Home / Romansa / My Posessive Boyfriend [Indonesia] / Prelude: Renjuna Winarga.

Share

Prelude: Renjuna Winarga.

Author: Asteroid
last update Last Updated: 2021-06-03 18:58:24

23 Desember, 2018 ....

Bathrobe putih membungkus tubuh kekarnya yang jangkung menjulang. Lelaki itu sibuk menyesap hangatnya caramel macchiato buatan sendiri pagi-pagi buta. Orang-orang mengenalnya sebagai Renjuna Winarga. Asal-usulnya kelabu, bahkan mereka tak tahu marga apa yang disandang laki-laki itu. 

Lagi, orang-orang berkata kalau seharusnya Juna jadi penyandang The Most Handsome and Cool Boy di kampus- wajahnya tampan, otaknya pintar dan baju-bajunya ... ah, terlihat mahal dan berkelas. Namun tahun pertama kuliahnya, Juna mematahkan itu. 

Juna katanya tak segan-segan memukul atau menghajar siapa saja yang menghalanginya jalannya atau dia yang membuatnya kesal. Memang ya, orang-orang itu berpikiran sempit. Juna hanya pernah satu kali memukuli seorang dan bagi Juna, itu tindakan yang tepat bagi keparat busuk yang hobi menelisik badan perempuan. 

"Lihat tuh, kakinya aja segede gaban." Tiga pemuda bergerumul dalam satu meja di kafetaria fakultas. Juna sibuk menggeser beranda sosial media sambil menunggu Jeno dan beberapa temannya yang katanya mau mengambilkannya makanan. 

Awalnya Juna tak peduli. Tapi begitu gadis yang mereka bicarakan mendekat ke arah tiga pemuda itu Juna mulai tertarik. 

"Kalian ngomongin gue?" Gadis itu bertanya dengan raut muka tidak enak. Wajahnya merah entah menahan malu atau marah. 

"Owww tenang dong, datang jangan langsung marah-marah, Mbak!" ucap salah satunya dengan raut wajah menggoda, dan sesekali tertawa meremehkan. Juna menukik mulai menukik alis. 

"Iya nih, gak seru. Harusnya kamu senyum dong, biar kelihatan cantik dikit." Satunya lagi menimpali, yang dapat hadiah tawa ejek dari kedua temannya. 

Wajah gadis itu kian memerah. "Ih, kenapa kok kayak malu gitu? Jangan malulah, sini duduk sini sama Abang." 

"Gila ya kalian!" Gadis itu menghentak kaki, lalu pergi dengan bersungut-sungut.

Juna meremas sedikit erat pada ponselnya. Laki-laki itu tersenyum sumir setelah sebuah ide epik mampir ke kepalanya. 

Juna berdiri lalu dengan keras dia menghantam salah satu wajah dari pemuda di samping mejanya. Semua atensi tertuju pada mereka berempat. 

"Oh, sori-sori, gue sengaja." Juna berkata dengan seringai yang tercetak jelas. "Aduh, gimana dong? Wajah lo udah jelek jadi makin jelek." Lalu wajah tersenyum itu hilang, berganti jadi lagak sok khawatir yang jelas sekali cuma dibuat-buat. 

"Masalah lo apa sih?!" Salah satunya bertanya menyolot. 

"Masalah gue? Gue sih gak punya masalah, kayaknya kalian deh yang bermasalah." Juna mengetuk pelipisnya beberapa kali dengan ujung telunjuk. "Otak kalian kayaknya ketinggalan di rumah, ya?" 

"Kurang ajar!" Yang kepalanya hampir benjol karena sodokan maut ponsel iPhone Juna pun marah. Laki-laki itu dengan cepat melayangkan Bogeman mentah di wajah Juna. 

Lalu hanya dengan begitu saja, pertandingan satu lawan tiga tak dapat dihindarkan. Mereka bergerumul hingga meja-meja berserakan, bangku terbalik dan tak urung patah kakinya. Tentu saja mahasiswa lain juga berlomba, berlomba mengambil gambar, video dan memviralkan kejadian itu di sosial media. 

