Leonardo mengendarai mobilnya melakukan perjalanan menuju tempat pemotretan Mikhaila, meski dia tidak begitu suka untuk mengantarnya, namun ada baiknya jika Leonardo mengalah dibandingkan harus berdebat.Cuaca yang cerah hari ini membuat beberapa orang terlihat keluar untuk beraktivitas dan berjalan kaki, beberapa angkutan umum ikut dibuat penuh oleh penduduk local dan turis.Kendaraan Leonardo memelan dan berhenti, orang yang menyebrang terlihat berlalu lalang di depannya.Diantara banyak keramaian, pria itu terpaku melihat ke sebrang jalan, melihat sesuatu yang sudah berhasil menarik perhatiannya.Rosea, dia tengah berjalan di antara keramaian orang yang menyebrang.“Ibumu akan pulang hari ini?” Tanya Mikhaila memulai percakapan.“Benar,” jawab Leonardo singkat tanpa mengalihkan perhatiannya dari Rosea.Hari ini Rosea mengenakan pakaian yang lebih terbuka, dia melangkah percaya diri dengan heelsnya.Wanita itu terlihat menarik di antara kerumunan, segala yang ada pada dirinya sangat
Setibanya di tempat tujuan, Mikhaila keluar lebih dulu dari mobil, wanita itu melihat ke sekitar dan tersadar jika hampir semua orang yang bekerja hari ini sudah datang.Mikhaila berdiri di sisi pintu Leonardo berada, dia membungkuk dan melihat Leonardo yang terlihat akan kembali pergi.“Turun dan masuklah sebentar, teman-temanku ingin berkenalan denganmu, saat di pesta semalam, ada banyak yang tidak bisa datang,” ajak Mikhaila.“Aku akan melakukannya lain waktu. Untuk sekarang kamu masuk saja sendirian, aku sudah terlambat karena temanku menunggu,” jawab Leonardo terdengar tenang.“Leonardo, aku mohon, ayo turun,” pinta Mikhaila sekali lagi sambil memasang ekspresi memelas.Mikhaila tidak ingin melewatkan kesempatan agar terlihat sebagai pasangan yang sempurna di depan semua orang. Mikhaila ingin semua orang yang ada di sekitarnya tahu bahwa dia dan Leonardo saling mencintai meski Leonardo tidak pernah sekalipun mengajaknya pergi ke acara resmi.“Apa kamu tidak mengerti ucapanku Mikh
Rosea kehilangan kata-kata, keberaniannya benar-benar hilang tanpa sisa dan kakinya melangkah terantuk-antuk mengikuti langkah Leonardo yang menariknya pergi menuju mobil.Tubuh Rosea terhuyung dalam dorongan lembut Leonardo yang mendorongnya masuk ke dalam mobil.Ketika Leonardo menyusul masuk ke dalam, dia melepaskan jaket golf-nya dan menutupi paha Rosea.“Aku tidak butuh,” tolak Rosea menyingkirkan jaket Leonardo.Leonardo menghela napasnya dengan berat, pria itu membungkuk dan membuat wajahnya berdekatan dengan Rosea yang terlihat ketakutan. “Aku mudah bergairah jika melihat kamu berpakaian terbuka, karena itu pakailah.”Wajah cantik Rosea berubah pias, dengan cepat dia menutupi pahanya lagi."Good!"Hanya saja, sepanjang jalan, Rosea duduk dengan gelisah. Sesekali, dia melirik Leonardo yang kini mulai menyetir. Terjebak dalam ruangan sempit bersama pria yang berkepribadian menakutkan membuat Rosea sangat khawatir.“Kamu akan membawaku ke mana?” tanya Rosea waspada, tangan mungiln
