Share

3. MINE

last update Last Updated: 2023-09-05 00:27:24

"Terkadang, bersikap seolah-olah tak peduli adalah salah satu cara untuk menyembunyikan perasaan."

****

Jarum jam tepat menunjukkan pukul tiga sore, dan kini kedua kaki yang dibalut sepatu Ankle boots itu tengah menyusuri koridor lantai dua hendak menuju gerbang depan kampus untuk mencari taksi. Jean dan juga Gauri sudah pulang lebih dulu, mereka juga sudah menawarkan untuk mengantar Lura setelah sempat bertanya mengapa gadis itu tidak membawa mobil seperti biasanya.

Namun Lura hanya mengatakan,

"Lo pada duluan aja, mobil gue lagi di bengkel."

Jelas itu hanya alibi Lura saja karena mobilnya sudah dijual. Ya, di jual karena kedua orang tuanya tak mengizinkan Lura untuk memiliki kendaraan, karena mereka khawatir jika Lura akan keluyuran kemana-mana.

Saat menuruni anak tangga, langkah kaki Lura perlahan melambat karena seseorang yang berdiri di bawah sana. Lura lantas menuruni dua anak tangga, lalu berhenti. Pandangannya berubah sinis menatap gadis itu.

"Mau apa lo?" nada suaranya terdengar tak bersahabat. Namun itu tak membuat Alea memudarkan senyumnya. Kedua tangannya menyodorkan beberapa lembar uang berwarna merah ke arah Lura.

"Mungkin ini belum seberapa, tapi aku mau ganti rugi karena udah ngotorin celana kamu," kata Alea, berharap kali ini Lura mau melepaskannya. Walaupun dia baru melihat gadis itu hari ini, dan baru mendengar segala hal buruk tentangnya, tapi dia berharap, agar Lura mau berdamai.

Sementara dari lantai atas, dua orang lelaki tampak berdiri di pembatas dengan mata yang tertuju ke arah Lura dan juga Alea.

"Ternyata bener apa kata si Maxel tadi," gumam Felix. Beberapa jam yang lalu saat mereka tengah berada di basecamp, Maxel datang dengan mengatakan jika Alea telah kembali. Dan dia juga mengatakan apa yang terjadi di kantin tadi pada Gerlan dan juga Felix.

"Gile, dari raut mukanya si Lura kejem amat, yak? Pantes aja orang-orang pada nggak suka ama dia," sambung Felix lagi.

Gerlan hanya melihat itu dengan datar, menunggu apa yang selanjutnya gadis itu lakukan.

"Tapi kalau cowo mungkin banyak ya yang suka dia, liat aja noh bodynya. Terus juga..," Felix menyipitkan matanya melihat Lura dari atas hingga bawah.

"Hm..dia cantik. Kalau gue deketin kira-kira menurut lo gimana, Lan?" tanya Felix dengan menarik turunkan kedua alisnya.

Gerlan mengalihkan pandangannya melihat Felix, lelaki itu tampak tersenyum miring.

"Coba aja kalau mau muka lo babak belur."

Di tempat yang berbeda, Lura berdecih sinis mendengar penuturan Alea. Dia lantas menangkis tangan gadis itu dan berucap "Gue nggak butuh uang lo," balasnya dan hendak kembali melangkah, namun Alea menghalanginya.

"Lura, aku mau ganti rugi. Aku nggak mau punya masalah sama kamu," Alea kembali bersuara dengan nada memohon.

"Ck, gue muak liat muka lo. Minggir," Lura sudah hendak kembali melanjutkan langkah, namun Alea tetap saja tak memberikan jalan pada Lura, sampai akhirnya gadis itu mendorong sedikit tubuh Alea, dan mengakibatkan Alea terjatuh akibat tak bisa menjaga kesimbangan.

"Astaga, Lea! Kamu nggak papa?" Keyla dan Frea yang hendak menaiki anak tangga pun langsung berlari mendekati Alea.

"Lura! Lo jahat banget, sih?! Dia kan udah baik mau ganti rugi!" kesal Keyla. Sementara Frea yang berada di samping gadis itu juga ikut menimpali.

"Tau tuh! Sok banget lo jadi orang! Belum apa-apa aja udah belagu!"

Mendengar itu Lura lantas tertawa tak percaya, "Apa lo bilang?"

Frea yang semua berjongkok pun kini sudah berdiri, berhadapan langsung dengan Lura dan mengangkat dagunya menantang.

"Apa?! Lo pikir gue takut sama pelacur kayak lo?!"

Plak

Tak sulit bagi Lura untuk melayangkan tamparan pada orang yang sudah berani menghinanya.

Apa yang Lura lakukan itu berhasil membuat beberapa orang yang melihat mereka menutup mulut karena kaget.

"Anjing lo ya!" teriak Frea tak terima, dia hendak meraih rambut Lura untuk menjambaknya namun Keyla lebih dulu menahan tubuhnya.

"Jangan, Fre. Kalau lo ngelawan, lo juga kena. Biarin aja dia yang kena masalah karena udah nampar lo duluan," bisik Keyla, membuat Frea menatap Lura tajam dengan dada yang naik turun karena emosi.

"Kenapa lo diem? Nggak berani main jambak-jambakkan sama gue?" tanya Lura sinis.

"Sialan," balas Frea, dia ingin sekali menampar wajah perempuan itu jika saja Keyla tidak menahan tubuhnya.

Dua orang lelaki tampak menuruni anak tangga, satu dari mereka menghampiri Alea yang terduduk karena nyeri pada pergelangan kakinya, sementara satu lelaki lagi menarik tangan Lura agar pergi dari sana.

"Ikut gue," ucap Gerlan datar, lelaki itu menarik kasar tangan Lura.

