Sarah dan ketiga putranya mengantarku ke Bandara Sukarno Hatta. Sebenarnya aku ingin naik bis saja menuju kampung halamanku kota Semarang. Tetapi Sarah memaksa untuk membelikan tiket pesawat agar perjalananku cepat tiba di kampung halaman.
Sudah pukul setengah empat sore, jadwal penerbangan menuju Kota Semarang masih setengah jam lagi. Kami masih duduk di sebuah gerai cepat saji di Bandara Sukarno Hatta. Ketiga putra Sarah masih menempel seperti perangko. Apalagi Arsya dan Atta yang seolah berat melepas kepulanganku. Aska terlihat seperti pria dewasa kali ini.
Penampilanku masih terlihat cuek dengan hanya memakai celana pendek warna coklat dan kaos warna hitam. Dengan sepatu merek brand ternama yang baru diberikan Sarah.
Penampilan Aska juga tidak kalah cuek denganku. Dia hanya
Bab 51Pesawat sudah mendarat di Bandara Ahmad Yani pukul 5 sore. Aku bersiap untuk mengambil barang bawaan yang berada di locker pesawat. Para penumpang lain juga bersiap untuk turun dari pesawat.Gadis yang berada di sampingku masih duduk tenang. Dia mungkin kesal karena selama dalam perjalanan tidak aku perdulikan. Sebenarnya dia ingin mengajak berbincang denganku, tetapi aku lebih memilih tidur dengan mendengarkan lagu.Gadis itu perlahan berdiri lalu mengambil koper kecil yang berada di locker pesawat."Semarangnya mana, Mas?" tanya dia masih penasaran."Ah dekat kok, Mbak," jawabku sekenanya.Gadis seperti dia adalah tipe wanita yang super nekat. Bisa saja di
"Sayang, gimana udah nyampai di rumah ya?" tanya seseorang yang ternyata Sarah. "Iya. Ini lagi makan. Ibu masak sayur kesukaanku," jawabku membalas telponnya. "Bagaimana keadaan anak-anak, Yang?" tanyaku lagi. "Yah biasa lah. Mereka semakin aktif." "Sayang, aku rindu dan kangen nih. Jangan lama di kampung ya," rajuk Sarah. "Sama, Sayang. Aku juga kangen," jawabku. "Mas!" panggil Nita dari belakang serasa menepuk pundakku. Aku tergagap dan hampir saja gawai itu jatuh ke lantai. Ternyata Nita telah mencuri dengar di belakangku. Sekarang anak itu benar-benar curiga dengan kakaknya.&nbs
"Pram!" panggil ibu yang telah duduk di tikar ruang tamu.Kami memang tidak mempunyai meja dan kursi di ruang tamu. Lebih asyik duduk di tikar. Kadang ruang tamu yang sempit itu bisa untuk tiduran dan kegiatan lainnya.Mendengar panggilan ibu, aku segera keluar kamar dan menghampirinya. Kucium tangan ibu yang sudah renta. Aku duduk bersimpuh di hadapannya.Wajah ibu nampak lebih ceria dibanding hari-hari kemarin. Walaupun beliau masih belum mau menerima hadiah kalung dariku. Aku tidak mau memaksa ibu."Pram, kalungmu coba lihat bawa sini," kata ibu dengan tersenyum.Sedikit kaget tapi hati ini senang karena ibu menanyakan kalung. Segera aku bangkit masuk ke kamar untuk mengambil kot
"Pram, dari mana, Nak?" tanya ibu yang duduk bersama seorang gadis di ruang tamu.Gadis berhijab yang cantik dan pakaian yang sederhana. Aku tersenyum pada gadis itu. Dia tampak malu-malu melihat kedatanganku."Ini Siti, anaknya Pad De Darno yang ibu ceritakan kemaren, Pram," ujar ibu sambil memegang tangan gadis itu.Aku mencium tangan ibu dan duduk di sebelahnya. Sempat pandangan mata ini beradu dengan mata bulat gadis itu."Siti, perkenalkan ini Pram. Kamu pasti sudah tau. Waktu kecil dia sering main ke rumahmu," kata ibu dengan tersenyum.Siti hanya menunduk sopan dan menelungkupkan kedua tangannya di depan dada. Dia tidak mau menyalami tanganku. Aku jadi malu sendiri dengan kesopanan gadis itu.&n
