Bab 103. Andre Sasaran Baru Yati Andre segera menyalakan laptop, lalu membuka e-mail masuk. Beberapa menit dia berkutat dengan dokumen yang baru saja masuk. “Hebat! Lihat Bang Leo, kinerja karyawan baru kita. Sepertinya dia begitu cerdas. Dia bisa menganalis dengan begitu teliti dan dari mampu menyimpulkan dengan begitu cepat. Dari lima proposal yang dia analysis, dia sudah menemukan yang mana yang paling menjanjikan. Ok, kita ambil saja proyek ini, bagaimana menurut Bang Leo?” “Saya setuju, Pak! Jadi sambil yang di sini berjalan, yang itu kita mulai kerjakan juga.” “Ya. Mengenai tenaga yang kita butuhkan juga sudah dia rinci dengan maksimal. Saya bangga mempunyai karyawan secerdas ini, Bang Leo!” “Iya, Pak! Semoga perusahaan kita makin maju berkat dukungan kinerjanya.” Sebuah notifikasi masuk ke ponsel Andre. Chat di aplikasi hijau, nomor baru. [Maaf, Pak. Saya Dinda, karyawan baru Bapak, save nomor saya, ya, Pak!] “Dinda?” sergah Andre mengernyitkan kening. “Maksud Bapak
Bab 104. Yati Bugil, Perbuatan Andrekah? Sedikitpun Andre tak menyadari, kalau dia kini menjadi sasaran balas dendam Yati. Pria itu bermaksud segera membenahi perlatan kantornya, tetapi saat hendak mematikan laptop netranya melihat sebuah e-mail masuk. Terpaksa dia membukanya terlebih dahulu. Mungkin ada yang penting menyangkut berkas proyek, begitu pikirnya. Maya mengirim berkas-berkas yang membutuhkan persetujuannya sebelum diprint dan dia tanda tangani. Butuh waktu setengah jam dia meneliti semua itu. Setelah semua kelar, file itu dia kirim kembali ke e-mail kantor. Lalu dia bergegas mematikan laptop dan menuju ke mobil. Saat itulah Acun meneleponnya. “Maaf, Pak Andre saya Acun, anggota Bang Bram yang bertugas di sekitar rumah Mbak Amelia.” “Iya, bagaimana perkembangan penyelidikan kalian tentang si perempuan itu? Ada perkembangan?” tanya Andre antusias. “Tadi dia keluar dari rumah Mbak Amel naik ojek, Pak. Saya ikuti ternyata dia menuju sebuah apotik terdekat. Saat dia s
Bab 105. Yati Terjebak Dalam Jebakan Sendiri “Bangunkan pria busuk itu! Lemparkan ke mobilnya! Aku gak mau lihat dia ada di sini!” lirih Amelia dengan tangis tertahan. “Maaf, Mbak!” ucap seseorang tiba-tiba. Semua tersentak kaget, Acung keluar dari tempat persembunyiannya. Di tangannya terulur sebuah ponsel, benda itu dia ulurkan pada Amelia. Yati tak kelah kaget. Wajahnya memucat dilanda ketakutan. “Si-siapa, Anda? Kenapa ada di dalam rumah saya?” tanya Amelia berusaha menguasai diri kembali. Badannya ditegakkan, tatapan kembali tajam. Tak ada gunanya berlemah-lemah, segala masalah harus dihadapi dengan tegar. Begitu dia menguatkan diri. “Anda … Anda, Anda yang masuk ke dalam rumah ini waktu itu juga, bukan?” tanya gadis itu lagi. “Saya Acung, Mbak. Orang yang diminta menjaga keamanan di wilayah sini.” “Jangan bohong! Saya udah tahu, Anda adalah kawanan pria busuk ini, kan? Orang yang disuruh oleh laki-laki ini untuk memata-matai saya dan rumah saya, betulkan?!” “Tolong