"Heh! Lepasin gue!" balas Lura menarik tangannya, namun semakin kuat dia menarik, semakin terasa sakit karena Gerlan tak melepaskan.

Lelaki itu berjalan cepat entah hendak menuju ke mana, hingga membuat Lura hampir terjatuh karena tersandung akibat sulit menyesuaikan langkah panjang Gerlan.

"Brengsek, gue bilang lepasin!" sentak Lura menarik kuat tangannya dari Gerlan hingga cowok itu melepaskannya kasar, saat mereka tiba di taman belakang kampus yang terlihat sepi.

Lelaki itu berbalik menatap Lura dengan sorot tajam, "Udah ngerasa hebat lo di sini?"

"Iya! Kenapa?!" teriak Lura langsung.

"Nggak suka? Apa urusannya ini sama lo? Bukan elo kan yang gue tampar? Bukan lo juga kan yang gue dorong sampe jatuh?" tanya Lura menantang. Namun detik berikutnya dia tertawa karena mengingat sesuatu.

"Oh iyaa, gue lupa. Gue kan udah nyakitin mantan lo, sorry," katanya dengan tersenyum miring diakhir kalimat.

Gerlan berdecih sinis, dia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket.

"Hm, gue emang nggak terima karena lo udah nyakitin Alea. Dan dengan lo ngelakuin ini, lo udah nambah masalah di hidup gue," ucap Gerlan, menatap Lura dingin.

Benar, kan? Jika Lura bermasalah di kampus, otomatis orangtuanya akan bertanya pada Gerlan mengapa itu bisa terjadi. Secara mereka sudah menitipkan pesan untuk memastikan jika Lura tidak mencari masalah lagi.

"Jadi kalau lo mau cari perhatian, jangan di dalem kampus. Bukannya keliatan keren, lo malah bikin orang jijik," ucapnya lagi, lalu setelah itu pergi dari hadapan Lura.

Gadis itu diam, dan tak lama setelahnya menarik senyum tipis. Karena hal seperti itu sudah sering didengar olehnya, jadi kini dia tidak merasakan apapun lagi.

"Kasian banget sih, lo. Harus nikah sama orang menjijikkan kayak gue," kata Lura tertawa di dalam hatinya.

****

Malam ini suasana di Rezillo Coffee tidak terlalu ramai. Ini merupakan tempat yang sering Gerlan dan teman-temannya datangi karena jaraknya yang tidak terlalu jauh dari Apartemen Gerlan.

"Gimana perasaan lo?" tanya Maxel pada Gerlan, setelah menyeruput caramel machiato-nya.

Lelaki yang mengenakan t-shirt hitam dilapisi jaket kulit berwarna senada itu menghembuskan asap rokoknya, hingga membentuk gumpalan putih di udara.

"Perasaan apa?" tanya cowok itu balik.

"Alea. Bukannya kalian masih saling cinta?"

Ucapan Maxel barusan membuat Gerlan dan Felix menatap ke arahnya.

"Hah? Bener, Lan? Bukannya putus karena Alea selingkuh?" Felix bertanya. Karena setahunya Gerlan dan Alea putus karena gadis itu ketahuan tengah berduaan dengan lelaki lain.

Mungkin kalau sekali atau dua kali Gerlan masih bisa menganggap jika mereka adalah teman. Namun dia sudah melihat itu berkali-kali sampai akhirnya memutuskan hubungan dengan Alea. Gadis itu sempat menyangkal jika dia dan lelaki itu tidak ada hubungan apapun. Namun tak semudah itu untuk Gerlan bisa kembali percaya.

Dan beberapa hari setelahnya, Alea memutuskan untuk cuti kuliah berbulan-bulan dengan pergi ke luar kota, dan sekarang dia telah kembali.

"Kenapa lo bisa bilang gitu?" tanya Gerlan balik.

"Tadi, lo nemuin dia di UKS," balas Maxel. Sebenarnya sore tadi dia masih berada di Kampus, namun dia tidak mengetahui jika Lura bertengkar dengan Alea dan teman-temannya. Yang dia lihat hanya Gerlan yang masuk ke UKS untuk menemui Alea.

Gerlan menghela napas pelan, lelaki itu menjentikkan jarinya membuang abu rokok.

"Gue cuma nanya keadaan dia gimana. Bukan berarti gue masih punya perasaan ke dia."

Felix menoleh ke arah Gerlan dengan menyipitkan matanya, di antara mereka bertiga dia adalah yang paling banyak memiliki mantan. Jadi dengan melihat perlakuan Gerlan dia bisa tahu apakah lelaki itu masih ada rasa atau tidak.

"Apa jangan-jangan, lo bukan suka sama Lea. Tapi sama Lura?" tebak Felix asal. Membuat Gerlan dan Maxel menoleh ke arahnya.

"Gile aja lu. Nggak waras gue kalau suka sama dia. Punya kelebihan apa tuh cewek? Selain buat gue emosi tiap hari," balas Gerlan cepat. Jelas saja dia menyangkal karena memang itu yang dirasakannya.

Suka sama Lura? Ck, itu tak akan pernah terjadi.

"Trus, kenapa tadi lo narik dia? Lo bawa dia ke mana?" tanya Felix lagi, kepo.

"Apa urusannya sama lo?" jawab Gerlan, lelaki itu kembali menghisap batang rokoknya.

"Ini urusan gue!" kata Felix, dia menatap Gerlan dengan tatapan menantang.

"Karena mulai besok, gue bakal deketin dia," lanjutnya, membuat Gerlan tersenyum miring.

"Yakin? Muka lo udah siap benyok?"

