Author POV
"Daddy." Dante mendengar samar suara Lylia memanggilnya.
"Daddy?" Bahkan di dalam mimpinyapun Dante menginginkan Lylia terus memanggilnya seperti itu.
"Daddy!" Dante terbangun saat mendapati sepasang tangan dingin gadisnya tengah menempel di kedua pipinya.
"Bangun..." Pinta Lylia.
"Baby? Sejak kapan bangun?" Tanya Dante memfokuskan pengelihatannya. Rupanya ia tertidur masih dengan posisinya memeluk Lylia sambil terduduk di atas kasur pasien.
"Barusan saja. Dingin Daddy..." Lylia menyilang tangannya di bahunya sambil menggigil kedinginan.
Tentu saja, dia tidur tanpa selimut dan hanya menggunakan pakaian rumah sakit yang tidak pakai dalaman sama sekali.
Tunggu.
Apa?
"Okay... Kita tidur di kasur saja ya kalau gitu. Daddy nggak mau lepasin kamu. Temani Daddy tidur. Daddy baru tidur enak tadi." Pinta Dante seraya turun dari kasur rawat Lylia masih dengan m
Author POVDante melepaskan cengkraman tangannya pada Sheena. Sheena segera mengelus lengannya yang terasa sakit lalu menatap lekat Dante."Apa kamu temannya Lyli?" Tanya Dante bingung melihat Sheena yang terus memperhatikan dirinya."Lyli? Oh! Lili yang Om maksud itu SKY?" Sheena mengacungkan jarinya seolah memahami sesuatu yang sangat penting."Hm? Sky? Maksud kamu?" Dante mengeluarkan rokoknya."Daddy..?" Sheena menatap Dante.Seketika Dante menghentikan tangannya saat ingin membakar rokoknya karena mendadak otaknya berpikir sejenak."Apa?" Dante melanjutkan menyulut rokok dan menghisapnya."Daddy nggak inget? Aku Sheena. Yang waktu itu Daddy bawa ke mansion Daddy." Sheena menyembunyikan tangannya di belakang.Dante membulatkan matanya tidak percaya. Kenapa dunianya mendadak jadi sempit begini?"Tolong jangan panggil saya seperti itu. Saya takut orang akan salah paham. Saya rasa urusan
Dante POV Aku turun dari mobilku dengan menggendong gadisku yang tengah tertidur pulas untuk kembali ke mansion. Kurebahkan tubuhnya yang semakin kurus ke kasur lalu kuambil ponselku dengan cepat. "Cek kembali kampus itu! Aku baru saja melihat bajingan itu lewat di depan mataku!" Perintahku pada Eugene lalu mematikan sambungan telefon. "Daddy?"Gadisku terbangun dari tidurnya. "Yes Baby?"Aku segera berjalan mendekatinya yang sedang mengucek matanya. "Aku minta maaf sudah banyak merepotkan Daddy belakangan ini. Daddy bahkan tidak bekerja hanya untuk menemaniku. Aku hanya menjadi beban untukmu, Daddy." Ucapnya terus menunduk sambil memainkan kukunya. Dia masih sama seperti yang dulu. Gadis polos dengan pemikirannya sendiri. Aku mengelus kepalanya lembut dan menaikkan dagunya agar menatapku. "Itu sudah tanggung jawabDaddy, Baby. Kamu tidak perlu berpiki
Nicholas POV Aku terus menginjak pedal gas mobilku saat kutau Lylia sedang berada di kafe dekat rumahku bersama dengan Kai. Aku belum pernah melihatnya lagi karena sibuk mencari informasi tentang keberadaan manusia brengsek yang menghilang hampir sepekan bernama Mark. Kuparkirkan mobilku dengan acak lalu segera berlari masuk ke dalam kafe mencari bayangannya. Dan tidak butuh waktu lama, mataku smendapati tubuh Kai yang besar sedang duduk bersama Lyliaku. Ku tepuk pundaknya untuk menyingkir dan dia berdiri di belakang Lylia. "Hai manis. Lagi ngapain? Lama tak berjumpa" Sapaku. "Kak Nico? Hai Kak, apa kabar?" Balasnya senang. Aku tersenyum melihatnya bahagia seperti itu. "Baik adikku. Lo sendiri gimana? Udah sehat kan? Maafin gue nggak pernah jengukin lo ya." Ucapku meraih tangannya. "Nggak apa Kak. Kak Nico pasti sibuk banget." Tangannya mengelus rambutku. Sejujurnya aku senang diperlakukan manis olehnya. "Gue sibuk banget ngejar kecoak, Ly." "Hah?! Kecoak? Apa Kakak ng
