Enjoy!
-----“Gray?” panggil Liora terkejut kala ia baru saja memasuki lobby gedung penthouse-nya dan menemukan Grayden yang berjalan dari arah luar lift, melewati meja resepsionis.
Liora tak sulit untuk membedakan antara Grayden dan Drayden, meskipun dua pria itu kembar identik. Kedua pria itu memiliki tato yang berbeda dan Liora cukup melihat tato burung di salah satu punggung tangan, antara ruas ibu jari dan telunjuk untuk dapat mengenali Grayden. Sementara Drayden tak memiliki tato itu di tangan.
Tak hanya Liora, Grayden pun terkejut dengan kedatangan wanita itu yang menunjukkan bahwa Liora tak menyangka akan melihatnya di sini. Mengapa Liora harus terkejut?
Liora memindahkan gendongan Vierra pada Anna dan meminta wanita itu naik ke lift terlebih dahulu, sementara ia berjalan cepat menghampiri Grayden yang turut mendekat. “Apakah kau baik-baik saja?” Mata perak Liora memperhatikan seksama wa
Enjoy!----- Ragusa, Sisilia-Italia. 11.37 AM Senyum Grayden langsung mengembang lebar ketika Liora baru saja turun ke lobby hotel setelah wanita itu sempat berganti pakaian dari kunjungan kerjanya. Ini adalah hari terakhir mereka berada di Ragusa dan baru hari ini rasanya mereka akan benar-benar menikmati kota dengan berbagai bangunan kuno ini, setelah kemarin Liora terperangkap oleh segala persoalan masalah yang ternyata ditemukan wanita itu di anak cabang. Liora berjalan ke arah Grayden dengan menggendong Vierra, sementara Anna berjalan di sampingnya. Grayden tampak sedang mengucap kata perpisahan pada seorang wanita cantik bertubuh seksi yang sepertinya menemani pria itu berbincang sedari tadi. “Makan siang sebelum berjalan-jalan?” tawar Grayden ketika pria itu sudah berada tepat di depan Liora. Celana pendek beraksen robek-robek serta paduan kaus putih membuat Grayden tampak begitu segar
Enjoy!-----Liora menyukai Ragusa sejak kali pertama ia menginjakkan kaki di kota ini setahun silam dan rasa suka itu tak pudar sedikit pun hingga saat ini. Entah mengapa arsitektur bangunan kota yang didominasi warna-warna monoton cokelat berkombinasi dengan batu alam, serta cara kota ini menjaga warisan masa lalu terasa menyentuhnya.Ia bisa menghabiskan berlama-lama memperhatikan atmosfer kota yang lengang di tengah himpitan perbukitan, seolah perbukitan itu sebagai penjaga kota ini. Dempetan rumah-rumah pendudukan dan gang-gang sempit berkelok yang ditamani bunga-bunga di pot kecil, membuat Liora merasa penduduk di sini lebih layak dikatakan manusia dari pada dirinya yang hidup oleh himpitan gedung-gedung kaca tanpa sapaan antar tetangga dan berbagi makanan saat perayaan.Meski Liora mencintai kota ini, tetapi ia saat ini sedang berusaha menyamankan diri dari segala percakapan warga lokal yang mengingatkannya pada acara ulang tah
Enjoy!----- Gavriel tak pernah menyangka malam ulang tahunnya bisa menjadi malam paling memuakkan sepanjang hidup. Tidak, bahkan malam-malam setelahnya justru semakin buruk. Untuk pertama kalinya ia tak bisa mengontrol seluruh emosi dan segala pikiran sialan yang menyerbunya seperti desingan puluhan peluru, lalu membuatnya terjatuh dan merasakan kesakitan yang membunuh. Dua hari ia tak bisa melakukan aktivitas apa pun dengan baik. Marah akan hal sepele dari perlakuan anak buahnya. Sampai mengambil keputusan pembunuhan yang seharusnya tak perlu dalam perselisihan yang ia tengahi. Daniel menyarankannya istirahat untuk menjernihkan pikiran. Namun, guliran menit dalam kesendirian semakin menyeretnya ke jurang neraka. Bahkan menyendiri bersama hewan-hewan buasnya tak membuat ia cukup lebih baik. Padahal itu biasanya selalu berhasil dalam berbagai masalah yang ia lalui selama ini. Hanya ada satu nama yang terus bergaung-gaung dan ia
