“Kalian mau pergi kemana?” Leonardo menutup tabletnya, melihat Prince terkopoh-kopoh tengah berusaha membuka kursi roda elektrik yang diletakan di sudut jendela. “Kami akan pergi keluar sebentar,” jawab Rosea.Leonardo beranjak dari duduknya, hendak membantu putranya yang tengah kesulitan, namun belum sempat Leonardo menawarkan bantuan, tangan Prince sudah lebih dulu terangkat memberi isyarat.“Tidak perlu Ayah, aku bisa melakukannya sendiri,” tolak Prince.Leonardo mendengus geli.“Itu berat.”“Aku sudah dewasa, Ayah,” jawab Prince dengan penuh percaya diri.“Kamu yakin Prince?”“Aku yakin Ayah! Jangan tanya aku terus, aku kan sedang berkonsentrasi,” tegur Prince terganggu, dengan kesulitan anak itu mulai membuka lipatan kursi roda dan mengatur bagian belakangnya agar siap digunakan.Rosea menutup mulutnya menyembunyikan suara tawa yang keluar, Rosea terhibur melihat Leonardo yang kini mencebikan bibirnya, pria itu merenggut seperti seorang anak yang tengah kesal karena diabaikan dan
“Aku sudah tahu jika ingatan kamu kembali.”Tubuh Rosea menegak waspada, Rosea masih sedikit trauma dengan kebiasaan Leonardo yang suka menguntit segala hal tentang dirinya hingga ke dasar.“Kamu tahu dari mana?” tanya Rosea dengan napas tertahan.“Karina sudah menceritakan semuanya padaku.” Leonardo mengecup permukaan tangan Rosea dan kembali menempatkannya di pipi, biru matanya yang cerah menatap lekat Rosea dengan penuh pengharapan.“Kamu marah?”Leonardo menggeleng dengan senyuman. “Aku sangat berharap, jika alasan kamu masih bertahan disini dan memberiku kesempatan karena ingatan kamu kembali, kamu mengingat kenangan tentang kita, dan kamu masih memiliki perasaan kepadaku,” ucap Leonardo dengan penuh kehati-hatian.Pupil mata Rosea bergetar, bibir mungilnya terkatup rapat kehilangan kata-kata untuk menyangkal.Sejujurnya, kesalahan Leonardo terlalu banyak, dia tidak segan melukai orang-orang terdekat Rosea ketika keinginannya tidak terpenuhi, cara Leonardo mencintainya sudah san
Sore yang cerah terlihat di upuk barat, keramaian suara terdengar dari berbagai penjuru tempat negeri kecil Monaco.Lalu lalang mobil mewah memadati jalanan dan terparkir di dekat sebuah halaman kasino. Dua buah sedan hitam membelah jalanan, melintasi keramaian kota.Rosea tertidur lelap bersandar pada bahu Leonardo, sementara Prince meringkuk membiarkan paha ayahnya sebagai bantalan.Tidak membutuhkan waktu lama untuk bisa sampai ke tempat tujuan, kedua mobil sedan itu mendekati wiayah perumahan Monte Carlo dan memasuki salah satu rumah yang berdiri di dekat tebing.Sebuah rumah berlantai dua langsung menghadap ke lautan dengan sebuah taman yang indah dan kolam renang di sisi tebing yang curam berbatu ditumbuhi oleh pepohonan besar yang rindang.Pintu di sisi Leonardo terbuka, dengan penuh kehati-hatian pria itu melangkah keluar menggendong Rosea yang ketiduran usai meminum obat penenang.Suara rengekan Prince terdengar, anak itu terduduk lemas tidak dapat menahan kantuknya, kedua
