Enjoy!
-----Liora memang bukan wanita yang mudah Gavriel taklukkan sejak awal dan wanita itu memang bukan untuk ditaklukkan, tetapi untuk dicintai, karena semakin Gavriel mengenal dan jujur pada hatinya sendiri, Gavriel menemukan diri yang tak bisa berhenti mencintai dan menginginkan Liora ada di sisinya.
Hal itu sudah cukup menjadi alasan bagaimana kerenggangan jarak mereka dalam waktu seminggu ini membuat keduanya mati merindu sekaligus hancur dan gila. Namun, hal itu pula yang membuat Gavriel menemukan kemantapan atas segala keraguannya selama ini. Entah Gavriel harus bersyukur atau mengutuk.
Begitu pula dengan fakta tentang gairah yang melilit mereka dalam keramaian maupun kesunyian. Itu bukanlah hal yang patut mereka ragukan. Bahkan gairah itu kian menjadi kebutuhan dan bahasa atas cinta mereka yang terkadang tak bisa dijabarkan dengan kata-kata, tetapi mampu mereka serap dari raga yang nyatu, serta desakan posesif yang merdu da
Enjoy!-----Gavriel menggeram rendah seperti hewan buas. Satu langkah kaki lebarnya dengan cepat menerjang tubuh Liora. Tangannya yang kuat melingkari pinggang ramping itu, sedang bibirnya menempel dan melesak masuk ke mulut madu yang sudah ia dambakan seminggu ini.Lidah Liora pun segera menyambut. Mereka saling memiringkan wajah demi mendapatkan rasa terdalam yang menggebu. Erangan keduanya melebur di lorong mulut sembari Liora mencengkeram rambut Gavriel yang halus dan tebal.Desakan pertemuan bibir mereka tak bisa mengingkari betapa keduanya telah haus atas kerinduan yang menyesakkan. Namun, sesapan bibir ini pula yang membuat saat ini tubuh mereka berdenyut resah.“Maukah kau membantuku menurunkan celana ini?” bisik Gavriel seraya melepas tautan bibir mereka, demi mengisi kekeringan dengan melumat leher jenjang Liora yang menggoda.“Tentu.”Gavriel kembali menyasar bibir Liora. Ia men
Enjoy!-----Liora merasakan kesesakan disertai kenikmatan yang luar biasa. Tubuhnya berdenyut-denyut hebat menyambut dengan suka cita. Segala kehampaan hari-hari yang ia lalui tanpa Gavriel seakan terbayar melebihi kebutuhan dirinya.Mata Gavriel tersenyum di tengah panas api yang membakar lautan lingkaran biru itu. Pria itu pun merasakan hal yang sama.Gavriel berayun kuat dengan bibirnya yang terbuka dan napas kasar terputus-putus. Liora tak mampu melihat pemandangan gagah dan jantan sang prianya yang seperti ini.Tubuh Liora semakin basah memberi Gavriel untuk kian mengisinya. Cengkeraman tangan Gavriel di pinggul Liora mengisyaratkan sejuta bahasa atas keinginannya untuk selalu melingkupi Liora dengan dirinya.Mata perak Liora berpaling sesaat pada langit-langit kamar mandi. Gavriel berlebihan jantan dan tampan. Matanya pedih, tubuhnya mendidih.“Sialan, Liora! Kau selalu berhasil membuatku gila!&
Enjoy!-----Liora terbangun dalam keadaan pendengarannya mendengar irama debar jantung Gavriel yang tenang. Hal itu seketika menciptakan senyum dan kedamaian di dadanya. Tangan mereka saling memeluk, sementara Liora merasakan dagu Gavriel bersandar di puncak kepalanya.Ini seperti hari-hari yang sempat mereka habiskan di Moorea dan ia tak menyangka akan kembali merasakannya. Dapatkah ini berlangsung selamanya?Perlahan Liora menarik diri, berniat hanya untuk memandang Gavriel yang tengah tertidur, tetapi ia justru mendapati mata pria itu telah terbuka. Gavriel menyambutnya dengan kecupan lembut di kening.“Kau sudah bangun dari tadi? Bagaimana tidurmu?” tanya Liora datar, seolah basa-basi. Setidaknya, orang lain akan menyangka seperti itu, tetapi tidak dengan Gavriel. Terlebih Liora yang sedang menyusurkan tangan ke rambut Gavriel, membuat pria itu terpejam menikmati.Gavriel menjawabnya serupa dengkuran tak
