Ayana gelagapan sampai kebingungan mendengar ucapan Jonathan. Dia menatap pria itu yang terus tersenyum kepadany.Jonathan tertawa kecil, hingga kemudian berkata, “Kenapa reaksimu seperti itu? Aku hanya berumpama, karena kamu merasa canggung menyebutkan secara non formal.”Jonathan menjelaskan agar Ayana tidak salah paham, lagi pula dia tidak mungkin memberitahukan secara tiba-tiba akan kebenaran siapa dirinya.Ayana terlihat bernapas lega. Dia sempat memiliki banyak pemikiran negatif di kepala mendengar ucapan pria itu.“Anda … maksudku, kamu membuatku syok.” Ayana benar-benar sudah pucat pasi mendengar ucapan Jonathan.Jonathan tersenyum kecil, meski berkata itu hanya berumpama, tapi dalam hatinya tentu berharap Ayana benar-benar memanggilnya demikian.Deon dan asisten Jonathan masih sibuk di dapur. Kali ini Deon tidak mungkin membuat makan malam biasa karena kedatangan tamu.“Anda seperti pandai memasak,” ujar asisten yang membantu Deon memotong sayur.Deon menoleh ke pria di sebel
Suci duduk di depan meja rias, mematut diri sambil memikirkan apa yang tadi dibicarakan dengan Jonathan. Meski dia memungkiri, tapi semua memang kesalahannya. Dia pun memejamkan mata, lantas mengingat perdebatannya dengan Jonathan, sampai membuatnya urung melihat kondisi Ayana. “Sebenarnya apa yang kamu inginkan? Setelah sekian tahun, kenapa sekarang kamu baru muncul?” tanya Suci yang mengajak Jonathan bicara di sebuah restoran. Jonathan tersenyum getir mendengar pertanyaan Suci, hingga kemudian membalas, “Andai aku tahu jika Ayana anakku, sejak dulu aku datang dan membawanya.” Suci mengepalkan erat telapak tangan yang ada di atas pangkuan. Tatapan matanya menunjukkan kekesalan yang begitu besar. “Meski dia anakmu, tapi kamu baru tahu sekarang. Lantas, apa gunanya kamu datang dan memberitahunya. Apa kamu pikir dia akan percaya?” Suci mencoba menekan agar Jonathan mundur. “Mungkin dia tidak akan percaya, tapi setidaknya aku mencoba berusaha baik sebagai ayah. Ingat, kamu yang meny
“Semua sudah siap?” tanya Ayana yang melihat Deon baru saja selesai menyiapkan hidangan terakhir.Deon menoleh Ayana, lantas kembali memandang ke meja yang berisi banyak menu makanan.“Sudah semua, ini yang terakhir,” ujar Deon menunjuk ke makanan yang baru saja disajikan.Ayana memandang meja yang penuh dengan makanan utama, di meja lain ada makanan pembuka dan penutup, bahkan ada minuman beraneka jenis untuk tamu yang akan datang nanti.Hari ini adalah acara peresmian pembukaan kafe, sebelum esok harinya dilakukan soft opening untuk pengunjung. Deon memang tidak mengundang banyak orang, hanya keluarga, teman kampus, juga anak-anak panti. Mungkin orang penting yang diundang hanyalah Jonathan.Deon pun berencana membagikan makanan buatannya untuk orang yang lewat, dengan tujuan untuk promosi agar orang-orang mengetahui kafe miliknya yang baru buka.“Kalau gitu kamu segera ganti pakaian, sebentar lagi orang-orang akan datang,” ujar Ayana.Deon mengangguk dan pergi ke ruangan miliknya u