“Nyonya Berta, dia masih menunggu di depan dan berharap bertemu dengan Anda.”“Saya tidak menerima tamu yang tidak memiliki urusan pekerjaan.”“Saya sudah mengatakannya, namun dia bersikeras.”Berta menyesap anggurnya untuk meredakan tenggorokannya yang kini mengering. Sejak beberapa jam lalu dia mendapatkan kabar jika Mikhaila datang ke Indonesia dan memohon ingin bertemu dengan Berta.Sesungguhnya, Berta masih berharap Mikhaila akan menjadi isteri Leonardo, dengan begitu putranya akan kembali hidup dalam jalur yang sudah ditentutan. Hidup tanpa kecacatan dan menjalankan kewajibannya sebagai seorang pewaris.Berta sangat ingin Leonardo kembali ke Indonesia dan kembali meminpin bisnis keuangan keluarganya. Berta sudah sangat kelabakan, dia tidak sanggup berlama-lama meminpin banyak cabang perusahaan usai ditinggalkan suami sekaligus putranya.Namun, sejak beberapa hari yang lalu, tepatnya ketika assistant Leonardo mengirimkan bukti cctv Mikhaila main tangan pada cucu satu-satunya, Ber
Aroma lembut lavender memenuhi ruangan, Rosea sedikit menggerakan kepalanya dan melihat ke sisi untuk menemukan keberadaan Leonardo yang sejak tadi berdiri menunggunya berendam.“Kenapa kamu masih ada disini?” tanya Rosea terdengar pelan.“Aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja.”Dengan cepat Rosea membuang muka dan memutar bola matanya. “Memangnya siapa yang sudah membuat aku kembali sakit lagi seperti ini?” Wajah Leonardo merah merona teringat percintaan singkat mereka berdua saat dia membantu melepas pakaian Rosea. “Aku kan tidak membuat banyak guncangan, kamu juga menikmatinya,” jawabnya membela diri. Rosea merangkak keluar dari bathub, selembar handuk besar membungkusnya.Suara pekikan terdengar begitu dengan mudahnya tubuhnya terayun dalam gendongan Leonardo yang membawanya keluar dari kamar mandi, lalu mendudukannya di sisi ranjang.“Aku bisa sendiri Leonardo,” bisik Rosea memberitahu. “Aku ingin membantu kamu.”“Beri aku ruang, sebentar saja. Aku tahu kamu juga sibu
“Turunkan aku!” bisik Rosea ditelinga Leonardo. “Aku tidak mau,” jawab Leonardo membalasnya dengan senyuman.“Turunkan, kamu gila ya?” maki Rosea mencubit keras lengan Leonardo dan menggigit bahunya, “turunkan tidak?”Alih-alih meringis dan menuruni perintah Rosea, Leonardo menanggapinya dengan tawa. Dengan mudahnya Leonardo menarik mundur kursi dengan ujung sepatunya, dia segera duduk membawa Rosea di pangkuannya.Satu kaki Rosea yang terluka membuatnya kesulitan bergerak pindah tanpa bantuan tongkat. “Jangan terlalu banyak bergerak, kamu bisa membangunkan sesuatu,” bisik Leonardo memeluk erat pinggang Rosea agar berhenti memberontak.Leonardo tertawa geli melihat cemberutan kesal Rosea yang tidak bisa memaki karena ada Prince yang tengah memperhatikan.“Prince, apa kamu bis_”“Bisa memotongkan daging untuk Sea?” potong Leonardo menyela ucapan Rosea yang hendak meminta tolong agar Prince membawakan kursi roda untuknya.“Tentu saja.” dengan penuh semangat Prince mengambil piring dan
“Apa aku sudah mengambil keputusan yang tepat?” tanya Rosea pada dirinya sendiri.Rosea terbaring sendiri di tengah ranjang, menatap nyalang langit-langit kamar yang terang, gemercing cincin gordeng terdengar dikesunyian, jam kecil di atas meja menunjukan pukul dua malam.Masih terbayang tentang apa yang telah dia ucapkan pada Leonardo. Rosea terkejut dengan dirinya sendiri yang berbicara spontan begitu saja meminta dilamar.Reaksi pertama Leonardo adalah tersipu malu seperti seorang anak