Juna mendapatkan poin diskors selama satu semester gara-gara kejadian itu. Salah satu dari pemuda keparat, patah tangannya dan yang dua pingsan. Jangan remehkan Juna, sungguh!

Rumor menyebar dengan cepat setelah Juna kelihatan tak lagi masuk selama hampir satu Minggu. Fakta bahwa ibunya mati di tangan ayahnya sendiri menjadi kayu bakar gosip pedas dan panas. Katanya, "bapaknya aja psikopat, apalagi anaknya." Lalu netizen tertawa. 

Tapi jangan salah, marga yang disandang Juna-yang berusaha ditutupi olehnya- tak main-main rasanya. Soalnya hanya 8 hari setelah kejadian itu, semua berita lenyap begitu saja. Seolah-olah ditimbun oleh apa-apa saja. Tiga pemuda keparat keluar dari kampus, sementara Juna kembali masuk seperti hari-hari biasa. 

Jadi ... apa kalian kira, Juna berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja? Jawabannya tidak. Bahkan, pemerintah pun hanya bisa diam begitu keluarganya bergerak. 

Sejak saat itu, Juna mulai menjauhi kerumunan. Dia terbiasa sendirian, meski Martin and the geng tak pernah bosan mendekati Juna. Berharap Juna kembali seperti Juna yang dulu, Juna yang baru masuk sebagai mahasiswa baru. Juna yang lancar dalam bersosialisasi. 

Sekarang sudah tahun ketiga, semuanya terasa biasa-biasa saja. Orang-orang tak pernah menyapa Juna, begitu pun Juna sendiri. Laki-laki itu, sungguh-amat-sangat terbiasa dengan ini. 

Kelas hari ini dimulai pagi-pagi, itu sebabnya Juna segera meninggalkan caramel macchiato-nya yang tinggal separuh di atas pantri dan memilih masuk kamar untuk baju ganti. 

Kelas sastra bukan minat Juna, begitu pun jurusan yang dia ambil. Sastra Indonesia. Hanya saja Juna memilih itu secara random. Supaya neneknya cepat diam saja. Sebab waktu itu neneknya sudah macam orang kesurupan dan minta Juna cepat-cepat mendaftar kuliah.

Tidak ada yang menarik, penjelasan dosen membosankan. Tak sekali dua kali, laki-laki itu menguap di kelas. Dia duduk bersama seorang gadis, rambutnya sepanjang bahu berwarna hitam kemerahan. Entah karena memang warnanya begitu, atau sebab tersiram cahaya matahari pagi yang menelusup lewat celah-celah jendela. 

Juna terdiam cukup lama, dia merasa mengenali gadis itu. Namun ... dia memutuskan untuk tak berpikir lebih lanjut waktu mengetahui kelas ditutup. 

Ia berdiri, merapikan beberapa buku yang berserak tak tentu arah. Bahkan Juna sudah lupa tentang apa-apa saja yang dikatakan dosen tadi. Otaknya pintar, namun cukup malas. Karena dia kaya ... yah ... ya sudahlah ya. 

Setelah menyandang tasnya di bahu, Juna tak melupakan eksistensi jaketnya yang disampirkan pada bahu kursi. Cepat, dia menyambar benda berwarna hijau army itu lalu benar-benar pergi dari sana. 

Koridor lantai tiga sepi, hanya terisi oleh mahasiswa/i yang baru saja berada satu kelas dengan dirinya. Juna menatap jam di pergelangan tangan, sudah hampir jam 12 siang. Lama juga dia terduduk terkantuk-kantuk di sana. 

"Tunggu! Hei!" Seseorang berteriak di belakang. Juna mana peduli. Pasti memanggil orang lain, batinnya berbisik. Langkah itu masih seringan kapas dan sepanjang galah karena terima kasih kepada kaki-kaki yang panjang itu. 

Tapi Juna kontan berhenti begitu sebuah tangan meraih pundak. Menoleh. 

"Saya bilang berhenti kenapa masih lanjut aja sih?!" Gadis itu menggerutu kesal. Juna menyipit, seperti pernah melihat gadis di depannya. Tapi di mana? 

Pemuda 21 tahun itu berbalik, menyingkirkan tangan mungil di bahunya karena risih. "Kenapa, ya?" 

