“Apa aku juga tidak diizinkan untuk marah?” tanya balik Rosea dengan tajam.Bibir Leonardo berkedut, entah mengapa ekspresi marah Rosea sangat manis, mirip dengan panda merah. Leonardo ingin menjejal mulutnya dengan sesuatu, menggodanya untuk kembali marah. Leonardo tahu jika suasana hati Rosea tidak cukup baik hari ini, masih membutuhkan waktu panjang untuk meluluhkan hatinya.“Apa yang membuat kamu marah?” tanya Leonardo berpura-pura tidak tahu.Alis Rosea berkerut, dia menunjuk dada Leonardo dengan penuh tekanan. “Untuk apa kamu bertanya? Kamu tahu jawabannya Leonardo, terkecuali jika kamu bodoh seperti kukang,” hina Rosea.“Jika aku kukang, kamu akan jadi pohonnya Sea.”“Kamu bajingan.”“Terima kasih. Aku menghormati kejujuranmu,” jawab Leonardo dengan senyuman tulusnya tidak terpengaruh oleh hinaan Rosea.Rosea mendengus kesal, memarahi Leonardo hanya akan menguji emosionalnya sendiri karena pria itu tidak peduli dengan apapun selain kesenangannya sendiri.“Sea.”Rosea mendorong
Hati Aarav tertohok sakit, melihat Rosea yang dia kenal kuat dan selalu mandiri, kini menangis bersujud dikakinya menunjukan ketidak berdayaan. Betapa kejamnya Leonardo, dia sudah mematahkan sayap Rosea dan merusaknya.“Sea.” Aarav membungkuk, membantu Rosea untuk berdiri, Rosea tidak melakukan kesalahan apapun dan tidak sepantasnya dia bersimpuh dilantai hanya karena menginginkan kebebasannya kembali.“Sea tenangkan dirimu dulu,” bisik Aarav berhati-hati.Beberapa kali Rosea mengatur napasnya untuk mencari ketenangan dan perlahan dia berhenti menangis.“Sea, aku akan memikirkannya, tolong bersabarlah, ini bukan sesuatu yang mudah untuk ditangani,” ucap Aarav memberitahu.Belum sempat Rosea menjawab, Leonardo sudah datang menyusul. “Waktu berdua kalian sudah selesai,” ucap Leonardo seraya menarik lembut tangan Rosea agar mundur menjauh dari jangkauan Aarav. “Ayo Sea.”Kaki Rosea terantuk-antuk di lantai, dia hanya bisa meliat ke belakang, menatap Aarav dengan memelas, berharap bahwa
“Kapan aku bisa memanggil Sea, Mamah?”Rosea tersentak kaget mendengar pertanyaan tidak terduga Prince, anak itu menatapnya dengan mata yang polos penuh pengharapan.Rosea akan menjadi wanita yang berdosa bila dia tidak memberikan jawaban, dan dia akan menjawadi wanita jahat bila memberi Prince harapan palsu.Dengan kaku Rosea tersenyum menutupi perasaan gugupnya, dia kembali menyuapi Prince sambil memikirkan kata apa yang harus dia keluarkan agar tidak menyakiti perasaan Prince. “Prince, kamu tidak bisa bertanya seperti itu kepadaku,” jawab Rosea berhati-hati.“Kenapa?” tanya Prince dengan alis menurun, anak itu tidak dapat menyembunyikan kesedihannya. “Sea tidak mau menjadi mamahku? Apa karena aku sudah nakal dan manja pada Sea?”“Bukan seperti itu Prince.” Rosea meraih tangan Prince dan menggenggamnya. “Aku tidak bisa berjanji apapun kepada Prince. Karena itu, sebaiknya kamu berdo’a kepada Tuhan, agar Tuhan mengirimkan mamah terbaik untuk kamu. Tuhan selalu tahu apa yang terbaik u
