Share

Batal Melihat Sunset

Penulis: Ina Shalsabila
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-05 12:47:27

Anisa menggeleng. Mendadak berlari dengan tertatih-tatih meninggalkan Fatih dan Alina. Teriakan Alina tak mengetahuinya

“Nisa, dengarkan aku dulu!”

“Sudahlah, Al. Semuanya sudah terjadi. Sekarang atau besok, Nisa juga pasti mengetahuinya.”

“Tapi nggak seperti ini caranya, Mas?”

Alina menyandar pada dinding, perlahan tubuhnya meluruh bersamaan dengan air mata yang terus mengalir. Fatih menjadi iba. Ingin memeluk untuk menenangkan seperti dahulu, tetapi tidak mungkin.

"Jangan begini, Al. Aku nggak kuat melihatmu bersedih seperti ini. Aku akan menyelesaikannya. Aku akan bertemu dengan abah walaupun nggak ada kejadian ini. Anggap saja prosesnya dipercepat. Anisa lebih tau lebih dulu sebelum aku jujur pada abahnya. Sudah, jangan menyalahkan diri. Aku yang salah."

“Kamu mau istirahat di dalam?” tanya Fatih. Ia merendahkandiri dan berjongkok di samping Alina. Hanya gelengan yang Fatih dapat sebagaijawaban.

Ia memandangi wajah mantan istrinya dengan sayang. Ingin mengelappipi yang kemerahan
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Nafkah Terakhir sebelum Ditalak   Batal Menikah?

    Terbiasa berinteraksi denganFatih, membuat Atik merasa tak sungkan lagi. Ia pun membukakan pintu.“Mas Fatih tumben datang saat abah gak ada.” Atik langsung bertutur kayaknya seorang teman.“Loh, abah belum pulang?” tanya Fatih heran.“Belum, Mas. Masih diperjalanan. Mbak Nisa ada di dalam. Mau saya panggilkan?”“Emmm ....” Fatih tampak berpikir keras. “Nisa lagi ngapain, Bi?” Fatih bertanya untuk memastikan jika Anisa baik-baik saja.“Di kamarnya, Mas. Dari tadi gak keluar kamar. Tapi ....” Ucapan Atik menggantung.“Tapi kenapa, Bi? Ada masalah?” tanya Fatih mulai khawatir.“Anu, Mas. Dari habis pergitadi, mbak Nisa gak ke luar kamar. Sepertinya, nangis. Samar-samar kedengarannya,sih.” Penjelasan Atik hanya sekilas, tetapi membuat Fatih merasa sangat jelas. Anisa memang tidak dalam kondisi yang baik, tapi setidaknya, ada Atik yangmengawasi. Begitu kata hatinya.“Kalau begitu, saya datanglagi besok siang. Langsung ketemu sama abah. Oya, tolong awasi Anisa selama Abah belum kembali.”“

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-06
  • Nafkah Terakhir sebelum Ditalak   Tak Enak Hati

    “Oya, Anisa ada, Bah? Bisakami ngobrol sebentar?” Akhirnya, ia berhasil memulai percakapan penting.“Oh, itu ... ada di dalam.”Omar sengaja memberi jeda ucapannya. “Dia nggak mau keluar. Sebenarnya, adamasalah apa antara kalian? Abah tinggal pergi dua hari kok jadi ribut-ribut.” Omar mengakhiri ucapannya dengan tawaan kecil. Setelahnya, ia meraih cangkir di atas tatakan dan menyerutupnnya secara perlahan.“Gini, Bah.” Hamdan mulaibertutur. “Kami ke sini sebenarnya ada perlu dengan Abah, juga Anisa, tapi kalau memang Anisa tidak bisa keluar, ya gak apa-apa. Cukup dengan Abah saja.” Hamdan yang memang bertutur sangat sopan.“Ya, bagaimana persoalannya, kok sampai bisa seperti ini? Saya sendiri sudah mendengar aduan Anisa, tatapitak adil rasanya jika hanya mendengar dari satu pihak saja.” Omar berpendapat.Hamdan menatap Fatih, memberi isarat agar Fatih angkat bicara.“Jadi begini, Bah.Sebenarnya, semua salah saya. Dari awal tidak jujur dengan perasaan saya pada Anisa.” Fatih mulai menyu

