali-kali, tetapi tidak disambut oleh Alina.“Angkat dong, Al. Aku sedang berjuang untuk kita.” Fatih mengulang panggilannya, tetapi masih saja tidak diangkat.Akhirnya, ia memutuskan menulis pesan.[Al, angkat teleponku. Penting.]Pesan dikirim. Fatih menunggu hingga mobil yang dilajukan oleh Rohmat hampir sampai di kediaman Omar.[Al, tolong angkat.]Pesan itu tak terbaca. Fatih panik dan mendesah sepanjang perjalanan.[Aku ingin kembali padamu. Tolong beri kesempatan.]Rohmat menghentikan laju kendaraan tepat di depan halaman Omar. Fatih terkejut. Sebab, kesempat

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-30
  • Nafkah Terakhir sebelum Ditalak   Lari dari Masalah

    Matanya sayu, bahkan jika diperhatikan dengan seksama, kedua matanya bengkak. Akibat menangis dalam waktu lama membuat Alina tak bisa menyembunyikan kesedihannya.Berulang kali ponselnya berdering. Tak dihiraukannya karena berasal dari orang yang sama. Rohmat. Puluhan pesan diabaikan begitu saja.Ia mencoba mengerti keadaan, bahwa kehadiran Fatih hanya akan menuntut luka lama terbuka kembali. Ia tidak mampu melupakan laki-laki itu bukan berarti bersedia diajak rujuk kembali.[Al, angkat teleponnya.]Pesan paling bawah yang baru saja dibacanya. Seperti pesan lainnya, Alina hanya membuka dan mengabaikan begitu saja.[Aku akan menemuimu di panti.]“Ck, maumu apa sih, Mas? Kurang kerjaan!” rutuk Alina. Tak ingin dipusingkan dengan pesan Fatih yang bertubi-tubi masuk, Alina segera membenahi ranjangnya. Sampai sesiang ini, ia baru beranjak mandi. Jika bukan karena ada jadwal mengajari anak-anak di panti, ia enggan ke luar rumah.Mengingat kesakitan yang terkuak kembali melalui teror telepon

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-30
  • Nafkah Terakhir sebelum Ditalak   Merasa Jadi Pecundang

    Tak ingin terlihat bodoh karena kelihatan panik, ia segera memasuki mobilnya. Lalu, melaju meninggalkan panti.“Pengecut,” rutuknya. Ia merasa membenci dirinya sendiri.Fatih terus melajukan mobilnya dengan perasaan was-was. Sementara ponselnya terus berdering, pihak kafe yang sudah ia pesan meminta konfirmasi.“Maaf, pemesanan saya batalkan,” ucapnya pada pemilik kafe. Ia menepikan mobil, mencari jalan keluar agar masalah segera terselesaikan.Buntu. Tak satupun cara yang singgah di kepalanya meski sudah mencoba berpikir keras.Akhirnya ia memutuskan pulang.“Pengecut, selamanya kamu bakal jadi pecundang, Fatih,” rutuknya pada diri sendiri. Menyesali keputusan yang baru saja ia ambil. Tetapi juga merasa beruntung. Sebab, ia bisa menghindari kedua wanita itu dalam waktu bersamaan. Fatih membayangkan kemungkinan terburuk seandainya mereka bertemu dalam satu waktu dengan menatap pria yang sama.“Sudahlah. Begini lebih baik, daripada bertemu terus keduanya jadi salah paham, lebih baik ja

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-30
  • Nafkah Terakhir sebelum Ditalak   Makan Bakso

    Malam hari, Rey sudah bersiap di depan kamar Alina. Ia mengetuk hingga beberapa kali sampai pintu yang tertutup sejak sore tadi kini perlahan terbuka. Alina sudah tampak cantik dengan sweeter hitamnya.“Gue nggak mau jauh-jauh. Cukup ke taman remaja aja.” Alina memberi ultimatum.“Sippp, beres,” jawab Rey dengan mengacungkan jempol.Usahanya membuahkan hasil. Ketukan pada pintunya menjelang magrib membuat Alina membuka pintu. Akhirnya, ia bisa bernegosiasi. Mengajak Alina makan bakso seperti permintaan Rey.Mereka menaiki mobil. Meluncur bersamaan. Di belakang mobil mereka, Fatih mengikuti dari jarak jauh.“Tumben ngajakin keluar?” tanya Alina. Ia mengedarkan pandangan ke area taman.“Kepengen aja,” jawab Rey sekenanya.“Gak modus, kan?”“Dih.”“Mana tau.” Alina menjejakkan kaki di rerumputan. Tanpa menunggu Rey, ia bergegas menuju gerobak bakso di pinggir taman. Tak asing lagi baginya karena langganan Dian dan dirinya.“Mang, dua ya? Lengkap,” ucap Alina sambil menjatuhkan bobot pad