Pupil mata Rosea melebar kaget, ketertarikan Leonardo membuat Rosea ngeri.“Aku cukup terkesan dengan kegigihanmu, tapi sepertinya kamu perlu disadarkan jika saat ini kamu tertarik pada wanita yang salah,” ucap Rosea berusaha bersikap setenang mungkin meski kini jantungnya mulai berdegup kencang karena takut.“Instingku tidak pernah salah,” timpal Leonardo.Rosea tersenyum meremehkan atas kepercayaan diri Leonardo. “Aku materialistis, aku tidak suka pria miskin, aku suka belanja berpoya-poya, dan aku suka berselingkuh,” provokasi Rosea.“Aku memiliki cukup banyak uang untuk membiayai semua keinginanmu sampai tua,” balas Leonardo dengan tenang.“Aku tidak bisa memasak, aku benci anak kecil dan aku ringan tangan,” jawab Rosea lagi mulai jengkel.“Itu tidak jadi masalah untukku,” jawab Leonardo tidak terpengaruh.Rosea membuang napas dengan kasar, kemarahan akan meledak di kepalanya bila masih terus berbicara dengan Leonardo.“Aku sudah tidak mau beromong kosong lagi, aku akan pulang! Jan
Rosea melihat ke penjuru arah dengan bingung, seharusnya kini dia pergi ke lantai bawah jika ingin makan, lantas mengapa kini mereka pergi ke lantai atas?Sudah lebih dari tiga lantai dia mengitari tangga, entah kapan mereka sampai. “Kamu harusnya naik lift sendirian agar tidak kelelahan, aku bisa naik tangga sendirian,” ucap Rosea seraya menggenggam lebih kuat tangan Prince.“Aku tidak apa-apa,” jawab Prince tersenyum lebar.“Kenapa kita pergi ke atas? Bukankah seharusnya kita makan di lantai bawah? Lagipula, aku yang akan meneraktir kamu.”“Aku ingin memberikan kejutan untuk Sea,” jawab Prince.Setelah melewati empat lantai, akhirnya mereka sampai.Rosea sempat terdiam merasakan suasana lantai yang berbeda dari lantai sebelum-sebelumnya, lorong kamar yang jauh lebih luas, dinding kaca yang memperlihatkan pemandangan lebih indah.Langkah Prince terhenti di depan salah satu pintu penthouse. “Ayo Sea,” ajak Prince setelah membuka pintu aksesnya.“Kenapa masuk ke dalam? Ada sesuatu ya
Sesampai di dapur, Leonardo menunjukan beberapa bahan makanan yang sudah di sediakan dan membiarkan Rosea memilih untuk memasak apa.“Mau aku bantu?” tanya Leonardo sambil bersandar pada sudut lemari.Alih-alih menjawab, tangan Rosea mengayun kuat pisau tajamnya, dia membelah buah dalam satu tebasan hingga menimbulkan suara nyaring yang tajam di atas talenan.Leonardo menahan tawanya melihat cara Rosea menunjukan rasa protesnya karena marah dan tidak mau di ganggu.Leonardo tidak lagi bertanya dan mengganngu, dalam diamnya, Leonardo menghabiskan waktunya untuk memandangi Rosea.Melihat Rosea di dapur dan sibuk memasak, mengingatkan Leonardo akan kenangan masa lalunya yang sederhan dan indah.Napas Leonardo sedikit memberat, terbayang jika dulu dia sering memeluk Rosea dari belakang dan mengigit tengkuknya hanya sekadar untuk mengganggu, terkadang Rosea menghabiskan waktunya untuk menggeser layar, melihat cara memasak makanan favorit Leonardo dan Prince.Leonrdo sangat merindukan momen
Rosea duduk dengan gelisah, dia sudah menghabiskan banyak waktu agar selesai memasak, dan kini harus makan bersama sebelum pergi.Cukup menyesakan, sejak tadi dia memasak, Prince dan Leonardo tidak melepaskan dia pergi beranjak jauh.Prince menyuapkan potongan daging terakhirnya sebelum mengambil piring besar puding buah yang sejak awal mencuri perhatiannya.“Mau aku potongkan?” tanya Rosea.Prince mengangguk malu, anak itu membiarkan Rosea beranjak untuk membantu memotongkan pudding untuk di makannya.