“Kenapa?”Deon mendekat saat melihat Ayana meluruskan kaki sambil memijatnya perlahan.Mereka baru saja pulang dari kafe setelah acara selesai. Deon baru akan membuka kafe secara resmi di esok hari.Ayana terkejut melihat Deon muncul di kamar dan langsung melontarkan pertanyaan kepadanya.“Tidak kenapa-napa, hanya sedikit capek saja,” ujar Ayana, padahal kakinya merasa sangat pegal.Deon tentunya tidak percaya begitu saja, apalagi Mita sudah berpesan jika mungkin Ayana akan mudah lelah karena hamil di usianya sekarang.Pemuda itu duduk di tepian ranjang, lantas meraih kaki Ayana.“Mau apa?” tanya Ayana terkejut.“Kakimu capek, kan? Apalagi tadi kamu banyak berdiri,” ujar Deon sambil memijat pelan betis hingga telapak kaki Ayana.Ayana ingin mencegah, tapi karena Deon tampak antusias memijat, membuatnya membiarkan saja.“Kamu juga pasti lelah. Istirahat saja, aku tidak masalah. Nanti setelah tidur juga pasti sembuh,” ujar Ayana merasa Deon terlalu perhatian dan mencemaskan dirinya.“Me
“Anda tidak ingin turun?” tanya sopir karena Suci hanya diam di mobil.Mobil yang dinaiki Suci berhenti di seberang jalan tempat kafe Deon berada. Dia hanya diam mengamati Ayana yang sedang membantu di kafe.“Tidak,” jawab Suci.Sopir pun memilih diam. Tidak berani bicara lagi karena Suci sudah berkata demikian. Mereka pun di sana cukup lama, bahkan sampai sore menyapa.Ayana terlihat keluar dari kafe karena mengantar Nabila dan sang suami yang baru saja selesai makan.“Suamimu benar-benar jago masak. Lain kali kami akan makan ke sini lagi,” ujar Nabila saat berpamitan dengan Ayana.“Datang saja. Dia pasti senang kalau punya pelanggan tetap,” balas Ayana.Nabila mengangguk-angguk setuju, lantas pergi meninggalkan Ayana.Ayana masih berdiri di depan pintu, melambai sampai mobil Nabila pergi meninggalkan area parkir kafe, hingga tatapan Ayana tertuju ke mobil yang berhenti di seberang jalan. Dia merasa aneh karena mobil itu berhenti di sana.Ayana tak mau ambil pusing, hingga akhirnya m
“Kenapa kamu datang ke sini?” Hyuna menatap tidak senang, sebab Azlan malah dikelilingi para gadis.Dua gadis yang tadi mengajak Azlan pun terlihat memandang Hyuna dengan ekspresi kikuk dan bingung.“Apa lihat-lihat? Suka sekali menggoda pacar orang, hah!” amuk Hyuna ke dua gadis tadi.Dua gadis itu pun memilih kabur, kini hanya ada Hyuna dan Azlan di sana.Azlan sudah menebak semarah apa Hyuna saat ini. Dia pun berusaha tenang untuk menghadapi kekasihnya itu.“Aku datang karena ingin memberimu kejutan,” ujar Azlan menjawab pertanyaan Hyuna.“Ya, kejutan melirik gadis lain,” sungut Hyuna yang kesal.Azlan menghela napas kasar, kemudian mendekat ke Hyuna dan mencoba menyentuh kedua lengan kekasihnya itu.“Ga usah pegang-pegang.” Hyuna menghindari kedua tangan Azlan.Azlan kebingungan, cemburunya Hyuna ternyata mengerikan.“Maaf, aku juga bingung karena mereka tiba-tiba mendekat dan mengajak bicara,” ucap Azlan menjelaskan.“Hm … bingung tapi senang karena dikerumuni para gadis, kan.” H
“Ini desain yang dibuat oleh tim kami. Lalu ini rincian setiap sisi bangunan yang akan dibuat.” Ayana memberikan proposal rancangan desain gedung sekolah yang diinginkan Jonathan. Jonathan melihat rancangan itu dengan perlahan dan seksama. Meski dia pasrah dengan apa yang akan dibuat Ayana, tapi dia pun setidaknya harus berpura terlihat peduli dengan apa yang diinginkannya. “Ini sangat detail, aku suka dengan konsepnya.” Jonathan tersenyum ke Ayana dan staff yang ikut mempresentasikan proposal untuk proyek pembangunan sekolah anak penyandang disabilitas. Ayana dan staffnya sangat lega, mereka awalnya takut Jonathan tidak cocok dengan konsep yang mereka buat, sebab Jonathan terlihat sangat ingin kesempurnaan. “Jadi, Anda deal dengan konsep yang kami buat?” tanya Ayana memastikan. “Tentu saja,” jawab Jonathan. Dia tentunya tidak akan menolak, apa pun yang disodorkan Ayana. “Baiklah, kami akan mengurus ini sesegera mungkin, serta menjadwalkan pembangunan, sesuai dengan tenggat yang