Bab 106. Bukti Cinta Andre “Itu, lho, Pak! Si Yati ….” “Bik, tolong ambilkan minum buat Mas Andre!” titah Amelia memotong kalimat Bik Jum. “Baik, Non.” Perempuan itu langsung menjalankan perintah Amelia. “Bangun, Mas! Kita bicara di teras saja!” kata Amelia lalu berjalan kembali ke arah depan. Andre berusaha bangkit lalu mengikuti Amelia sambil berusaha berfikir keras, mencoba mengingat lagi semuanya sekali lagi. Saat keduanya sudah duduk di kursi rotan di sudut teras, sebuah notifikasi pesan masuk terdengar dari ponsel Andre. Acung mengirim rekaman video tadi. “Astaga, ini … Mel ….” Pria itu tampak panik demi melihat relaman itu. Wajahnya memerah menahan luapan emosi. “Maaf, aku yang salah karena telah menampung ular di rumah ini. Dia membenciku, tetapi Mas Andre malah yang dia jadikan sasaran!” sesal Amelia . “Sejak awal aku sudah curiga, kenapa kamu malah menerima dia tinggal di rumah ini. Itu sebab aku meminta Bang Acun mengawasi dan menyelidiki tentang dia.” “Maaf, a
Bab 107. Drama Ala Dinda Dinda semakin resah. Besok pagi, dia dan seluruh keluarganya harus angkat kaki dari rumah Leo. Sementara Dina dan Darfan hanya bisa pasrah. Menunggu sambil termangu, hanya itu yang mereka lakukan. Dinda yang gesit dan cerdas harus memutar otak untuk menolong keluarganya. Tetapi, tak ada cara yang lebih baik menurut dia selain memeras Andre. “Mbak Dinda, gimana filenya, udah ok, kan?” tanya Maya memecah keheningan. “Udah, Bu. Ini tinggal kirim aja,” jawab Dinda memeriksa file itu sekali lagi. File yang berisi persetujuan kontrak pembangunan proyek yang dilengkapi dengan sebuah video. Video mesum yang pelakuya adalah sang direktur dengan dirinya. Dengan satu sentuhan, maka file ini akan terkirim kepada calon mitra bisnis baru mereka. Dinda bisa membayangkan, apa yang akan terjadi bila video itu tersebar. Senyum samar terulas di bibir tipisnya. “Kalau udah beres, kirim aja, ya!” perintah Maya seraya membereskan semua perlatan kerjanya. “Baik, Bu.” Dinda
Bab 108. Maya Mundur Pudar sudah, tak ada harapan apa-apa lagi. Mundur, itu langkah yang harus ditempuh Maya kini. Sebab tak guna menunggu lagi. Tak juga ingin menjadi duri penghalang dalam rumah tangga orang yang dia cintai. “Pantes apa, Bu?” tanya Dinda menghentak pedihnya. “Enggak, enggak apa-apa. Yuk, kita pulang aja!” lirihnya seraya mematikan laptop lalu meraih tas selempang miliknya. “Ya, Ibu duluan aja! Saya selesaikan lembar ini saja! Saya juga akan pulang setelah ini kelar.” “Baik, saya duluan, ya! sampai jumpa besok pagi!” “Baik, Bu.” *** Leo berkeliling sekali lagi untuk memastikan situasi para pekerja proyek. Hatinya mulai gundah sejak dua jam yang lalu. Gundah menunggu kabar dari Pak Bos tentang karyawan baru itu. Bukankah seharusnya Andre sudah tiba di kantor sejak tadi, lalu mengabarkan padanya tentang situasi di kantor pusat? Tetapi, hingga detik ini, tak juga ada kabar yang dia terima. Haruskah dia menelpon duluan sang Bos? Achk … rasanya tidak etis bila
Bab 109. Ancaman Dinda Tak Mempan “Saya tidak pernah merekomendasikan siapa-siapa! Saya tidak pernah menyuruh siapapun datang ngelamar ke sini! Bu Maya memang pernah menyuruh saya mencari tenaga kerja yang kompeten. Saya iyakan, tapi hingga detik ini saya belum menemukan siapa-siapa. “Jadi, itu?” Maya menunjuk ke arah kantor. Dia tampak sedikit syok karena terkejut “Apakah pegawai baru itu bernama Dinda? Dinda … mantan adik ipar saya?” “Ya.” “Shit!” Kepalan tangan Leo terangkat, lalu mendarat sebuah pukulan di dinding pembatas asreal parkir. Maya keluar dari mobil Berjalan pelan menghampiri pria itu. hatinya berkecamuk sekarang. Perasaan bersalah memenuhi benaknya. “Jadi, Mas Leo tidak pernah menyetujui adik ipar Mas untuk bekerja di sini?” lirihnya dengan suara pelan. “Tidak mungkin, Bu Maya. Dinda itu ular! Dan satu lagi, dia bukan adik ipar saya lagi. Dia hanya mantan. Yang paling penting lagi adalah, saya tak pernha berniat rujuk dengan Dina kakak perempuan licik itu!” “
