Happy reading ;)
--------------
Mike membantu Emily menapaki pantai, namun seketika pria itu justru menggendong nya hingga bibir pantai. "Astaga!" pekik Emily. Ia tak bisa menyembunyikan malu dan rona pipi yang melingkupi wajahnya.
Sementara Mike terkekeh sembari mendekap pinggang Emily membawanya ke pesisir. "Jangan seperti itu, kau selalu menggemaskan di matakau," ujar Mike mengecup pelipis wanitanya.
Emily memilih diam berusaha menetralkan degup jantung atas perlakuan Mike padanya. Di depan mereka tampak Roland, Victoria, Jeff dan Eveline tengah duduk dengan beberapa peralatan selancar yang ia dapat dari pusat olahraga air di sana.
"Jadi siapa yang akan bermain selancar kali ini?" tanya Mike saat mereka tiba dan ikut bergabung bersama.
"C'mon Jeff kita bermain sebelum menuju hotel," ajak Roland yang kini telah bangkit dan memegang papan selancar.
"Baiklah," jawab Jeff pasrah.
Mereka berdua membuka baju dan menyisakan b
Happy reading ;)--------------Saat Emily hendak berlari menuju lautan, Mike kembali muncul di tengah ombak yang menggulung dan membawanya ke daratan. Senyum khas pria itu mengembang sempurna. Berbeda dengan Emily ia justru kesal dan berbalik menuju pesisir.Victoria hanya menggeleng kepala dengan tingkah dua pasang kekasih yang menurutnya begitu polos bak remaja tanggung, ia mengalihkan pandang lalu tersenyum saat mendapati Roland yang tengah berjalan dengan memegang board di sebelah kanan tangan.Mike terkekeh geli, ia yakin wanita itu tengah kesal karena khawatir dengan kejadian tadi. Tapi itu bukan settingan untuk menakuti, namun ombak tadi benar-benar menenggelamkannya. Mike segera menghampiri Emily yang tengah meraih handuk untuk prianya."Jika kau tak bisa mengendalikan ombak, berhentilah bermain selancar." Emily sedikit melempar handuk pada pria itu. Mike segera menangkap pinggang Emily mendekapnya erat.Wanita itu menengadah menata
Happy reading ;)--------------The Biltmore Mayfair LXR Hotels and Resort, London 01.00pm.Kali ini Mike merutuki kebodohannya dengan bermain surfing di tengah rasa trauma yang wanitanya redam sendiri. Ia benar benar tak tahu jika Emily memiliki masa lalu yang begitu kelam bersama orangtuanya.Jeff telah menceritakan semuanya hingga wanita sialan itu mati oleh tembakan yang Jeff layangkan saat itu. Mike bergerak kesana kemari sembari menggigit ibu jari cemas.Sedari tadi, dokter rasanya terlalu lama untuk memeriksa kondisi Emily. Bahkan detakan jarum jam saja bagai waktu yang berdetak untuk tahunan lamanya. Walnut Mike tak pernah berpaling dari wanita yang kini terbaring lemah tak berdaya di ranjang sana.Wanita yang selalu keras dan kuat setiap hari di hadapan Mike nyatanya tak menjamin ia tak memiliki kekurangan akan kerapuhan. Ia baru menyadari bahwa kejamnya Emily adalah bukti kesakitan yang ia rasakan selama ini."Oh God! Ini sa
Happy reading ;) ----------------- "Tentu, bicaralah," jawab Eveline dengan mengedipkan sebelah matanya pada Mike. Jeff tersenyum lembut. "Baiklah, aku akan menunggu di ruang utama, panggil aku jika selesai." Mike mengusap surai dan menanamkan kecupan hangat pada wanitanya. Ia dan Eveline segera meninggalkan mereka berdua. "Biarkan dia bersama Jeff," ujar Eveline seraya berjalan menuju soffa dan diikuti oleh Mike. Pria itu duduk berhadapan dengan adik sepupunya seraya memanggil koki hotel untuk menyiapkan makan siang yang sudah lewat. Eveline menangkap raut wajah Mike yang tengah frustasi dan kesal. "Apa yang mengganggumu?" tanyanya santai. Eveline meraih segelas air putih dan menenggaknya. "Aku hanya merasa sedikit kecewa." Mike bersedekap dada setelah menaruh ponsel di atas meja. "Tentang?" "Bagaimana bisa wanitaku tak dapat jujur bahkan terbuka padaku. Berbanding terbalik dengan apa yang ku lakukan padanya." Mike kem