Enjoy!-----Bulu mata lentik Liora mengerjap atas luncuran kata Gavriel yang terlalu cepat dan begitu mantap. Seolah pria itu tak perlu memikirkan apa pun selain hubungan mereka. Hal itu menghangatkan dadanya, tetapi sekaligus membuat ia kembali waspada karena secepat dan semantap itu pula perkataan pedih Gavriel malam itu.Satu langkah Liora kembali pada tempatnya semula. Bahkan kini ia terdorong semakin mundur dengan sendirinya berkat langkah Gavriel yang selalu berhasil menguasai auranya.Di tengah itu, Gavriel meraih kunci lift dari saku celananya dan memasukkan ke lubang kecil di dekat deretan tombol angka. Mereka sudah berada di lantai kamar Liora, tetapi Gavriel akan mengurung mereka berdua di sini selama apa pun yang ia butuhkan. Liora mengepalkan tangan melihat hal itu.Namun, pandangan Liora kemudian terjebak ketika ia merangkak pada mata biru Gavriel yang seperti langit malam yang gelap, tetapi juga tandus bagai mus
Enjoy!-----Melihat orang yang dicintai berciuman di depan mata setelah kurang dari lima menit pria itu mengatakan cinta adalah omong kosong terbesar yang pernah Liora dengar sepanjang hidup. Lift membawa Liora kembali turun, sementara kepalanya berdenyut, seiring oksigen yang kesusahan mengalirkan darah ke jaringan otaknya.Tubuh Liora bersandar dengan lutut yang lemas, seakan ingin membawa dirinya jatuh terduduk ke lantai dan menangis. Namun, Liora enggan. Ia lelah menangis dan lelah sakit hati.Ia terpejam erat, tetapi bayangan pertemuan bibir itu terus merusak jiwanya. Tubuh Liora akhirnya tak mampu membendung tangis, meski keseluruhan otot wajahnya terasa mati. Tak ada isak, tak ada kata yang terucap. Liora memandangi diri yang seolah tanpa nyawa dari pantulan pintu besi.Gavriel seperti benar-benar tahu cara mempermainkan hatinya dan membuat apa yang baru saja terjadi di dalam lift ini hanya bagian dari mimpi indah yang
Enjoy!-----“Jangan menangis, Cara mia. Aku sepenuhnya milikmu, selalu,” bisik suara yang begitu mirip dengan Gavriel di tengah kegelapan.Liora tak bisa melihat apa pun, tetapi suara itu terdengar dekat dan menenangkan. Menawarkan kedamaian yang sudah hampir ia lupakan bahwa itu pernah ada. Sebuah sentuhan kemudian terasa menangkup pipi Liora dan cairan di ujung mata yang sedang terpejam itu tiba-tiba terseka hangat.“Percaya padaku, tunggu aku,” bisik suara itu lagi sebelum seberkas kehangatan dan kelembutan menempel di bibir Liora yang tak mampu bergerak.“Aku mencintaimu,” bisikan itu bergaung seperti dalam goa, memantul berulang pada setiap dinding kelam, lalu melambat, menjauh dan sirna.Bola mata Liora seketika terbuka lebar. Napasnya berembus cepat di tengah sesak kamar yang gulita. Mata perak Liora berlarian berusaha menyesuaikan kegelapan yang melingkupinya dan menc