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-06
  • Nafkah Terakhir sebelum Ditalak   Bertemu Anita

    “Untuk mengingatkan kalau dia memang tak cocok denganku. Benar begitu?”Anisa menghela nafas sambil membuka ponselnya. Ia menekantombol blokir pada sebuah aplikasi perpesanan. Pesan yang belum lama masuk,diabaikannya begitu saja.“Tak apalah, akan ada Fatih-Fatih yang lain setelah ini.Tapi wanita itu, kenapa aku benci melihatnya. Astagfirullah,” sebutnya.Tak ada yang lebih menyakitkan selain mendengar pengakuanlangsung dari seseorang yang diharapkan menjadi tumpuan harapan, menjadipembimbing dan imam. Tetapi lebih memilih wanita lain, bahkan dihadapannyasendiri.Anisa sedang berjuang untuk mengikhlaskan. Dan tentu sajabutuh waktu untuk menjalani semua yang telah ditetapkan.**Fatih masih menunggu ponselnya berdering. Berharap mendapatpesan dari Anisa, tetapi sayangnya tak seperti itu kenyataannya.Sebuah pesan masuk. Pesan balasan dari Alina.[Kita jangan dulu bertemu, Mas. Aku nggak enak kalau kita bertemupas ada Anisa.]Fatih menggaruk kepalanya yang tak gatal. Rupanya Alinasalah

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-07
  • Nafkah Terakhir sebelum Ditalak   Mencoba Melamar

    “Diambil, dong. Capek ini tanganku,” ucap Fatih. Ia menutupkembali kotak itu dan meraih tangan Alina. Ia meletakkan barang itu di sana.“Jawabnya kapan-kapan. Simpan saja dulu.”Fatih melajukan kembali mobilnya, tanpa berpikir akanmendapat penolakan. Sebab, ia yakin jika Alina pasti menerimanya.“Kalau aku menolak?” ujar Alina.“Aku cari yang lain,” balas Fatih asal. Alina tersenyum malu saatFatih menoleh dan memandangnya.“Aku pakai, deh.” Alina membuka kotak itu dan langsung memakainya.“Pas,” ucapnya setelah benda itu melingkar di jari manisnya.“Iyalah.”“Ini bukan untuk Anisa, kan? Karena batal, langsung dikasihkan ke aku?”Fatih mengeryit, Alina tertawa melihat ekspresi wajah Fatihyang menerangkan kata tak terima atas tuduhan Alina.“Kok tau? Sayang ‘kan kalau dibuang,” balas Fatih mengerjai. Sakarang, gantian Alina yang berubah rona wajah senyumnya lenyap seketika.Melihat respons itu, Fatih langsung tertawa.“Makanya jangan mancing-mancing.”“Serius ini punya Anisa?” Alina ber

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-07
  • Nafkah Terakhir sebelum Ditalak   Mengunjungi Boy

    Alina memberikan materi bahasan dalam kondisi yang tidak tenang. Berkali-kali melirik pergelangan tangannya, memastikan setiap menit waktu berlalu.Ia memutuskan mempercepat jam pulang. Sebab, ia tadi masuk lebih awal. Jadi, anak-anak tidak akan dirugikan karena waktu yang berkurang.Beberapa anak mempertanyakan, kenapa mereka pulang lebih cepat? Alina hanya memberi penjelasan bahwa dirinya ada kepentingan mendadak. Beruntungnya, mereka mengerti.Alina keluar dari kelas di bagian paling akhir. Ia langsung menuju ruangan dini untuk menjelaskan alasan dirinya masuk dan keluar lebih awal.Baru saja memasukinya ruangan yang sudah terbuka itu, pandangannya langsung tertuju pada seorang gadis yang sangat ia kenali.“Nisa. Kamu kenapa?”Alina langsung mendekat Anisa yang duduk dengan keadaan terluka. Anisa sedang memperlihatkan luka di bagian sikunya kepada Andini, sehingga tampak jelas oleh Alina.“Mbak Nisa menabrak mobil, Bu. Lukanya tidak terlalu serius sepertinya.”“Cuma lecet aja,” jaw