Happy reading ;)---------------Mike memilih diam menatap beberapa makanan yang telah tersaji disana. Ia masih mengingat bagaimana rapuhnya Emily pada Jeff. Mereka yang sedari dulu saling menguatkan tanpa henti di tengah badai yang selalu menerpa.Kini ia ragu, akankah ia dapat melakukan hal besar seperti yang di lakukan Jeff untuk Emily? Liburan dan seluruh rencana yang ia susun ternyata justru membuat keterbukaan atas kerapuhan wanitanya dan sialnya berakibat fatal seperti saat ini."See? Mereka hanya butuh waktu brada." Eveline kembali duduk di hadapan Mike."Kini aku sendiri ragu, bisakah aku menggantikan posisi Jeff untuknya," lirih Mike dengan mengusap wajah kasar."Kau tentu bisa menggantikan posisiku dengan versimu Mike, bahkan lebih sempurna." Jeff yang saat itu baru saja keluar langsung duduk bersama Mike."Aku tak bisa terus bersamanya seperti posisi yang sebenarnya ia butuhkan." Jeff meraih botol wine dan menuangkannya pa
Happy reading ;)-----------------Matahari begitu terik seperti hendak membakar segala rasa takut yang terus bersarang dalam jiwa Emily. Liburan yang ia kira akan indah dan mampu menghangatkan dirinya, kini justru berbalik dengan suatu keharusan menghadapi konseling bersama dokter psikiater.Ruang tunggu yang bernuansa putih klasik membuat ketenangan tersendiri seakan mereka kian jauh dari bising dan padatnya penduduk kota serta Mike sendiri dapat merasa bebas dari segudang pekerjaan yang tak berhenti mengganggu pikiran serta waktunya.Lampu gantung berbentuk bulan serta hiasan dinding berbahan kayu membuat suasana kian natural alami di tambah lampu kristal yang membentuk lingkaran benar benar membuat leluasa dalam menikmati waktu yang mengharuskan mereka menunggu dokter Sofia yang tengah memeriksa satu pasien di dalam sana.Mike menggenggam jemari Emily menempatkan di atas pahanya. Ia menatap lekat walnut legam yang kini terselimuti kegugupan. Ia
Happy reading :) --------------- "Keluarkan apa yang kau rasakan selama ini Emily, aku akan membantumu keluar dari jurang hitam yang selama ini selalu membelenggu tanpa kau sadari." Beberapa menit kemudian tangisan Emily pecah serta kisah pulu yang selama ini menerpa dan bersarang dalam jiwanya. Tanpa sadar dokter Sofia ikut bergetar merasakan sakitnya selama yang ia lewati sendiri. Sofia tak pernah menyangka ada kisah se mengerikan dan se keji itu di dunia, terlebih bagaimana Emily kecil bertahan dalam siksaan yang menurutnya teramat mengerikan. Harusnya wanita kejam seperti orang tua Emily tak pernah ada, walaupun wanita itu menyimpan dendam pada suaminya sendiri tetapi bukan hal yang wajar atau bahkan bukan hal yang tepat jika anak kecil menjadi pelampiasan suatu amarah. Sesekali Emily berucap syukur karena Tuhan masih memberikan hidup walau dalam kesusahan, setidaknya ia dapat menemani Jeff selam itu. Ia pun tak merasa sendir