gadis yang mendengarkan pengakuan cinta pertamanya dari seseorang, ketakutan dimatanya berubah menjadi kobaran semangat.Leonardo pergi dengan senyuman yang cerah, meninggalkan dengan bisikan cinta dan sebuah janji untuk segera melamarnya.Rosea memijat keningnya dengan penuh tekanan, perasaannya kini menjadi gugup, dia tidak memiliki bayangan apapun tentang pernikahan.Selama ini, Rosea tidak pernah berencana akan menikah dalam hidupnya. Rosea terbiasa melakukan banyak hal sendiri dan menjadikan di
Tangan Rosea terkepal kuat sampai buku-buku jarinya memutih, hatinya cukup sakit mendengarkan ucapan Berta yang selalu saja menghinanya.Rosea harus mengontrol diri, kali ini dia tidak boleh memikirkan tentang harga dirinya saja, Rosea juga perlu mengetahui sesuatu.Rosea mengatur napasnya beberapa kali, sebelum akhirnya dia berkata, “Sejak pertama kita bertemu, Anda terus menerus membicarakan uang. Jika Anda takut saya mencuri uang Anda dan putra Anda, buatlah surat perjanjian agar hidup Anda tenang bersama uang-uang yang Anda banggakan,” jawab Rosea.“Memangnya kamu pikir itu akan berlaku setelah kamu berhasil membuat putra saya tergila-gila padamu?” tanya Berta menaikan nada suaranya.Mata Rosea memicing, semakin dia banyak berbicara dengan Berta, Rosea semakin tidak mengerti jalan pikiran wanita itu. “Apa sebenarnya kekurangan saya? Mengapa Anda begitu membenci saya?”Hening..Ada jeda yang cukup lama terjadi, rupanya Berta tidak bisa langsung menjawab pertanyaan sederhana Rose
Angin berhembus kencang begitu yacht bergerak, langit cukup gelap pekat, berbanding balik dengan terangnya lampu-lampu bangunan rumah di pinggiran dermaga, cahanya menyebarkan pantulan terang di permukaan air laut.Rosea mengambil gelas anggur dan mencicipinya satu tegukan kecil, lalu meninggalkannya karena kini dia harus memikirkn kandungannya. Usapan lembut tangan Leonardo menyentuh permukaan perut Rosea. “Aku dengar, perempuan yang sedang hamil sering mengalami perubahan emosi karena hormonal. Kapan kamu akan mengalaminya?”Rosea langsung membuang muka sambil menutup mulutnya yang tidak dapat menahan senyuman malu. Leonardo tidak tahu saja, sejak beberapa hari terakhir ini justru Rosea merasa pikiran dan perasaannya lebih santai tanpa alasan yang bisa dia mengerti, dia lebih suka menghabiskan waktunya untuk membaca buku.Lebih anehnya lagi, Rosea menjadi lebih sering merindukan Leonardo. Logika dan perasaannya bertentangan begitu jauh. Logika Rosea masih terbayang dengan ketakut
“Sea!” tangan Prince melambai di udara, anak itu berlari secepat yang dia bisa, menghampiri Rosea dan menghembur kedalam pelukannya dengan tawa riang.Banyak kejadian baik yang datang padanya akhir-akhir ini. Ibunya, neneknya, mereka semua menjadi lebih lembut dari biasanya, tidak lagi menekan Prince untuk terus belajar dan bertemu berbagai guru less sepanjang waktu.Prince bahagia, neneknya tidak lagi berbicara buruk tentang Rosea, neneknya justru mendukung Rosea untuk menjadi ibunya.Setelah penantian panjang, dia akan segera memiliki seorang ibu yang tinggal bersama dengannya sepanjang hari, mengantarnya pergi ke sekolah dan menemaninya pergi camping sekolah.Prince memejamkan matanya merasakan pelukan hangat Rosea yang melingkupi tubuhnya. Pelukan yang menenangkan dan selalu dia rindukan.“Mengapa Sea tidak pernah mengangkat teleponku akhir-akhir ini? Aku pikir Sea sedang marah,” ungkap Prince.“Dokter bilang, aku tidak boleh menggunakan handpone saat sakit,” jawab Rosea berbohong