Author POV Keesokan harinya Lylia bersama dengan Kai menjemput Sheena di rumahnya lalu bersama sama-sama mereka menuju ke kawasan perkantoran padat yang berada di ibu kota. Kai membawa kedua gadis itu menuju salah satu gedung pencakar langit yang sangat megah lalu segera memarkirkan mobilnya di depan pintu masuk utama. Para penjaga keamanan yang bertugas dengan sigap segera membukakan pintu dan terheran-heran sebab yang keluar dari mobil tersebut bukanlah orang yang mereka kenal malah dua orang gadis belia yang tampak masih menganga melihat kemewahan gedung tersebut. Kai berjalan mendekati kedua gadis tersebut seraya menaikkan tangannya untuk membiarkan para penjaga keamanan itu memundurkan diri mereka dari hadapan gadis-gadis tersebut. "Tuan Dante berada di lantai atas." Ucap Kai memandu Lylia dan Sheena yang tampak masih seperti orang kebingungan. Para pegawai disekitaran Lobby perusahaan memperhatikan mereka berdua yang berjalan saling menyembunyikan diri satu
Author POV Siangnya setelah mereka mengunjungi kafe tempat Sheena dan Lylia bekerja, mereka kembali menuju kampus Lylia untuk menyerahkan surat balasan perusahaan ke bagian administrasi kampus. Lylia bersama Nico sampai lebih cepat ketimbang Kai dan Sheena yang berangkat dengan mobil lainnya. Lylia lalu segera berjalan bersama Nico menuju ruang administrasi dan berniat menunggu Sheena di sana. "Hai Nicholas." Sapa Marie tiba tiba. Nico menghentikan langkahnya dan menatap Marie bingung. "Ini gue Marie Nic, lupa ya.. Hehe." Cengir Marie. "Oh sorry. Gue cuma inget muka doang tapi lupa nama lo." Nico membalas sapaan Marie. "Oh... Iya nggak apa. Hehe. Oh iya. Kamu ngapain di sini?" Tanyanya mulai merapikan anakan rambutnya yang terus tersapu angin sambil berbasa-basi."Oh, ini lagi nganterin Lyli buat kumpulin surat magangnya nanti. Lo sendiri kenapa bisa di sini?" "Mmh... Kak. Anu. Aku duluan ya. Takut orang administasinya pulang duluan." Sela
Author POV Dante dan Nico turun dari mobil diikuti oleh Eugene dan Kai serta beberapa pengawal Dante yang lainnya setelah mereka tiba di salah satu gedung pencakar langit lainnya yang terletak sedikit lebih jauh dari gedung pencakar langit milik Dante. Mereka semua melenggang masuk tanpa izin ke lobby utama dan langsung menaiki lift menuju ke lantai atas perusahaan Ronan. Sama halnya saat Ronan berjalan masuk tanpa izin ke ruangan pribadi Dante, dia juga melakukan hal yang sama persis dengan yang Ronan lakukan waktu itu. Mendobrak pintu ruangan Ronan dan masuk dengan langkah dan tatapan yang penuh emosi."Katakan dimana gadis itu!" Ucap Dante tanpa basa-basi."KAU?! Lancang sekali kau Dante!" Marah Ronan."JANGAN PERNAH MENGINAKU! DAN JANGAN PERNAH BERMAIN-MAIN DENGANKU, RONAN! AKU TIDAK PERLU MEMINTA IZIN DARIMU! KUPERINTAHKAN KAU, KEMBALIKAN GADISKU SEKARANG JUGA!!" Marah Dante.Nico sedikit terkejut atas pernyataan Daddy-nya barusan. Tapi Nico lebih kage