Bab 55Sore itu aku ingin menenangkan pikiran dengan main ke bukit kapur di dekat kampung. Aku hanya memakai kaos oblong dan celana pendek hitam dengan sepatu sport warna hitam.Bukit itu tidak terlalu jauh dari rumah. Hanya 20 menit waktu yang dibutuhkan untuk sampai di tempat itu.Sejak kejadian sore itu, Sarah tidak menghubungi aku lagi. Pikiranku menjadi kacau. Apalagi ibu nampak bahagia mempersiapkan lamaran untuk Siti. Sementara aku tidak mau mengganggu ibu.Setiap pesan yang kukirim kepada Sarah tidak pernah dia balas. Apalagi panggilan telpon. Dia hanya membacanya tanpa mengirimkan pesan balik.Jelas dia sangat marah kepadaku. Laki-laki yang dipujanya ternyata hanya seorang pecundang. Lalu apa salahku. Seringkali aku mengajak Sar
Bab 56 Panggilan dari Bi Iyem mendadak mati. Mungkin sinyalku yang tidak bagus karena sedang di kampung. Segera aku berdiri dan keluar dari kamar Nita."Ada apa, Mas Pram?" tanya Nita curiga."Sebentar, Nit. Aku ada urusan penting," jawabku segera keluar dari kamar Nita.Dengan wajah panik, aku memanggil ulang nomer Bi Iyem. Berkali-kali tidak ada jawaban. Pikiran mulai kacau dan hati tidak tenang. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Sarah.Aku mencari nomer Aska. Siapa tahu remaja itu bisa menjawab kegalauan hati. Tetapi sama. Nomer Aska juga susah untuk dihubungi.Kubanting ponsel yang tidak bersalah itu di atas kasur tipis. Dengan kasar kuhempaskan tubuh yang mulai lelah ini. Seolah Tuhan akan mengh
Bab 57Mobil rental yang kusewa melaju sangat cepat ke arah Bandara Ahmad Yani. Pagi ini lalu lintas di Kota Semarang sangat padat. Maklum jam kerja. Sehingga agak macet. Hatiku tidak tenang. Terkadang melihat arloji yang melingkar di tangan. Masih pukul sembilan pagi.Mendadak mobil berhenti. Sebuah antrian panjang. Mobil tidak bisa bergerak sama sekali. Kutengok sebentar dan bertanya kepada supir."Ada apa, Pak?" tanyaku." Aduh, Mas. Di depan ada kecelakaan. Gak tau deh, kita bisa nyampai bandara tepat waktu apa gak," jawab Pak Supir.Duh. Aku mengacak rambut yang tidak gatal. Pikiran menjadi kalut. Perlahan kubuka kaca mencoba bertanya kepada penumpang yang sama-sama terjebak macet.
Bab 58 Tiba di Jakarta.Pesawat yang membawaku sudah mendarat di Jakarta. Tepat satu jam lebih sedikit. Aku menarik nafas lega. Bayangan Sarah yang tergolek di rumah sakit sudah menari-nari di pelupuk mata. Rasa bersalah yang teramat dalam. Entah mengapa setelah aku mengatakan kepada Sarah ingin dijodohkan dengan Siti oleh ibu. Mendadak Sarah kecelakaan.Wanita yang di sampingku tersenyum manis seakan menggodaku." Mas, ini kartu nama saya," ujar wanita itu sambil menyodorkan sebuah kartu nama berwarna merah muda.Untuk menghormatinya, kuterima kartu nama itu dan menyimpan dalam kantong celanaku." Mas ganteng deh. Kapan-kapan kita bisa ketemu dong. Aku akan memberikan apa yang kamu mau," godanya.