“Leo, kita harus berbicara.” Aarav menahan kepergian Leonardo yang baru selesai mengantar salah satu temannya yang pulang lebih dulu. Meski Aarav sudah diberi nasihat untuk tidak terlalu terlibat dalam masalah pribadi Leonardo, tampaknya Aarav tidak bisa menghentikan ketidak sukaannya atas apa yang telah dilakukan Leonardo.“Apa yang harus dibicarakan?” tanya Leonardo dengan tenang seolah sudah tahu apa yang akan Aarav bahas dengannya.“Apa yang kamu lakukan pada Sea?” tanya Aarav dengan serius.Alis Leonardo mengerut samar, dia tidak suka dengan kepedulian yang Aarav tunjukan untuk Rosea, Leonardo tidak suka Aarav ikut campur urusannya. Hati Leonardo mendadak kesal, dia masih belum terima jika Rosea lebih mengingat Aarav dengan baik, tetapi melupakan semua tentang Leonardo. “Aku tidak melakukan apapun padanya, aku hanya sedang membujuknya untuk kembali padaku,” jawab Leonardo terlampau tenang sampai membuat Aarav tercengang kaget.“Kamu sudah gila Leo, bagaimana bisa kamu mengatak
“Apa kamu tahu jika Prince demam?” tanya Leonardo pada Mikhaila.“Aku sudah tahu dan aku sudah mengurusnya ketika tadi kamu berburu,” jawab Mikhail berusaha bersikap setenang mungkin untuk tidak menimbulkan kecurigaan.Beruntung saja Mikhaila bisa menyusul dengan cepat, jika sedikit saja Mkhaila terlambat, Leonardo pasti akan menghabisinya.“Kenapa tidak memberitahuku?” tuntut Leonardo.“Aku tahu kamu sedang sibuk, dan sekarang Prince sudah membaik. Ayo Prince,” ajak Mikhaila dengan tangan terbuka, refleks Prince memeluk Leonardo dan menggeleng tidak mau.“Prince, malam ini ibu akan pulang ke Paris. Ibu hanya ingin berduaan dengan kamu sebentar saja,” bujuk Mikhaila dengan suara melembut dan senyuman yang tulus agar Prince bisa luluh dan tidak mengingat dengan apa yang telah terjadi siang ini.Leonardo menepuk-nepuk bahu Prince dan mengecup puncak kepalanya. “Tidak apa-apa Prince, ibu hanya ingin memilihkan pakaian untuk kamu.”“Aku tidak mau pulang ke Paris, ada yang harus aku bicara
“Untuk apa kamu mencari Aarav?” tanya balik Leonardo menahan geramannya.“Aku sempat menyebut nama Aarav ketika mengetik sesuatu di email, mungkin karena alasan itulah aku tidak melupakan dia sekarang,” jawab Rosea setengah merenung, potongan puzzle yang acak membuat Rosea menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi.Rosea harus membuka email pribadi dan bisnisnya, mungkin dia bisa memeriksa email satu sampai tahun yang lalu.Rosea beranjak dari duduknya tidak mempedulikan tatapan intens Leonardo atas ketelanjangannya.“Kita belum selesai bicara Sea,” panggil Leonardo.Tidak ada jawaban, Rosea ingin pergi dan beristirahat, namun belum sempat Rosea pergi, Leonardo sudah menangkap tangannya dan menariknya untuk kembali masuk ke dalam bathup.Suara ceburan air terdengar, air meluap keluar dan bathup sementara Rosea terduduk dipangkuan Leonardo.“Apa yang kamu lakukan?” tanya Rosea setengah berteriak.Dengan kuat Leonardo mencengkram pinggang Rosea dan menahannya agar tidak beranjak sedikit
“Sakit.. sakit Bu."“Hati ibu yang jauh lebih sakit, kamu tega menyakiti ibu, Prince,” jawab Mikhaila memelintir lebih kuat cubitannya dan membuat Prince menangis. “Kamu tega membandingkan ibu yang telah mengandung dan melahirkan kamu dengan Rosea yang bukan siapa-siapa. Rosea hanya berpura-pura baik pada kamu, jika dia sayang pada kamu dia tidak mungkin meninggalkan kamu selama ini!”Tangisan Prince kian keras mendengar kata-kata jahat ibunya. Suara tangisan Prince tidak disadari siapapun karena kamarnya yang kedap suara.