Deon terbangun saat pagi baru akan menjelang. Langit masih gelap, tapi dia terjaga karena suara sang istri yang terus muntah di kamar mandi.“Ay.” Deon masuk ke kamar mandi begitu saja, saat terus mendengar suara istrinya muntah.Ayana terbangun di pagi hari karena merasa sangat mual. Dia mencoba muntah tapi begitu susah, sampai akhirnya membuat sang suami terbangun.Deon langsung menekan tengkuk leher Ayana, memastikan sang istri bisa muntah agar merasa lega.Setelah beberapa saat, Ayana sudah berhenti mual, kemudian buru-buru membasuh wajah.“Duduk pelan-pelan,” kata Deon yang memapah kemudian memastikan Ayana duduk di ranjang dengan benar.Deon langsung mengambil gelas berisi air dari nakas, kemudian meminta Ayana minum.“Terima kasih,” ucap Ayana setelah selesai minum.Ayana kembali merebahkan tubuhnya karena masih merasa lelah.“Kenapa mualnya semakin parah? Apa perlu periksa lagi?” tanya Deon yang cemas.Ayana menatap Deon yang sangat mencemaskan dirinya. Dia pun menggelengkan k
“Dia cantik sekali,” ucap Ayana sambil menggendong bayi mungil Ive. Bayi berjenis kelamin perempuan itu sehat dengan pipi chubby yang menggemaskan. “Tentu saja cantik, apalagi ayahnya tampan seperti ini,” balas Alex menanggapi ucapan Ayana. Ayana langsung memicingkan mata mendengar adiknya yang terlalu percaya diri. “Yang benar itu dia cantik seperti ibunya, bukan karena ayahnya,” ucap Ayana sewot sendiri karena ucapan Alex. Ive hanya menahan tawa mendengar balasan Ayana, sedangkan Alex langsung mendekat kemudian ikut memandang putrinya. “Lihat saja, alisnya tebal seperti milikku. Bibirnya kecil sepertiku. Lihat hidungnya yang mancung, sama sepertiku juga,” ucap Alex membandingkan wajah bayinya dengan dirinya. “Semua mirip kamu, terus Ive hanya dapat hikmahnya gitu,” balas Ayana karena Alex makin mengada-ada. Alex melebarkan senyum, lantas membalas, “Iya, kan bibitnya dariku.” Ayana gemas mendengar ucapan Alex hingga langsung memukul lengan adiknya itu. “Kepedean!” seloroh Ay
“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Ayana saat melihat wajah Ive yang pucat.Ive terkejut mendengar pertanyaan Ayana karena sedang tak berkonsentrasi. Dia melihat, Ayana dan yang lain kini sedang memandangnya.“Wajahmu sangat pucat, Ive. Apa kamu sakit?” tanya Jonathan.Alex langsung menyentuh kening Ive. Dia merasakan kulit wajah Ive yang sangat dingin.“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Alex yang cemas.“Sebenarnya sejak semalam perutku terasa mulas, tapi tidak bisa ke kamar mandi. Ini juga rasanya tidak nyaman,” jawab Ive yang menahan sakit dari kemarin sore sampai pagi tanpa memberitahu siapa pun.Ayana terkejut mendengar jawaban Ive. Dia langsung berdiri, lantas menyentuhkan tangan di kening Ive.“Kita ke rumah sakit, ya. Aku takut kamu sudah kontraksi tapi tidak paham,” ujar Ayana yang cemas.Semua orang pun terkejut mendengar ucapan Ayana. Alex langsung berdiri untuk membantu Ive berdiri.“Ayo, Ive. Kita ke rumah sakit untuk memastikan kondisimu,” kata Alex yang tak bisa membiarka