"Dih, siapa yang bikin muka ganteng gue ini benyok? Setau gue dia nggak punya pacar," balas Felix, dia sudah terlalu percaya diri. Namun kala mendengar balasan Gerlan selanjutnya membuat Felix seketika terdiam.

"Dia memang nggak punya pacar. Tapi dia udah jadi milik seseorang. Dan kalau lo nggak mau tulang-tulang lo pada patah dan muka lo babak belur, jangan coba-coba buat deketin dia."

****

bebestieie

Jean : hoii

Gauri : paan?

Jean : gue inget-inget, kita udh lama ga ngumpul di apart lura.

Gauri : iya juga. skrg gas.

Jean : tumben. lo nggak kerja?

Gauri : lagi libur.

Mata Lura seketika mendelik kala membuka grup percakapan dia dan dua temannya. Jari-jarinnya lantas bergerak cepat mengetikkan balasan.

Lura : eh eh gabisaa

Lura : gue lagi di blue hill

Lura : mending lo pada nyusulin gue ke sini

Jean : etdahh

Jean : lo tau lah bokap gue gmn raa

Lura : alah gampang, bilang aja lo mau ke apart gue

Jean : kaga ah, gue takut

Lura menghela napas kasar, dia menutup ruang percakapan dan memasukkan ponselnya ke dalam tas. Malam ini dia memang tengah berada di The Blue Hill. Dia hanya malas berada di Apartemen Gerlan, lebih tepatnya, dia malas bertemu dengan lelaki itu.

Perempuan dengan pakaian berwarna hitam itu menuangkan wine ke dalam gelas kecil, lalu menenggaknya sampai habis.



Lura tak tahu sudah berapa gelas kecil yang dia habiskan. Dia tidak peduli. Lagi pula, dia memang suka mencari perhatian. Ya, apa yang lelaki itu katakan memang benar. Dia memang sosok yang menjijikkan.

Namun lagi-lagi Lura tidak peduli tentang apa yang orang lain katakan padanya. Dia hanya hidup sesuka hatinya. Melakukan apapun yang bisa membuat dirinya bahagia. Tapi tetap saja, dia tahu akan batasan. Dengan tidak pernah tidur dengan lelaki mana pun.

Lura menghempaskan tubuhnya ke sandaran sofa. Dia hanya sendiri di meja ini, karena mereka sudah tahu jika Lura tidak ingin di ganggu oleh siapapun. Mungkin hanya satu lelaki yang berani datang padanya dan menggodanya.

Seseorang yang duduk lumayan jauh dari Lura terlihat tersenyum miring, dia mengangkat ponselnya ke atas lalu memotret gadis itu, dan mengirimkan fotonya pada seseorang.

Dan setelah itu dia berjalan ke arah Lura dan duduk disamping gadis itu seraya merangkul bahunya.

"Halo sayang, udah lama nggak ketemu kamu, aku jadi kangen," lirih lelaki itu tepat ditelinga Lura. Membuat gadis itu bergedik dan mendorong tubuhnya agar menjauh.

"Sialan, lo lagi lo lagi," decak Lura kesal.

"Kenapa, hm? Kamu nggak seneng?" balas Leo tersenyum menggoda.

"Cih, siapa elo? Pergi lo sana!"

"Kalau aku nggak mau gimana?"

"Pergi atau lo--,"

"Atau apa?" jawab Leo langsung. Dia kembali mendekatkan tubuhnya pada Lura dan secepatnya mengunci tangan gadis itu sebelum Lura mendorongnya.

"Brengsek, lepasin gue," ucap Lura penuh penekanan. Sementara Leo yang wajahnya begitu dekat dengan Lura tak menggubris perkataan gadis itu.

"Kenapa aku harus ngelepasin kamu? Aku udah lama menginginkan kamu, sayang," ujarnya dengan nada serak, dia semakin memajukan wajahnya hendak mencium bibir Lura, namun itu harus terhenti karena ucapan seseorang.

"Lo nggak mampu pesen kamar hotel?" ucap Gerlan yang duduk di depan mereka. Dia menuangkan wine milik Lura ke dalam gelas kecil lalu menenggaknya hingga habis.

"Kalau mau gituan jangan di sini," katanya lagi sembari berdiri, lalu kemudian berjalan mendekat ke arah mereka dan menarik kerah jaket cowok itu agar dia menjauh dari Lura.

"Dan jangan sama dia," lanjut Gerlan, melirik ke arah Lura yang juga tengah menatapnya.

Leo menghempaskan tangan Gerlan dari jaketnya. Dia tersenyum miring dan bangkit berdiri.

"Wahh, ternyata dugaan gue bener. Lo langsung dateng setelah gue ngirim foto dia," kata Leo, dia ingin memastikan apakah Gerlan ada hubungan dengan Lura, maka dari itu dia mengirimkan foto gadis itu dengan menuliskan sebuah kalimat.

"Lo kenal dia?"

"Tarifnya berapa semalam? Gue pen nyoba."

Dan pada saat Leo mengirim pesan itu, Gerlan kebetulan tengah mengendarai mobilnya menuju Apartemen yang jaraknya tidak terlalu jauh dari The Blue Hill. Jadi tak membutuhkan waktu lama baginya agar sampai ke tempat ini.

Kedatangan Gerlan membuat Leo beranggapan jika dia dan Lura memiliki hubungan khusus. Dan jika itu benar, Leo akan melakukan hal yang sebelumnya pernah dia lakukan. Yaitu merebut perempuan yang lelaki itu sukai.

"Lo ada hubungan apa sama cewe gue?" tanya Leo. Membuat Gerlan tertawa pelan.

"Cewe lo?" Gerlan bertanya balik. Dia kembali melihat ke arah Lura, lalu kemudian melirik pakaian yang gadis itu kenakan, sebelum akhirnya menganggukkan kepala.