Enjoy!-----Roll Royce berwarna hitam dan satu mobil SUV segera berhenti ketika pesawat Arshvero milik Gavriel telah mendarat sempurna di landasan pribadi Brylee Island. Jantung Liora masih berdebar jika mengingat nama pulau yang akan ia pijaki ini.Sembari menggendong Vierra, Liora menuruni tangga pesawat bersama gandengan tangan Gavriel dan disusul Anna di belakang. Hawa lembap dan panas segera menyergap kulit mereka. Terik matahari siang terlihat sebagai pertanda langit yang cerah disertai desiran ombak yang melambai dari jarak jangkauan mata.Vierra berceloteh riang menunjuk-nunjuk lautan jernih tak jauh dari landasan. Liora tersenyum dan segera mengecup pipi menggemaskan sang anak.“Kau sudah tak sabar? Ingin bermain di pantai?” tanya Liora yang turut menyerap energi riang sang bayi.Vierra membalas dengan bahasa abstraknya yang mengundang tawa. “Si, si, Señorita. Lo conseguira
Enjoy!----- “Liora!” protes Gavriel ketika kekasihnya memilih mengurai pelukan dan berbalik badan, hendak melewatinya. “Kau tak lapar?” tanya Liora datar, berkilah. Menyembunyikan suasana hati yang buruk akibat mendengar penjelasan Gavriel. Pelajaran yang selalu ditanamkan Vello, sang ibu padanya sedari kecil adalah menghargai segala bentuk kejujuran seseorang meski sering kali pedih dan mengecewakan. Kejujuran adalah sesuatu yang mahal dan tak semua orang mampu melakukannya ketika berbohong lebih mudah untuk berbagai alasan sebagai pembenaran. Liora tahu itu dan ia pun sering kali berhasil mengaplikasikan di beberapa masalah kehidupannya. Namun, mengingat hal yang berkaitan dengan Prospero sempat membuat ia terluka dalam, Liora kali ini benar-benar merasa hatinya campur aduk mendengar kejujuran Gavriel. ‘Kau bukan siapa-siapa.’ Nyatanya kalimat menusuk itu masing sering kali berdengung di telinganya. Gavriel s
Enjoy!----- “Itu helikopter milik ayahku!” Liora turun dari pangkuan Gavriel dan mengepalkan tangan dengan kesal. Bagaimana bisa ayahnya tahu bahwa ia berada di sini dan untuk apa pula kemari? Apakah sang ayah melacak dirinya? Liora menggeram. Ia bisa gila jika Dexter kembali melanggar privasinya. Kemuakan Liora pada Dexter seketika kembali naik. Gavriel kemudian menurunkan kakinya ke lantai kayu. Ia mengamati dengan santai helikopter yang semakin mendekat ke arah vila. Berbeda dengan Liora yang menatap dengan mata keras. Mereka kemudian melihat tubuh Dexter keluar sebagian dari badan helikopter, sedang sang pilot tetap fokus mengendalikan helikopter. Pria paruh baya itu mengenakan pakaian taktis dan kacamata hitam. Sangat gagah untuk seukuran pria paruh baya pada umumnya. Namun, mata perak Liora langsung membulat saat ia melihat sebuah senapan di tangan Dexter. “Dydy!” sentak Liora tak percaya. Gila! Apa yang ayahnya
