"Tangan kamu nggak apa-apa kan?" tanya Alvin.
"Nggak, cuma agak merah-merah doang, nih," ujar Kim sambil nunjukin pergelangan tangannya.
"Apa dia selalu begitu sama kamu?"
"Ah, enggak."
"Jujur."
"Kadang-kadang, sih."
"Apa kamu nggak ngejelasin sama dia tentang hubungan kita?"
"Udah, Kak, sering malah. Tapi dia tetap kekeuh nggak percaya sama omongan aku. Aku udah tunjukin cincin kawin, surat nikah, yang lain juga ikut ngejelasin, tapi sia-sia."
"Kalo dia cari masalah lagi sama kamu, aku akan jamin hidupnya bahkan keluarganya pun nggak akan tenang. Kamu tahu kan, aku nggak main-main sama ucapan ku," ujarnya dingin.
Tentu saja Kim tahu betul sifat Alvin yang satu itu. Ia masih mengingat kejadian yang menimpa Dita waktu itu.
"Sekarang Kakak kan udah disini, jadi dia mungkin akan segera ngejauhin aku," jelas Kim menenangkan hatinya
"Semoga saja," harap Alvin. "Meskipun aku beranggapan kalau dia akan melakukan h
Alvin yang datang ke kantor menemui Restu, langsung mendapatkan sambutan hangat dari sobatnya itu."Alvin my brother gue tercinta udah pulang!!!" histeris Restu langsung meluk Alvin erat."Heh, gue nggak bisa nafas ini.""Sorry, sorry, saking gue senengnya," balas Restu langsung melepaskan pelukannya"Gimana kabar lo?" tanya Alvin"Gue selalu baik. Dan gimana kabar tu cewek?""Cewek, cewek yang mana? Oo...,jangan bilang kalau semua ini ulah lo?" tuduh Alvin pada Restu"Enak aja ulah gue, nggak lah. Kurang kerjaan banget gue sampai harus ngompor-ngpmporin. Gueaja dapet berita itu juga dari Kim nya sendiri. Dia yang bilang ke gue kalau elo punya cewek di sana.Tapi itu nggak bener kan broo?""Enggaklah, lo tahu sendiri, gue orangnya kayak gimana. Lagian, gue bukan elu, yang kemanapun pergi, cecerin satu cewek," terang Alvin."Aish..,jangan bawa-bawa kebiasaan baik gue juga kali," dengus Restu. "Trus sekarang gimana
Kedua bola matanya langsung melek seketika, saat ia dapati seseorang sudah berada dalam keadaan yang sangat dekat dengannya."Astaga! Kakak mau ngapain?" kaget Kim langsung bangun."Heii...,kenapa pertanyaanmu seperti itu?""Habisnya, wajah Kakak dekat bagitu denganku, gimana aku nggak kaget," jelasnya sedikit menutupi badannya dengan selimut."Aku ini suami mu, apa itu salah?""Wih, lihatlah, seorang Bapak Alvin yang beberapa bulan ini meninggalkan istrinya di rumah sendirian dan sekarang dia bilang 'aku suami mu'. Dan istrinya ini sudah menunggunya dari tadi untuk makan malam, dianya baru pulang sekarang. Keterlaluan sekali bukan."Alvin merasakan perubahan itu dalam diri istrinya. Ia lebih berani mengungkapkan isi hati dan perasaannya, walaupun kadang hanya berupa sindiran, tapi lumayan pedas."Maka dari itu, sekarang aku mau menebusnya," ujar Alvin dengan senyum evilnya yang nggak jelas.Sebagai istri dan
Sesaat tiba di kampus, itu dosen langsung masuk. Padahal ia belum sempat ngegosip dengan kedua sobatnya.Menurut Kim, ini dosen lebih kejam dari suaminya saat menjadi guru. Lumayanlah, Alvin ganteng, jadi meskipun menyebalkan akan tertutupi oleh kegantengannya. Nah ini, udah nyebelin, suka marah-marah nggak jelas, Bapak-bapak lagi. Mau di tutupi pake apa.Setelah kelas usai, barulah mereka bertiga menuju sebuah cafe yang terletak tak jauh dari area kampus."Lo berdua masih ada kelas?" tanya Kim pada keduanya."Iya, sama Pak Amir," jawab Jeje"Ntar malem ke rumah ya, kita makan-makan," jelas Kim."Siap!!!" jawab mereka barengan.Pada saat kita bertiga lagi asik ngobrol, tiba-tiba saja si Dion datang menghampiri."Dia lagi," keluh Kim dengan wajah malas. Malas meladeni intinya.Ia langsung duduk begitu saja tanpa dosa di kursi yang ada di sebelah Kim."Kemaren kamu nggak di apa-apain kan sama laki laki
Bukan hanya kaget yang ia rasakan, tapi lebih menjurus ke rasa bingung."Haii, Kim," sapa seorang laki-laki yang ada dihadapannya. Siapa lagi sosok itu kalau bukan, Dion. Bukan hanya ia seorang, tapi tepatnya bisa dibilang satu keluarga besar."Selamat malam, Kim." Seorang ibu-ibu menyapa dan menghampirinya yang masih dalam keadaan bingung akut."Malam, Tante, malam, Om," sapanya ragu-ragu."Maaf ya, kita semua ganggu istirahat kamu, soalnya Dion ngomongnya dadakan aja. Ini aja Om harus minta ijin dari kantor dulu dan langsung datang dari Sumatra tadi sore," jelas papanya Dion.Pada saat ia lagi bingung, kaget, shock yang campur aduk jadi satu kayak es campur yang rasanya nyegerin itu, Jeje datang menghampirinya."Ada apa?" tanya Jeje yang sebelumnya tak melihat keberadaan Dion di situ"Dion? Lo ngapain, pake bawa-bawa rombongan segala?" tanya Jeje ikutan heran."Apa boleh kami masuk?" tanya mamanya Dion