"Cocok sih jadi cewe lo."

"Lanjutin aja apa yang mau lo mulai," ucapan Gerlan membuat Leo tertawa senang. Namun lagi-lagi itu tak bertahan lama karena Gerlan langsung meninju pipinya hingga meninggalkan bekas kemerahan di sana.

"Tapi sebelum itu, lo bakalan mati di tangan gue," lanjutnya lagi, dan kembali memukul wajah Leo hingga tak memberikan kesempatan lelaki itu untuk membela diri.

Gerlan terus menghajarnya hingga Leo jatuh tersungkur, melihat itu Lura lantas menarik tangan Gerlan agar berhenti memukul Leo.

"Berhenti bego! Lo bisa bikin dia mati!" teriak Lura kalut saat melihat wajah Leo yang berdarah.

Namun Gerlan tak juga menghentikan aksinya, dia memukul Leo dengan membabi buta sampai akhirnya Lura harus melindungi tubuh Leo, hingga dia terlihat seperti tengah memeluk lelaki itu.

Dan berhasil, itu membuat kepalan tangan Gerlan yang hendak ia layangkan kembali pada wajah Leo menjadi tertahan. Dia menatap Lura dengan napas yang terengah-engah, lalu kemudian bangkit berdiri.

Lelaki itu tersenyum miring, "Lo suka sama dia?" tanyanya tajam.

Lura lantas menjauhkan tubuhnya dari Leo, lelaki yang wajahnya sudah babak belur itu tersenyum miring, "Lo lupa kalau dia cewe gue?" jawab Leo, walaupun mulutnya sudah mengeluarkan darah, tapi dia masih sempat untuk bersuara.

Gerlan tertawa sinis, dia melihat Lura sekilas sebelum akhirnya berbalik dan pergi dari sana.

Gadis itu pun lantas mengejar langkahnya, pakaian yang ia kenakan membuatnya tidak bisa berjalan dengan cepat.

Dan pada saat tangan Gerlan membuka pintu mobil, saat itu pula Lura menutup pintu mobilnya hingga lelaki itu menoleh ke arahnya.

"Gue sama dia nggak ada hubungan apa-apa," kata Lura pertama kali.

"Terus?"

Lura diam. Dia bingung mau mengatakan apa. Dia hanya tidak ingin Gerlan percaya dengan apa yang Leo katakan.

"Gue cuma nggak mau lo salah paham," balas Lura setelah terdiam cukup lama. Dia hendak kembali melangkah dengan masuk ke kelab itu. Tapi tangan Gerlan menghalanginya.

"Mau ke mana lo?"

"Tas gue masih di dalem," jawabnya, menarik tangan dari Gerlan dan kembali menyambung langkah.

"Ck, apaan sih? Lo ngapain narik tangan gue? Tas gue masih di dalem! Hp sama dompet gue juga ada di sana!" ucap Lura kesal, karena Gerlan tak membiarkannya pergi.

"Tunggu si bajingan itu pergi."

"Heh, dia udah babak belur karena ulah lo. Lo pikir dia masih punya tenaga buat godain gue lagi?"

"Dan lo pikir dia bisa nyerah gitu aja?" balas Gerlan. Membuat Lura mendengus dongkol.

"Lo kenapa sih?! Kenapa lo suka ngelarang gue?! Mau gue kenapa-napa juga urusannya sama lo apa? Bukannya lo jijik sama gue? Kalau gitu jauh-jauh!" marah Lura. Dia kesal karena Gerlan selalu memperlakukannya dengan sesuka hatinya.

Jika lelaki ini memang membencinya, maka bersikaplah seperti dia membenci Lura. Dengan dia bersikap seperti ini, itu membuat Lura kesal karena Gerlan sudah keterlaluan dengan memainkan perasaannya.

Lelaki itu tak membalas, dia hanya melihat Lura dengan tatapan yang Lura sendiri pun tak dapat mengerti. Itu bukan tatapan kebencian, bukan juga tatapan kemarahan.

"Kenapa lo diem? Lo mungkin suka mainin perasaan cewek lain, tapi lo nggak bakal bisa mainin perasaan gue," ucap Lura lagi.

"Siapa yang mainin perasaan lo?" balas Gerlan datar.

Lura tertawa sumbang, "Kenapa lo dateng ke sini? Kenapa lo mukulin Leo?" Lura kembali tersenyum miring karena Gerlan tidak menjawab pertanyaannya.

"Seharusnya kalau lo benci sama gue, dan lo jijik sama gue, jangan datang ke sini. Jangan mukulin Leo cuma karena dia mau godain gue, dan jangan--mphh," Lura seketika membulatkan matanya saat merasakan benda kenyal itu mencium kasar bibirnya. Tangannya terangkat ingin mendorong dada lelaki itu, namun Gerlan berhasil mengunci tangannya.

Dia menelusupkan sebelah tangannya diceruk leher Lura, sementara tangan satunya lagi menahan tangan gadis itu agar tak mendorongnya.

Namun Lura tak mungkin diam saja, dia sekuat tenaga mendorong Gerlan hingga lelaki itu mundur selangkah.

Dan tepat pada saat itu juga, Lura melayangkan tamparan ke arah Gerlan, tapi sialnya lelaki itu selalu berhasil menahan tangannya. Karena dia sendiri sudah yakin jika Lura akan menampar.

Gadis itu menatapnya dengan mata yang tampak berkaca-kaca, dia begitu marah karena Gerlan selalu berlaku seenaknya.

"Lo bener-bener brengsek," lirih Lura.