Bab 110. Dinda Meradang, Amelia Tetap Elegan “Mel, terima kasih, Sayang. Aku lega sekali mendengarnya. Aku siap sekarang. Mel, betapa aku ingin memeluk kamu sekarang, sebagai ungkapan kelegaan hatiku ini, boleh?” “Boleh, Mas.” “Terima kasih, Sayang!” Andre menegakkan tubuh, merengkuh tubuh sang kekasih, dan membawanya ke dalam dekapan hangat. Percakapan itu terdengar jelas di telinga Dinda. Ponsel di tangan Amelia masih dalam keadaan menyala. Bahkan Amelia sengaja agar Dinda mendengar semuanya. “Kalian …! Bangsat kalian berdua! Kalian pikir aku main-main, ha! Aku tengah mengancam kamu Andre bangs*t!!! Tapi kalian malah pamer kemesraan, begitu!? Baik, aku klik send sekarang juga, Bukan hanya ke satu e-mail, tapi ke seluruh e-mail mitra kerja kamu!” “Lakukan saja, dinda, agar kau puas! Semoga kau tidak sakit jiwa karena kecewa!” “Kribooooo …! Awas kau, ya!” “Kutunggu, bila kau belum puas juga! Tapi maaf, aku matiin hapenya, ya. Mas Andre agak sedikit nakal, nih. Maaf, ya, Di
Bab 200. Tamat (Malam Pertama Amelia)Amelia bersimpuh di pangkuan sang Papa. Memohon doa restu dengan derai air mata haru. Daffin mengikuti berbuat yang sama.Amelia bergeser ke bangku Rahayu. Andy ada di sampingnya. Wanita itu memeluk gadis bergaun pengantin itu. Membisikkan kalimat restu dan menguntai doa sakral. Semoga pernikahan putra semata wayangnya dengan gadis ini penuh keberkahan, abadi, tanpa pernah ada lagi perpisahan.“Terima kasih Tante,” ucap Amelia surut masih dengan berjongkok. Lalu berbisik pada Daffin, pria yang baru saja menghalalkannya. “Mas, minta restu pada Tante Rahayu, ya! Juga kepada Pak Andy, papa kandung Mas Daffin. Lakukan itu, seperti Mas meminta restu pada papaku! Agar pernikahan kita ini berkah, Mas!”Daffin menatap mata wanitanya, lembut. Lalu mengangguk. Pria itu melakukan seperti yang Amelia ucapkan. Untuk pertama kalinya, Rahayu memeluk tubuh putranya. Air mata haru tak henti mengalir deras membasahi kedua pipi kurusnya. Sama harunya sepert
Bab 199. Sentuhan Karena Cemburu Daffin Di Dalam Lif“Ada apa dengan Mas Andre? Aku tahu, kok, dia dirawat di sini,” tanya Amelia penasaran.“Dia ingin bertemu kamu, tanpa Pak Daffin. Mungkin kamu bisa luangkan waktu kamu menjenguknya sebentar.” Dr. Vito mengusulkan.“Waw, Andre ingin bertemu Amelia tanpa aku? Hebat! Apa yang kalian rahasiakan dariku?” Daffin mendelik pada Amelia, pria itu kembali terbakar.“Amelia juga belum tahu, Pak Daffin. Tak ada rahasia. Tapi, Andre memang takut kalau Pak Daffin ikut,” sela Dr. Vito.“Takut apa? Dia mau mengambil Amelia lagi dariku, begitu?” sergah Daffin dengan wajah mengetat.“Bukan tentang Amelia, Pak, tapi … wah, saya tak enak mengatakannya. Tapi, alangkah lebih baiknya kalau Amelia menemuinya!”“Baik, terima kasih, Vito! Aku dan Mas Daffin akan menemuinya! Antara aku dan Mas Daffin tak pernah ada rahasia. Terserah, Mas Andre setuju, takut, dan sebagainya! Ayo, Mas kita ke rungannya! Ayo, Mela! Kami duluan, ya! Dadaah, Bilqis!”Amelia me