“Saya Leonardo Abraham, saya datang ke sini ingin melamar Rosea Gabriella, putri Anda.”Tubuh Kartika menegak, menatap lekat sosok pria yang datang melamar putrinya malam ini. Pria itu duduk dengan tegap dan berbicara tanpa keraguan. Sejujurnya, Kartika masih ragu karena dia belum mengenal sosok Leonardo. Masih ada banyak hal yang ingin Kartika ketahui darinya, disisi lain Kartika juga harus percaya dengan pilihan putrinya.Rosea tidak mungkin melabuhkan hidupnya pada lelaki sembarangan setelah menolak lamaran dari banyak lelaki.“Apa Anda yakin?” tanya Kartika.Leonardo tersenyum lembut. “Keyakinan saya tidak pernah berubah untuk menikahi Rosea sejak satu tahun yang lalun.” “Nak Leonardo, Anda tahu kan pernikahan dijalankan seumur hidup. Setiap manusia itu memiliki sisi baik dan buruknya, dan itu berlaku pada putri saya Rosea, jika Anda menikah dengannya, maka Anda harus menerima segala kekurangan dan kelebihannya. Anda harus menerima Rosea apa adanya,” ucap Kartika.Leonardo menga
“Ayah, kita mau pergi kemana sebenarnya?” tanya Prince memperhatikan jalanan yang ramai. Sudah satu tahun lebih Prince meninggalkan Indonesia, dia merindukan suasanannya yang jauh berbeda dengan suasana eropa.Prince melihat ke belakang, memperhatian mobil Berta yang terus mengikutinya sejak tadi. Tidak seperti biasanya, neneknya ikut bepergian.Menyadari keterdiaman Leonardo, Prince bergeser memeluk lengan ayahnya, anak itu memperhatikan Leonardo yang terlihat gelisah tidak seperti biasanya. Sejak dari rumah Prince memperhatikan ayahnya yang bergerak kesana-kemari tanpa melakukan apapun. “Ayah kenapa? Ayah sakit?” tany Prince mengguncang lengan Leonardo.“Ayah tidak sakit, Prince,” jawab Leonardo.“Tapi wajah Ayah pucat.”Leonardo mendengus malu, sejujurnya, semenjak berpisah dengan Rosea di bandara, dia gugup setengah mati. Ini adalah pengalaman pertama Leonardo, segala keperluan ditangani oleh Adam dan Bety karena Berta sendiri tidak begitu tahu tentang budaya melamar di Indon
Hogan memijat batang hidungnya dengan kuat, lelaki paruh baya itu berpikir keras dengan ketidak mengertiannya, mengapa putrinya yang tidak suka menmiliki ik, kini secara tiba-tiba memutuskan untuk menikah.Hogan lebih tidak mengerti karena lelaki yang Rosea pilih adalah Leonardo Abraham. Padahal, ingatan Rosea telah kembali, seharusnya Rosea ingat jika selama ini dia selalu berusaha menghindar dari Leonardo karena sifat ibunya yang bermasalah.“Ya Tuhan..” Kartika menghembuskan napasnya dengan berat kesulitan berkata-kata.Beberapa kali Kartika mengatur napasnya agar bisa berpikir rasional, dilihatnya kembali Rosea yang duduk begitu tenang. Ketenangan yang Rosea tunjukan menyadarkan Katika bahwa putrinya tidak main-main dengan ucapannya.“Apa sebenarnya alasan yang membuat kamu memutuskan untuk menikah dengan Leonardo, Sea? Tidakkah kamu ingat apa yang telah dilakukan ibunya pada keluarga kita?” lirih Kartika bertanya.Hogan mengangguk setuju. “Ayah juga tidak begitu menyukainya Sea.
