Prankk!!
Serpihan kaca bertebaran disekeliling kaki Audrey dan menggores lengannya yang mulus. Walau luka tersebut tak dalam sama sekali namun tetap saja terasa pedih.
Kejadian tiba-tiba yang tak disangka ini membuat Audrey dan pria yang mendekapnya merasa terkejut. Kedua orang tersebut segera menoleh untuk mengetahui pelaku yang membuat kekacauan itu.
"Lepaskan kekasihku bajingan mesum!" Alberth yang entah dari mana datang dengan wajah merah padam, sudah jelas bahwa ia merupakan pelaku yang melempar gelas kaca tersebut ke dinding terdekat.
Lagi-lagi seperti diberi sebuah kejutan, jantung Audrey berdebar kencang ketika melihat sikap Alberth yang begitu berani memukul wajah pria asing yang mendekapnya itu.
Alberth terlihat begitu berbeda ketika emosi menguasai dirinya. Tentu saja, siapa orang yang tidak merasa kesal saat melihat kekasih yang ia cintai di dekap oleh pria asing? Dan emosi Alberth yang membara berhasil membuat wajah p
Alberth melangkah keluar dari restoran bersama sang pemilik. Setelah merundingkan sesuatu, mereka berjalan keluar dengan senyum yang terlukis, sangat berbeda ketika pertama kali mereka saling bertemu. Mereka telah menyelesaikan semua permasalahan dengan damai. "Kau sudah selesai?" tanya Audrey kepada Alberth sekaligus mengakhiri percakapannya dengan pelajar yang ada di sampingnya. "Kalau begitu aku akan pergi" ucap gadis pelajar itu tanpa basa basi lebih lanjut. "Tunggu, kami bisa memberimu tumpangan dan mengantar sampai rumah" tawar Audrey ketika melihat gadis pelajar itu hendak pulang ke rumah selarut ini. Mendengar ajakan kekasihnya, Alberth tentu tak memikirkan hal lain. Ia hanya berpikir bahwa sebelum sampai ke tempat tinggalnya ia harus menuju ke rumah gadis pelajar itu dan mengantar kekasihnya sampai rumah dengan selamat. "Tidak perlu, rumahku berada di gang kecil sebrang sana, sangat dekat" tolak gadis pelajar itu sembari b
Pintu dibuka, menampilkan seorang wanita yang duduk dengan pakaian minim serta beberapa botol alkohol mahal yang tersaji di atas meja bundar."Kau sudah datang rupanya" sapanya lembut kepada seorang pria yang baru saja masuk melalui pintu utama ruang VIP yang ia pesan.Kemudian dengan ramah pria itu menyapa dengan senyum khasnya yang manis dan memikat, "Lama tak jumpa, Lorent".Senyum mengembang lantas terlihat jelas dari wajah Lorent. Wanita yang pernah berprofesi sebagai model Internasional itu kini terlihat jauh berbeda dari pada sebelumnya. Rambut yang sudah kembali panjang dan bentuk wajah yang terlihat sedikit berbeda." Aku nyaris tak mengenalimu, apa kau melakukan operasi plastik lagi?" pria itu bertanya pada wanita yang ada dihadapannya."Ya seperti yang kau duga" Lorent memutar perlahan gelas berisi alkohol yang ada ditangannya.Pria itu tersenyum tipis, kemudian duduk dan merangkul Lorent dengan hangat. Mereka terlihat sangat akra
Ting!Pintu eskalator kembali terbuka di lantai dua, menampilkan orang baru yang akan masuk ke dalam. Terlihat wanita cantik dengan sepatu hak tinggi sekitar sepuluh centimeter berjalan masuk dan berdiri tepat disamping Audrey.Suasana ramai karena kedua orang yang bergosip kini menjadi sunyi, sangat sunyi, karena orang yang mereka bicarakan ada bersama dengan mereka di ruang eskalator yang sempit. Tak ada yang berani mengatakan sepatah kata apapun, termasuk Audrey yang telah mengetahui bahwa wanita di sebelahnya adalah Lorent. Wanita gila yang pernah terlibat masalah dengannya.Setelah beberapa saat, pintu eskalator kembali terbuka di lantai tujuan Audrey, lantai 3. Gadis itu segera melangkah keluar dan pergi menuju ke ruang pemotretan. Tanpa disangka, Lorent mengekor dirinya. Walau tak ada satu katapun yang terucap, namun Audrey tetap merasa tak nyaman."Kau tiba lebih awal rupanya. Segeralah ganti pakaian ini dan-" Mr. Vincent menghentikan ucapannya ke