Perempuan di depan yang masih tersengal napasnya, kembali menyentuh pundak Juna. Tapi berbeda, kali ini pundak kiri di mana jaket hijau tersampir. 

"Ini jaket saya," kata gadis itu. 

"Ha?" 

"Jaket kita tertukar, Pak." Gadis itu menambahi, lalu menarik satu tangan Juna dan memberikan jaket yang di tangannya kepada Juna. "Ini jaket bapak." Lalu ia menunjuk lagi jaket di bahu Juna. "Ini jaket saya." 

Oh ... ternyata jaket mereka sama. 

"Enak aja lo panggil gue bapak! Kita seumuran, ya!" Juna protes waktu mereka sudah resmi bertukar jaket. 

Gadis di depannya meringis. "Abisnya Anda kelihatan tua. Lagian saya juga masih Maba dan kayaknya kita nggak satu angkatan deh." 

Juna menggeleng kecil, tak tahu harus jawab apa. "Ya udah, bye." Pemuda itu berkata, lalu berbalik dan pergi. 

"Pak, makasih ya." Gadis itu mensejajarkan langkah dengan Juna. 

Juna mengerutkan dahi, tak mengerti. 

"Makasih karena waktu itu udah nolongin saya di lampu merah." 

Ah, Juna jadi ingat kejadian itu. Rupanya tak salah, memang dia pernah melihat gadis di depannya.

Related chapters

  • My Posessive Boyfriend [Indonesia]   1. Cewek Sinting

    Tara tak pernah membayangkan, ternyata ia ditolong oleh kakak tingkatnya sendiri. Namanya Renjuna Winarga, satu fakultas dengan Tara, kumpulnya sama Martin and the geng yang terkenal seantero kampus. Masalahnya, teman Martin-Jeno-adalah sahabat Tara, tapi mengapa Tara tak tahu kalau dalam perkumpulan mereka ada seseorang bernama Juna yang ganteng banget?! Tara tidak kuat. Ya memang sih, mereka semua berbeda angkatan. Juna dan Jeno satu angkatan, dan berada dalam fakultas, mereka terdaftar di angkatan 2015, Tara jelas di angkatan 2018. Sebenarnya Tara seumuran dengan Jeno, mereka satu kelas waktu SMA, tapi Tara harus ketinggalan satu tahun karena suatu alasan. Jujur, Tara sangat berterima kasih atas bantuan yang Juna ulurkan kepadanya, meski jelas terlihat laki-laki itu tidak begitu tulus. Wajahnya kelewat ketus dan dingin, Tara sampai merasa mengigil dibuatnya. Setelah mengetahui bahwa Juna adalah kakak tingkatnya, Tara jadi semakin tertarik. Dari informasi yang ia dapatkan melalui

    Last Updated : 2021-06-04
  • My Posessive Boyfriend [Indonesia]   2. Tertolak

    Tiga puluh Desember, 2018 .... Juna tumbuh besar tanpa orang tua. Yang dia punya hanya Eyang Putri yang sangat sayang padanya alias kalau di bahasa gaul-kan: bucin banget sama Juna. Eyang dan Eyang Putri adalah couple goals pada masanya. Mereka sama-sama sukses, Eyang adalah seorang pelukis terkenal. Lalu memutuskan untuk membangun galeri. Di sana, Eyang Putri muda bekerja sebagai manajer utama kelanjutannya bisa kalian tebak sendiri. Sampai sekarang, galeri Eyang sudah memiliki beberapa cabang. Dan ada dua yang berada di US. Eyang Putri dulu sangat cantik, bahkan sampai sekarang wajahnya masih sarat akan kecantikan yang seolah tak pernah memudar. Eyang juga tampan, mungkin itu sebabnya Juna juga tampan. Ketampanan seseorang memang tidak pernah lepas dari gen keluarga, kata mas Kulin di film Terlalu Tampan. Kabar pahit yang pertama adalah Juna hidup tanpa orang tua. Kabar pahit yang kedua adalah, Eyang meninggal lima t

    Last Updated : 2021-06-05
  • My Posessive Boyfriend [Indonesia]   3. Turn Back Time