“Rosea tidak pernah sayang padamu! Dia pergi sangat lama karena dia benci kamu! Dia pasti akan meninggalkanmu lagi dalam waktu dekat!”“Sakit.. maafkan aku,” isak Prince memohon dengan air mata berderai.Mikhaila melepaskan cubitannya seketika dan memeluk Prince begitu tersadar bahwa dia telah mencubitnya dua kali hari ini. “Maafkan ibu, berhentilah menangis,” bisik Mikhaila memeluk lebih erat Prince.Suara isakan terdengar kian keras, Prince kecewa karena ibunya k
“Apa maksudmu Prince?” bisik Leonardo nyaris tidak terdengar.“Ibu sering menghukumku jika aku nakal,” jawab Prince menjelaskan seraya mengurai pelukannya dan menunjukan memar di lengan dan sisi perutnya. “Ibu akan mencubitku dengan keras jika aku nakal, karena itu aku sakit. Aku takut..”Hati Leonardo tertohok sakit, dia tidak mampu bertanya apapun begitu melihat ada luka dan kesedihan di mata putranya. “Price..” Leonardo kehilangan kata-kata, ada sesuatu yang menelusup masuk ke dalam hatinya dan menciptakan rasa sakit begitu kuat.Prince, putranya yang begitu Leonardo jaga, seseorang yang selalu Leonardo yang terbaik, tidak pernah sekalipun Leonardo membentaknya meski Prince sering membuat kesalahan, kini dia menunjukan bahwa tubuhnya telah dilukai.Dunia Leonardo seakan tengah runtuh diguncang oleh sebuah kebenaran mengerikan yang tidak pernah sekalipun Leonardo bayangkan.Bagaimana bisa Mikhaila setega itu pada anaknya sendiri?Dimana akal sehat wanita itu? “Maafkan aku, Ayah,”
Angin berhembus kencang begitu yacht bergerak, langit cukup gelap pekat, berbanding balik dengan terangnya lampu-lampu bangunan rumah di pinggiran dermaga, cahanya menyebarkan pantulan terang di permukaan air laut.Rosea mengambil gelas anggur dan mencicipinya satu tegukan kecil, lalu meninggalkannya karena kini dia harus memikirkn kandungannya. Usapan lembut tangan Leonardo menyentuh permukaan perut Rosea. “Aku dengar, perempuan yang sedang hamil sering mengalami perubahan emosi karena hormonal. Kapan kamu akan mengalaminya?”Rosea langsung membuang muka sambil menutup mulutnya yang tidak dapat menahan senyuman malu. Leonardo tidak tahu saja, sejak beberapa hari terakhir ini justru Rosea merasa pikiran dan perasaannya lebih santai tanpa alasan yang bisa dia mengerti, dia lebih suka menghabiskan waktunya untuk membaca buku.Lebih anehnya lagi, Rosea menjadi lebih sering merindukan Leonardo. Logika dan perasaannya bertentangan begitu jauh. Logika Rosea masih terbayang dengan ketakut
“Sea!” tangan Prince melambai di udara, anak itu berlari secepat yang dia bisa, menghampiri Rosea dan menghembur kedalam pelukannya dengan tawa riang.Banyak kejadian baik yang datang padanya akhir-akhir ini. Ibunya, neneknya, mereka semua menjadi lebih lembut dari biasanya, tidak lagi menekan Prince untuk terus belajar dan bertemu berbagai guru less sepanjang waktu.Prince bahagia, neneknya tidak lagi berbicara buruk tentang Rosea, neneknya justru mendukung Rosea untuk menjadi ibunya.Setelah penantian panjang, dia akan segera memiliki seorang ibu yang tinggal bersama dengannya sepanjang hari, mengantarnya pergi ke sekolah dan menemaninya pergi camping sekolah.Prince memejamkan matanya merasakan pelukan hangat Rosea yang melingkupi tubuhnya. Pelukan yang menenangkan dan selalu dia rindukan.“Mengapa Sea tidak pernah mengangkat teleponku akhir-akhir ini? Aku pikir Sea sedang marah,” ungkap Prince.“Dokter bilang, aku tidak boleh menggunakan handpone saat sakit,” jawab Rosea berbohong