Pikiran Audrey melayang ke satu tahun lalu tepat ketika acara musim panas LF Agency diadakan. Dimana kebakaran itu terjadi, peristiwa yang membangkitkan seluruh memori kelamnya. Berdasarkan pada apa yang Lorent katakan, wanita itu sepertinya mengetahui benar apa yang terjadi di masa lalu gadis itu, dari mana ia mengetahuinya? Apakah Marlyn memberitahunya? Dan mendengar semua itu, Audrey mendadak menaruh curiga bahwa penyebab kebakaran ballroom The Lanesbrough Hotel waktu itu bukanlah karena permasalahan listrik, melainkan sesuatu yang lain, benarkah... "Kau sengaja melakukannya?" Audrey bertanya langsung tanpa basa basi lebih lanjut. "Wow, ini keren. Bagaimana kau bisa menebaknya?" Lorent sangat terkejut. "Kau? Yang melakukannya?" Audrey bertanya sekali lagi, sekedar untuk memastikan. "Ya, siapa tahu setelah peristiwa itu penyakit mentalmu bertambah parah, trauma dalam dirimu muncul kembali, dan membuatmu tak bisa berkarir di dunia
Sepanjang minggu yang melelahkan akhirnya dibayar lunas dengan pagi hari yang cerah di akhir minggu. Nampak, Audrey masih berada di tempat tidurnya, memakai piyama tidurnya, dan mendekam di dalam selimut yang hangat nan lembut. Ya, semua bayangan indah tentang akhir minggu yang cerah kini harus dihapus secara paksa, karena gadis itu sudah berada di taman kota sejak pagi buta hanya untuk melakukan pemotretan."Begini?" Audrey menaikkan sedikit dagunya dan menatap beberapa bunga yang ada di tangannya. Konsep pemotretan di luar ruangan yang begitu cantik, sayangnya kenapa mereka melakukannya di akhir pekan?"Bagus, tahan sebentar" ucap seorang fotografer sebelum menekan sebuah tombol di kamera mahalnya.Kilatan cahaya yang muncul dari kamera mahal tersebut lantas mengakhiri apa yang menjadi pekerjaan nya. Pemotretan akhirnya selesai setelah menghabiskan total waktu enam jam, itu termasuk dalam waktu yang
Satu bulan berlalu begitu cepat, tak terasa dan tanpa disadari. Semua berjalan baik-baik saja bagi sebagian orang, namun tidak halnya pada Lorent yang sepertinya mulai tertimpa runtuhan masalah akibat perilakunya yang terlewat batas.Brakk!!"Kau menjual mobil mahalku Fred?" Lorent membanting pintu ruang kerja Fred dengan keras, membuat pria yang memiliki usia tak lagi muda itu terkejut di sela-sela beban pikiran yang menghantui."Bisakah kau datang dengan tenang?" pinta Fred."Kau menyuruhku untuk tenang? Bagaimana bisa aku merasa tenang? Kau menjual mobilku Fred!" Lorent menaikkan nada suaranya."Kau bilang apa? Mobilmu?" Fred terlihat bingung, sangat bingung."Ya! McLaren Saberku, kau menjualnya bangsat!" Lorent mengangkat satu buku besar yang ada dihadapan Fred dan melemparnya begitu saja kearah pria malang itu."Aku yang