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-30

Bab terbaru

  • Nafkah Terakhir sebelum Ditalak   Meneguk Manisnya Madu

    Fatih mendorong pintu apartemen dengan satu tangan, sedangkan satunya lagi menyeret koper. Ia berdiri di sisi pintu. Tatapannya keluar, menunggu Alina yang masih berdiri mematung.“Buruan masuk. Kejutannya sudah menunggu di dalam.”Alina tersenyum manis, lalu masuk melintasi Fatih tanpa berkata apa-apa.“Mana kejutannya.”Belum sempat menoleh untuk menuntut jawaban, Fatih sudah menutup matanya dari belakang.“Eh, kenapa ditutup sih.”“Namanya juga kejutan,” ucap Fatih. Dengan cepat mendorong tubuh Alina sambil tetap menutup matanya.Fatih menghadapkan Alina ke satu tempat.Alina langsung membuka mata. Di hadapannya terbentang ranjang tanpa kelambu. Kelopak mawar merah bertebaran di atas seprai putih. Ada dua bantal dan dua gulung teronggok di sana.“Ini kejutannya?” tanya Alina sembari menoleh Fatih yang baru saja meletakkan dagu di pundaknya..“Bukan” jawabnya singkat. Ia menoleh, membuat hidungnya yang bangir menyentuh pipi Alina.“Mana? Kayaknya memang ini surprise-nya. Kemarin pas

  • Nafkah Terakhir sebelum Ditalak   Kado Istimewa

    Alina memasukkan pakaian ke dalam koper. Sebagian masih ia simpan di lemari karena tidak mungkin dibawa sekaligus.Tanpa disadari, seseorang berdiri di depan pintu yang sudah tertutup.“Astagfirullah!” kejutnya. “Mas Fatih. Bikin kaget aja. Salam dulu kek,” rutuk Alina.Fatih terkekeh melihat keterkejutan Alina.“Semangat banget yang mau pindahan. Sampai-sampai mas mengucapkan salam gak dengar.”Fatih berjalan, lalu duduk di tepi ranjang. Ia masih rapi dengan koko dan peci. Sebab, baru saja pulang dari jumatan.“Gak dengar, Mas. Aku tuh, masih kepikiran Rey. Habis tamu-tamu pergi, dia juga ngilang gitu aja.” Alina menghentikan aktivitas setelah kopernya penuh.“Palingan menemui Anisa,” balase Fatih.“Mudah-mudahan mereka baik-baik saja. Oya, jam berapa kita pamitannya?”“Sekarang, dong.”Alina menatap, ingin protes.“Kapan-kapan kan bisa ke sini lagi. Rey pasti maklum kalau kita pergi tanpa pamit sama dia. Lagian ....” ucapan Fatih menggantung membuat Alina didera rasa penasaran.“Lag

  • Nafkah Terakhir sebelum Ditalak   Hati yang Dinanti

    Jum’at pagi yang cerah, Rey sibuk membantu mamanya mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambut keluarga Fatih. Persiapan proses ijab qobul yang direncanakan pukul sepuluh itu sudah matang. Rey dan mamanya benar-benar menyiapkan acara itu dengan suka cita, mengingat hari itu juga Alina akan meninggalkan kediaman mereka.Alina sendiri sudah siap dengan busana pengantinnya. Kebaya putih, lengkap dengan hijabnya. Seorang tata rias datang bersama seorang anak buahnya datang untuk menyulap Alina menjadi bidadari sehari.Butuh waktu satu jam untuk menjadikan Alina berubah menjadi sosok yang Dian sendiri sampai tak mempercayainya.“Al, cantik banget. Fatih pasti tak berkedip lihat kamu nanti,” ucapnya saat Alina berdiri, lalu mematut dirinya di depan cermin yang menjulang tinggi, memastikan jika ucapan Dian itu benar.“Masa sih, Tan.”“Serius tante. Oya, nanti kalau sudah di sana, jangan lupa sering-sering ke sini ya? Tante bakal kesepian pasti.”Alina melebarkan kedua tangannya mendengar Di

