Suasana rumah sakit yang terlihat ramai membuat Audrey harus menunggu selama berjam-jam lamanya hanya untuk membayar seluruh biaya perawatan rumah sakit yang diberikan padanya.
Gadis itu menunggu di kursi tunggu bersama pasien atau keluarga pasien lainnya. Guna mengusir rasa bosan yang mulai menyerangnya, Audrey mengambil ponsel miliknya dan melihat berbagai pesan serta panggilan tak terjawab dari Mr. Vincent dan Marlyn, pembunuh ibunya.
"Menganggu saja" keluh Audrey ketika terus menerus mendapat pesan yang berisi ajakan untuk bertemu sore nanti.
Raut wajah Audrey menunjukkan segalanya, ia merasa tak nyaman dengan semua pesan dan panggilan itu. Untuk apa ia harus bertemu lagi dengan pembunuh yang membunuh ibunya? Walaupun mereka bekerja dalam satu agensi, pekerjaan mereka pun berbeda, Audrey bahkan berencana untuk menghindar dari wanita itu, lalu mengapa sekarang mereka justru mengajaknya untuk bertemu? Menganggu.
Tepat ketika gadis itu mematikan pons
Sebuah taksi berhenti tepat di sebuah rumah makan yang sudah dijanjikan, gadis yang baru saja turun dari taksi itu segera melakukan pembayaran dan memasuki rumah makan mewah yang terletak di pusat kota London. Rumah makan tersebut nampak begitu ramai, baik dipenuhi oleh warga lokal London maupun wisatawan asing yang datang ke kota ini. Barisan antrian yang panjang bahkan hampir menyentuh jalan raya, memang se-terkenal itu rumah makan ini. Maka, tak heran jika puluhan orang memilih bersabar dan mengantri hanya untuk menikmati sajian makanan lezat yang dijual di tempat itu. Tetapi, tak seperti orang-orang lainnya yang harus duduk dipinggir jalan dan mengantri, Audrey dengan penuh percaya diri memasuki tempat itu dan menanyakan tempat yang sebelumnya sudah di pesan langsung oleh Mr. Vincent, 3 jam yang lalu. Salah satu pelayan kemudian mengajak gadis itu pergi menaiki lantai atas dan menuju ke ruang VVIP yang disediakan di sana. Terlihat, banyak ruang pribad
Ctak! Audrey menepis tangan wanita yang menggenggam erat kedua tangannya, secara kasar. Gadis itu mulai berteriak kembali, sebab ia tak bisa menahan emosi dalam dirinya, "Sudahlah, kau adalah pembunuh ibuku! Aku takkan mempercayai semua hal yang kau katakan!". "Dengarkan dulu Audrey, aku mohon" pelupuk mata Marlyn mulai menampakkan butiran air yang hendak jatuh membasahi pipinya. Akhirnya atas dasar keterpaksaan dan kasihan, serta wejangan dari Mr. Vincent, Audrey bersedia mendengarkan cerita Marlyn. Walaupun sebenarnya ia tetap bersikeras percaya pada ingatan masa lalu yang muncul sesaat saat kebakaran itu. "Audrey, aku bukanlah pembunuh ibumu. Semua ini hanyalah salah paham semata" sepertinya Marlyn mengawali kisah dengan pemilihan kata yang salah, sehingga membuat Audrey semakin meledak-ledak. "Ya! Kau tak membunuhnya secara langsung, tetapi kau tetap yang bertanggung jawab atas kematian Christie, ibuku!" teriakan Audrey kembali terde
Brakk!Tanaman besar yang terletak di dekat dua orang gadis tiba-tiba saja jatuh dan hampir mengenai seorang lelaki yang sedang berjalan kaki. Tanaman hias tersebut ternyata lebih ringan dari pada dugaan Christie, membuatnya secara tak sengaja jatuh karena terdorong."M-Maaf" teriak Chistie sembari berusaha membereskan kekacauan yang ia buat.Gadis itu, berusaha mengangkat kembali tanaman hias imitasi yang tergeletak di tanah. Ia bahkan merasa malu untuk mengangkat wajahnya dan melihat lelaki yang hampir saja terkena tanaman hias imitasi seberat 1/5 kg itu. Beberapa batu putih dan tanah sebagai pelengkap juga turut berhamburan mengotori lantai yang terbuat dari semen yang diamplas halus.Marlyn yang turut membantu sahabatnya itu, memungut beberapa batu putih yang berserakan dan tanpa ia sadari, lelaki itu turut membantu dua gadis itu membereskan kekacauan yang disebabkan oleh kelalaian Christie."Nona Christie, sebaiknya nona tinggalkan