Satu buah kamera diletakkan di atas meja menghadap wajah Audrey dan Steve. Mereka akan kembali membuat video kolaborasi karena para penggemar Steve sangat menyukainya, sayangnya mereka baru dapat melakukannya sekarang karena kepadatan jadwal dari masing-masing pihak.Video kali ini terbilang cukup sederhana, mereka hanya menjawab pertanyaan dari para penggemar yang terus membanjiri kolom komentar di siaran langsung milik Steve."Kekasih? Oh tidak, aku tidak mempunyai kekasih" Steve menjawab salah satu pertanyaan dari ribuan pertanyaan yang tertangkap oleh pengelihatannya."Bagaimana dengan Audrey? Ehm, kurasa Audrey tidak ingin membahas tentang hal ini. Kalian pasti tahu bukan kalau hal ini cukup rancu untuk dibahas?" Steve memperingatkan penggemarnya agar tidak memberi mereka pertanyaan yang berkaitan dengan hal pribadi mereka."Ya, Steve benar" Audrey juga menyetujui hal itu, ia tak ingin Alberth terekspos publik, karena itu akan menyulitkan dirinya nan
Plakk!"Jawab aku brengsek! Mengapa kau terus menutup matamu?" Lorent menampar wajah Audrey untuk ketiga kalinya."Kau sedang mempermainkanku?!" Lorent menjambak rambut Audrey dengan sekuat tenaga, anehnya walau menutup mata, Audrey dapat mengetahui bahwa wanita itu sedang berjalan maju menyudutkan dirinya, sehingga gadis itu turut melangkah mundur kearah belakang."Kau akan mati jatuh dari ketinggian jika terus begini! Hey, kau ingin memasukkanku ke dalam penjara?" Lorent mulai panik ketika gadis itu hampir sampai pada sudut pembatas yang rendah, ia mengira Audrey sengaja melakukan hal itu."Sadarlah bodoh!" Lorent menampar Audrey sekali lagi, sehingga secara total gadis itu mendapat empat tamparan, wajah kirinya kini mulai terlihat membiru, tetapi ia terlihat tidak peduli."...10" gumam Audrey mengakhiri hitungannya. Secara perlahan gadis itu mulai membuka matanya, tepat sebelum ia mencapai sudut pembatas yang rendah. Namun, Audrey yang telah mem
Situasi kemudian berlanjut di sebuah gedung yang menjulang tinggi. Terdengar suara teriakan memenuhi lorong yang sepi. Beberapa orang dengan pakaian serba putih segera datang dengan tali yang mereka bawa.Brak!!"Dokter Kenzler, pasien itu kembali mengamuk" seorang wanita yang memakai pakaian sama, membuka pintu ruangan psikiater yang menangani pasien itu. Mereka segera berlari menuju ke sumber suara, teriakan seorang perempuan yang terdengar semakin histeris. Terlihat seorang perempuan bertubuh besar dengan bekas luka bakar di wajah kirinya terikat di tempat tidurnya.Perempuan yang diketahui bernama Audrey Dianne itu terlihat mengamuk dan berusaha menyakiti dirinya sendiri. Tak hanya itu, ia juga sempat melukai pasien lain."Bagaimana dengan wali pasien ini?" tanya psikiater itu kepada para perawat."Mereka sudah dalam perjalanan dan kami sudah memberi obat penenang kepada pasien itu" perawat yang ditanya oleh psik
"Alberth bersama perempuan lain?" Audrey kembali bertanya untuk memastikan apa yang ia dengar."Benar dan kurasa kali ini tindakan Alberth sudah terlalu berlebihan" ucapan Steve membuat degup jantung Audrey berdenyut semakin kencang.Sama halnya seperti perempuan lain ketika mendapat kabar bahwa pasangannya sedang bersama dengan orang lain. Hati yang hancur? Sudah pasti.Tring!Tanpa menunggu lebih lama lagi, Steve segera mengirimkan sebuah alamat di mana Alberth sedang menghabiskan malam di sana.Secepat kilat, Audrey mengambil jaket dan tasnya untuk segera memesan sebuah taksi online. Kejadian ini terasa tak begitu asing. Kejadian serupa tapi tak sama seperti apa yang ia alami waktu itu, kejadian yang bahkan turut hadir di dalam mimpinya.Sepanjang perjalanan, tentunya Audrey begitu gelisah, ia terus melakukan panggilan kepada Alberth, namun selalu berakhir tak terjawab. Mau bagaimana lagi, kecurigaan Audrey selama ini seakan t