Tak terasa sudah enam bulan berlalu, kini usia kandungan Ive sudah memasuki usia delapan bulan. Ive sendiri mulai kesulitan melakukan aktivitasnya karena perutnya yang besar.“Kamu mau buah, Ive?” tanya Ayana saat melihat adik iparnya itu datang ke dapur.“Iya, Kak.” Ive menjawab sambil berjalan mendekat. Dia lantas duduk di kursi samping stroller Ansel.Ayana menoleh sekilas ke Ive sambil tersenyum, lantas mengambilkan buah yang biasa dimakan Ive.“Kamu sudah minum susu?” tanya Ive mengajak bicara Ansel yang kini berumur 9 bulan.Ive memberikan telunjuknya agar digenggam Ansel. Dia sangat suka dengan keponakannya yang lucu dan menggemaskan itu.“Hari ini kamu jatah cek kandungan? Tadi Alex memperingatkanku untuk mengantarmu karena dia ada rapat penting pagi ini?” tanya Ayana sambil mengupas apel.Ive menoleh Ayana, kemudian menjawab, “Iya, Kak. Dokternya baru datang jam sepuluh, jadi ke sana jam sembilan ambil antrian tidak masalah.”Ayana menghampiri Ive sambil membawa apel yang sud
Hyuna sangat terkejut dengan jawaban Azlan, bagaimana bisa calon suaminya itu melupakan cincin pernikahan mereka.Azlan menoleh Ayana, memberikan mimik wajah sedih karena cincinnya dan Hyuna tertinggal.“Kenapa dia?” tanya Alex keheranan melihat Azlan yang bingung.Azlan memberi isyarat dengan menggerakkan jemarinya, membuat Alex dan Ayana langsung paham.“Dasar, ceroboh sekali dia,” gerutu Alex.Alex melepas cincin pernikahannya, lantas meminta Ive melepas cincinnya juga. Dia kemudian pergi ke altar untuk memberikan cincinnya agar dipakai Azlan lebih dulu.Ayana dan yang lain terkejut dengan apa yang dilakukan Alex, tapi hal itu juga membuat bangga karena Alex mau membantu kepanikan Azlan.“Pakai ini! Tapi kamu harus membayar bantuanku,” ucap Alex dengan nada candaan.Meski Alex terkadang menyebalkan, tapi nyatanya dia perhatian hingga membuat Azlan hanya menganggukkan kepala.Alex kembali ke kursinya, hingga langsung mendapat pujian dari Ayana.Prosesi pernikahan itu pun kembali ber
Alex begitu terkejut sampai mundur karena melihat siapa yang baru saja menepuk bahunya. Dia memegang dada karena terkejut melihat wanita tua sedang menatapnya.“Mau apa tengok-tengok rumah?” tanya wanita berumur 70 an tahun itu.“Maaf. Saya hanya ingin meminta mangga muda, kalau tidak boleh diminta ya saya beli,” kata Alex berusaha sopan ke wanita tua itu, apalagi sudah menjadi kebiasaan di negara itu jika harus sopan ke orang yang lebih tua.“Mangga muda?” Wanita tua itu mungkin keheranan karena Alex malah minta mangga muda.“Ah … ya. Istri saya sedang hamil. Dia katanya ingin makan mangga muda itu,” ujar Alex menjelaskan sambil menunjuk ke mobil lantas ke pohon mangga.“Oh … bilang dari tadi. Aku pikir mau maling atau sales menawari barang,” balas wanita tua itu dengan entengnya kemudian mengeluarkan kunci mobil dari saku baju yang dipakai.Alex terkejut karena dikira sales barang, tapi demi Ive dia harus menahan diri agar tidak tersinggung.Wanita tua itu membuka gerbang, lantas me