Author POV Sekumpulan mobiloff road berwarna hitam melaju kencang beriringan melintasi jalan tol menuju ke suatu tempat yang telah diarahkan oleh salah satu anggota rahasia mereka. Dante duduk melihat ke arah luar jendela, sedangkan Nico sesekali memperhatikan ekspresi datar Ayahnya sambil memikirkan kata-kata yang mungkin secara tidak sadar sudah Daddy-nya keluarkan tadi. Gadisku. Iya. Dante mulai mengakui Lylia sebagai gadisnya. Tapi apa maksudnya? Nico hanya bisa menerka nerka tanpa berani bertanya pada Daddynya yang terlihat sedang berpikir keras saat ini. Setibanya di lokasi yang sangat sepi, bahkan lebih tepatnya di puncak bukit terpencil, tampak sebuah rumah yang cukup mewah berdiri sendiri disertai dengan kondisi lingkungan yang sangat sepi dengan penerangan seadanya. Mobil mereka parkirkan tepat di depan pintu gerbang. Dante melepaskan dasinya terlebih dahulu lalu keluar dari mobil itu diikuti oleh Nic
Author POVSatu tembakan dari Mark berhasil mengenai kaki Nico yang membuatnya jatuh tersungkur dan menjerit kesakitan. Mark tertawa melihat respon tersebut. Tiba-tiba saja Lylia tersadar dan mulai bergerak memberontak kecil di bahu Mark membuat Mark kehilangan keseimbangannya lalu terjatuh. Merasa lawannya sedang lengah, Dante kemudian melepaskan tembakannya. Namun karena perlawanan Lylia barusan, Mark berhasil lolos dari tembakan mematikan Dante. Lylia yang melihat tubuhnya polos tanpa busana lalu berusaha untuk menutupinya dengan kedua tangannya. Ia tampak panik sembari melihat ke sekelilingnya dengan tatapan bingung. Hingga matanya bertemu dengan Dante sedikit kelegaan terasa di hatinya. Namun apa daya, kakinya tampak masih lemas karena efek obat tidur yang Mark berikan membuat Mark dengan mudahnya menyeret kembali tubuh Lylia untuk berjalan mundur bersamanya. Mark memposisikan tubuh Lylia agar menutupi badannya. "JANGAN LIHAT!!
Author POV Hari itu baru memasuki bulan ke delapan sebelum Lylia masuk ke rumah sakit karena air ketubannya yang mendadak keluar karena kontraksi yang Lylia pikir sebagai kontraksi palsu semata. Dan dengan perasaan panik yang luar biasa, Dante segera menyuruh seluruh dokter kandungan yang bertugas hari itu untuk segera datang ke istananya tanpa terkecuali. Rasa panik juga dirasakan oleh Nicholas yang segera memesan tiket penerbangan kembali ke tanah air demi melihat sang adik yang tampaknya akan lebih cepat hadir ke dunia. Belum lagi Ted yang ikut kebingungan mencari penerbangan untuk melihat adik kesayangannya yang akan melahirkan. "Bagaimana Dok?!" Panik Dante. "Anaknya sudah bisa dikeluarkan, Tuan. Melihat kondisi Nyonya sekarang, sepertinya mustahil untuk melahirkan di Rumah Sakit. Apa Tuan mengizinkan kami untuk melakukan persalinan di sini?" Tanya dokter senior yang paling bertanggung jawab. "Lakukan apapun yang perlu kalian lakukan, asal istri dan anakku selamat!" Titah Dant
Author POV Dengan masih terbalut pakaian yang penuh dengan bercak darah, Dante membawa Lylia kembali pulang kerumah mereka setelah melalui malam yang sangat panjang dan menyiksa batin mereka berdua. Dengan berat Lylia melangkahkan kakinya meninggalkan gudang yang penuh dengan kenangan buruk nan melegakan itu. Ia baru saja telah memberikan izin suaminya untuk membunuh seseorang yang sudah menghancurkan kehidupannya dengan bantuan tangan dingin Dante. Tapi tangan dingin itu jugalah yang berkali-kali menyelamatkan dirinya dan membuatnya sadar bahwa semua masalahnya sudah berakhir. Tidak ada lagi mimpi buruk. Tidak ada lagi yang berani mengancam keberadaannya. Meski demikian, Dante tidak berbesar hati. Dia akan tetap waspada dan selalu memberikan perlindungan yang utama pada sang istri tercinta agar hal serupa tidak akan terjadi lagi untuk yang ke dua kalinya. Sudah cukup. Namun untuk sekarang ini, semuanya sudah selesai. "Daddy..." "Ya sayang?" Tanya Dante melirik istrinya yang tengah