“Sea,” panggil Prince ragu, kedua tangan mungilnya saling betaut terlihat gelisah, begitu pula dengan sepasang matanya yang cerah terlihat gugup. "”Kapan Sea akan jadi mamahku? Ayah bilang, setelah Sea kembali, Sea akan jadi mamahku.”Rosea tercengang sampai pisau pemotong puding terjatuh ke meja. “A-anu, sepertinya kamu salah paham,” jawab Rosea terbata dan panik tidak tahu harus menjelaskan situasinya seperti apa.“Salah paham?” tanya Prince tidak mengerti. “Apa Sea ingin menikah dulu
“Anda ingin berbicara apa?” tanya Rosea memulai pembicaraan lebih dulu.“Bagaimana kabarmu?” tanya Berta tidak lagi berbicara formal seperti sebelumnya.“Kabar saya baik,” jawab Rosea dengan napas tersendat, Rosea tidak bisa menyembunyikan ketidak nyamanannya meski hanya duduk berhadapan dengan Berta.“Saya minta maaf atas kejadian satu tahun yang lalu. Semuanya murni kesalahan saya hingga tidak sengaja membuat kekacauan, saya sudah terlalu gegabah menilaimu,” ucap Berta tidak terduga.Rosea menelan salivanya dengan kesulitan. Rosea bisa menilai, dari cara Berta berbicara, dia adalah seseorang yang angkuh, dan bila orang angkuh seperti Berta meminta maaf, itu artinya kemungkinan telah terjadi sesuatu yang besar terjadi di masa lalu.Lantas apa yang sudah Berta perbuat di masa lalu padanya?Rosea menjadi sangat penasaran ingin mengetahui apa yang telah terjadi padanya di masa lalu.“Saya mengerti,” jawab Rosea datar.“Kenapa kamu kembali muncul setelah sekian lama menghilang?” tanya Be
Angin berhembus kencang begitu yacht bergerak, langit cukup gelap pekat, berbanding balik dengan terangnya lampu-lampu bangunan rumah di pinggiran dermaga, cahanya menyebarkan pantulan terang di permukaan air laut.Rosea mengambil gelas anggur dan mencicipinya satu tegukan kecil, lalu meninggalkannya karena kini dia harus memikirkn kandungannya. Usapan lembut tangan Leonardo menyentuh permukaan perut Rosea. “Aku dengar, perempuan yang sedang hamil sering mengalami perubahan emosi karena hormonal. Kapan kamu akan mengalaminya?”Rosea langsung membuang muka sambil menutup mulutnya yang tidak dapat menahan senyuman malu. Leonardo tidak tahu saja, sejak beberapa hari terakhir ini justru Rosea merasa pikiran dan perasaannya lebih santai tanpa alasan yang bisa dia mengerti, dia lebih suka menghabiskan waktunya untuk membaca buku.Lebih anehnya lagi, Rosea menjadi lebih sering merindukan Leonardo. Logika dan perasaannya bertentangan begitu jauh. Logika Rosea masih terbayang dengan ketakut
“Sea!” tangan Prince melambai di udara, anak itu berlari secepat yang dia bisa, menghampiri Rosea dan menghembur kedalam pelukannya dengan tawa riang.Banyak kejadian baik yang datang padanya akhir-akhir ini. Ibunya, neneknya, mereka semua menjadi lebih lembut dari biasanya, tidak lagi menekan Prince untuk terus belajar dan bertemu berbagai guru less sepanjang waktu.Prince bahagia, neneknya tidak lagi berbicara buruk tentang Rosea, neneknya justru mendukung Rosea untuk menjadi ibunya.Setelah penantian panjang, dia akan segera memiliki seorang ibu yang tinggal bersama dengannya sepanjang hari, mengantarnya pergi ke sekolah dan menemaninya pergi camping sekolah.Prince memejamkan matanya merasakan pelukan hangat Rosea yang melingkupi tubuhnya. Pelukan yang menenangkan dan selalu dia rindukan.“Mengapa Sea tidak pernah mengangkat teleponku akhir-akhir ini? Aku pikir Sea sedang marah,” ungkap Prince.“Dokter bilang, aku tidak boleh menggunakan handpone saat sakit,” jawab Rosea berbohong