Enjoy!-----Kelopak mata Liora mengerjap perlahan, tetapi keningnya segera berkerut ketika pandangan mata itu sudah mulai jelas dan menemukan berjajar jendela oval yang tertutup di hadapannya. Liora cepat-cepat berbalik badan. Mata perak itu mengedar ke seluruh penjuru ruangan yang asing.Ia mendudukkan diri dengan gusar, mendapati ia kini berada di sebuah kamar. Jendela oval di kanan kirinya sudah jelas menyuarakan bahwa ia ada di dalam pesawat. Ruangan luas berdominasi warna putih dan kelabu dengan gaya elegan modern ini ternyata telah memerangkap Liora sedari tadi. Liora kemudian membuka selimut yang melingkupinya dan bernapas lega kala ia masih mengenakan dress kerja lengkap seperti tadi siang.“Bagaimana aku bisa berakhir di sini?”Liora menarik memori terakhirnya dan ia hanya mendapatkan ingatan saat pertemuannya dengan Gavriel di koridor restoran, sebelum pandangan matanya kabur dan ia tak mengingat apa pun
Enjoy!-----Liora dan Gavriel baru saja tiba di sisi lain kabin pesawat. Deretan beberapa meja kursi dan bar yang masih didominasi warna putih dan abu-abu, menyambut mereka dengan seorang pramugara tampan berwajah latin.Mata perak Liora melirik Gavriel yang mengambil duduk di sisinya di antara pilihan tiga kursi dalam satu meja oval bergaya modern. Biasanya, para pria akan duduk di seberang. Sementara Gavriel tak mampu untuk semakin berjauhan dengan Liora seperti sebelum-sebelumnya, meski kali ini hanya perkara makan malam.Pramugara berseragam hitam dengan dasi abu-abu segera mendekat dengan membawa dua buku menu. “Selamat malam, Mr. Arvezio, Miss. Quinton. Saya Luan dengan senang hati, siap melayani makan malam Anda berdua hari ini.” Pria itu memberikan dua buku menu dengan keramahan luar biasa, seakan mencoba mencairkan ketegangan yang sedang memisahkan dua orang di dalam meja ini.Liora
Happy Reading----- Liora seketika melipat bibir menahan tawa mendengar istilah yang selalu dipakai anak bungsunya tersebut setiap kali ada yang menyebutnya anak-anak. “Oke, pria bal—” Gavriel menutup mulut, sama-sama menahan tawa. Jika ia dan Liora sampai tertawa di depan Lanxer, anak bungsu mereka itu pasti akan sangat kesal. Ia kemudian cepat-cepat mengembalikan gestur wibawanya untuk menasihati sang anak. “Pria dewasa tak membentak dan mengentak kaki seperti anak kecil seperti ini.” Mata biru Gavriel menilik tingkah sang anak dari bawah dari atas. “Pria dewasa berkata sopan dan hormat pada orang lain, terlebih pada orang tuanya.” “Maaf, Daddy.” Lanxer langsung menunduk menyesal. Ia menarik napas dalam lalu menegakkan pandangan dan pundak, meniru gaya ayahnya yang selalu tegap dan keren di matanya. Gavriel mengangguk. “Pria dewasa sejati tidak takut mengakui perbuatannya sendiri.
Happy Reading----- “Tuan Muda, tolong jangan bermain ini lagi,” pinta seorang made guy yang sedang berlari kencang terbirit-birit di tengah kandang yang luas. “Tidak mau! Ini terlalu menyenangkan!” seru anak laki-laki berusia empat tahun sembari terbahak-bahak. Ia berada di atas punggung harimau putih yang sedang mengejar made guy di depan sana. Tangan mungilnya menggenggam collar kulit di leher binatang buas tersebut. “Wah larimu lebih cepat dari kemari. Ayo Carlo, kita jangan mau kalah, kejar dia!” katanya semakin semangat. “Ya Tuhan! Dari semua tugas, kenapa aku yang ditugaskan menjaga Tuan Muda Lanxer saat bermain seperti ini!” rutuknya semakin panik mendengar auman menyeramkan harimau putih di belakangnya. Ia cepat-cepat berlari menuju pohon terdekat dan buru-buru memanjatnya. Carlo, si harimau putih itu mengaum mengerikan karena kesal mangsanya naik ke atas pohon. “Yaaaah ...