Holaaa! Adakah yang menunggu cerita ini untuk publish lagi??Maaf sudah menunggu lama yaa ….Enjoy!-----Angin laut segera menyapu halus tubuh Gavriel ketika ia keluar dari ruangan yacht menuju dek belakang. Kemeja pantainya berkibar, begitu pula rambut bergelombangnya yang legam dan tebal.Lantai satu villa yang hancur karena tembakan membabi buta Dexter membuat malam ini ia, Liora, Vierra dan Anna akan bermalam di yacht, sementara orang-orang milik Gavriel membereskan kekacauan di sana. Sehingga besok mereka dapat kembali ke villa sebelum pulang. Setidaknya dua kamar di yacht kecil ini tak terlalu buruk dibanding Gavriel harus membuat Liora melihat serpihan pecahan kaca di segala penjuru lantai dasar villa.Semburat jingga dari tenggelamnnya matahari yang jatuh pada air laut tampak membingkai setiap sisi tubuh Liora. Wanita itu sedang duduk di sofa panjang bagian dek belakang
Enjoy!-----Dua hari berselang kepulangan Liora dari pulau pribadi yang dihadiahkan Gavriel termasuk Zevander untuknya, kini Liora mengambil waktu sehari untuk berada di Manhattan. Apa yang telah terjadi di pulau Brylee jelas belum bisa sirna, bahkan mungkin tak akan bisa hilang dari pikirannya, tetapi itu tak membuat Liora untuk tak menghubungi Zevander. Ia benar-benar berterima kasih pada suami Starley tersebut, meski membeli pulau itu awalnya hanya bentuk permainan dari Zevander dan Gavriel.Hunter pun tak berhenti menghubungi Liora dan wanita itu sesungguhnya tersanjung dengan perhatian Hunter untuknya. Sayangnya, hal itu sulit merasuk sampai ke hati ketika seluruh ruangan itu telah dikuasai Gavriel. Ia akan mengatakan pada Hunter jika mereka bertemu bahwa dirinya sekarang bukan lagi wanita lajang. Liora tak ingin memberi harapan kosong pada pria sebaik Hunter.Ketika Liora baru saja turun dari mobil, ia disambut dengan antrean panjang
Happy Reading----- Liora seketika melipat bibir menahan tawa mendengar istilah yang selalu dipakai anak bungsunya tersebut setiap kali ada yang menyebutnya anak-anak. “Oke, pria bal—” Gavriel menutup mulut, sama-sama menahan tawa. Jika ia dan Liora sampai tertawa di depan Lanxer, anak bungsu mereka itu pasti akan sangat kesal. Ia kemudian cepat-cepat mengembalikan gestur wibawanya untuk menasihati sang anak. “Pria dewasa tak membentak dan mengentak kaki seperti anak kecil seperti ini.” Mata biru Gavriel menilik tingkah sang anak dari bawah dari atas. “Pria dewasa berkata sopan dan hormat pada orang lain, terlebih pada orang tuanya.” “Maaf, Daddy.” Lanxer langsung menunduk menyesal. Ia menarik napas dalam lalu menegakkan pandangan dan pundak, meniru gaya ayahnya yang selalu tegap dan keren di matanya. Gavriel mengangguk. “Pria dewasa sejati tidak takut mengakui perbuatannya sendiri.
Happy Reading----- “Tuan Muda, tolong jangan bermain ini lagi,” pinta seorang made guy yang sedang berlari kencang terbirit-birit di tengah kandang yang luas. “Tidak mau! Ini terlalu menyenangkan!” seru anak laki-laki berusia empat tahun sembari terbahak-bahak. Ia berada di atas punggung harimau putih yang sedang mengejar made guy di depan sana. Tangan mungilnya menggenggam collar kulit di leher binatang buas tersebut. “Wah larimu lebih cepat dari kemari. Ayo Carlo, kita jangan mau kalah, kejar dia!” katanya semakin semangat. “Ya Tuhan! Dari semua tugas, kenapa aku yang ditugaskan menjaga Tuan Muda Lanxer saat bermain seperti ini!” rutuknya semakin panik mendengar auman menyeramkan harimau putih di belakangnya. Ia cepat-cepat berlari menuju pohon terdekat dan buru-buru memanjatnya. Carlo, si harimau putih itu mengaum mengerikan karena kesal mangsanya naik ke atas pohon. “Yaaaah ...