“Saya Leonardo Abraham, saya datang ke sini ingin melamar Rosea Gabriella, putri Anda.”Tubuh Kartika menegak, menatap lekat sosok pria yang datang melamar putrinya malam ini. Pria itu duduk dengan tegap dan berbicara tanpa keraguan. Sejujurnya, Kartika masih ragu karena dia belum mengenal sosok Leonardo. Masih ada banyak hal yang ingin Kartika ketahui darinya, disisi lain Kartika juga harus percaya dengan pilihan putrinya.Rosea tidak mungkin melabuhkan hidupnya pada lelaki sembarangan setelah menolak lamaran dari banyak lelaki.“Apa Anda yakin?” tanya Kartika.Leonardo tersenyum lembut. “Keyakinan saya tidak pernah berubah untuk menikahi Rosea sejak satu tahun yang lalun.” “Nak Leonardo, Anda tahu kan pernikahan dijalankan seumur hidup. Setiap manusia itu memiliki sisi baik dan buruknya, dan itu berlaku pada putri saya Rosea, jika Anda menikah dengannya, maka Anda harus menerima segala kekurangan dan kelebihannya. Anda harus menerima Rosea apa adanya,” ucap Kartika.Leonardo menga
“Ayah, kita mau pergi kemana sebenarnya?” tanya Prince memperhatikan jalanan yang ramai. Sudah satu tahun lebih Prince meninggalkan Indonesia, dia merindukan suasanannya yang jauh berbeda dengan suasana eropa.Prince melihat ke belakang, memperhatian mobil Berta yang terus mengikutinya sejak tadi. Tidak seperti biasanya, neneknya ikut bepergian.Menyadari keterdiaman Leonardo, Prince bergeser memeluk lengan ayahnya, anak itu memperhatikan Leonardo yang terlihat gelisah tidak seperti biasanya. Sejak dari rumah Prince memperhatikan ayahnya yang bergerak kesana-kemari tanpa melakukan apapun. “Ayah kenapa? Ayah sakit?” tany Prince mengguncang lengan Leonardo.“Ayah tidak sakit, Prince,” jawab Leonardo.“Tapi wajah Ayah pucat.”Leonardo mendengus malu, sejujurnya, semenjak berpisah dengan Rosea di bandara, dia gugup setengah mati. Ini adalah pengalaman pertama Leonardo, segala keperluan ditangani oleh Adam dan Bety karena Berta sendiri tidak begitu tahu tentang budaya melamar di Indon
Hogan memijat batang hidungnya dengan kuat, lelaki paruh baya itu berpikir keras dengan ketidak mengertiannya, mengapa putrinya yang tidak suka menmiliki ik, kini secara tiba-tiba memutuskan untuk menikah.Hogan lebih tidak mengerti karena lelaki yang Rosea pilih adalah Leonardo Abraham. Padahal, ingatan Rosea telah kembali, seharusnya Rosea ingat jika selama ini dia selalu berusaha menghindar dari Leonardo karena sifat ibunya yang bermasalah.“Ya Tuhan..” Kartika menghembuskan napasnya dengan berat kesulitan berkata-kata.Beberapa kali Kartika mengatur napasnya agar bisa berpikir rasional, dilihatnya kembali Rosea yang duduk begitu tenang. Ketenangan yang Rosea tunjukan menyadarkan Katika bahwa putrinya tidak main-main dengan ucapannya.“Apa sebenarnya alasan yang membuat kamu memutuskan untuk menikah dengan Leonardo, Sea? Tidakkah kamu ingat apa yang telah dilakukan ibunya pada keluarga kita?” lirih Kartika bertanya.Hogan mengangguk setuju. “Ayah juga tidak begitu menyukainya Sea.