"Iya! Gue emang brengsek! Dan gue juga nggak suka lo disentuh sama cowok lain!" Gerlan membalas dengan nada tinggi. Dia sudah menahan diri untuk tidak membentak, namun saat mendengar ucapan Lura tadi membuatnya tak bisa menahan emosi.

"Jangan mukulin Leo cuma karena dia mau godain gue?"

Cih, dia memang benar-benar tak punya harga diri.

"Kenapa?! Mau gue disentuh sama cowok lain urusannya sama lo apa?!"

"Itu jelas urusan gue," balas Gerlan, nada suaranya perlahan memelan. Dia maju selangkah mendekat ke arah Lura hingga gadis itu berjalan mundur, berusaha menjaga jarak dari Gerlan.

Namun sepertinya Gerlan tak membiarkan Lura untuk menjauh. Dia menarik pinggang gadis itu, membuat jarak mereka begitu dekat.

Gerlan lalu mendekatkan wajahnya dan mengucapkan sesuatu di dekat telinga Lura dengan suara pelan, namun terdengar penuh penekanan.

"Lo itu milik gue. Dan gue nggak akan biarin cowok mana pun buat deketin, apalagi nyentuh tubuh lo. Dan kalau itu terjadi, gue bakal ngelakuin hal yang sama kayak apa yang gue lakuin ke Leo."

"Bahkan bisa lebih dari itu."

Related chapters

  • My enemy, My husband   4. HEARTBEAT

    "Tidak perlu dengan ucapan untuk menunjukkan rasa cinta."****Gadis yang mengenakan atasan berwarna hitam dengan rambut yang dibiarkan tergerai itu berjalan pelan di koridor kampus dengan wajah tak bersahabat. Matanya menatap tajam ke depan, hingga berhasil membuat orang-orang yang berselisih dengannya enggan untuk melihat wajahnya yang menakutkan. Lura seperti ini bukan tanpa alasan, sejak pulang dari The Blue Hill kemarin malam itu, dia sangat ingin melampiaskan amarahnya karena cowok sialan itu sudah berani mencium bibirnya tanpa izin. Cih, dia pikir Lura perempuan murahan? Dia juga punya harga diri.Ditambah lagi dengan ucapannya semalam, yang mengatakan dia Lura adalah miliknya, mengingat itu membuat Lura berdecak dalam hati. Dia siapa? Bukan berarti mereka telah menikah, Lura bisa menjadi miliknya begitu saja."Ck, dasar gila. Orang kayak lo adalah orang yang paling gue benci di dunia! Udah bukan siapa-siapa, tapi suka banget ngatur-ngatur hidup gue," gerutu Lura geram. Yang

    Last Updated : 2023-09-05
  • My enemy, My husband   5. MEET YOU

    "Ketika kamu merasakan bahwa seseorang itu istimewa. Saat itu pula kamu akan takut kehilangannya."****Pukul delapan lewat lima menit malam ini, Lura baru saja selesai berpakaian, dan sekarang perempuan yang mengenakan dress hitam dengan luaran jaket jeans itu tengah duduk di depan meja rias untuk mencatok rambutnya. Sementara ponselnya yang terletak di atas meja berdering, Lura berdecak membaca nama si penelepon."Nggak sabaran banget," gerutunya pelan tanpa mengangkat telepon. Selang beberapa menit kemudian, Lura telah selesai mencatok rambut dan memoles make-up tipis pada wajahnya, lalu setelah itu keluar dari kamar. Gerlan sudah berada di basement, maka dari itu dia menelepon Lura agar cepat turun karena dia sudah lama menunggu. Sosok gadis terlihat masuk ke area basement, dia tampak berjalan santai seolah tak tahu jika Gerlan sudah menunggunya selama setengah jam lebih di dalam mobil. Itu membuat lelaki yang berada di balik kemudi mendengus kesal.Pintu yang berada di samping

    Last Updated : 2023-09-05
  • My enemy, My husband   6. JUST KIDDING

    "Perasaan akan sulit dikendalikan jika kamu tengah jatuh cinta."****Apa yang akan kalian rasakan jika hal yang kalian takuti benar-benar terjadi? Lura tidak menyangka jika lelaki yang membuatnya merasa was-was sejak masuk ke dalam lift yang sama dengannya, kini berada tepat di depan matanya."Lo--siapa?" Melihat wajah gadis itu yang menatapnya dengan sorot curiga, membuat lelaki itu tertawa pelan. Dia lantas membuka topi dan juga maskernya."Ah, sorry-sorry. Gue buat lo takut, ya?" ucapnya, setelah wajahnya dapat dilihat jelas oleh Lura. Dan Lura sendiri merasa belum pernah melihat wajah itu."Gue mau balikin ini, tadi jatuh di depan pintu lo," katanya lagi seraya menyodorkan kartu akses ke arah Lura. Gadis itu terlalu terburu-buru hingga tak menyadari jika kartunya terjatuh.Lura menatapnya sebentar, lalu kemudian perlahan melangkah mendekat dan menerima benda berbentuk kartu ATM itu. "Oiya, kita belum kenalan."Lelaki itu mengangkat tangan kanannya ke atas, "Gue Gavin, penghuni

    Last Updated : 2023-09-05
  • My enemy, My husband   7. LUKA LAMA

    "Bagiku, obat untuk patah hati. Adalah dengan membenci."****Beberapa menit yang lalu Lura baru saja selesai membantu Ochi untuk membereskan meja makan. Dan kini langkah kecilnya itu berjalan menuju halaman samping rumah Gerlan yang terdapat taman dan juga kolam renang dengan beberapa lampu yang menerangi setiap sudutnya.Dia duduk di salah satu bangku dan menatap lurus pemandangan di depannya. Seusai makan malam tadi Gerlan lebih dulu beranjak bersama Verald karena ada hal penting yang ingin dibicarakan Papanya itu. Makanya Lura menjadi sedikit tenang karena manusia menyebalkan itu tidak mengusiknya.Mengingat perkataannya tadi seketika membuat Lura merasa kesal, apa maksudnya mengatakan hal yang menggelikan itu? Jika saja tidak ada Mama dan Papanya, Lura pasti sudah menendang kakinya sembari mengucapkan kata-kata mutiara. Namun yang dia lakukan tadi hanya tersenyum terpaksa pada Gerlan sambil menjawab,"Hehe, kenapa nggak lo aja yang hamil?"Dan ucapannya itu berhasil mendapat taw