Liburanku di desa sudah selesai. Kini kami sudah berada di Jakarta kembali. Sarah sudah sibuk dengan kegiatannya di restoran. Perombakan besar-besaran dilakukan Sarah. Dia mulai membenahi keuangan restauran yang sempat berantakan. Juga pengambilan modal Hans yang sangat besar.Aku juga mulai sibuk dengan caffeku yang semakin lama tambah ramai. Malah pertemuanku dengan Sarah hanya waktu jam makan siang dan pulang bareng.Setelah selesai dengan urusanku di Caffe aku selalu setia untuk menjemputnya. Terkadang Santi sesekali mengirimkan sebuah pesan. Semua itu juga aku memberitahu Sarah. Kejujuran dan kepercayaan adalah penting bagiku.Aska mulai sibuk dengan Boarding Schoolnya. Saat ini Aska memilih sekolah terpadu dengan pesantren yang ada
Sore ini semua rombongan akan pergi ke kota Semarang. Kami ingin menikmati indahnya ibu kota Jawa Tengah. Malamnya kami semua akan menginap di sebuah villa yang sudah disewa Sarah.Ibu menolak untuk ikut bersama kami. Nita sangat bahagia ketika ikut dengan rombongan. Walaupun Sarah memaksa, ibu menolak dengan cara halus. Hanya Bi Iyem yang nanti bertugas menjaga Atta dan Arsya. Akhirnya kami berangkat pergi keliling Kota Semarang. Mobil Caravel warna biru itu meninggalkan rumah ibu menuju Simpang Lima Kota Semarang. Selama perjalanan terdengar semua anak bersandau gurau. Aska nampak sibuk masih memainkan ponselnya di samping Nita. Mereka bercanda berdua. Sementara Atta dan Arsya sibuk dengan ponsel memainkan game. Sarah juga sibuk dengan ponselnya sendiri.Kulirik Sarah yang wajahnya makin cantik setelah
Bab 103Hari ini masih pagi, kumandang azan di musala dekat rumah terdengar sangat merdu. Suara Pak Ahmad sangat menggetarkan jiwa.Aku memindahkan Atta dan Arsya ke dalam kamarku. Sementara Aska sudah bangun. Ibu dan Bi Iyem sudah rapi dengan mukenanya bersiap untuk ke musola.Sarah sudah sibuk di dapur memasak air panas untuk membuat teh. Aku memeluknya dari belakang."Good morning, Cinta!" sapaku sambil mencium lehernya yang terbuka. "Good morning, Sayang," balasnya dengan membalikkan badan menghadapku."Duh menantu ibu, rajin amat, ya!" sindirku masih memeluknya."Sana gih, ke musala dulu. Soalnya tegangan
Bulan madu ke luar negeri yang sebelumnya kami rencanakan akhirnya dibatalkan. Sarah hanya ingin tahu kampung halamanku sekalian berinteraksi dengan keluargaku.Sarah akan mengajak semua anak-anaknya juga Bi Iyem. Sejenak melupakan kejadian yang telah menimpaku dan Sarah. Ibu sangat gembira ketika mendengar mereka akan ikut pulang kampung untuk liburan.Sementara semua urusan bisnis yang ada di Jakarta sudah diserahkan kepada semua pegawainya. Aku juga sudah menunjuk pegawai kepercayaanku untuk memegang kendali atas kelancaran cafe.Tidak lupa aku nanti akan memantau dari jauh perkembangan cafe dan restoran Sarah.Hari yang ditentukan semua rombongan bertolak ke Semarang. Kali ini aku kembali y