Jarum jam yang terus bergerak menunjukkan waktu tengah malam. Udara yang dingin, ditambah dengan derasnya hujan membuat suasana di luar ruangan menjadi begitu buruk. Tok ... tok ... tok Suara pintu yang diketuk membuat seorang lelaki yang tinggal di rumah itu keluar dari kamar dan membuka pintu rumahnya. Saat pintu rumah tersebut dibuka, terlihat jelas siapa pelaku yang mengetuk pintu rumah seseorang pada waktu tengah malam. Dengan seluruh tubuh yang basah kuyup akibat diguyur derasnya hujan, seorang gadis yang nampak begitu menggoda membuat iman Duke menjadi lemah. Tetapi, ia tetap berusaha sekuat tenaga untuk tidak menerkam gadis yang telah menjadi mantan kekasihnya itu. "Kau kemari setelah memutuskan hubungan kita 3 bulan yang lalu?" tanya Duke, firasatnya sangat tidak enak. "Kau tak ingin mengucapkan apapun? Baiklah, akan kututup pintunya" Duke memutuskan untuk bertindak, setelah melihat Christie hanya berdiri di tempat, memandanginy
Hari-hari normal seperti biasanya berlangsung di perusahaan fashion milik ayah Christie. Semua pegawai terlihat disibukkan dengan pekerjaannya masing-masing, kecuali seorang pria setengah baya yang sedang memohon ampun di ruangan kepala yang diketahui milik ayah Christie."Saya mohon pak, ampuni anak saya" pria setengah baya itu datang bersama anak laki-laki semata wayangnya yang ia besarkan sendiri selama puluhan tahun."Sepertinya kau dan putramu baru mengetahuinya sekarang, kalian pasti sangat terkejut" ayah Christie mengalihkan pandangannya keluar jendela besar yang ada ruang pribadi miliknya."Saya meminta maaf pak, saya akan bertanggung jawab bagaimanapun caranya. Saya mohon, jangan tuntut anak saya" ayah Duke yang berprofesi sebagai sopir pribadi itu, berusaha membujuk atasannya agar memaafkan kesalahan putranya yang ia sendiri tahu bahwa hal ini tak bisa diampuni."Saya tak menyangka bahwa kelakuan putramu sangat berbanding jauh dengan dirimu. Pas
Tahun 2019 - Pukul 19.00 - Salah Satu Rumah Makan Terkenal di Pusat London Audrey yang sedari tadi menyimak cerita Marlyn sedikit tak mempercayai kelakuan ayahnya yang begitu brengsek. Ia tak menyangka betapa buruk tabiat yang dimiliki oleh ayahnya itu. Sebab selama Audrey hidup, ayahnya selalu bersikap manis kepada dirinya, ya selalu, kecuali pada hari dimana ia kehilangan segalanya. "Atas dasar tawaran perusahaan yang ditawarkan oleh ayah Christie, mereka akhirnya melangsungkan pernikahan diusia yang masih belia" Marlyn terus menceritakan kisah hidup sahabatnya sembari menangis. Semua yang Marlyn ceritakan dari awal hingga saat ini sama sekali belum menuntaskan rasa penasaran Audrey tentang hubungan wanita itu dengan ayahnya. Padahal 3 jam sudah berlalu, walaupun begitu ia tak bisa menganggap bahwa cerita ini tak penting, karena semua ini berhubungan dengan kedua orang tuanya. Tetapi, ada satu pertanyaan yang terlintas dalam benak Audrey, apakah semua cerit
Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, Christie kini telah melahirkan buah hatinya di usianya yang menginjak 17 tahun. Usia yang cukup terbilang sangat belia, tetapi gadis ini harus menanggung beban sebagai seorang ibu karena kelakuannya bersama mantan kekasih yang kini menjadi suami sahnya. Gadis yang ceria dan pintar, namun begitu bodoh dalam hal percintaan, sangat disayangkan. Terlebih lagi, karena lelaki yang ia nikahi adalah lelaki brengsek yang tak memiliki rasa tanggung jawab. Sampai Christie melahirkan pun, lelaki itu tak ada disisinya. Mendampingi, merawat, siap siaga, semua tak dilakukannya sebagai calon ayah yang baik. Entah akan menjadi apa keluarga ini nantinya, sangat mengkhawatirkan. Setelah berjam-jam berjuang melalui persalinan normal, Christie yang terlihat begitu kelelahan bahkan sampai tertidur nyenyak di kamar persalinan itu sendiri setelah melahirkan putri kecil yang cantik. Putri kecil yang di beri nama atas keputusannya sendiri, nama ya
Pesan dari nomor misterius terus saja membuat ponsel Marlyn berdering. Pesan yang berisi kata-kata ancaman serta foto yang tak asing terpampang jelas di layar berukuran 4 kali 5 inch tersebut. Terlihat kedua orang tua Christie tertidur pulas dengan kepala beralaskan meja kayu yang menjadi ciri khas di salah satu resto mewah langganan keluarga Christie. Jika dilihat sekilas maka yang terlihat aneh adalah mengapa mereka tidur dengan posisi terduduk dan kepala yang diletakkan di atas meja? Namun, jika dilihat lebih seksama maka akan terlihat busa berwarna putih susu yang keluar dari kedua mulut orang tua Christie. "Apa ini?" Marlyn membelalakkan mata tak percaya, kejadian ini sama seperti adegan yang ada di film favoritnya, tentang serial pembunuhan berantai dimana sang pembunuh menggunakan racun untuk menghabisi korbannya. Tring! Notifikasi pesan dari satu orang yang sama kembali memenuhi ponsel Marlyn. Kata-kata yang diutarakan semaki
Situasi kemudian berlanjut di sebuah gedung yang menjulang tinggi. Terdengar suara teriakan memenuhi lorong yang sepi. Beberapa orang dengan pakaian serba putih segera datang dengan tali yang mereka bawa.Brak!!"Dokter Kenzler, pasien itu kembali mengamuk" seorang wanita yang memakai pakaian sama, membuka pintu ruangan psikiater yang menangani pasien itu. Mereka segera berlari menuju ke sumber suara, teriakan seorang perempuan yang terdengar semakin histeris. Terlihat seorang perempuan bertubuh besar dengan bekas luka bakar di wajah kirinya terikat di tempat tidurnya.Perempuan yang diketahui bernama Audrey Dianne itu terlihat mengamuk dan berusaha menyakiti dirinya sendiri. Tak hanya itu, ia juga sempat melukai pasien lain."Bagaimana dengan wali pasien ini?" tanya psikiater itu kepada para perawat."Mereka sudah dalam perjalanan dan kami sudah memberi obat penenang kepada pasien itu" perawat yang ditanya oleh psik
"Alberth bersama perempuan lain?" Audrey kembali bertanya untuk memastikan apa yang ia dengar."Benar dan kurasa kali ini tindakan Alberth sudah terlalu berlebihan" ucapan Steve membuat degup jantung Audrey berdenyut semakin kencang.Sama halnya seperti perempuan lain ketika mendapat kabar bahwa pasangannya sedang bersama dengan orang lain. Hati yang hancur? Sudah pasti.Tring!Tanpa menunggu lebih lama lagi, Steve segera mengirimkan sebuah alamat di mana Alberth sedang menghabiskan malam di sana.Secepat kilat, Audrey mengambil jaket dan tasnya untuk segera memesan sebuah taksi online. Kejadian ini terasa tak begitu asing. Kejadian serupa tapi tak sama seperti apa yang ia alami waktu itu, kejadian yang bahkan turut hadir di dalam mimpinya.Sepanjang perjalanan, tentunya Audrey begitu gelisah, ia terus melakukan panggilan kepada Alberth, namun selalu berakhir tak terjawab. Mau bagaimana lagi, kecurigaan Audrey selama ini seakan t