Happy Reading----- Liora merintih. Pahanya menjepit kepala Gavriel tanpa ia sadari seiring keliaran tangan Gavriel yang memutarinya, menghancurkan dengan kenikmatan yang berpadu sesapan dan tusukan lidah panas. “Ya, ya ... ini berlebihan. Ya Tuhan, ini sangat nikmat, Gav,” erang Liora tertahan sembari menjambak rambutnya sendiri karena satu tangan Gavriel yang lain mempermainkan puncaknya. “Inilah yang pantas kau dapatkan, Cara mia,” kata Gavriel dengan napasnya yang menderu layaknya hewan buas mematikan. Gavriel memasukkan jarinya dan terus mempermainkan lidahnya, meneguk segala cairan cinta Liora untuk mengisi dahaga hasratnya yang tak berujung. Liora mengigit jarinya sendiri, menahan desahan dan teriakan bahagia karena rasa ini begitu menakjubkan. Ia masih mengingat ada Vierra yang tengah tidur di balik sekat dinding kamar ini. Pinggul Liora kemudian mengejang hebat bersamaan dengan cair
Happy Reading----- “Mrs. Arvezio." Bisikan Gavriel yang halus, berat dan nakal langsung menggelitik telinga Liora dan membuat dada wanita itu bergenderang. Panggilan itu benar-benar selalu saja berefek dalam. Pria itu memeluk sang istri dari belakang di tengah Liora yang baru saja memindahkan Vierra tidur di baby bassinet. Pelukan itu terasa begitu erat, menuntut janji. Terlebih ketika ujung hidung Gavriel menyapu kulit leher Liora, menciptakan sengatan geli yang meremangkan. Liora menggeliat dan membuat Gavriel terkekeh. “Ssssttt.” Liora cepat-cepat menutup mulut Gavriel. “Maaf,” bisik pria itu lagi. Ia mengecup leher itu, lalu menyandarkan pipinya di pelipis Liora. “Aku tak menyangka sebentar lagi dia akan dua tahun,” gumam Gavriel dengan mata birunya yang menyusuri damainya tidur Vierra. “Ya, seingatku baru kemarin aku menggendongnya keluar dari inkubator.” Liora tersenyum dengan benaknya yang
Happy Reading----- Gavriel tergelak, terlebih Liora yang hendak pergi dari posisi berbaring di atasnya. Cepat-cepat Gavriel menahan pinggang istrinya itu. “Jangan cemburu. Aku bahkan hanya bertemu ia sekali saat masih kecil.” “Namun, nyatanya sangat berbekas, bukan?” Liora menaikkan satu alisnya dingin. “Mau bagaimana lagi? Ia benar-benar mencoreng harga diriku sebagai anak laki-laki dahulu.” Kali ini kedua alis Liora terangkat. Ia pikir tadi sebuah pertemuan masa kecil yang manis. Gavriel menghela napas. “Harus kuakui bahwa hanya ada dua perempuan yang mengubah prinsip hidupku. Pertama gadis kecil yang dahulu pernah kutemui. Lalu kau, Cara mia. Kau mengubahku menjadi lebih bijak, meninggalkan dunia paling gulita dan tak beradab untuk memilah bisnis yang lebih baik.” “Apa yang gadis kecil itu katakan memangnya?” “Katakan? Tidak, Cara mia. Namun, apa yang dia lakukan.” Dahi
Happy Reading-----“Waaah!”Kali ini Vierra tak bisa menutupi keterpesonaannya dengan banyaknya bunga lonceng di bawah pepohonan tinggi. Sampai hijaunya rumput tergantikan dengan warna ungu kebiruan bunga-bunga itu.Di belakang mereka gemiricik air yang keluar dari tumpukan bebatuan menciptakan air terjun kecil yang memesona di antara aliran air sungai.“Tempat ini sangat cantik,” gumam Liora terpana seraya mengedarkan pandangannya.Gavriel tersenyum. Ia berjongkok dan menurunkan Vierra dari gendongan. “Ambil salah satu bunga itu,” bisik Gavriel.Vierra pun berjalan perlahan mendekati padang bunga lonceng tersebut dengan pengawasan Gavriel dan Liora di belakang.Sementara itu, made guy yang berjaga segera menata karpet piknik dan segala perlengkapan meja kecil dan makanan minuman di dekat batang pohon yang tumbang.“Don Gavriel,” kata salah