Bab 101Bang Zoel berjalan tertatih menuju ke arah kami.Tangan kanan menjulur ke arahku."Pram, selamat atas pernikahan kalian! Aku nitip anak-anak kepadamu. Aku tidak akan mengganggu kalian lagi. Sekalian aku pamit mau ke Bali siang ini. Bisnis istriku akan segera dimulai," ujar Bang Zoel dengan tulus.Aku menjabat tangan Bang Zoel dan memeluknya."Iya, Bang Zoel. Semoga tetap menjadi saudara. Hati-hati dan semoga sukses," ucapku.Gantian Bang Zoel menatap Sarah yang masih menunduk. Entah mengapa Sarah tidak mau menatap pria yang telah memberikan tiga anak ini. Mungkin luka yang terlalu dalam Bang Zoel torehkan sehingga Sarah begitu muak meli
Sebelum balik ke kampung, Ibu dan Nita ingin menghabiskan waktu keliling Jakarta. Ibu ingin melihat banyak tempat di Kota Metroplitan ini. Seperti Monas, Taman Mini dan yang menjadi impian ibu adalah bisa salat di Masjid Istiqlal Jakarta.Hari Minggu ini kami sekeluarga akan jalan-jalan ke Taman Mini dan Masjid Istiqlal. Kebetulan bersamaan anak-anak juga libur sekolah. Sehingga bisa membawa mereka keliling Taman Mini.Segala persiapan sudah ada di dalam mobil. Dari makanan ringan hingga minuman lengkap. Bi Iyem juga memasak beberapa makanan untuk Arsya dan Atta.Ibu dan Nita sudah siap menunggu di teras rumah. Mereka nampaknya sudah bangun pagi sekali. Membantu Bi Iyem mempersiapkan bekal.&nb
Bab 99Sarah segera mengambil ponselnya. Dia nampak menyembunyikan sesuatu dariku. Namun aku tidak berani menanyakan pada Sarah. Apalagi ada ibu dan Nita. Takut merusak suasana gembira yang ada."Ibu, Sarah dan Pram pamit dulu. Ada urusan penting di restoran," ujar Sarah sambil memberi kode kepadaku."Iya, Nak," sahut ibu setelah sarapan selesai."Bi, nitip anak-anak, ya," pinta Sarah.Bi Iyem hanya mengangguk ketika Sarah menyampaikan pesan kepadanya.Ketika sampai di kamar, Sarah memberikan aku baju ganti. Celana panjang dan kaos dengan kerah."Ada apa sih, Yang?" tanyaku tidak men
Malam ini aku sangat bahagia. Akhirnya aku bisa tidur di kamar Sarah tanpa harus sembunyi-sembunyi. Kamar Sarah sudah dihias dengan bunga dan sprei kesukaan Sarah.Ibu dan Nita tidur di kamar tamu. Sementara anak-anak tidur di kamar masing-masing.Hari ini tidak terlalu capai karena hanya sedikit tamu yang diundang. Seharian hanya ngobrol dengan Rere dan Paman. Kami juga menyempatkan untuk berbincang dengan karyawan yang lain.Acara sudah selesai sore tadi. Aku juga sudah berganti pakaian dengan baju koko dan sarung. Sementara Sarah sudah menukar bajunya dengan gamis biasa.Setelah acara makan malam bersama dilanjutkan dengan salat jamaah. Semua anggota keluar
Bab 97Hari Yang Ditunggu.Hari yang ditunggu telah tiba, Sarah tidak mau acara pernikahan secara besar-besaran. Semua mendadak merubah tidak sesuai jadwal. Entah apa penyebabnya. Sarah hanya mau ijab kabul di rumahnya.Hari itu, aku sudah dandan dengan memakai jas hitam celana hitam serta peci. Sementara ibu memakai baju kebaya dengan kain serta kerudung. Wajah tuanya tersenyum melihatku. Nita, adiku memakai setelan baju gamis warna merah muda. Dia sangat cantik sekali.Dari keluarga Sarah yang hadir adalah adik Sarah, Rere dengan suaminya serta anak-anaknya. Ada juga paman yang akan menjadi wali saksi pernikahanku dengan Sarah.Dari karyawan restoran, Sarah mengundang Bagas dan Reni. Aku juga mengundang karyawanku yang ada di Caffe Aska.&