Happy reading ;)----------------"Benarkah? Ah maaf aku melupakan bagian itu," ujar Mike menggaruk pelipisnya ringan. Ia mencoba mengingat pertemuannya dengan dokter Sofia namun hasilnya tetap nihil. Kapan ia bertemu dengan dokter itu? Benarkah ia melupakan seseorang dalam hidupnya? Bukankah ia selam ini mengingat orang yang berhubungan dengannya walau hanya untuk beberapa saat."Tak apa, bagaimana jika aku mengundang kalian ke penthouseku. Aku ingin membicarakan satu hal padamu.""Ya, baiklah hubungi kami kapanpun itu." Senyum mereka kembali merekah sebelum Mike membawa kekasihnya menuju parkiran."Ku rasa kalian saling mengenal," ujar Emily seraya mendekap pinggang Mike."Entahlah, mungkin aku melewatkan bagian itu." Mike menghela nafas panjang dan membukakan pintu mobil penumpang untuk Emily sebelum ia mengambil kemudi.Redupnya senja kini telah berangsur menghilang berganti malam. Jalanan kota London begitu padat hingga mobil Aud
Happy reading ;)-------------"Jeff? Kau juga di sini?" tanya Emily tak menyangka."Ya, kami khawatir dengan kondisimu maka dari itu Jeff mengikuti GPS ponselmu," ujar Eveline seraya duduk di depan Emily. Jeff tersenyum dan ikut duduk di samping Eve."Semuanya berjalan lancar, kami memutuskan untuk makan malam di luar. Maaf tak mengabarimu terlebih dulu.""Tak apa Emily, kami memaklumi. Kalian sudah pesan?""Astaga! Aku melupakan itu," ujar Mike terkekeh geli. Bagaimana bisa ia melewatkan tujuan utama mereka datang ke restaurant ini."Aku yakin kau menuntut wanitamu untuk menceritakan prosesnya. Dasar si mulut besar." Eveline memanggil waiters dan memesan beberapa makanan."Berhentilah bertengkar, mari kita habiskan malam ini dengan berjalan di London Bridge sana setelah makan.""Whoaa kelihatannya ramai." Walnut Eve berbinar tak sabar ingin segera menginjakkan kaki di atas jembatan itu."Setauku di sana di
Happy reading ;)--------------Emily seolah melayang kala pria itu mempersilahkan dan menatap detail setiap pergerakan Emily. Loginova mengulurkan tangan membawa Emily menuju altar. Senyumnya merekah indah namun berbeda dengan degup jantungnya seolah bersorak.Sementara bridesmaid berada di belakang mengiringi langkah Emily. Ribuan lampu berbentuk lilin yang berbentuk kristal mengisi langit langit gedung dengan pola melingkar hingga menyatu tepat di atas altar.Beberapa bunga mawar merah tersedia di setiap sudut meja para tamu, serta background dengan air terjun memenuhi keseluruhan tempat dimana mereka akan mengucap janji sehidup semati.Jalan yang ia tapaki seolah menyambut kedatangan Emily seperti seorang ratu juga di bagian sisi kiri dan kanan terdapat bunga anggrek putih yang menggumpal dan panjang
Happy reading ;)----------------"Sebenarnya, Celline datang ke mansion untuk meminta maaf pada kita." Mike terdiam begitupun dengan Emily di sebrang sana."Lalu?" tanya Emily santai namun ia segera membentengi hati jika pernyataan Mike membuatnya luka atau melebihi itu."Tak ada perbincangan serius, kami hanya berbincang tentang kejadian yang menimpa kita," jawab Mike pasti. Emily pun tersenyum mendengar nada pria itu yang jujur."Oke."Mike terdiam dan merubah posisi menjadi telungkup. "Hanya, oke?" tanyanya memastikan."Ya, memang kau mau apa lagi?""Tidak. Hanya itu."Emily tergelak di sebrang sana. Dua jam berlalu mereka sama sama tak ingin melepaskan ponsel dari telinga mereka, walau panas tapi setidaknya mereka akan sama sama tidur terlelap.***Satu bulan berlalu, Mike benar benar memajukan tanggal pernikahan mereka, dan kini hari itu tiba. Ia tak sabar untuk segera bertemu dengan calon