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-07
  • Nafkah Terakhir sebelum Ditalak   Jatuh Cinta

    Menjadi sendiri bukanlah pilihan. Sejatinya, manusiadiciptakan untuk berpasang-pasangan. Namun, apa mau dikata. Bahkan kekasih sajadia tak memilikinya.Reyhan membuka laptop guna menemukan foto-foto masa kecilnyayang masih tersimpan di sana. Sebuah tayangan video saat pertama masuksekolah, sengaja di rekam sang papa. Nyatanya, sebuah rekam jejak berdurasienam menit itu mampu meluapkan kerinduan pada sosok yang sudah lama tiada.Ia hampir menangis. Lalu, buru-buru menutup layar itu tanpameng-offkan terlebih dahulu.“Kalau papa masih ada,” ucapnya menggantung. Ia mendesahpelan. Berharap masih dapat berjumpa walau sepersekian detik untuk melerairindu. Sayangnya, keinginan itu tak pernah terkabulkan.Rey tak pernah menunjukkan kesedihan, meskipun itu dihadapan sang mama atau Alina sekalipun. Ia lebih suka dianggap konyol dan takpenting bagi orang lain dari pada mengharap di kagumi. Ia malah risih.Perlahan, Rey membuka lagi laptopnya. Lalu melihat sebuahnotifikasi dari layar itu.Sebelumn

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-07
  • Nafkah Terakhir sebelum Ditalak   Rencana Pernikahan

    Alina mematut dirinya di depan cermin. Fatih sedang dalamperjalanan. Mereka sepakat untuk makan malam berdua.Tunik berwarna soft pink sebatas lutut dan jeans warna hitammenjadi pilihannya. Di tambah pasmina warna senada dengan tuniknya membuat ronadi wajahnya kentara oleh rona bahagia..“Wah, cantiknya,” puji Dian saat membuka pintu kamar Alina.“Eh, Tante.”“Fatih sudah datang, tuh.”“Oh, ya?” Alina bergerak ke jendela. Memastikan Fatih memangsudah datang. Sebab, ia tak mendengar suara mobil.Ternyata benar ucapan Dian. Bahkan Fatih tampak berdirimenunggu di teras rumah.“Mau ke mana, sih?” tanya Dian penasaran.“Cuma makan malam, Tan.”“Masa rapi amat. Fatih juga kelihatan berbeda.”“Masa, sih!”“Ah, mungkin kalian gak sadar. Ya sudah, buruan berangkat.Pulangnya jangan larut malam, karena Tante mau tanya-tanya soal Rey. Gak sabarmau nunggu besok.”“Hah, tante merasa juga kalau Rey-““Jelas merasa, tapi gak berani tanya. Takut tersinggung.”“Iya, Tan. Nanti Al langsung ke kamar Tant

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-23
  • Nafkah Terakhir sebelum Ditalak   Memaafkan Kesalahan Lalu

    “Aku sudah lama berdamai dengan keadaan. Berusaha menerima takdir berpisah denganmu, tapi nggak bisa. Al, bisakah kita mulai dari awal lagi?”Fatih menuntun jawab. Tatap matanya tak berpindah sedikitpun pada sosok mantan istrinya.“Al, aku tanya sekali lagi, maukah menikah denganku lagi?”Alina mengangkat wajah, kemudian menunduk lagi.“Al.”“Iya, Mas, iya.“Iya apa?”“Ck, iya. Aku mau menikah denganmu.”“Alhamdulillah ... akhirnya ....”“E-eh, mau ngapain?” Alina mencubit lengan Fatih saat berusaha memapas jarak.“Nggak ada.” Ketahuan hendak mencuri ciuman dari Alina, Fatih hanya bisa menggaruk-garuk kepala yang tak gatal. Lalu, ia menarik paksa jemari Alina dan menciuminya.Alina tersentak, tetapi memberikan Fatih melakukan keinginannya.“Di depan ada galeri perhiasan. Kita ke sana sekarang.”“Loh-loh! Katanya mau makan.”“Cari cincin dulu, baru cari makan.”“Jadi ... serius minggu depan.”“Jelas jadi, dong. Atau kita percepat lagi jadi besok juga gak pa-pa.”“Ih, gaklah! Minggu de