- London, 1 Februari 2021 -Beberapa minggu telah berlalu, Audrey kini menekuni pekerjaan yang sama seperti Steve, selain karena tidak adanya panggilan untuk pemotretan, Audrey merasa bahwa ia lebih menyukai pekerjaan sederhana ini.Tanggal satu bulan februari tahun dua ribu dua puluh satu, akhirnya, gadis ini sampai juga di hari yang paling sial bagi hidupnya di kehidupan lalu. Audrey kembali merayakan ulang tahunnya yang ke dua puluh lima. Namun situasi lalu dan sekarang sangat berbeda jauh, jika pada waktu itu Audrey berniat untuk mengakhiri hidupnya di kamar kost yang sempit, Audrey kini merasa sedikit lebih bahagia dan tinggal di apartemen mewah. Entah apakah ini semua nyata atau tidak, kehidupan baru yang ia jalani terasa hampir sempurna sejauh ini.Pagi ini, Audrey tengah menggunakan pakaian yang sedikit terbuka di bagian atasnya, tak hanya itu ia juga merias tipis wajahnya agar tak nampak seperti mayat hidup. Setelah itu, Audrey segera memposisikan
Situasi kembali pada Alberth dan Audrey yang sedang berada dalam posisi canggung. Masing-masing dari mereka terus saja membungkam mulut, sehingga tak ada satu pun kata yang keluar dari mulut mereka.Situasi ini terjadi cukup lama sampai mereka tiba di apartement yang mereka tinggali. Audrey yang merasa takut, bergegas untuk pergi ke kamar kecil guna menghindari tatapan Alberth, sementara lelaki itu sepertinya hendak membicarakan sesuatu dengan kekasihnya.Alberth yang terus mengikuti Audrey kini terpaksa harus menghentikan langkahnya ketika gadis itu mengunci pintu kamar kecil rapat-rapat. Setelah itu terdengar suara air yang mengalir dari keran.Alberth yang entah sedang memikirkan apa kemudian membuka ponselnya. Ia terlihat sedang mengetik suatu pesan kemudian keluar tuk berbincang dengan seseorang melalui ponsel yang ada digenggamannya.Waktu terasa berjalan begitu lambat, Audrey yang dapat meredakan rasa takutnya kini mulai memberanikan diri unt
"Mungkin itu merupakan sifat aslinya" Marlyn memberi tanggapan setelah mendengar kisah yang diceritakan oleh Audrey."Benar, aku setuju dengan hal itu" terlihat pula Steve ikut mengeluarkan pendapatnya.Mereka bertiga kini tengah berkumpul untuk menikmati waktu minum teh, hal ini bukan merupakan pertama kalinya, bahkan sebelum Audrey terlibat suatu kasus pun, mereka sudah pernah berkumpul beberapa kali.Fakta uniknya adalah Steve ternyata merupakan keponakan dari Marlyn. Hal ini sudah diketahui oleh Audrey lebih awal melalui cerita dari Marlyn."Apakah ia pernah mengatakan kata-kata tak pantas kepadamu?" Steve kembali bertanya."Ehm, sepertinya tidak. Dia hanya membentakku dan berteriak keras. Lelaki itu bahkan belum pulang ke rumah, ini sudah hari ke tiga" gadis itu menekuk wajahnya, ia tak tahu harus berkeluh kesah kepada siapa selain pada Marlyn dan Steve teman barunya."Kau tak menghubunginya?" tanya Marlyn penuh selidik, juj