Happy Reading----- Liora merintih. Pahanya menjepit kepala Gavriel tanpa ia sadari seiring keliaran tangan Gavriel yang memutarinya, menghancurkan dengan kenikmatan yang berpadu sesapan dan tusukan lidah panas. “Ya, ya ... ini berlebihan. Ya Tuhan, ini sangat nikmat, Gav,” erang Liora tertahan sembari menjambak rambutnya sendiri karena satu tangan Gavriel yang lain mempermainkan puncaknya. “Inilah yang pantas kau dapatkan, Cara mia,” kata Gavriel dengan napasnya yang menderu layaknya hewan buas mematikan. Gavriel memasukkan jarinya dan terus mempermainkan lidahnya, meneguk segala cairan cinta Liora untuk mengisi dahaga hasratnya yang tak berujung. Liora mengigit jarinya sendiri, menahan desahan dan teriakan bahagia karena rasa ini begitu menakjubkan. Ia masih mengingat ada Vierra yang tengah tidur di balik sekat dinding kamar ini. Pinggul Liora kemudian mengejang hebat bersamaan dengan cair
Happy Reading----- “Mrs. Arvezio." Bisikan Gavriel yang halus, berat dan nakal langsung menggelitik telinga Liora dan membuat dada wanita itu bergenderang. Panggilan itu benar-benar selalu saja berefek dalam. Pria itu memeluk sang istri dari belakang di tengah Liora yang baru saja memindahkan Vierra tidur di baby bassinet. Pelukan itu terasa begitu erat, menuntut janji. Terlebih ketika ujung hidung Gavriel menyapu kulit leher Liora, menciptakan sengatan geli yang meremangkan. Liora menggeliat dan membuat Gavriel terkekeh. “Ssssttt.” Liora cepat-cepat menutup mulut Gavriel. “Maaf,” bisik pria itu lagi. Ia mengecup leher itu, lalu menyandarkan pipinya di pelipis Liora. “Aku tak menyangka sebentar lagi dia akan dua tahun,” gumam Gavriel dengan mata birunya yang menyusuri damainya tidur Vierra. “Ya, seingatku baru kemarin aku menggendongnya keluar dari inkubator.” Liora tersenyum dengan benaknya yang
Happy Reading----- Gavriel tergelak, terlebih Liora yang hendak pergi dari posisi berbaring di atasnya. Cepat-cepat Gavriel menahan pinggang istrinya itu. “Jangan cemburu. Aku bahkan hanya bertemu ia sekali saat masih kecil.” “Namun, nyatanya sangat berbekas, bukan?” Liora menaikkan satu alisnya dingin. “Mau bagaimana lagi? Ia benar-benar mencoreng harga diriku sebagai anak laki-laki dahulu.” Kali ini kedua alis Liora terangkat. Ia pikir tadi sebuah pertemuan masa kecil yang manis. Gavriel menghela napas. “Harus kuakui bahwa hanya ada dua perempuan yang mengubah prinsip hidupku. Pertama gadis kecil yang dahulu pernah kutemui. Lalu kau, Cara mia. Kau mengubahku menjadi lebih bijak, meninggalkan dunia paling gulita dan tak beradab untuk memilah bisnis yang lebih baik.” “Apa yang gadis kecil itu katakan memangnya?” “Katakan? Tidak, Cara mia. Namun, apa yang dia lakukan.” Dahi
Happy Reading-----“Waaah!”Kali ini Vierra tak bisa menutupi keterpesonaannya dengan banyaknya bunga lonceng di bawah pepohonan tinggi. Sampai hijaunya rumput tergantikan dengan warna ungu kebiruan bunga-bunga itu.Di belakang mereka gemiricik air yang keluar dari tumpukan bebatuan menciptakan air terjun kecil yang memesona di antara aliran air sungai.“Tempat ini sangat cantik,” gumam Liora terpana seraya mengedarkan pandangannya.Gavriel tersenyum. Ia berjongkok dan menurunkan Vierra dari gendongan. “Ambil salah satu bunga itu,” bisik Gavriel.Vierra pun berjalan perlahan mendekati padang bunga lonceng tersebut dengan pengawasan Gavriel dan Liora di belakang.Sementara itu, made guy yang berjaga segera menata karpet piknik dan segala perlengkapan meja kecil dan makanan minuman di dekat batang pohon yang tumbang.“Don Gavriel,” kata salah
