Setelah menjenguk Felicia, Jayden terpaksa pulang kembali karena disuruh oleh Emily. Wanita paruh baya itu sepertinya tak ingin jika Jayden terus menunggu Felicia dan malah mengabaikan kesehatannya sendiri. Jadi Jayden menurut saja. Ia pikir besok ia bisa menjenguk Felicia lagi sembari membawakan bunga dan buah untuk gadis itu. Sebelumnya ia harus mengurus surat penelitiannya dulu di kampus, dan punya Felicia juga tentunya.
Tanpa Felicia, Jayden merasa ada yang hilang. Ketika gadis itu sakit, entah kenapa perasaannya ikut sakit. Ia tidak tega melihat Felicia yang tergeletak di ranjang rumah sakit, tampak tak berdaya dengan infus di tangannya. Beruntung penyakit Felicia tak begitu parah. Dia hanya terlalu lelah dan terbebani dengan aktifitasnya. Andai saja Felicia mau sedikit berbagi bebannya dengan Jayden, ia dengan senang hati membantunya. Sayangnya Felicia a
"Kalo mau jenguk mah jenguk aja. Pake sungkan segala mentang-mentang ada mantannya." suara Ansel terdengar begitu menyebalkan di telinga Jayden.Jayden yang baru saja mengantar form peminjaman laboratorium ke kepala laboran pun mendengus kesal dan mendelik pada pria berkacamata itu. "Gak kok. Gue emang buru-buru."Ansel mengangguk-angguk. "Kalo lo mau, lo bisa jagain Felicia nanti malam. Dia masih dua hari lagi di rumah sakit."Jayden tak menjawab apapun lalu Ansel langsung pergi meninggalkannya.Jayden mengacak-acak rambutnya sendiri dengan gusar. Menyesali dirinya yang langsung pulang kemarin malam. Harusnya ia bisa menjenguk Felicia meski hanya sebentar dan ada si pengganggu alias Ansel. Setidaknya ia tidak kepikiran terus sampai detik
Setelah Emily pergi, Jayden pun masuk ke dalam ruang kamar rawat Felicia. Ternyata gadis itu sedang tertidur. Wajahnya tampak begitu tenang, membuat Jayden tersenyum kecil. Setidaknya gadis itu tampak baik-baik saja. Tidak sepucat saat pertama kali Jayden menggendongnya ke klinik kampus tempo hari.Jayden pun duduk di sofa yang berada di pojok kamar rawat Felicia dan duduk di sana. Ia tak ingin membangunkan gadis itu. Meski Jayden akui, ia sangat rindu mengobrol dengan Felicia seperti biasa. Bercanda dan meledek gadis it
Karena kelelahan dengan perjalan panjang dan kegiatan yang padat hari itu, setelah selesai makan Jayden langsung tertidur di sofa. Felicia hanya menatap wajah pria itu yang tampak tenang dengan posisi tidurnya. Meski hanya beralaskan sofa, rasanya pasti tak nyaman.Felicia pun beranjak dari ranjangnya untuk memberikan Jayden selimut cadangan yang ada di dalam nakas di samping ranjangnya agar pria itu tidak kedinginan. Apalagi posisi sofa berada tepat di bawah AC.
"Kak Jayden?"Pria berambut hitam itu menoleh ke sumber suara. Gadis berambut coklat yang dikuncir ekor kuda dengan kacamata bertengger di hidung mungilnya tersenyum ke arah Jayden. Kedua bola matanya tampak berbinar saat melihat jika pria yang ia panggil benar-benar Jayden. "Siapa ya?" tanya Jayden yang memang tak mengenali gadis itu. Ia memang tak mengenali semua mahasiswa mahasiswi di sini. Tapi tatapan gadis itu seolah berbeda. Seperti dia telah mengenalnya sangat lama.
Akhirnya Felicia diijinkan pulang setelah diperiksa dan dipastikan jika Felicia sudah benar-benar bisa keluar dari rumah sakit. Meski begitu Felicia masih belum bisa beraktifitas banyak seperti biasa. Ia disarankan oleh dokter yang merawatnya agar istirahat selama satu minggu lagi di rumah agar kesehatannya bisa benar-benar pulih. Meski berat, Felicia akhirnya menurutinya saja. Dibanding ia memaksakan bekerja lagi dan akan membuat tubuhnya kembali drop atau bahkan lebih parah. Ia tak mau merepotkan Ibunya.Felicia masih bingun
Felicia merasa tubuhnya sudah sangat sehat meski memang masih sedikit lemas. Ia sangat ingin membantu Jayden dan Harumi mempersiapkan hewan penelitian mereka yang dilakukan hari ini. Sayangnya sejak pagi Jayden sudah memperingatkannya bahkan sampai melakukan panggilan video demi memastikan Felicia tidak sedang bersiap-siap ke kampus untuk membantu. Sepertinya Jayden sudah sangat mengerti sekali dengan sifat keras kepala Felicia. Alhasil Felicia merasa tak berdaya dan entah kenapa ia malah menuruti ucapan Jayden.Padahal Felici
Sebelum ke rumah Felicia, Jayden terlebih dahulu mandi dan mengganti pakaiannya di rumah. Demi menjaga aroma tubuhnya agar tidak bercampur dengan bau tikus. Yang ada Felicia tak akan nyaman nanti. Setelah itu Jayden langsung membeli kebab dan minuman yang akan ia bawa untuk Felicia dan Emily. Tak mungkin ia datang dengan tangan kosong.Sekitar habis magrib Jayden akhirnya sampai di depan rumah sederhana milik Felicia. Ia pun mengetuk pintu berbahan kayu jati itu.