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-23

Bab terbaru

  • Nafkah Terakhir sebelum Ditalak   Meneguk Manisnya Madu

    Fatih mendorong pintu apartemen dengan satu tangan, sedangkan satunya lagi menyeret koper. Ia berdiri di sisi pintu. Tatapannya keluar, menunggu Alina yang masih berdiri mematung.“Buruan masuk. Kejutannya sudah menunggu di dalam.”Alina tersenyum manis, lalu masuk melintasi Fatih tanpa berkata apa-apa.“Mana kejutannya.”Belum sempat menoleh untuk menuntut jawaban, Fatih sudah menutup matanya dari belakang.“Eh, kenapa ditutup sih.”“Namanya juga kejutan,” ucap Fatih. Dengan cepat mendorong tubuh Alina sambil tetap menutup matanya.Fatih menghadapkan Alina ke satu tempat.Alina langsung membuka mata. Di hadapannya terbentang ranjang tanpa kelambu. Kelopak mawar merah bertebaran di atas seprai putih. Ada dua bantal dan dua gulung teronggok di sana.“Ini kejutannya?” tanya Alina sembari menoleh Fatih yang baru saja meletakkan dagu di pundaknya..“Bukan” jawabnya singkat. Ia menoleh, membuat hidungnya yang bangir menyentuh pipi Alina.“Mana? Kayaknya memang ini surprise-nya. Kemarin pas

  • Nafkah Terakhir sebelum Ditalak   Kado Istimewa

    Alina memasukkan pakaian ke dalam koper. Sebagian masih ia simpan di lemari karena tidak mungkin dibawa sekaligus.Tanpa disadari, seseorang berdiri di depan pintu yang sudah tertutup.“Astagfirullah!” kejutnya. “Mas Fatih. Bikin kaget aja. Salam dulu kek,” rutuk Alina.Fatih terkekeh melihat keterkejutan Alina.“Semangat banget yang mau pindahan. Sampai-sampai mas mengucapkan salam gak dengar.”Fatih berjalan, lalu duduk di tepi ranjang. Ia masih rapi dengan koko dan peci. Sebab, baru saja pulang dari jumatan.“Gak dengar, Mas. Aku tuh, masih kepikiran Rey. Habis tamu-tamu pergi, dia juga ngilang gitu aja.” Alina menghentikan aktivitas setelah kopernya penuh.“Palingan menemui Anisa,” balase Fatih.“Mudah-mudahan mereka baik-baik saja. Oya, jam berapa kita pamitannya?”“Sekarang, dong.”Alina menatap, ingin protes.“Kapan-kapan kan bisa ke sini lagi. Rey pasti maklum kalau kita pergi tanpa pamit sama dia. Lagian ....” ucapan Fatih menggantung membuat Alina didera rasa penasaran.“Lag

  • Nafkah Terakhir sebelum Ditalak   Hati yang Dinanti

    Jum’at pagi yang cerah, Rey sibuk membantu mamanya mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambut keluarga Fatih. Persiapan proses ijab qobul yang direncanakan pukul sepuluh itu sudah matang. Rey dan mamanya benar-benar menyiapkan acara itu dengan suka cita, mengingat hari itu juga Alina akan meninggalkan kediaman mereka.Alina sendiri sudah siap dengan busana pengantinnya. Kebaya putih, lengkap dengan hijabnya. Seorang tata rias datang bersama seorang anak buahnya datang untuk menyulap Alina menjadi bidadari sehari.Butuh waktu satu jam untuk menjadikan Alina berubah menjadi sosok yang Dian sendiri sampai tak mempercayainya.“Al, cantik banget. Fatih pasti tak berkedip lihat kamu nanti,” ucapnya saat Alina berdiri, lalu mematut dirinya di depan cermin yang menjulang tinggi, memastikan jika ucapan Dian itu benar.“Masa sih, Tan.”“Serius tante. Oya, nanti kalau sudah di sana, jangan lupa sering-sering ke sini ya? Tante bakal kesepian pasti.”Alina melebarkan kedua tangannya mendengar Di