“Aku ingin mencantumkan dalam perjanjian pra-nikah kita, aku tidak menerima uang itu dalam bentuk apapun untuk anakku.”Kening Leonardo mengerut tidak mengerti. “Apa maksudmu Sea?”“Aku tulus menerima kamu Leonardo, dan aku tidak sudi dituduh hamil hanya untuk mendapatkan uang!”“Itu tidak bisa. Lagi pula, tidak ada yang pernah berpikiran seperti itu padamu.”“Ibumu yang mengatakannya tepat sehari sebelum aku tahu kehamilanku,” lirih Rosea menahan tangisan yang mendesaknya. “Aku tidak ingin memperpanjang masalah dengan siapapun. Aku hanya ingin anak yang akan aku lahirnya hidup dalam kedamaian tanpa menerima tuduhan buruk. Karena itu, cantumkan saja dalam perjanjian pra-nikah kita, jika harta kita akan tetap terpisah meski telah menikah dan anakku tidak akan menerima tunjangan masa depan. Aku masih mampu mempersiapkan tabungan masa depan anak kita.”Leonardo terpaku kaget hingga tidak mampu berkata-kata.Leonardo bisa memahami sakit hati Rosea, disisi lain dia tidak setuju dengan k
Leonardo keluar dari kamar mandi, didapatinya Rosea yang tengah duduk ditengah ranjang, ditangannya terdapat sebuah buku yang tengah dia baca. Segelas susu yang dia siapkan sebelum pergi mandi, kini telah kosong di meja.Waktu sudah menunjukan pukul sepuluh malam.“Kamu harus tidur Sea.”“Aku belum mengantuk,” jawab Rosea tetap fokus membaca bukunya.Dengan keadaan bertelanjang dada, Leonardo merangkak naik ke ranjang dan duduk disisi Rosea, melihat sebuah buku yang tengah dibacanya tanpa berbicara sepatah katapun.Ketenangan Rosea membuat Leonardo tidak mengerti. Setelah memberitahukan kehamilannya, dengan sikap yang manis Rosea memasakan makan malam untuk Leonardo, bahkan saat menemani Leonardo makan, Rosea hanya menanyakan kabar Prince.Sejujurnya, Leonado luar biasa bahagia dengan sikap manis Rosea. Namun, Leonardo juga menantikan Rosea untuk membicarakan tentang kedatangan ibunya karena ini masalah yang sangat penting.Tidak seperti biasanya Rosea menunda masalah..Padahal, Leona
Perlu waktu satu setengah jam untuk melakukan perjalanan dari Prancis ke Monaco. Begitu sampai, Leonardo terburu-buru pergi menaiki taksi. Dia tidak ingin menunggu barang sedetikpun untuk bisa segera bertemu dengan Rosea.Taksi bergerak cepat melintasi jalanan.Semakin dekat jarak yang dia tempuh ke tempat tujuan, Leonardo gugup, beberapa kali dia menahan napasnya karena degup jantung yang berdebar kencang tidak terkontrol, kerinduan yang begitu kuat kini akhirnya akan menemukan peredanya.Leonardo tahu, akan ada sederet penjelasan yang menanti untuk diceritakan kepada Rosea, ada setumpuk kata yang harus dia ucapkan untuk meyakinkan Rosea agar tetap berada di sisinya.Namun, semuanya tidak akan sesulit sebelumnya.Ibu Leonardo sudah memberinya izin menikah dengan Rosea, dan ada seorang anak yang tengah Rosea kandung menjadi penguat hubungan mereka berdua.Senyuman menawan Leonardo langsung terlihat di jendela mobil.Betapa menyenangkannya membayangkan Prince akhirnya menjadi seorang
Prince bergerak gelisah menyadari jika Mikhaila membawanya terlalu jauh dari Berta dan Leonardo. Masih sulit untuknya percaya jika ibunya tidak akan melakukan apapun.Bukan tanpa alasan, Mikhaila sudah terlalu sering membohonginya dibalik janji.“Prince,” panggil Mikhaila berhati-hati, “tolong lihat ibu sebentar saja, ibu ingin berbicara dengan kamu. Ini penting.”Prince kembali memusatkan perhatiannya pada Mikhaila yang kini terduduk lesu tidak begitu bersemangat seperti biasanya. Cekungan di pipi, kantung mata yang membesar, hingga penampilan yang tidak terawat tidak mencerminkan Mikhaila yang selama ini Prince kenal. “Apa Ibu sakit? Ayo kita ke dokter,” ajak Prince berhati-hati, dia takut menyinggung perasaan ibnya.“Ibu baik-baik saja.” Mikhaila menggeleng dengan senyuman sendunya.Mikhaila meraih tangan prince dan menggenggamnya dengan lembut. Rasa sakit begitu terasa menusuk dada melihat wajah putranya yang telah dia sia-siakan semenjak berada dalam kandungan, hingga Mikhaila