"Lo suka sama Jayden ya?" tanya seorang gadis berkacamata dengan rambut bergelombang yang dibiarkan tergerai.Tasya mengerutkan keningnya saat merasa gadis itu seperti mengajaknya bicara. Ia pun menunjuk dirinya sendiri. "Gue?" tanyanya memastikan.
Perjalanan hidup memang terkadang tak sesuai ekspektasimu. Banyak rencana yang telah dibuat meski saat merealisasikannya akan sangat berbeda. Namun bukan berarti rencanamu buruk sehingga Tuhan mengubah perjalanan yang sudah kamu rencanakan, Tuhan hanya mengarahkanmu pada tujuan yang sesuai dengan apa yang sudah kamu lakukan selama ini.Tidak ada tujuan hidup yang menyakitkan. Semuanya pasti akan berakhir bahagia meski pada awalnya harus berurai air mata. Meski terkadang mungkin kamu menyesali jika ternyata semua itu tak
Hari itu pun tiba...Hari dimana Martha tak lagi bertahan. Hanya berselang tiga hari pasca operasi pengangkatan ginjalnya. Penurunan kesadaran serta meningkatnya tekanan darah wanita itu mengakibatkan pecahnya saraf di bagian kepalanya sehingga menyebabkan nyawanya tak lagi dapat diselamatkan setelah dua hari berada di masa kritis.
Malam harinya, Glen kembali secepatnya ke rumah demi Felicia. Ia pun sudah sampai di rumah mertuanya, Emily. Saat itu Ibu mertuanya masih sibuk dengan mesin jahitnya. Padahal Felicia dan Glen sudah menyarankan Emily untuk berhenti bekerja karena mereka sudah memenuhi semua kebutuhan Emily. Namun Emily memilih untuk tetap menjahit untuk menghabiskan waktunya. Waktu Emily diajak ke rumah Felicia pun, dia menolak. Katanya rumah ini penuh kenangan dengan suaminya jadi dia tidak bisa meninggalkannya. Bagi Emily, di rumah ini lah dia masih bisa merasakan kehadiran suaminya.
"Mulai sekarang, kamu harus lebih berhati-hati lagi. Karena sekarang ada anak kita di dalam sini," ucap Glen sembari mengusap perut Felicia yang masih rata. Mereka baru sampai di rumah beberapa menit yang lalu. Istrinya sempat mual-mual lagi tapi sudah reda setelah meminum obat anti mual yang diresepkan oleh Brenda. Glen juga sudah menyiapkan teh hangat untuk istrinya demi mereda rasa mualnya.Felicia mengangguk lemah dari atas ranjangnya. Dari matanya terpancar kebahagiaan atas kehadiran calon
Saat operasi telah selesai dan Martha dibawa ke ruang perawatan selagi menunggu wanita itu sadarkan diri, Glen masih berdiri di samping brankar tempat wanita itu berbaring kini. Entah apa yang ia lakukan disini, seakan setia menunggu wanita itu terbangun. Padahal jam sudah menunjukkan pukul satu pagi. Ia seharusnya segera pulang karena Felicia sendirian di rumah. Bukan malah memandangi mantan kekasihnya begini.Farel, salah satu teman kampus Glen saat menempuh kuliah kedokteran dulu jelas memahami kegelisahan pria itu. Ia tahu
Bulan madu, meski terasa singkat tapi sangat membekas dalam benak Felicia. Wanita itu semakin terlihat ceria dan sering tersenyum. Membuat rekan-rekannya di apotek jadi ikut tertular kebahagiaannya."Yang abis bulan madu, bahagia bener. Cieeee," ledek Sani yang sedang menyiapkan obat-obat untuk pasien rawat jalan siang itu.
Setelah lelah dengan perjalanan di hari pertama mereka, Felicia dan Glen memutuskan untuk makan siang di dalam cottage sekaligus beristirahat. Siang telah menjelang tapi cuaca di Dieng selalu terasa sejuk. Bahkan meski kelelahan sekalipun, Felicia sama sekali tidak berkeringat. Membuat wanita itu ingin bergelut di dalam selimut tebal dan rebahan."Wajahmu pucat," ucap Felicia yang khawatir saat melihat Glen yang berbaring di sampingnya tampak melenguh seperti menahan rasa sakit. Ia pun mengulurkan tangannya dan menyentuh
Keesokan harinya, Felicia sudah sibuk memastikan jika bawaannya tidak ada yang lupa. Sally pun sibuk menyiapkan bekal untuk perjalanan Felicia dan Glen nanti."Udah kayak anak TK yang mau jalan-jalan aja sampai dibuatkan bekal segala, Mah," cibir Gladys sembari mencicipi bitterballen buatan Sally.
Keesokan harinya, beberapa rekan dokter di rumah sakit tempat Glen dan Felicia bekerja tampak senyam senyum saat melihat Glen masuk ke ruangan tempat para dokter berkumpul saat pagi hari. Beberapa dokter yang seumuran Glen atau lebih tua hanya beberapa tahun darinya bahkan terang-terangan menarik kerah baju Glen dengan gaya bercanda."Nikah udah tiga bulan tapi tandanya baru kelihatan sekarang. Kemaren-kemaren ditandain dimana?" ledek Abbas, salah satu dokter spesialis bedah dengan wajah khas timur tengah itu.