“Aku ingin mencantumkan dalam perjanjian pra-nikah kita, aku tidak menerima uang itu dalam bentuk apapun untuk anakku.”Kening Leonardo mengerut tidak mengerti. “Apa maksudmu Sea?”“Aku tulus menerima kamu Leonardo, dan aku tidak sudi dituduh hamil hanya untuk mendapatkan uang!”“Itu tidak bisa. Lagi pula, tidak ada yang pernah berpikiran seperti itu padamu.”“Ibumu yang mengatakannya tepat sehari sebelum aku tahu kehamilanku,” lirih Rosea menahan tangisan yang mendesaknya. “Aku tidak ingin memperpanjang masalah dengan siapapun. Aku hanya ingin anak yang akan aku lahirnya hidup dalam kedamaian tanpa menerima tuduhan buruk. Karena itu, cantumkan saja dalam perjanjian pra-nikah kita, jika harta kita akan tetap terpisah meski telah menikah dan anakku tidak akan menerima tunjangan masa depan. Aku masih mampu mempersiapkan tabungan masa depan anak kita.”Leonardo terpaku kaget hingga tidak mampu berkata-kata.Leonardo bisa memahami sakit hati Rosea, disisi lain dia tidak setuju dengan k
Leonardo keluar dari kamar mandi, didapatinya Rosea yang tengah duduk ditengah ranjang, ditangannya terdapat sebuah buku yang tengah dia baca. Segelas susu yang dia siapkan sebelum pergi mandi, kini telah kosong di meja.Waktu sudah menunjukan pukul sepuluh malam.“Kamu harus tidur Sea.”“Aku belum mengantuk,” jawab Rosea tetap fokus membaca bukunya.Dengan keadaan bertelanjang dada, Leonardo merangkak naik ke ranjang dan duduk disisi Rosea, melihat sebuah buku yang tengah dibacanya tanpa berbicara sepatah katapun.Ketenangan Rosea membuat Leonardo tidak mengerti. Setelah memberitahukan kehamilannya, dengan sikap yang manis Rosea memasakan makan malam untuk Leonardo, bahkan saat menemani Leonardo makan, Rosea hanya menanyakan kabar Prince.Sejujurnya, Leonado luar biasa bahagia dengan sikap manis Rosea. Namun, Leonardo juga menantikan Rosea untuk membicarakan tentang kedatangan ibunya karena ini masalah yang sangat penting.Tidak seperti biasanya Rosea menunda masalah..Padahal, Leona
Perlu waktu satu setengah jam untuk melakukan perjalanan dari Prancis ke Monaco. Begitu sampai, Leonardo terburu-buru pergi menaiki taksi. Dia tidak ingin menunggu barang sedetikpun untuk bisa segera bertemu dengan Rosea.Taksi bergerak cepat melintasi jalanan.Semakin dekat jarak yang dia tempuh ke tempat tujuan, Leonardo gugup, beberapa kali dia menahan napasnya karena degup jantung yang berdebar kencang tidak terkontrol, kerinduan yang begitu kuat kini akhirnya akan menemukan peredanya.Leonardo tahu, akan ada sederet penjelasan yang menanti untuk diceritakan kepada Rosea, ada setumpuk kata yang harus dia ucapkan untuk meyakinkan Rosea agar tetap berada di sisinya.Namun, semuanya tidak akan sesulit sebelumnya.Ibu Leonardo sudah memberinya izin menikah dengan Rosea, dan ada seorang anak yang tengah Rosea kandung menjadi penguat hubungan mereka berdua.Senyuman menawan Leonardo langsung terlihat di jendela mobil.Betapa menyenangkannya membayangkan Prince akhirnya menjadi seorang
Prince bergerak gelisah menyadari jika Mikhaila membawanya terlalu jauh dari Berta dan Leonardo. Masih sulit untuknya percaya jika ibunya tidak akan melakukan apapun.Bukan tanpa alasan, Mikhaila sudah terlalu sering membohonginya dibalik janji.“Prince,” panggil Mikhaila berhati-hati, “tolong lihat ibu sebentar saja, ibu ingin berbicara dengan kamu. Ini penting.”Prince kembali memusatkan perhatiannya pada Mikhaila yang kini terduduk lesu tidak begitu bersemangat seperti biasanya. Cekungan di pipi, kantung mata yang membesar, hingga penampilan yang tidak terawat tidak mencerminkan Mikhaila yang selama ini Prince kenal. “Apa Ibu sakit? Ayo kita ke dokter,” ajak Prince berhati-hati, dia takut menyinggung perasaan ibnya.“Ibu baik-baik saja.” Mikhaila menggeleng dengan senyuman sendunya.Mikhaila meraih tangan prince dan menggenggamnya dengan lembut. Rasa sakit begitu terasa menusuk dada melihat wajah putranya yang telah dia sia-siakan semenjak berada dalam kandungan, hingga Mikhaila