    Last Updated : 2023-10-10
  • My enemy, My husband   8. FALL IN LOVE

    "Bukannya takut jatuh cinta. Hanya saja terlalu malas untuk mengulang sakit yang sama."****Ada waktu dimana ketiga lelaki itu mendatangi basecamp mereka yang terletak di gedung belakang kampus. Yang pasti, pagi-pagi seperti ini adalah waktu yang sangat langka dimana Felix mendapati Gerlan yang tengah duduk santai bersama beberapa kaleng soda yang terletak di atas meja.Dia tercengang ketika baru saja membuka pintu, mungkin jika yang berada di sana adalah Maxel, Felix bisa memaklumi karena lelaki itu memang yang paling rajin di antara mereka. Dia pasti selalu datang tepat waktu. Tapi Gerlan yang selalu bolos kuliah? Bagaimana mungkin dia sudah berada di kampus pagi-pagi seperti ini?Lelaki itu tampak mengangkat kepalanya yang semula menunduk menatap Felix yang beberapa detik lalu baru saja duduk di sampingnya."Kenapa lo ngeliatin gue?" tanya Gerlan datar seraya kembali menenggak minuman sodanya.Felix menggeleng pelan, "Lo ada masalah apa, sih?" "Masih soal kemarin? Lo masih kesel

    Last Updated : 2023-10-14
  • My enemy, My husband   9. HOPE

    "Tak bisa bersatu bukan karena tidak saling cinta. Tapi karena sejak awal, tujuan kita tak pernah benar-benar sama."****Pintu kamar yang dibuka dengan gerakan kasar itu menampilkan seorang gadis yang kini berjalan masuk ke dalam kamarnya dan duduk dipinggiran ranjang. Dia tak menjawab perkataan Gerlan tadi karena jujur, dia terlalu kaget saat lelaki itu tiba-tiba datang lalu memeluknya. "Ck, jangan bikin gue jatuh cinta sama lo?" ulang Lura dengan nada mengejek. "Siapa juga yang mau bikin lo jatuh cinta sama gue. Amit-amit dah, ogah banget gue disukai sama cowo kayak lo," gerutu Lura lagi. Anggap saja dia memang benar-benar kesal dan jantungnya tidak berdegup kencang. "Gue nggak baper!" ucapnya entah kepada siapa. Pikirannya mengatakan jika dia harus marah dan semakin membenci Gerlan karena perlakuannya itu. Namun hatinya terlalu sulit untuk diajak bekerja sama."Haha," Lura tertawa hambar, dia mengibaskan tangan kanannya ke depan wajah."Nggak mungkin lah, gue orangnya nggak mud

    Last Updated : 2023-10-24
  • My enemy, My husband   10. DIFFERENT WAYS

    "Aku ingin kamu menjauh, pergi dan melupakanku. Agar meninggalkanmu bukan menjadi beban bagiku."****Sepasang kaki yang dibalut sneakers putih itu berjalan pelan menyusuri taman kota seorang diri. Dia menarik napas dalam, menghirup udara malam yang sedikit menenangkan perasaannya. Sepulang dari rumah sakit tempat Anna dirawat tadi, dia langsung berjalan kaki menuju tempat ini yang jaraknya memang tidak terlalu jauh. Melihat ada dua ayunan yang terlihat kosong, gadis yang mengenakan atasan rainbow crop sweater itu pun lantas menuju ke sana dan duduk sambil menganyunkan kedua kakinya. Lura hanya ingin menghabiskan waktu sendirian, meskipun itu akan mengingatkannya akan kenyataan yang terlalu mustahil untuk dapat berubah. "Lura, kamu harus memberitahu orang tua kamu.""Ini bukan masalah sepele karena menyangkut keselamatan kamu."Lura menghentikan langkahnya, mengingat ucapan Dokter beberapa minggu yang lalu membuatnya kini tak bisa menikmati hari-hari dengan tenang. Jika biasanya o

    Last Updated : 2023-11-01
  • My enemy, My husband   11. I LOVE YOU, BUT

    "Terkadang, saling mencintai pun belum tentu akan bahagia bersama sampai mati."****Setelah memarkirkan mobilnya di basement, Gerlan langsung turun tanpa mengatakan sesuatu ataupun menoleh pada manusia yang duduk disampingnya.Lelaki bertubuh tinggi yang memiliki tatto dileher dan tangannya itu berjalan memasuki gedung apartemen, membiarkan Lura yang baru saja turun menatapnya tanpa ekspresi.Gadis itu sengaja berjalan dengan langkah sedikit lambat agar mereka tidak satu lift. Lura hanya malas jika berdekatan dengan lelaki itu. Melihatnya saja sudah membuat suasana hati Lura buruk.Tapi sepertinya hari ini bukan hari keberuntungannya, karena ternyata lelaki itu baru masuk ke dalam lift yang kosong. Dan mau tak mau, Lura terpaksa ikutan masuk karena enggan menaiki tangga.Jika unitnya berada tiga lantai dari sini, Lura mungkin sudah memilih naik tangga, tapi jika harus melewati 15 lantai lagi, dia lebih baik satu lift dengan Gerlan dari pada kakinya mati rasa.Lura yang berada di sudu

    Last Updated : 2023-12-12

Latest chapter

  • My enemy, My husband   17. TAPI TAHUKAH KAMU?