  • Nafkah Terakhir sebelum Ditalak   Berbesar Hati

    “Hai, Fatih. Akhirnya datang juga. Kirain gak jadi datang.”Pria itu, Rama. Suami Anita. Mereka masuk, tanpa sungkan Fatih tetap menggenggam tangan Alina.“Eh, iya. Mau minum apa? Em ... Alina kan?” tiba-tiba Rama menyebut nama Alina yang terlihat gugup.“Oh, iya. Belum kenalan, ya?” balas Fatih.Rama mengulurkan tangan, Alina menyambutnya dengan ragu. Masih sama, tanpa ekspresi apapun.“Oh, iya. Aku ambil minum dulu.”Tama ke belakang. Untuk sesaat, suasana menjadi hening. Fatih tidak berani memaksa Alina untuk mengubah sikapnya.“Aku mau pulang.”Fatih terkejut, Alina sudah bersiap menegakkan tubuh. Fatih mencegah dengan memegang tangan Alina.“Tunggu sebentar lagi.”Rama muncul dengan membawa nampan.“Maaf agak lama. Pembantu sedang bantuan istri mandiin baby. Ayo silahkan.”“Terima kasih, mestinya gak usah repot-repot. Oya-““Bang ....” Anita keluar dengan menggendong bayinya. “Tolong gendong-“Anita tercekat. Ia menghentikan langkahnya. Dengan tatapan tak percaya menatap dua oran

  • Nafkah Terakhir sebelum Ditalak   Galau

    Rey sudah bersiap mengantar mamanya menggantikan Alina ke panti. Dian tidak mengizinkan Alina keluar rumah, karena sudah mendekati hari pernikahan.“Mama jangan lupa rencana kita,” bisik Rey pada wanita paruh baya itu.“Sip,” jawab Dian santai sambil menyendok nasi dari piring.Alina mengeryit mendengar bisikan keduanya.“Rencana apa, Tan?” tanya Alina penasaran.“Kepo,” jawab Rey sengit.“Ish, gue tanya sama Tante Dian, bukan sama elo.” Alina tak kalah sengit.“Sudah-sudah. Ribut aja.” Dian menengahi. “Si Rey minta ditengahi masalahnya.”“Bilang aja minta dicomblangi.”“Ngeledek terooos.”“Langsung aja samperin ke rumahnya. Kata Mas Fatih, abahnya baik kok.”“Baik sama Mas Fatih, belum tentu baik sama gue, Al.”“Sama saja, sih! Anisa kan sedang menimbang. Nah, itu kesempatan lo datang buat mendekati abahnya.”Rey terdiam. Cukup lama di meja makan dalam keheningan.“Mama sih, terserah Rey aja. Semakin cepat, semakin bagus. Betul tuh usulan Alina. Gak ada salahnya datang ke rumahnya. G

  • Nafkah Terakhir sebelum Ditalak   Pertemuan Setelah Perpisahan

    Fatih menghentikan mobilnya di samping gang kecil. Iamenelisik dari dalam, mencari keberadaan seseorang. Di sebuah taman remaja. Ia mendapati arah Rey berhenti danmenuju dalam sana. Sayangnya Fatih kehilangan jejak, sehingga harusmengendap-endap mencari Rey. “Kalau bukan karena disuruh Alina, males sebenarnya ke sini.Sudah kayak maling aja.” Fatih mengamati tempat di mana terakhir Rey di lihat. Lelah berjalan,ia mengambil duduk di bangku tak jauh dari tempatnya berdiri. “Kehilangan jejak, kan? Balik aja, deh!” gumam Fatih. Tapi iaragu. Rasa penasaran akan seseorang yang didekati Rey membuat Fatih urung pergi.Sembari mengitari pandangan ke sekitar, tiba-tiba ia menangkap sosok gadis yangsangat ia kenali. “Anisa!” Fatih berdiri dan langsung berpindah tempat di balik pohon. Maksudnyaingin bersembunyi, tapi lagi-lagi ia harusdikejutkan lagi oleh kedatangan seseorang lain ke arahnya. “Rey! Jadi ... mereka ....” Fatih memperhatikan dari jarak jauh. Anisa duduk bersanding denganseoran