Author POVKini jari Dante merengsek masuk mencongkel salah satu bola mata Ronan yang terus menatapnya benci. Dan tanpa perasaan ia mulai mengobrak-abrik rongga mata itu hingga salah satu bola mata itu berhasil ia keluarkan dalam kondisi sempurna yang kemudian ia lemparkan begitu saja tepat ke hadapan Alicia.Alicia semakin menangis tak terkendali. Ia sudah tidak mempedulikan borok dan luka yang membusuk di kedua tangan dan kakinya. Victor memperlakukan Alicia persis seperti apa yang sudah ia perbuat pada Lylia dengan membuat luka yang sama pada tubuh istri majikannya. Alicia mendekatkan dirinya pada tubuh Ronan yang masih bernyawa namun sudah tidak berbentuk lagi. Kedua tangan dan kakinya sudah tidak ada di tempatnya, perut dan dada yang berlubang akibat tebasan pedang tajam Dante, bibir yang hilang dari tempatnya serta bola mata Ronan yang keluar dari tempatnya. Ronan hanya bisa bergetar sesekali akibat kejang otot yang dirasakannya. Ia masih bisa melirik Alicia yang menatapnya iba
Author POV "Kau tau... Pedang ini turun temurun digunakan untuk mengeksekusi para saingan bisnis kotor keluarga Prime yang sudah berbuat curang dan licik sepertimu. Jadi seharusnya menjadi kehormatan bagimu bisa menjadi salah satunya." "DASAR BAJINGAN KAU DANTE!!! MATILAH KAU!!" Maki Ronan yang tau akan dilakukan seperti apa oleh monster yang satu itu. "Kau tau kenapa aku punya gudang seperti ini disini? Karena ini menjadi tempat yang tepat bagiku untuk menghabisi orang-orang yang licik seperti kalian. Jauh segala sesuatu yang mewah dan pantas. Kalian hanya seonggok sampah yang membuatku kesulitan. Dan kau tau siapa yang menyukai sampah?" Tanya Dante saat sibuk memangkas tangan dan kaki Ronan satu persatu. "AAAAAKH!! BRENGSEK KAU DANTE SIALAN!! KUKUTUK KAU DAN SELURUH KELUARGAMU!!!" Jerit putus asa Ronan yang semakin membuat Dante tersenyum puas. Victor lalu datang membawa satu kandang kaca yang berisi tikus hitam yang besar dan bergerak yang bergerak sangat gesit bak sedang kela
Author POV"Kau tidak marah? Aku mencium seseorang yang kau sangat cintai dulu. Oh, tidak. Bahkan kau masih mencintainya sampai saat ini. Hanya saja rasa cintamu sudah tertutup dengan perasaan bencimu denganku." Smirk Lylia mencoba memprovokasi Alicia setelah puas mencium Dante."Seseorang yang begitu berkuasa ini ternyata sangat manis dan terlalu baik padaku. Apa kau pernah merasakan perhatian itu, Alicia? Rasa cinta dan kasih sayang Dante yang mengalir bak air hujan yang tidak pernah kering! Apa kau pernah dicintai sebegitu dalam oleh mantan suamimu yang terlalu romantis? Hm?!" Lylia mulai berjalan kembali mendekati Alicia.Dante sedikit kaget dengan segala macam ucapan provokatif Lylia. Istrinya itu mencoba menyerang dan menyiksa batin Alicia secara perlahan."Apa Dante pernah melakukan hal manis itu padamu? Tidak? Oh, kasihan... Kaulah yang harusnya dikasihani. Perempuan kasar yang kekurangan kasih sayang tapi haus akan kekuasaan dan kehormatan sepertimu malah mengais-ngais cinta