    "Kita pernah saling membenci. Sebelum akhirnya sadar dengan perasaan sendiri."***"What?! Dia bilang Lura itu pacarnya?!" teriak Frea ta percaya di dalam mobil saat baru saja mendengar jawaban Flora. "Hm. Coba lo pikir, siapa yang percaya kalau si jalang itu pacarnya?" balas Flora kesal sambil menumpu sebelah tangannya di jendela mobil. Mereka masih berada di tempat tadi, terlalu kesal karena rencana yang sudah mereka susun gagal karena kedatangan Gerlan."Jelas nggak ada yang percaya, lah. Mereka aja musuhan, yakali bisa pacaran. Gue yakin, nih. Si jalang itu pasti godain Gerlan, kalau nggak mana mungkin dia mau bawa pelacur itu pergi," dumel Frea. Dia sangat yakin dengan ucapannya karena memang sudah terlihat jelas, jika Lura dan Gerlan itu tak pernah akur. Satu kampus pasti sudah tahu. Jadi sangat-sangat mustahil jika mereka memiliki hubungan. "Liat aja nanti, gue nggak akan berhenti walaupun dia ngancem gue pake

  • My enemy, My husband   16. PERASAAN YANG SALAH

    "Bagiku dulu, kamu adalah seseorang yang pantas untuk ku benci. Yang selalu ingin aku hindari. Namun kini, kamu adalah seseorang yang selalu aku butuhkan. Yang selalu ku jadikan alasan untuk bisa bahagia."****Sepasang kaki yang dibalut sneakers hitam itu melangkah memasuki kawasan rumah sakit dengan sebuah kotak yang berisi beberapa cup muffin di tangannya. Saat di kampus tadi dia ingin mengabari Gauri dan Jean jika dia akan langsung pulang, namun sayangnya sehabis dari toilet dia baru menyadari jika ponselnya kehabisan baterai. Semoga saja kedua gadis itu tidak menunggunya. Niat Lura datang ke sini bukan hanya ingin bertemu Anna dan memberikan muffin ini padanya, tapi karena hari ini obat yang dia pesan pada Dokter Joshua yang biasa menanganinya sudah tiba, maka dari itu Lura sekalian mengambilnya.  Sementara tak jauh dari sana, empat pasang mata mengamati pergerakkannya dari dalam mobil. Salah satu ora

  • My enemy, My husband   15. MASA LALU GERLAN

    "Kita adalah dua insan yang terlanjur berbeda. Saling mencintai dan tetap bersama hanya akan menyakiti hati satu sama lain."****Langit-langit kamar adalah objek yang pertama kali Lura lihat saat dia membuka mata. Dia mengerjab perlahan, dan melirik sekelilingnya dengan mata setengah terbuka."Bentar. Berarti tadi mimpi?" tanya Lura dalam hati. Dia mendengus pelan, suasana hatinya tiba-tiba menjadi buruk karena lelaki itu telah berani masuk ke dalam mimpinya. Lura dengan kesal bangkit duduk, dan mengusap kasar wajahnya. Tadi seingatnya dia duduk di sofa sambil menonton film seorang diri. Dan sekarang, mengapa dia telah berada di kamar? Apa lelaki itu yang memindahkannya?Ah, membayangkan itu membuat Lura semakin membencinya. Perlakuan anehnya itu yang membuat Lura kepikiran dan berakhir menjadi mimpi buruk.Ya, buruk. Sangat buruk.Dia melirik ke arah jam digital di atas nakas yang menunjukkan pukul satu lewat sepuluh menit dini hari. Yang berarti sudah hampir empat jam dia tertid

  • My enemy, My husband   14. BUKAN MUFFIN BIASA

    "Haruskah aku pergi meninggalkannya? Dan membiarkannya bahagia bersama seseorang yang dapat berada di sampingnya untuk waktu yang lama?"****Setelah menghadiri kelas terakhirnya di siang hari ini, Lura pun berencana untuk segera pulang. Kini dia tengah berjalan di koridor kampus seorang diri hendak menuju gerbang depan untuk menaiki taksi seperti biasa. Jean dan Gauri mungkin sudah pulang duluan karena mereka tidak mengambil mata kuliah yang sama dengannya. Tidak, lebih tepatnya Lura mengulang mata kuliah, maka dari itu semester ini dia kembali bertemu dengan mata kuliah yang sama.Langkahnya melambat karena dering pada ponselnya. Ada panggilan video dari seseorang, melihat itu Lura pun langsung menerima panggilan."Halo kak, Lura! Kakak apa kabar?"Seorang gadis dengan pakaian berwarna pink itu tersenyum cerah ke arahnya."Hai, Anna! Kakak baik. Anna gimana?""Anna juga baik, Kak," jawab gadis itu, di belakangnya terlihat tiang infus, yang berarti dia masih berada di rumah sakit.

  • My enemy, My husband   13. JEALOUS?