“Saya Leonardo Abraham, saya datang ke sini ingin melamar Rosea Gabriella, putri Anda.”Tubuh Kartika menegak, menatap lekat sosok pria yang datang melamar putrinya malam ini. Pria itu duduk dengan tegap dan berbicara tanpa keraguan. Sejujurnya, Kartika masih ragu karena dia belum mengenal sosok Leonardo. Masih ada banyak hal yang ingin Kartika ketahui darinya, disisi lain Kartika juga harus percaya dengan pilihan putrinya.Rosea tidak mungkin melabuhkan hidupnya pada lelaki sembarangan setelah menolak lamaran dari banyak lelaki.“Apa Anda yakin?” tanya Kartika.Leonardo tersenyum lembut. “Keyakinan saya tidak pernah berubah untuk menikahi Rosea sejak satu tahun yang lalun.” “Nak Leonardo, Anda tahu kan pernikahan dijalankan seumur hidup. Setiap manusia itu memiliki sisi baik dan buruknya, dan itu berlaku pada putri saya Rosea, jika Anda menikah dengannya, maka Anda harus menerima segala kekurangan dan kelebihannya. Anda harus menerima Rosea apa adanya,” ucap Kartika.Leonardo menga
“Ayah, kita mau pergi kemana sebenarnya?” tanya Prince memperhatikan jalanan yang ramai. Sudah satu tahun lebih Prince meninggalkan Indonesia, dia merindukan suasanannya yang jauh berbeda dengan suasana eropa.Prince melihat ke belakang, memperhatian mobil Berta yang terus mengikutinya sejak tadi. Tidak seperti biasanya, neneknya ikut bepergian.Menyadari keterdiaman Leonardo, Prince bergeser memeluk lengan ayahnya, anak itu memperhatikan Leonardo yang terlihat gelisah tidak seperti biasanya. Sejak dari rumah Prince memperhatikan ayahnya yang bergerak kesana-kemari tanpa melakukan apapun. “Ayah kenapa? Ayah sakit?” tany Prince mengguncang lengan Leonardo.“Ayah tidak sakit, Prince,” jawab Leonardo.“Tapi wajah Ayah pucat.”Leonardo mendengus malu, sejujurnya, semenjak berpisah dengan Rosea di bandara, dia gugup setengah mati. Ini adalah pengalaman pertama Leonardo, segala keperluan ditangani oleh Adam dan Bety karena Berta sendiri tidak begitu tahu tentang budaya melamar di Indon
Hogan memijat batang hidungnya dengan kuat, lelaki paruh baya itu berpikir keras dengan ketidak mengertiannya, mengapa putrinya yang tidak suka menmiliki ik, kini secara tiba-tiba memutuskan untuk menikah.Hogan lebih tidak mengerti karena lelaki yang Rosea pilih adalah Leonardo Abraham. Padahal, ingatan Rosea telah kembali, seharusnya Rosea ingat jika selama ini dia selalu berusaha menghindar dari Leonardo karena sifat ibunya yang bermasalah.“Ya Tuhan..” Kartika menghembuskan napasnya dengan berat kesulitan berkata-kata.Beberapa kali Kartika mengatur napasnya agar bisa berpikir rasional, dilihatnya kembali Rosea yang duduk begitu tenang. Ketenangan yang Rosea tunjukan menyadarkan Katika bahwa putrinya tidak main-main dengan ucapannya.“Apa sebenarnya alasan yang membuat kamu memutuskan untuk menikah dengan Leonardo, Sea? Tidakkah kamu ingat apa yang telah dilakukan ibunya pada keluarga kita?” lirih Kartika bertanya.Hogan mengangguk setuju. “Ayah juga tidak begitu menyukainya Sea.