  • Nafkah Terakhir sebelum Ditalak   Berbesar Hati

    “Hai, Fatih. Akhirnya datang juga. Kirain gak jadi datang.”Pria itu, Rama. Suami Anita. Mereka masuk, tanpa sungkan Fatih tetap menggenggam tangan Alina.“Eh, iya. Mau minum apa? Em ... Alina kan?” tiba-tiba Rama menyebut nama Alina yang terlihat gugup.“Oh, iya. Belum kenalan, ya?” balas Fatih.Rama mengulurkan tangan, Alina menyambutnya dengan ragu. Masih sama, tanpa ekspresi apapun.“Oh, iya. Aku ambil minum dulu.”Tama ke belakang. Untuk sesaat, suasana menjadi hening. Fatih tidak berani memaksa Alina untuk mengubah sikapnya.“Aku mau pulang.”Fatih terkejut, Alina sudah bersiap menegakkan tubuh. Fatih mencegah dengan memegang tangan Alina.“Tunggu sebentar lagi.”Rama muncul dengan membawa nampan.“Maaf agak lama. Pembantu sedang bantuan istri mandiin baby. Ayo silahkan.”“Terima kasih, mestinya gak usah repot-repot. Oya-““Bang ....” Anita keluar dengan menggendong bayinya. “Tolong gendong-“Anita tercekat. Ia menghentikan langkahnya. Dengan tatapan tak percaya menatap dua oran

  • Nafkah Terakhir sebelum Ditalak   Galau

    Rey sudah bersiap mengantar mamanya menggantikan Alina ke panti. Dian tidak mengizinkan Alina keluar rumah, karena sudah mendekati hari pernikahan.“Mama jangan lupa rencana kita,” bisik Rey pada wanita paruh baya itu.“Sip,” jawab Dian santai sambil menyendok nasi dari piring.Alina mengeryit mendengar bisikan keduanya.“Rencana apa, Tan?” tanya Alina penasaran.“Kepo,” jawab Rey sengit.“Ish, gue tanya sama Tante Dian, bukan sama elo.” Alina tak kalah sengit.“Sudah-sudah. Ribut aja.” Dian menengahi. “Si Rey minta ditengahi masalahnya.”“Bilang aja minta dicomblangi.”“Ngeledek terooos.”“Langsung aja samperin ke rumahnya. Kata Mas Fatih, abahnya baik kok.”“Baik sama Mas Fatih, belum tentu baik sama gue, Al.”“Sama saja, sih! Anisa kan sedang menimbang. Nah, itu kesempatan lo datang buat mendekati abahnya.”Rey terdiam. Cukup lama di meja makan dalam keheningan.“Mama sih, terserah Rey aja. Semakin cepat, semakin bagus. Betul tuh usulan Alina. Gak ada salahnya datang ke rumahnya. G

  • Nafkah Terakhir sebelum Ditalak   Pertemuan Setelah Perpisahan

    Fatih menghentikan mobilnya di samping gang kecil. Iamenelisik dari dalam, mencari keberadaan seseorang. Di sebuah taman remaja. Ia mendapati arah Rey berhenti danmenuju dalam sana. Sayangnya Fatih kehilangan jejak, sehingga harusmengendap-endap mencari Rey. “Kalau bukan karena disuruh Alina, males sebenarnya ke sini.Sudah kayak maling aja.” Fatih mengamati tempat di mana terakhir Rey di lihat. Lelah berjalan,ia mengambil duduk di bangku tak jauh dari tempatnya berdiri. “Kehilangan jejak, kan? Balik aja, deh!” gumam Fatih. Tapi iaragu. Rasa penasaran akan seseorang yang didekati Rey membuat Fatih urung pergi.Sembari mengitari pandangan ke sekitar, tiba-tiba ia menangkap sosok gadis yangsangat ia kenali. “Anisa!” Fatih berdiri dan langsung berpindah tempat di balik pohon. Maksudnyaingin bersembunyi, tapi lagi-lagi ia harusdikejutkan lagi oleh kedatangan seseorang lain ke arahnya. “Rey! Jadi ... mereka ....” Fatih memperhatikan dari jarak jauh. Anisa duduk bersanding denganseoran