Bab 198. Daffin Cemburu Buta“Jangan seperti anak kecil, dong, Mas! Enggak ada angin, enggak ada badai, tiba-tiba aja, Mas Daffin sewot, aku gak paham, ada apa, sih?” Amelia menahan lengan Daffin.“Gak ada! Maaf aku buru-buru!” Pria itu menepis dengan sedikit kasar. Hampir saja gadis itu tersungkur. Sebuah tangan menahan tubuhnya.“Ati-ati, dong, Om! Kacian Antenya!” Seorang anak kecil berteriak dengan lantang. “Untung dipegangi mama Iqis, kalau enggak Antenya udah jatuh! Oom dahat!” sungut bocah perempuan itu lagi. Daffin dan Amelia tersentak kaget. Keduanya menoleh ke sumber suara. Suara itu sepertinya tak asing di telinga Amelia.“Ante Amel?” sang bocah malah lebih dulu mengenalinya. “Ini Ante Amel, kan? Mama, ini Ante Amel!” teriak bocah lincah itu kepada wanita yang bersamanya.“Bilqis?” gumam Amelia seraya merunduk lalu memeluk gadis kecil itu. Daffin terpana. “Ini Mama Iqis, Ante! Mama, ini Ante Amel, temannya Papa! Iqis mau Ante Amel jadi mama Iqis, tapi kata Papa, A
Bab 197. Telepon Dari Dr. Vito“Kalau memang Om Andy dengan Tante Ayu udah ada niat menikah, gak boleh ditunda lagi! Kalau saya dan Mas Daffin, bisa kok, nunggu dulu. Pokoknya Om dan Tante aja duluan! Mas Daffin enggak suka kalau Om Andy menunda lagi, ya, Om, Tante!” kata Amelia menekankan.Kedua calon mertuanya itu saling tatap. Lalu menghela napas kasar.“Mama cepat sembuh, pokoknya! Pak Andy jangan banyak pikiran lagi! Ini, pakai untuk keperluan Bapak! Tentang biaya sekolah Klara dan Indah, jangan pikirkan lagi, sudah diurus oleh anggota saya!” tukas Daffin sembari menyerahkan sebuah kartu kredit kepada Andy.“I-ini apa, Nak?” Andy tergagap. “Ti-tidak usah, Nak Daffin, tidak usah! Bapak akan burusaha bekerja semaksimal mungkin untuk mengumpulkan biaya pernikahan. Bapak tidak mau membebani Nak Daffin!” tolaknya mendorong dengan halus di tangan Daffin.“Pakailah, mulai sekarang Bapak akan saya anggap papa saya. Setelah menikahi Mama, Bapak akan saya bawa ke kantor, bantu saya m
Bab 196. Suasana Tegang Di Rumah Sakit“Tidak perlu sungkan, Ma! Pak Andy, saya terima lamaran Anda terhadap Mama saya, kapan rencana pernikahan kalian, kalau bisa secepatnya, ya!”Tiba-tiba Daffin muncul di ambang pintu.“Daff-daffin …!” Rahayu dan Andy serentak menoleh. Wajah keduanya memucat sesaat. Tetapi langsung terang benderang begitu Daffin menyelesaikan kalimatnya.“Terima kasih, Bapak sudah menjaga mama saya sepanjang malam ini?” ucap Daffin melangkah masuk.Andy langsung bangkit, memberi ruang kepada Daffin untuk mendekati Rahayu. Daffin segera menyalam ibunya, lalu duduk di kursi itu. Senyum semringah mekar di wajah tampannya.Rahayu sadar, hari ini putranya terlihat berbunga-bunga. Ada binar di wajahnya. Bukan karena lamaran Andy pada dirinya. Ada sesuatu, entah itu apa. Apakah ada hubungannya dengan Amelia? Rahayu menerka-nerka.“Jadi bagaimana Pak Andy, kapan rencana Bapak menikahi mama? Saya mau secepatnya. Kalau bisa begitu Mama boleh pulang kata dokter, esoknya
Bab 195. Daffin Menerima Lamaran Andy Untuk Ibunya Pagi ini Andy terjaga karena gerakan di atas ranjang pasien. Rahayu menggeliat di sana. Pria itu perlahan mengangkat kepala yang dia letakkan di tepi ranjang. Persis di sisi sang pasien. “Hey, kamu sudah bangun, Sayang?” sapanya sembari mengucek mata. “Maaf, gerakanku membuat Mas terganggu. Pindah saja tidurnya ke sofa sana, Mas! Kasihan, sepertinya Mas kurang tidur beberapa malam ini,” usul Rahayu menatap iba pria yang sangat dia cintai itu. “Tidak, aku juga sudah bangun. Gimana, kamu mau ke kamar mandi, ayo, aku bantu!” “Tidak usah, Mas. Itu terlalu merepotkan kamu. Aku tunggu perawat saja.” “Tidak Rahayu, kenapa kau masih sungkan. Tolonglah, jangan perlakukan aku seperti orang asing!” “Tapi, kamu memang orang lain, kan, Mas? Kita bukan muhrim, kamu juga bukan suamiku. Aku sungkan kamu membantuku ke kamar mandi. Aku akan minta tolong perawat saja nanti.” “Aku sangat sayang padamu, Yu. Aku sangat sedih kau bicara seperti