  • Nafkah Terakhir sebelum Ditalak   Rey dan Kekasihnya

    “Assalamualaikum, Bu. Ibu apa kabarny” Alina mengambil alihposisi paling depan sehingga langsung duduk di samping wanita yang sedangberbaring.Tampak kaca-kaca saat menatap Alina dan Fatih secarabergantian.“Kalian datang. Makasih, ya? Ayo, duduk sini.” Alina melepasbobot tubuhnya tepat di samping wanita yang tampak ringkih itu. Merasa iba,Alina memeluknya.“Ibu sehat, kan?” Alina melepaskan pelukannya. Mengusap sesuatuyang hampir jatuh dari sudut mata.“Baik. Kalian apa kabar?”“Alhamdulillah baik juga?” jawab Alina.“Oya, kapan ijab qobulnya? Ibu kepengen datang sebenarnya, tapi-““Ibu pasti bisa datang.” Fatih memotong.“Iya-ya. Kan masih empat hari. Mudah-mudahan ibu sudah diperbolehkankeluar rumah.”“Dari mana Ibu tau empat hari lagi?” Alina bertanya sambil berbisik.Lalu melirik ke arah Fatih. Jangan-jangan Fatih yang membocorkan berita ini. Pikirnya.“Tuh!”Alina menoleh, Fatih pura-pura tidak melihat.“Katanya mau bikin surprise! Huh, dasar!”Fatih tertawa. Ia memang sudah menj

  • Nafkah Terakhir sebelum Ditalak   Memaafkan Kesalahan Lalu

    “Aku sudah lama berdamai dengan keadaan. Berusaha menerima takdir berpisah denganmu, tapi nggak bisa. Al, bisakah kita mulai dari awal lagi?”Fatih menuntun jawab. Tatap matanya tak berpindah sedikitpun pada sosok mantan istrinya.“Al, aku tanya sekali lagi, maukah menikah denganku lagi?”Alina mengangkat wajah, kemudian menunduk lagi.“Al.”“Iya, Mas, iya.“Iya apa?”“Ck, iya. Aku mau menikah denganmu.”“Alhamdulillah ... akhirnya ....”“E-eh, mau ngapain?” Alina mencubit lengan Fatih saat berusaha memapas jarak.“Nggak ada.” Ketahuan hendak mencuri ciuman dari Alina, Fatih hanya bisa menggaruk-garuk kepala yang tak gatal. Lalu, ia menarik paksa jemari Alina dan menciuminya.Alina tersentak, tetapi memberikan Fatih melakukan keinginannya.“Di depan ada galeri perhiasan. Kita ke sana sekarang.”“Loh-loh! Katanya mau makan.”“Cari cincin dulu, baru cari makan.”“Jadi ... serius minggu depan.”“Jelas jadi, dong. Atau kita percepat lagi jadi besok juga gak pa-pa.”“Ih, gaklah! Minggu de

  • Nafkah Terakhir sebelum Ditalak   Rencana Pernikahan

    Alina mematut dirinya di depan cermin. Fatih sedang dalamperjalanan. Mereka sepakat untuk makan malam berdua.Tunik berwarna soft pink sebatas lutut dan jeans warna hitammenjadi pilihannya. Di tambah pasmina warna senada dengan tuniknya membuat ronadi wajahnya kentara oleh rona bahagia..“Wah, cantiknya,” puji Dian saat membuka pintu kamar Alina.“Eh, Tante.”“Fatih sudah datang, tuh.”“Oh, ya?” Alina bergerak ke jendela. Memastikan Fatih memangsudah datang. Sebab, ia tak mendengar suara mobil.Ternyata benar ucapan Dian. Bahkan Fatih tampak berdirimenunggu di teras rumah.“Mau ke mana, sih?” tanya Dian penasaran.“Cuma makan malam, Tan.”“Masa rapi amat. Fatih juga kelihatan berbeda.”“Masa, sih!”“Ah, mungkin kalian gak sadar. Ya sudah, buruan berangkat.Pulangnya jangan larut malam, karena Tante mau tanya-tanya soal Rey. Gak sabarmau nunggu besok.”“Hah, tante merasa juga kalau Rey-““Jelas merasa, tapi gak berani tanya. Takut tersinggung.”“Iya, Tan. Nanti Al langsung ke kamar Tant

DMCA.com Protection Status