"Om, Tante, aku nggak bohong loh, aku udah nikah. Ini suami aku," jelas Kim sambil menunjuk ke arah Alvin yang dari tadi hanya diam. Bukannya membantunya menjelaskan, ini cuman malah jadi pendengar doang."Sudahlah Kimmy Sayang. Jangan bicara begitu sama orang tua ku, niat kami kesini baik.""Anjirrtt...pake Sayang-sayang. Panas banget kuping gue dengernya, harus di rukyah nih kayaknya," batin Kim merutuki."Eh, lo ngomong apaan barusan?" kesal Restu hendak menghampiri Dion. Tapi Alvin memberi kode untuk tidak ikut campur."Aduh, Dion...,Gue nggak tahu lagi mau pake cara apalagi buat ngebuktiin kalau gue itu udah nikah sama Kak Alvin?" tanya Kim dengan nada emosi. Terserahlah itu orang tuanya Dion mau menilai dirinya seperti apa. Ia tak perduli."Oke, oke, tapi Aku perlu bukti yang jelas dan akurat.""Apalagi? Belum cukup apa yang aku buktiin selama ini?""Kamu nggak mungkin mau melakukan hal bodoh yang aku minta. Tapi sebagai b
Begitulah kehidupan Kim setiap harinya bersama Alvin. Paginya ia ngambek, malamnya baikan lagi. Pernah juga sampai lima hari lamanya, ia tak bicara pada suaminya itu. Masalahnya gini, Alvin mengajaknya makan malam, setelah berdandan se-cetar badai membahana, tiba-tiba ia mengirimi pesan yang berisi, 'Sayang, dinnernya besok aja ya, soalnya kerjaan ku masih banyak.' Saking kesalnya, Kim rasanya ingin melahap ponsel yang ia pegang saat itu.Pagi ini Kim bangun seperti biasa. Tapi kali ini ia merasa badannya sedikit tak sehat. Bukan demam, karena suhu badannya juga tak panas. Hanya saja, ia seolah tak bertenaga dan merasa lemas. Sepertinya ia kecapean.Kim segera mandi, karena hari ini ia masuk kuliah pagi. Setelah itu, ia membangunkan Alvin dan menyiapkan pakaian bagi suaminya itu di tempat tidur."Kak, bangun," ujar Kim membangunkan Alvin."Aku udah bangun," jawabnya menggeliat."Ya udah, sana mandi," suruh Kim."Hmm...,morning kiss, Beb," uj
Saat ini, Alvin, Restu dan seorang klien perempuan bernama Alice, berada di sebuah cafe. Mereka sedang melakukan pertemuan, sekalian makan malam.Alice meminta pertemuan di cafe, tentu saja kalau hanya berdua Alvin tak bisa. Makanya, ia mengajak Restu bersamanya. Setidaknya, ia harus menjaga kepercayaan yang diberikan oleh istrinya. Apalagi Alice adalah perempuan yang sempat membuat Kim salah paham.''Maaf, kalau Pak Alvin dan Pak Restu tidak menyukai tempat yang saya pilih," ujarnya sesaat setelah makan."Nggak apa-apa." Restu yang jawab,"Maaf, Pak Alvin, apa ada masalah?" tanya Alice yang tak mendapat respon dari Alvin."Tidak," jawabnya singkat."Biasalah, Pak Alvin lagi mikirin seseorang yang namanya tak pernah bisa menghilang walau sedetik pun dari pikirannya," jelas Restu."Apa sih, Restu," gumam Alvin sambil geleng-geleng."Emang bener, kan," balasnya. "Bentar ya, saya ke toilet dulu," ujar Restu meninggalkan Alvin dan
'Prankkk....' Tak tahu harus melampiaskan kekesalan dan rasa kecewanya pada siapa, jadilah sebuah kaca berukuran besar yang posisinya ada di dinding dekat pintu kamar, hancur berserakan di lantai, diiringi tetesan darah yang mengucur dari tangan Alvin.Mendengar itu, Bibik dan Restu yang berada di bawah segera menghampiri asal suara."Astaga, Vin, lo apa-apaan coba," kaget Restu sedikit berlari menghampiri Alvin dengan tangan kanannya yang sudah bersimbah darah."Kita ke rumah sakit," ajak Restu menarik Alvin untuk mengikutinyaIa menyingkirkan tangan Restu."Cuma luka kecil," balasnya masih tetap tenang. Entah ia tak merasakan sakit pada tangannya hingga sikapnya masih seperti itu."Heh, ini tangan lo luka parah.Lo nggak liat, ini darahnya nggak berhenti-berhenti ngucur," omel Restu.Tapi sepertinya ocehan sobatnya itu tetap tak ia hiraukan. Karena dengan santai nya ia jalan meninggalkan Bibik dan Restu