“Aku ingin mencantumkan dalam perjanjian pra-nikah kita, aku tidak menerima uang itu dalam bentuk apapun untuk anakku.”Kening Leonardo mengerut tidak mengerti. “Apa maksudmu Sea?”“Aku tulus menerima kamu Leonardo, dan aku tidak sudi dituduh hamil hanya untuk mendapatkan uang!”“Itu tidak bisa. Lagi pula, tidak ada yang pernah berpikiran seperti itu padamu.”“Ibumu yang mengatakannya tepat sehari sebelum aku tahu kehamilanku,” lirih Rosea menahan tangisan yang mendesaknya. “Aku tidak ingin memperpanjang masalah dengan siapapun. Aku hanya ingin anak yang akan aku lahirnya hidup dalam kedamaian tanpa menerima tuduhan buruk. Karena itu, cantumkan saja dalam perjanjian pra-nikah kita, jika harta kita akan tetap terpisah meski telah menikah dan anakku tidak akan menerima tunjangan masa depan. Aku masih mampu mempersiapkan tabungan masa depan anak kita.”Leonardo terpaku kaget hingga tidak mampu berkata-kata.Leonardo bisa memahami sakit hati Rosea, disisi lain dia tidak setuju dengan k
Leonardo keluar dari kamar mandi, didapatinya Rosea yang tengah duduk ditengah ranjang, ditangannya terdapat sebuah buku yang tengah dia baca. Segelas susu yang dia siapkan sebelum pergi mandi, kini telah kosong di meja.Waktu sudah menunjukan pukul sepuluh malam.“Kamu harus tidur Sea.”“Aku belum mengantuk,” jawab Rosea tetap fokus membaca bukunya.Dengan keadaan bertelanjang dada, Leonardo merangkak naik ke ranjang dan duduk disisi Rosea, melihat sebuah buku yang tengah dibacanya tanpa berbicara sepatah katapun.Ketenangan Rosea membuat Leonardo tidak mengerti. Setelah memberitahukan kehamilannya, dengan sikap yang manis Rosea memasakan makan malam untuk Leonardo, bahkan saat menemani Leonardo makan, Rosea hanya menanyakan kabar Prince.Sejujurnya, Leonado luar biasa bahagia dengan sikap manis Rosea. Namun, Leonardo juga menantikan Rosea untuk membicarakan tentang kedatangan ibunya karena ini masalah yang sangat penting.Tidak seperti biasanya Rosea menunda masalah..Padahal, Leona
Perlu waktu satu setengah jam untuk melakukan perjalanan dari Prancis ke Monaco. Begitu sampai, Leonardo terburu-buru pergi menaiki taksi. Dia tidak ingin menunggu barang sedetikpun untuk bisa segera bertemu dengan Rosea.Taksi bergerak cepat melintasi jalanan.Semakin dekat jarak yang dia tempuh ke tempat tujuan, Leonardo gugup, beberapa kali dia menahan napasnya karena degup jantung yang berdebar kencang tidak terkontrol, kerinduan yang begitu kuat kini akhirnya akan menemukan peredanya.Leonardo tahu, akan ada sederet penjelasan yang menanti untuk diceritakan kepada Rosea, ada setumpuk kata yang harus dia ucapkan untuk meyakinkan Rosea agar tetap berada di sisinya.Namun, semuanya tidak akan sesulit sebelumnya.Ibu Leonardo sudah memberinya izin menikah dengan Rosea, dan ada seorang anak yang tengah Rosea kandung menjadi penguat hubungan mereka berdua.Senyuman menawan Leonardo langsung terlihat di jendela mobil.Betapa menyenangkannya membayangkan Prince akhirnya menjadi seorang
Prince bergerak gelisah menyadari jika Mikhaila membawanya terlalu jauh dari Berta dan Leonardo. Masih sulit untuknya percaya jika ibunya tidak akan melakukan apapun.Bukan tanpa alasan, Mikhaila sudah terlalu sering membohonginya dibalik janji.“Prince,” panggil Mikhaila berhati-hati, “tolong lihat ibu sebentar saja, ibu ingin berbicara dengan kamu. Ini penting.”Prince kembali memusatkan perhatiannya pada Mikhaila yang kini terduduk lesu tidak begitu bersemangat seperti biasanya. Cekungan di pipi, kantung mata yang membesar, hingga penampilan yang tidak terawat tidak mencerminkan Mikhaila yang selama ini Prince kenal. “Apa Ibu sakit? Ayo kita ke dokter,” ajak Prince berhati-hati, dia takut menyinggung perasaan ibnya.“Ibu baik-baik saja.” Mikhaila menggeleng dengan senyuman sendunya.Mikhaila meraih tangan prince dan menggenggamnya dengan lembut. Rasa sakit begitu terasa menusuk dada melihat wajah putranya yang telah dia sia-siakan semenjak berada dalam kandungan, hingga Mikhaila