    "Aku hanyalah pengagum dalam gelapmu.Hanya sekadar bayangan yang tampak kalbu, dan hanya sepercik luka yang tak akan lekas sembuh."****Pagi hari yang cerah seperti ini seharusnya membuat orang-orang semangat untuk menjalani aktivitas seperti biasa. Namun itu tak berlaku pada gadis yang baru saja turun dari taksi. Baru saja melangkah memasuki gerbang, suara-suara menyebalkan itu sudah terdengar. "Eh eh, itu dia.""Cantik sih. Tapi sayang, jadi pelacur. Ups!""Kalo gue jadi orang tuanya udah malu banget sih, auto ga di anggap anak!""Dia ga punya malu banget tetep dateng ke kampus.""Tau tuh, fotonya juga udah ke sebar dimana-mana."Lura menghela napas jengah, jika saja dia ingin mencari banyak masalah, sampah di dalam tong berwarna kuning itu mungkin sudah ia ambil lalu memasukkannya ke dalam mulut mereka satu per satu. Karena memang itu tempat sampah yang seharusnya.Namun kini perempuan dengan atasan berwarna putih dan rok berwarna hitam itu hanya dapat mengunci mulutnya dan teta

  • My enemy, My husband   12. NOT ALWAYS THERE

    "Apa yang kamu harapkan dari seseorang yang tidak akan hidup lama?"****"Lo nggak lupa kan, sama janji lo?"Flora menghela napas berat, jika tahu pemilik nomor ini adalah psikopat itu, Flora tak akan mengangkatnya. Karena sangat menganggu."Gue punya dendam pribadi sama dia. Jadi setelah gue balas dendam, gue bakal bawa dia hidup-hidup ke elo."Di dalam ruangan yang didominasi cahaya biru itu, lelaki dengan pakaian hitamnya duduk sambil menatap beberapa foto gadis yang tertempel di cermin. Mereka semua tampak begitu mengenaskan."Oke, seminggu dari sekarang. Kalau sampai lo telat satu hari aja, nyawa lo sebagai gantinya," katanya lirih diakhir kalimat. Setelah itu memutuskan sambungan telepon.Flora yang berada di balkon kamarnya menggepalkan tangan marah. Dia tak suka diperintah, namun dia juga tak bisa melawan karena lelaki itu bukan orang sembarangan."Floraaa!" teriakan Frea dari dalam kamar membuat gadis itu masuk dengan langkah terburu-buru."Apaan lo teriak-teriak?"Frea menun

  • My enemy, My husband   11. I LOVE YOU, BUT

    "Terkadang, saling mencintai pun belum tentu akan bahagia bersama sampai mati."****Setelah memarkirkan mobilnya di basement, Gerlan langsung turun tanpa mengatakan sesuatu ataupun menoleh pada manusia yang duduk disampingnya.Lelaki bertubuh tinggi yang memiliki tatto dileher dan tangannya itu berjalan memasuki gedung apartemen, membiarkan Lura yang baru saja turun menatapnya tanpa ekspresi.Gadis itu sengaja berjalan dengan langkah sedikit lambat agar mereka tidak satu lift. Lura hanya malas jika berdekatan dengan lelaki itu. Melihatnya saja sudah membuat suasana hati Lura buruk.Tapi sepertinya hari ini bukan hari keberuntungannya, karena ternyata lelaki itu baru masuk ke dalam lift yang kosong. Dan mau tak mau, Lura terpaksa ikutan masuk karena enggan menaiki tangga.Jika unitnya berada tiga lantai dari sini, Lura mungkin sudah memilih naik tangga, tapi jika harus melewati 15 lantai lagi, dia lebih baik satu lift dengan Gerlan dari pada kakinya mati rasa.Lura yang berada di sudu

  • My enemy, My husband   10. DIFFERENT WAYS

    "Aku ingin kamu menjauh, pergi dan melupakanku. Agar meninggalkanmu bukan menjadi beban bagiku."****Sepasang kaki yang dibalut sneakers putih itu berjalan pelan menyusuri taman kota seorang diri. Dia menarik napas dalam, menghirup udara malam yang sedikit menenangkan perasaannya. Sepulang dari rumah sakit tempat Anna dirawat tadi, dia langsung berjalan kaki menuju tempat ini yang jaraknya memang tidak terlalu jauh. Melihat ada dua ayunan yang terlihat kosong, gadis yang mengenakan atasan rainbow crop sweater itu pun lantas menuju ke sana dan duduk sambil menganyunkan kedua kakinya. Lura hanya ingin menghabiskan waktu sendirian, meskipun itu akan mengingatkannya akan kenyataan yang terlalu mustahil untuk dapat berubah. "Lura, kamu harus memberitahu orang tua kamu.""Ini bukan masalah sepele karena menyangkut keselamatan kamu."Lura menghentikan langkahnya, mengingat ucapan Dokter beberapa minggu yang lalu membuatnya kini tak bisa menikmati hari-hari dengan tenang. Jika biasanya o

  • My enemy, My husband   9. HOPE

    "Tak bisa bersatu bukan karena tidak saling cinta. Tapi karena sejak awal, tujuan kita tak pernah benar-benar sama."****Pintu kamar yang dibuka dengan gerakan kasar itu menampilkan seorang gadis yang kini berjalan masuk ke dalam kamarnya dan duduk dipinggiran ranjang. Dia tak menjawab perkataan Gerlan tadi karena jujur, dia terlalu kaget saat lelaki itu tiba-tiba datang lalu memeluknya. "Ck, jangan bikin gue jatuh cinta sama lo?" ulang Lura dengan nada mengejek. "Siapa juga yang mau bikin lo jatuh cinta sama gue. Amit-amit dah, ogah banget gue disukai sama cowo kayak lo," gerutu Lura lagi. Anggap saja dia memang benar-benar kesal dan jantungnya tidak berdegup kencang. "Gue nggak baper!" ucapnya entah kepada siapa. Pikirannya mengatakan jika dia harus marah dan semakin membenci Gerlan karena perlakuannya itu. Namun hatinya terlalu sulit untuk diajak bekerja sama."Haha," Lura tertawa hambar, dia mengibaskan tangan kanannya ke depan wajah."Nggak mungkin lah, gue orangnya nggak mud

DMCA.com Protection Status