- London, 1 Februari 2021 -Beberapa minggu telah berlalu, Audrey kini menekuni pekerjaan yang sama seperti Steve, selain karena tidak adanya panggilan untuk pemotretan, Audrey merasa bahwa ia lebih menyukai pekerjaan sederhana ini.Tanggal satu bulan februari tahun dua ribu dua puluh satu, akhirnya, gadis ini sampai juga di hari yang paling sial bagi hidupnya di kehidupan lalu. Audrey kembali merayakan ulang tahunnya yang ke dua puluh lima. Namun situasi lalu dan sekarang sangat berbeda jauh, jika pada waktu itu Audrey berniat untuk mengakhiri hidupnya di kamar kost yang sempit, Audrey kini merasa sedikit lebih bahagia dan tinggal di apartemen mewah. Entah apakah ini semua nyata atau tidak, kehidupan baru yang ia jalani terasa hampir sempurna sejauh ini.Pagi ini, Audrey tengah menggunakan pakaian yang sedikit terbuka di bagian atasnya, tak hanya itu ia juga merias tipis wajahnya agar tak nampak seperti mayat hidup. Setelah itu, Audrey segera memposisikan
Situasi kembali pada Alberth dan Audrey yang sedang berada dalam posisi canggung. Masing-masing dari mereka terus saja membungkam mulut, sehingga tak ada satu pun kata yang keluar dari mulut mereka.Situasi ini terjadi cukup lama sampai mereka tiba di apartement yang mereka tinggali. Audrey yang merasa takut, bergegas untuk pergi ke kamar kecil guna menghindari tatapan Alberth, sementara lelaki itu sepertinya hendak membicarakan sesuatu dengan kekasihnya.Alberth yang terus mengikuti Audrey kini terpaksa harus menghentikan langkahnya ketika gadis itu mengunci pintu kamar kecil rapat-rapat. Setelah itu terdengar suara air yang mengalir dari keran.Alberth yang entah sedang memikirkan apa kemudian membuka ponselnya. Ia terlihat sedang mengetik suatu pesan kemudian keluar tuk berbincang dengan seseorang melalui ponsel yang ada digenggamannya.Waktu terasa berjalan begitu lambat, Audrey yang dapat meredakan rasa takutnya kini mulai memberanikan diri unt
"Mungkin itu merupakan sifat aslinya" Marlyn memberi tanggapan setelah mendengar kisah yang diceritakan oleh Audrey."Benar, aku setuju dengan hal itu" terlihat pula Steve ikut mengeluarkan pendapatnya.Mereka bertiga kini tengah berkumpul untuk menikmati waktu minum teh, hal ini bukan merupakan pertama kalinya, bahkan sebelum Audrey terlibat suatu kasus pun, mereka sudah pernah berkumpul beberapa kali.Fakta uniknya adalah Steve ternyata merupakan keponakan dari Marlyn. Hal ini sudah diketahui oleh Audrey lebih awal melalui cerita dari Marlyn."Apakah ia pernah mengatakan kata-kata tak pantas kepadamu?" Steve kembali bertanya."Ehm, sepertinya tidak. Dia hanya membentakku dan berteriak keras. Lelaki itu bahkan belum pulang ke rumah, ini sudah hari ke tiga" gadis itu menekuk wajahnya, ia tak tahu harus berkeluh kesah kepada siapa selain pada Marlyn dan Steve teman barunya."Kau tak menghubunginya?" tanya Marlyn penuh selidik, juj