Happy reading ;)-----------------"Mike, bisakah kita bicara?" Wanita itu bergegas berdiri menghentikan langkah Mike yang acuh tak peduli. Sementara Egbert menepuk pundak sang anak dan berlalu pergi.Halaman utama mansion menjadi pilihan Mike untuk mengabulkan keinginan wanita itu. Sebenarnya jengah, namun Mike tak bisa menolak jika pertemuan mereka adalah yang terakhir mengingat Celline akan segera pergi ke Jepang dalam waktu yang lama."Langsung saja, tak ada waktu." Mike melirik jam tangan dan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. Pandangannya lurus tak menoleh bahkan berhadapan dengan mantan kekasihnya dulu."Aku tahu aku salah saat itu, aku hanya ingin minta maaf juga pada Emily. Tapi, luka yang ku buat tampaknya begitu membekas dalam ingatan kalian." Celline menunduk seraya mengusap lengannya ketika angin menusuk ke dalam lapisan kulit.Ia tersenyum pahit, dulu Mike akan segera menutupi tubuhnya dengan long coat atau jaket yang ia
Happy reading ;)----------------"Siapa?" tanya Emily menatap ponsel Mike yang telah ia matikan. Mike mengacungkan layarnya kembali. "Jeff.""Ada apa dia menghubungimu?""Aku berjanji akan berlatih dengannya hari ini, aku melupakan itu."Emily mendesah samar. Mereka kembali berjalan menatap ke sekeliling gedung milik sahabat Egbert "Bagaimana?" tanya Dirk seraya menatap bagian gedung yang akan dijadikan altar untuk janji suci mereka.Mike mengangguk setuju dan menoleh pada wanitanya. "Kau suka?""Tentu." Senyum keduanya mengembang. Mike melirik jam tangan menunggu wedding organizer yang berjanji akan menyusul mereka.Seorang pria berlari tergesa dan menunduk hormat ketika berhadapan dengan Mike. "Sir, maaf atas keterlambatannnya, saya Stefan." sapanya canggung. Mike hanya membuang nafas kasar namun tak segan menjabat uluran tangannya."Kau dari mana saja?" sentak Eveline kesal."Jalanan macet, kau bahkan tiba tib
Happy reading ;)-------------------"Mike benar, ia harus melindungimu dan keluarganya nanti seperti yang selalu dilakukan oleh Daddy," ujar Alice seraya berjalan menghampiri keduanya.Emily melirik pada Mike yang memandang ibunya dengan kesal. "Mike, ibumu hanya mencemaskanmu walau berlebihan. Ayolah, jangan seperti ini." Egbert merentangkan kedua tangannya kemudian duduk di sofa."Itu benar, aku tahu kau menyayangi Alice," sambung Emily meyakinkan. Mike terdiam seolah pikiran dan hatinya beradu antara kasih sayang dan kekecewaan.Hingga akhirnya Mike mengangguk memutuskan mengakhiri sifatnya yang kekanakan. "Aku minta satu hal padamu," tegas Mike dengan matanya yang tajam."Ya, apapun untukmu." Alice mengangguk dan duduk di sisi ranjang berhadapan dengan putranya yang ia kasihi."Jangan ganggu hubungan kami untuk sekarang bahkan selamanya," pinta Mike dengan tatapannya yang mengeras. Sementara Alice tersenyum simpul. "Tentu, aku ta