Audrey mengangkat sebuah benda kecil berwarna hitam seukuran telunjuk jarinya di hadapan manik matanya. Secara perlahan ia membuka tutup benda tersebut dan memutar bagian bawahnya, ini adalah sebuah pewarna bibir dengan warna merah menyala.Sontak, Audrey jelas menaruh curiga pada Alberth, terutama setelah ia menemukan bukti bahwa kekasihnya sering bertemu dengan para perempuan selama ia berada di rumah sakit jiwa. Benda ini milik siapa?"Itu hadiah buatmu" ucap Alberth secara tiba-tiba."Untukku?" Audrey memincingkan mata, sebab Alberth tahu bahwa Audrey tak menyukai pewarna bibir dengan warna yang terlalu menarik perhatian, merah menyala terlalu berlebihan baginya."Iya, aku membelinya sebelum menjemputmu. Aku mengambil secara acak, kukira aku telah mengambil warna yang tepat, jadi aku membukanya untuk memastikannya, dan ternyata-" ucap Alberth yang tidak diketahui kebenarannya."Baiklah kalau ini memang untukku, terima kasih" Audrey memaks
Audrey mengangkat sebuah benda kecil berwarna hitam seukuran telunjuk jarinya di hadapan manik matanya. Secara perlahan ia membuka tutup benda tersebut dan memutar bagian bawahnya, ini adalah sebuah pewarna bibir dengan warna merah menyala.Sontak, Audrey jelas menaruh curiga pada Alberth, terutama setelah ia menemukan bukti bahwa kekasihnya sering bertemu dengan para perempuan selama ia berada di rumah sakit jiwa. Benda ini milik siapa?"Itu hadiah buatmu" ucap Alberth secara tiba-tiba."Untukku?" Audrey memincingkan mata, sebab Alberth tahu bahwa Audrey tak menyukai pewarna bibir dengan warna yang terlalu menarik perhatian, merah menyala terlalu berlebihan baginya."Iya, aku membelinya sebelum menjemputmu. Aku mengambil secara acak, kukira aku telah mengambil warna yang tepat, jadi aku membukanya untuk memastikannya, dan ternyata-" ucap Alberth yang tidak diketahui kebenarannya."Baiklah kalau ini memang untukku, terima kasih" Audrey memaks
-Awal Tahun 2021-Rumah Sakit Jiwa Nasional, London-Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Kini Audrey kembali memasuki tahun dua ribu dua puluh satu dan sepertinya telah banyak hal yang terjadi di luar sana Audrey lewatkan begitu saja karena gadis malang itu harus mendekam di rumah sakit jiwa milik pemerintah.Seharusnya semua ini tidak akan terjadi karena gadis itu sebenarnya harus mendekam di balik jeruji besi selama dua puluh lima tahun lamanya. Entah apa yang dilakukan psikater dan pengacara yang ia andalkan itu, sebab dipersidangan akhir Audrey sama sekali tidak terbukti bersalah walau ia tetap harus mendekam di rumah sakit jiwa sampai dokter mengijinkan pulang."Kondisimu semakin membaik, kau menghabiskan makananmu hari ini" perawat yang bertugas merawat Audrey memberi tanggapan positif akan perilaku gadis itu akhir-akhir ini."Lantas, apakah aku bisa bebas secepatnya?" Audrey tak ingin berlama-lama berada di tempat ini, baginya, tempat ini
Lorent dinyatakan meninggal di tempat akibat benturan keras yang menghantam bagian belakang kepalanya, selain itu ia juga mengalami patah tulang terbuka di beberapa bagian tubuhnya, hal inilah yang menyebabkan darah segar membanjiri tempat kejadian perkara.Selain itu, Audrey yang berada di lokasi kejadian saat peristiwa mengerikan itu berlangsung, kini ditetapkan sebagai tersangka utama. Lagi-lagi gadis malang itu harus berurusan dengan hal semacam ini.Di suatu ruangan sempit dengan penerangan minim, Audrey tampak sedang duduk berhadapan dengan seorang lelaki yang tak asing di matanya, psikiaternya. Pihak kepolisian memutuskan hal ini karena Audrey dicurigai memiliki penyakit mental yang belum sembuh sepenuhnya."Begini Audrey, sudah lama kita tidak bertemu, aku pikir kau tidak ada masalah dan dapat menjalani hidup dengan baik. Apa yang sebenarnya terjadi Audrey?" psikiater itu bertanya dengan lembut dan terlihat begitu mengkhawatirkan gadis yang sudah l