  • Nafkah Terakhir sebelum Ditalak   Rey dan Kekasihnya

    “Assalamualaikum, Bu. Ibu apa kabarny” Alina mengambil alihposisi paling depan sehingga langsung duduk di samping wanita yang sedangberbaring.Tampak kaca-kaca saat menatap Alina dan Fatih secarabergantian.“Kalian datang. Makasih, ya? Ayo, duduk sini.” Alina melepasbobot tubuhnya tepat di samping wanita yang tampak ringkih itu. Merasa iba,Alina memeluknya.“Ibu sehat, kan?” Alina melepaskan pelukannya. Mengusap sesuatuyang hampir jatuh dari sudut mata.“Baik. Kalian apa kabar?”“Alhamdulillah baik juga?” jawab Alina.“Oya, kapan ijab qobulnya? Ibu kepengen datang sebenarnya, tapi-““Ibu pasti bisa datang.” Fatih memotong.“Iya-ya. Kan masih empat hari. Mudah-mudahan ibu sudah diperbolehkankeluar rumah.”“Dari mana Ibu tau empat hari lagi?” Alina bertanya sambil berbisik.Lalu melirik ke arah Fatih. Jangan-jangan Fatih yang membocorkan berita ini. Pikirnya.“Tuh!”Alina menoleh, Fatih pura-pura tidak melihat.“Katanya mau bikin surprise! Huh, dasar!”Fatih tertawa. Ia memang sudah menj

  • Nafkah Terakhir sebelum Ditalak   Memaafkan Kesalahan Lalu

    “Aku sudah lama berdamai dengan keadaan. Berusaha menerima takdir berpisah denganmu, tapi nggak bisa. Al, bisakah kita mulai dari awal lagi?”Fatih menuntun jawab. Tatap matanya tak berpindah sedikitpun pada sosok mantan istrinya.“Al, aku tanya sekali lagi, maukah menikah denganku lagi?”Alina mengangkat wajah, kemudian menunduk lagi.“Al.”“Iya, Mas, iya.“Iya apa?”“Ck, iya. Aku mau menikah denganmu.”“Alhamdulillah ... akhirnya ....”“E-eh, mau ngapain?” Alina mencubit lengan Fatih saat berusaha memapas jarak.“Nggak ada.” Ketahuan hendak mencuri ciuman dari Alina, Fatih hanya bisa menggaruk-garuk kepala yang tak gatal. Lalu, ia menarik paksa jemari Alina dan menciuminya.Alina tersentak, tetapi memberikan Fatih melakukan keinginannya.“Di depan ada galeri perhiasan. Kita ke sana sekarang.”“Loh-loh! Katanya mau makan.”“Cari cincin dulu, baru cari makan.”“Jadi ... serius minggu depan.”“Jelas jadi, dong. Atau kita percepat lagi jadi besok juga gak pa-pa.”“Ih, gaklah! Minggu de

  • Nafkah Terakhir sebelum Ditalak   Rencana Pernikahan

    Alina mematut dirinya di depan cermin. Fatih sedang dalamperjalanan. Mereka sepakat untuk makan malam berdua.Tunik berwarna soft pink sebatas lutut dan jeans warna hitammenjadi pilihannya. Di tambah pasmina warna senada dengan tuniknya membuat ronadi wajahnya kentara oleh rona bahagia..“Wah, cantiknya,” puji Dian saat membuka pintu kamar Alina.“Eh, Tante.”“Fatih sudah datang, tuh.”“Oh, ya?” Alina bergerak ke jendela. Memastikan Fatih memangsudah datang. Sebab, ia tak mendengar suara mobil.Ternyata benar ucapan Dian. Bahkan Fatih tampak berdirimenunggu di teras rumah.“Mau ke mana, sih?” tanya Dian penasaran.“Cuma makan malam, Tan.”“Masa rapi amat. Fatih juga kelihatan berbeda.”“Masa, sih!”“Ah, mungkin kalian gak sadar. Ya sudah, buruan berangkat.Pulangnya jangan larut malam, karena Tante mau tanya-tanya soal Rey. Gak sabarmau nunggu besok.”“Hah, tante merasa juga kalau Rey-““Jelas merasa, tapi gak berani tanya. Takut tersinggung.”“Iya, Tan. Nanti Al langsung ke kamar Tant

DMCA.com Protection Status