Audrey mengangkat sebuah benda kecil berwarna hitam seukuran telunjuk jarinya di hadapan manik matanya. Secara perlahan ia membuka tutup benda tersebut dan memutar bagian bawahnya, ini adalah sebuah pewarna bibir dengan warna merah menyala.Sontak, Audrey jelas menaruh curiga pada Alberth, terutama setelah ia menemukan bukti bahwa kekasihnya sering bertemu dengan para perempuan selama ia berada di rumah sakit jiwa. Benda ini milik siapa?"Itu hadiah buatmu" ucap Alberth secara tiba-tiba."Untukku?" Audrey memincingkan mata, sebab Alberth tahu bahwa Audrey tak menyukai pewarna bibir dengan warna yang terlalu menarik perhatian, merah menyala terlalu berlebihan baginya."Iya, aku membelinya sebelum menjemputmu. Aku mengambil secara acak, kukira aku telah mengambil warna yang tepat, jadi aku membukanya untuk memastikannya, dan ternyata-" ucap Alberth yang tidak diketahui kebenarannya."Baiklah kalau ini memang untukku, terima kasih" Audrey memaks
Audrey mengangkat sebuah benda kecil berwarna hitam seukuran telunjuk jarinya di hadapan manik matanya. Secara perlahan ia membuka tutup benda tersebut dan memutar bagian bawahnya, ini adalah sebuah pewarna bibir dengan warna merah menyala.Sontak, Audrey jelas menaruh curiga pada Alberth, terutama setelah ia menemukan bukti bahwa kekasihnya sering bertemu dengan para perempuan selama ia berada di rumah sakit jiwa. Benda ini milik siapa?"Itu hadiah buatmu" ucap Alberth secara tiba-tiba."Untukku?" Audrey memincingkan mata, sebab Alberth tahu bahwa Audrey tak menyukai pewarna bibir dengan warna yang terlalu menarik perhatian, merah menyala terlalu berlebihan baginya."Iya, aku membelinya sebelum menjemputmu. Aku mengambil secara acak, kukira aku telah mengambil warna yang tepat, jadi aku membukanya untuk memastikannya, dan ternyata-" ucap Alberth yang tidak diketahui kebenarannya."Baiklah kalau ini memang untukku, terima kasih" Audrey memaks
-Awal Tahun 2021-Rumah Sakit Jiwa Nasional, London-Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Kini Audrey kembali memasuki tahun dua ribu dua puluh satu dan sepertinya telah banyak hal yang terjadi di luar sana Audrey lewatkan begitu saja karena gadis malang itu harus mendekam di rumah sakit jiwa milik pemerintah.Seharusnya semua ini tidak akan terjadi karena gadis itu sebenarnya harus mendekam di balik jeruji besi selama dua puluh lima tahun lamanya. Entah apa yang dilakukan psikater dan pengacara yang ia andalkan itu, sebab dipersidangan akhir Audrey sama sekali tidak terbukti bersalah walau ia tetap harus mendekam di rumah sakit jiwa sampai dokter mengijinkan pulang."Kondisimu semakin membaik, kau menghabiskan makananmu hari ini" perawat yang bertugas merawat Audrey memberi tanggapan positif akan perilaku gadis itu akhir-akhir ini."Lantas, apakah aku bisa bebas secepatnya?" Audrey tak ingin berlama-lama berada di tempat ini, baginya, tempat ini
Lorent dinyatakan meninggal di tempat akibat benturan keras yang menghantam bagian belakang kepalanya, selain itu ia juga mengalami patah tulang terbuka di beberapa bagian tubuhnya, hal inilah yang menyebabkan darah segar membanjiri tempat kejadian perkara.Selain itu, Audrey yang berada di lokasi kejadian saat peristiwa mengerikan itu berlangsung, kini ditetapkan sebagai tersangka utama. Lagi-lagi gadis malang itu harus berurusan dengan hal semacam ini.Di suatu ruangan sempit dengan penerangan minim, Audrey tampak sedang duduk berhadapan dengan seorang lelaki yang tak asing di matanya, psikiaternya. Pihak kepolisian memutuskan hal ini karena Audrey dicurigai memiliki penyakit mental yang belum sembuh sepenuhnya."Begini Audrey, sudah lama kita tidak bertemu, aku pikir kau tidak ada masalah dan dapat menjalani hidup dengan baik. Apa yang sebenarnya terjadi Audrey?" psikiater itu bertanya dengan lembut dan terlihat begitu mengkhawatirkan gadis yang sudah l