Happy Reading----- Liora tersenyum menatap buku kolase album Vierra yang rupanya telah Hunter buat selama ini. Beberapa merupakan foto yang pria itu ambil diam-diam dan beberapa di antaranya adalah foto yang Liora bagikan untuk pria itu. Andai Hunter tak ambisius dengan dendam yang membuatnya berubah mengerikan, mungkin saat ini Hunter masih bisa menimang Vierra. Dari album ini Liora tahu ketulusan Hunter mencintai ponakannya. Liora kemudian menutup album itu dan menyimpannya di kotak kardus. Ada beberapa benda yang telah mengisi kotak kardus itu. Ia sengaja memilahnya untuk ia simpan dan menunjukkan pada Vierra saat sang anak sudah dewasa nanti. Beberapa di antaranya penghargaan dan piagam yang pasti akan membuat Vierra bangga memiliki paman pengacara hebat seperti Hunter. Sama seperti benda-benda dari Alex dan Rose yang ia simpan untuk Vierra. Vierra cukup tahu segala hal yang baik itu. Sebuah aib tak perlu disebar dan diturunka
Happy Reading----- “Kau membuat pertanyaan yang jelas tak ingin untuk aku tolak,” erang Liora kesal bercampur suka cita. Gavriel terkekeh begitu juga dengan yang lain mendengar hal itu. “Ya Tuhan, kau benar-benar sudah sadar dari koma.” Mata Liora kembali berkaca-kaca seraya mengusap sisi wajah Gavriel, seolah ini semua hanya ilusinya karena terlalu takut kehilangan Gavriel. Pria itu tersenyum lembut, merasa kembali jatuh cinta berkali-kali mendapati dirinya sangat begitu berarti untuk Liora. Tak ada hal paling membahagiakan bagi seorang manusia biasa sepertinya di saat hidupnya berarti untuk orang lain, terlebih itu wanita yang paling ia cintai. “Kita bisa memulainya kapan pun kalian siap,” bisik seorang pria paruh baya yang menjadi officiant yang baru Liora sadari ada di tengah-tengah mereka sedari tadi. “Oh maaf.” Liora mendadak salah tingkah ditegur seperti ini. “Aku terlalu larut. Tentu, tentu kita bi
Happy Reading-----Liora menahan diri sekuat mungkin untuk tak menembak kepala co-pilot itu saat ini juga. Sehingga Liora hanya mengangguk, sementara isi kepalanya mulai memikirkan apa yang bisa ia lakukan untuk menyelamatkan diri bersama Vierra saat mendarat nanti. Diam-diam ia merutuk karena selalu melewatkan kesempatan untuk belajar menerbangkan helikopter.Beberapa saat kemudian mereka tiba di Eau Claire. Setidaknya itu yang Liora dengar dari pembicaraan co-pilot dengan menara pengawas. Helikopter mendarat di sebuah helipad di antara bangunan megah kuno dengan taman super luas di sepanjang mata memandang.Pikiran Liora semakin tak menentu. Ini jelas-jelas bukan rumah sakit keluarga Arvezio. Ia kemudian turun dengan tangannya yang terus bersiaga untuk segera mengambil revolver di tas jika terjadi sesuatu.“Sebelah sini, Donna Liora,” kata co-pilot tersebut bersama beberapa orang berseragam hitam yang mengirin