Author POV "DADDY HENTIKAN!!" Lylia berjalan meraih lengan Dante dengan mengesampingkan segala ketakutan yang menjalar di tubuhnya. "Lylia!" Panik Kai yang segera berjalan mendekat namun ditahan oleh Victor yang mengkhawatirkan keselamatan Kai. "Tahan, tunggu sebentar. Kita akan menyelamatkan Nyonya Lylia kalau Tuan mulai lepas kendali. Perhatikan terus mata itu." Bisik Victor. "Daddy kumohon..." Lylia mulai memeluk Dante dari belakang karena tidak berhasil menahan langkah penuh emosi Dante. "SINI KAU BRENGSEK! AKAN KUBAWA KAU BERTEMU KELUARGA PRIMEMU YANG TERKUTUK ITU!!" Maki Alicia tidak berhenti. Dante berhasil mendekati Alicia dengan Lylia yang masih menempel di tubuhnya. Dante meraih kerah baju Alicia, mengangkat tubuh kurus kering itu tinggi-tinggi dan mulai mengepalkan tangan kanannya seolah siap menghajar Alicia. "DANTE PRIME HENTIKAN SEKARANG JUGA!!!" Jerit Lylia. Dante tidak bergeming. "KALAU TIDAK, AKU AKAN MEMBUNUH ANAK INI!!" Tambahnya putus asa. Suara teriakan
Author POV Tubuh Lylia bergetar hebat. Tidak pernah menyangka bahwa pria yang dia anggap baik di hadapannya itu nyatanya tidak lebih buruk dari Mark ataupun Marie yang hanya menginginkan hal buruk menimpa dirinya. Lylia tidak paham lagi apa yang sudah membuat mereka semua begitu membenci dirinya. Yang ia tau, semua bermula saat kehidupannya yang baru dimulai di keluarga Prime. Jadi ini adalah resiko yang harus Lylia jalani saat Dante Prime mulai menerima keberadaannya. "Bagaimana? Apa menyenangkan menghabiskan waktu bersama dengan seseorang yang mengagumimu?" Tanya Ronan menghentikan lamunan Lylia. Lylia yang masih terkejut atas fakta-fakta menyedihkan selama ini lalu mengernyitkan dahinya kebingungan. "Oh, ayolah! Apa seenak itu tidur dengannya? Kudengar dosen itu tergila-gila padamu. Apa dia memperlakukanmu dengan sangat baik? Seharusnya sih iya. Dia terlihat lebih sopan ketimbang bajingan di belakangmu itu." Senyumnya mengejek. Lylia yang paham mulai membulatkan matanya. Ia ke
Author POVDante mengemudikan mobilnya sendiri dan membawa sang istri tercinta yang kini tengah mengandung anak 'mereka' berdua yang kini sudah masuk di tri semester kedua. Tentu saja benjolan kecil di perut Lylia itu semakin terlihat jelas karena tubuh Lylia sendiri yang tidak terlalu besar dan cenderung sedikit kecil. Namun saat ini karena hormon yang di keluarkan oleh sang ibu hamil membuatnya tampak lebih cantik dan seksi dibandingkan sebelumnya. Dan hal itu diakui tidak hanya oleh Dante sebagai sang suami, Nicholas pun yang sering membuat panggilan video pada mereka juga mengakui hal yang sama. Di matanya, Lylia yang merupakan ibu sambungnya tampak lebih menggemaskan dibandingkan biasanya. Hal itu yang membuat Dante s
⚠️Chapter ini mengandung konten Dewasa21+⚠️ ⚠️Mohon kebijaksanaannya memilih bacaan!⚠️ . . . Author POV Suara desahan nikmat Lylia sejalan dengan badannya yang bergerak naik turun sesuai tempo mulai memenuhi kamar Dante yang awalnya sangat sepi. Lylia sangat menikmati momen kebersamaan mereka yang satu ini, mempunyai janin di dalam kandungannya bukan menjadi suatu penghalang baginya untuk memuaskan hasrat sang suami. "Baby.." Khawatir Dante, meski ia sendiri juga merasakan hal yang sama. Istrinya tetap terasa sempit bagi ukuran Dante yang di luar normal itu, meski istrinya sudah ia persiapkan dengan sangat matang sebelum menghujaminya berkali-kali setiap malam. Tidak ada yang berubah. Istrinya tetap terlalu sempit untuknya. Tapi itu tidak masalah, karena Lylia juga ternyata menyukai kelebihan Dante yang satu ini. "Daddy.. Wait for me. Mmhhh..." Lylia mulai menggerakkan panggulnya kedepan dan kebelakang demi memijat lembut sang suami. "Oh! What a bad baby girl." Desah Dante y