“Kita mau ke mana?” tanya Ive bingung karena Alex mengajaknya pergi keluar padahal baru saja sampai rumah.“Aku ingin mengajakmu tadi siang, tapi karena siang tadi pekerjaanku sangat banyak, jadi baru bisa sekarang. Aku tidak mau menundanya, jadi meski sore aku tetap ingin mengajakmu ke sana,” jawab Alex sambil menoleh Ive dengan senyum di wajah.Ive mengerutkan dahi mendengar jawaban Alex. Dia benar-benar penasaran ke mana suaminya itu akan mengajak pergi.Ive memperhatikan jalanan yang mereka lewati, hingga mobil yang ditumpangi masuk ke area perumahan yang sedang dibangun. Sudah ada beberapa rumah berdiri megah, tapi ada pula yang sedang dalam proses pembangunan.“Mau apa ke sini?” tanya Ive bingung. Dia pun memperhatikan sekitar.Alex menoleh Ive sekilas, lantas sedikit memperlambat laju mobilnya.“Melihat hadiah yang diberikan Ayana. Dia memberi kita hadiah, tapi aku belum sempat melihatnya langsung,” jawab Alex.Dahi Ive semakin berkerut halus mendengar jawaban Alex. Dia pun kem
“Ternyata benar, nabung.” Azlan langsung meledek Alex yang baru saja datang bergabung dengannya, Ayana, dan Ive. Ayana melirik Ive, lantas memberi isyarat untuk menyingkir daripada mendengarkan perdebatan Azlan dan Alex. Alex bingung mendengar ucapan Azlan, hingga dia melihat Ayana dan Ive yang pergi. “Apanya nabung? Kalau punya uang, ya pasti nabung,” balas Alex masih tak paham dengan maksud ucapan Azlan. “Pura-pura tidak paham. Pantas saja kamu ngebet mau nikah, bahkan berani mendahuluiku, ternyata sudah bikin Ive hamil dulu,” ledek Azlan sambil memicingkan mata. Alex sedang minum saat Azlan bicara, hingga dia tersedak karena terkejut mendengar ucapan Azlan, sampai-sampai air yang baru saja masuk ke kerongkongan langsung menyembur keluar. “Sikapmu saja ini sudah cukup membuktikan kalau ucapanku benar. Kamu sudah bikin Ive hamil dulu, lalu mendesak minta nikah biar ga ada yang curiga kalau Ive hamil,” ucap Azlan memperjelas maksudnya agar Alex tak mengelak. Alex mengusap permu
Ive dan Alex pergi bersama Jonathan untuk mengurus proses balik nama sertifikat rumah mendiang ayah Ive.Ive benar-benar masih seperti mimpi bisa memiliki rumah itu, meski sebenarnya dia merasa sangat berat jika diminta meninggalinya. Ada kenangan pahit dan manis yang bersamaan dirasakan tatkala menginjak rumah itu.“Kamu mau tinggal di sini?” tanya Alex sambil menatap Ive.Ive sedang diam, memandangi setiap sudut ruangan, dinding, juga langit-langit kamar itu. Mengingat ada tawa saat bersama ayah dan ibu yang merawatnya, tapi juga ada kepedihan ketika ditindas Carisa.“Entahlah, aku masih bingung. Selain kenangan manis bersama Mama, di rumah ini juga penuh kenangan menyakitkan,” jawab Ive sambil mengedarkan pandangan.Alex melihat bola mata Ive yang berkaca-kaca, hingga dia pun menautkan jemari mereka.“Tidak usah dipaksa jika tak ingin. Ini hadiah dari Papa, kita terima meski tak ditinggali,” ucap Alex a
“Karena membantuku, kamu jadi ikut celaka,” ucap Ive penuh penyesalan begitu bertemu dengan Damian.Ive dan Damian sudah keluar dari rumah sakit, mereka kini berada di rumah Jonathan.Ive menatap perban yang terpasang di pelipis karena hantaman dari orang yang menyerang kakaknya itu.“Tidak apa, kamu jangan terlalu memikirkan ini,” balas Damian, “dulu aku tidak bisa melindungimu, jadi sekarang aku harus melindungimu, meski nyawaku taruhannya,” ucap Damian sambil memulas senyum manis di wajah.Tetap saja Ive merasa bersalah meski Damian berkata jika tak masalah terluka untuk melindunginya.“Bagaimana proses hukum Emanuel dan Eric?” tanya Damian sambil menatap Alex yang duduk di seberangnya.“Polisi sedang memprosesnya, kemungkinan berkas perkaranya akan segera naik ke kejaksaan mengingat bukti-bukti yang kita miliki sangat kuat. Nantinya baik aku, kamu, atau Ive tetap harus menghadiri sida