Happy reading ;) ----------------- Loginova tersenyum simpul pada Tara yang sempat berpapasan dengannya sebelum pergi. Wanita dengan midi dress suit di balut blezzer burgundy serta syal berbulu melingkar di lehernya membuat Mike menyadari betapa berkelasnya ia. Wanita itu menjentikkan jari memerintah anak buahnya untuk menaruh beberapa makanan vegetarian di atas nakas. Emily menaikkan kedua alisnya melihat tingkah sahabat ibunya yang berusaha untuk menjadi wanita normal. Entah itu dari lubuk hatinya atau hanya bepura pura se welcome ini pada orang baru seperti Mike. Loginova bahkan hanya sesekali bertemu dengan Mike dan tak ada perbincangan diantara mereka. Loginova menghampiri keduanya namun berakhir duduk di atas sofa tak jauh dari sana. Emily duduk di sisi ranjang menghadap wanita itu. Sementara Mike menoleh singkat pada wanitanya. "Aku hanya ingin bicara denganmu," tunjuk Loginova pada Mike dengan dagunya yang runcing. Emil
Happy reading :) --------------- Setelah berdebat panjang dengan kepala perawat, Mike akhirnya di biarkan pergi mengikuti Emily dengan satu perawat yang mendampinginya. Ia bahkan mencari tempat bersembunyi agar tak terlihat oleh Emily. Nyatanya ia tak menyesal bersusah payah untuk sampai ke lantai teratas gedung rumah sakit. Mike mendengar semua perbincangan mereka hingga ikut merasakan sakit terlebih saat Emily menangis dalam pelukan Loginova. Ia tahu lingkungan kriminal wanitanya hanyalah bentuk perlindungan diri. Fakta jika mereka akan saling melindungi lebih besar di banding orang orang yang sekedar teman atau sahabat biasa dengan menjalani harinya yang biasa saja. "Sir, waktumu tak banyak," peringat perawat. Mike mengangguk singkat. Ia kembali ke kamar dengan di bantu perawat tadi. Sesampainya di ruangan, Mike menaikkan selimut hingga pinggang dan matanya terpejam. Tetapi bayangan itu tak kunjung sirna, ia be
Happy reading ;)-------------------Angin malam menembus epidermis Emily melalui celah jaket kulit yang ia kenakan. Wanita itu sesekali melirik jam tangan menunggu kehadiran Loginova.Rambut golden blonde itu bergerak seiring lembutnya udara saat ini. Emily bersandar pada railing besi sesekali memainkan sepatu bersamaan dengan pandangan yang tertuju pada gemerlap kota di bawah sana."Baby, sudah lama menunggu?" tanya Loginova tepat di belakangnya. Emily menoleh menatap wanita tua yang sudah begitu berjasa dalam hidupnya.Bibir tipis yang selalu berucap sarkas dan kasar itu masih setia terbalut lipstik merah darah seolah menggambarkan dirinya sendiri. Emily menyunggingkan senyum dan duduk di kursi panjang.Sementara Loginova setia berdiri dengan melipat kedua tangannya. Tatapan matanya melekat pada gerak Emily yang berubah.Emily sengaja memilih bertemu di atas gedung karena banyak pembicaraan yang harus ia lakukan. Wanita itu menghem
Happy reading ;)-----------------Mike tak bisa menyembunyikan amarahnya setelah mendengar semua rencana, perbuatan mereka terhadapnya. Bukan, bukan hanya padanya tetapi pada hubungannya dengan Emily.Sebegitu besarkah keraguan mereka pada Emily? Atau apakah dirinya di anggap lelucon dan hal yang mudah untuk di mainkan? Mike menghembuskan nafas kasar.Ia tak dapat bergerak lebih mengingat luka di area perutnya masih terasa sakit. Sementara Emily terdiam mengamati raut wajah prianya yang mengeras menahan kesal."Mike, it's okay. Tenangkan dirimu." Emily mengusap tangan Mike lembut. Ia mengerti perasaan Mike, namun mengungkapkan amarah seperti tadi hanya akan membuat luka perutnya lebih sakit."Mengapa mereka bersikap seperti itu? Apakah kita seperti boneka yang bisa mereka mainkan sesukanya?" Kening Mike menukik dalam. Ada kekecewaan yang teramat besar yang berusaha ia tekan."Mike, aku mengerti. Aku pun ingin sekali marah tapi, jika