Happy Reading----- Liora tersenyum menatap buku kolase album Vierra yang rupanya telah Hunter buat selama ini. Beberapa merupakan foto yang pria itu ambil diam-diam dan beberapa di antaranya adalah foto yang Liora bagikan untuk pria itu. Andai Hunter tak ambisius dengan dendam yang membuatnya berubah mengerikan, mungkin saat ini Hunter masih bisa menimang Vierra. Dari album ini Liora tahu ketulusan Hunter mencintai ponakannya. Liora kemudian menutup album itu dan menyimpannya di kotak kardus. Ada beberapa benda yang telah mengisi kotak kardus itu. Ia sengaja memilahnya untuk ia simpan dan menunjukkan pada Vierra saat sang anak sudah dewasa nanti. Beberapa di antaranya penghargaan dan piagam yang pasti akan membuat Vierra bangga memiliki paman pengacara hebat seperti Hunter. Sama seperti benda-benda dari Alex dan Rose yang ia simpan untuk Vierra. Vierra cukup tahu segala hal yang baik itu. Sebuah aib tak perlu disebar dan diturunka
Happy Reading----- “Kau membuat pertanyaan yang jelas tak ingin untuk aku tolak,” erang Liora kesal bercampur suka cita. Gavriel terkekeh begitu juga dengan yang lain mendengar hal itu. “Ya Tuhan, kau benar-benar sudah sadar dari koma.” Mata Liora kembali berkaca-kaca seraya mengusap sisi wajah Gavriel, seolah ini semua hanya ilusinya karena terlalu takut kehilangan Gavriel. Pria itu tersenyum lembut, merasa kembali jatuh cinta berkali-kali mendapati dirinya sangat begitu berarti untuk Liora. Tak ada hal paling membahagiakan bagi seorang manusia biasa sepertinya di saat hidupnya berarti untuk orang lain, terlebih itu wanita yang paling ia cintai. “Kita bisa memulainya kapan pun kalian siap,” bisik seorang pria paruh baya yang menjadi officiant yang baru Liora sadari ada di tengah-tengah mereka sedari tadi. “Oh maaf.” Liora mendadak salah tingkah ditegur seperti ini. “Aku terlalu larut. Tentu, tentu kita bi
Happy Reading-----Liora menahan diri sekuat mungkin untuk tak menembak kepala co-pilot itu saat ini juga. Sehingga Liora hanya mengangguk, sementara isi kepalanya mulai memikirkan apa yang bisa ia lakukan untuk menyelamatkan diri bersama Vierra saat mendarat nanti. Diam-diam ia merutuk karena selalu melewatkan kesempatan untuk belajar menerbangkan helikopter.Beberapa saat kemudian mereka tiba di Eau Claire. Setidaknya itu yang Liora dengar dari pembicaraan co-pilot dengan menara pengawas. Helikopter mendarat di sebuah helipad di antara bangunan megah kuno dengan taman super luas di sepanjang mata memandang.Pikiran Liora semakin tak menentu. Ini jelas-jelas bukan rumah sakit keluarga Arvezio. Ia kemudian turun dengan tangannya yang terus bersiaga untuk segera mengambil revolver di tas jika terjadi sesuatu.“Sebelah sini, Donna Liora,” kata co-pilot tersebut bersama beberapa orang berseragam hitam yang mengirin