Bab 194. Papa Amelia Batal Melamar Regina “Hem.” “Terima kasih, Mel!” Tanpa ragu, Daffin meraih tubuh kekasihnya, membenamkan di dalam pelukan erat. “Aku akan minta pada Papa kamu, agar mau mengalah. Dia boleh melamar Bu Regina, tapi pernikahannya ditunda dulu. Aku mau, kita duluan, Sayang.” “Ya, Papa setuju!” Sontak Daffin melepas pelukan. Anwar telah berdiri tak jauh dari meja makan itu. Suster Ayu dan Bik Jum mengiring di belakangnya. Entah sejak kapan mereka ada di sana. Sedikitpun kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu menyadarinya. “Maaf, Non. Bibik udah berusaha menghalangi agar Bapak jangan masuk ke ruang makan ini, tapi makin dihalangi, Bapak makin maksa masuk,” lirih Bik Jum merasa bersalah. “Papa khawatir, papa minta maaf. Papa kira putri papa sedang ada masalah lagi. Ternyata, papa salah duga. Anak gadis papa rupanya sedang dilamar oleh seorang pria hebat. Papa sangat bahagia. Jangankan menunda pernikahan papa, membatalkan lamaran esok pun, papa bersedia, Nak.”
Bab 193. Lamaran Daffin Di Meja Makan “Apa?” Amelia tersentak kaget. Salah dengarkah dia? Daffin memintanya menyuapi. “Ya, sudah, enggak jadi. Maaf!” ucap daffin dengan wajah sedikit memerah. Telunjuk pria itu langsung mengusap symbol hijau di layar ponselnya. “Ada apa lagi Pak Sastro?” sergahnya meninggikan suara melalui benda pipih itu. “Bu Lidya sudah kami tahan di pos depan, Pak. Tapi, dia tidak berhenti menjerit-jerit. Itu memancing perhatian semua orang yang kebetulan melintas juga warga sekitar. Mohon petunjuk, apa yang harus kami lakukan?” lapor Sastro dari ujung sana. “Hem, perempuan sial! Tidak usah menungguku, bawa ke kantor polisi! Lalu telepon pengacaraku, minta dia mengurus semuanya! Bukti-bukti kejahatan perempuan itu sudah ada di tangan pengacara itu! Sekaligus Bik Rum jadikan sebagai saksi!” kata Daffin menjelaskan. “Siaap, baik, Pak!” Daffin mematikan ponsel, lalu menghela napas panjang seraya menyenderkan tubuh lelahnya ke sandaran kursi. Matanya terpeja
Bab 192. Lidya mengamuk“Tolong jangan seperti anak kecil, Mas! Mas Daffin itu udah dewasa! Tolong bijaklah dalam berpikir, bijaklah dalam berbicara dan juga dalam memutuskan segala sesuatunya!”“Aku masih kurang bijak, ya?”“Ya!”“Baik, aku minta maaf!”“Aku mencintaimu, Mas! Tolong jangan pernah kamu ragukan! Jangan pula kamu kaitkan dengan hal lain!”“Boleh aku bertanya?”“Ya.”“Kenapa istri Papa yang bernama Tina itu mau bermesraan dengan pria selingkuhannya itu, bahkan mereka tak peduli itu di tempat umum? Karena cinta, bukan? Lalu kamu?”“Bukan. Yang mereka lakukan bukan karena cinta. Tapi karena napsu!”“Begitukah? Lalu kamu mengira aku …?”“Tolong jangan tersinggung! Aku hanya merasa ini terlalu cepat! Satu hal yang perlu Mas Daffin ketahui. Meskipun aku sudah pernah menikah, sudah juga pernah menjalin hubungan dengan Mas Andre. Tetapi hingga detik ini aku masih perawan.”“Mel?” sergah Daffin tersentak kaget. Perempuan yang sangat dia cintai ini ternyata begitu sempurna.“Ya