    Pagi hari, 31 Desember, 2018 .... Hujan lebat. Guntur datang sesaat setelah petir mencoret langit seluas pandangan mata manusia. Bagaikan aktor drama air, seorang lelaki yang mengenakan pakaian semi formal, celana panjang dan kemeja polos berwarna biru muda tersebut berlari tunggang langgang sepanjang koridor rumah sakit Good Husada. Sebelum itu, ia tengah bekerja sebagai seorang sub manajer dalam satu restoran besar di pusat kota. Mendengar istrinya akan segera melahirkan dan dilarikan ke rumah sakit, ia tak lagi sanggup melihat catatan penjualan harian, yang ia mau hanya melihat istrinya. Meskipun cuma sebagai sandaran dari rintih dan perih, dia rela. "Mama di mana?" tanyanya setelah melihat Tirta—Sang sulung terduduk di lobi sendiri—Tirta masih berusia tujuh tahun saat itu—anak laki-laki itu menunjuk ruan

    Last Updated : 2021-06-18
  • My Posessive Boyfriend [Indonesia]   4. The Party

    Tara sudah menghubungi Juna dari pagi tadi. Tapi nihil. Nggak ada balasan. Jangankan dibalas, dibaca saja tidak. Gadis itu mendengus banyak-banyak kali. Jam 4 sore, Jeno sudah di depan. Jeno sih, selalu malas soal acara-acara kayak begini. Namun, Tara yang meminta, ya sudahlah ya. Lagian, sebenarnya Tara juga tak mau pergi dengan Jeno. Dia 'kan maunya sama Juna. Ya sudahlah ya. "Gue masih marah sebenernya." Tara turun dengan gaun hijau bolu kukus-nya yang terlihat formal dan elegan. "Tapi gue belum punya temen, anjir! Temen gue di kampus lo doang." Jeno tertawa kecil menanggapi. Pemuda itu mengambil tehnya, menyesap sampai tandas, lalu berdiri. "Ya udah, makanya hari ini kesempatan cari temen. Berangkat ya, Om." Jeno beralih pada Taharja yang lagi nonton tv sambil ngemil kacang goreng. Taharja mengangguk. "Jangan pulang kemalaman. 'Kan nant

    Last Updated : 2021-06-18
  • My Posessive Boyfriend [Indonesia]   5. Kembar Sering Tengkar

    Sebelum kejadian, 31 Desember 2018 .... Lagu full bahasa Mandarin mengudara di seluruh sudut rumah minimalis hitam putih itu. Seorang pemuda jangkung bernyanyi mengikuti irama di bawah guyuran shower yang mengeluarkan air panas. Iya panas. Juna sebenarnya lebih suka mandi menggunakan air panas daripada air hangat. Sungguh aneh, tapi itulah kenyataannya. "Syishiehsheee~." Jujur. Juna sebenarnya sama sekali tidak mengerti apa yang sedang ia nyanyikan, acak-acakan ia memilih kata yang ia lontarkan dari mulut. Yang penting nadanya sama! Ia mematut diri di kaca. Dengan rambut klimis dan telanjang dada, Juna tak habis pikir. Dia terlihat ... ganteng abis! Setelah siap dengan celana jeans putih dan kaos putih yang tak lupa dilengkapi dengan kemeja flanel biru merah untuk menambah kesan keren, Juna juga tak urung menyemprotkan parfum berbau cinnamon kesayangannya.

    Last Updated : 2021-06-24
  • My Posessive Boyfriend [Indonesia]   6. Kalau Kamu Mati, Aku Juga.

    Juna tak tahu kemana Dava membawa dirinya pergi, jalanan terlihat buram dan kepalanya diterjang sakit yang teramat sangat."Jangan ke rumah sakit, Dav," rintih laki-laki itu. Wajah bersihnya telah dihiasi oleh beberapa luka lebam yang masih segar, serta darah yang menetes cukup deras dari dahinya lantas mengotori baju dan celana Juna yang sial sekali kenapa harus berwarna putih—turut membuat keadaan semakin dramatis bagi Dava.Perkelahian tadi cukup sengit, seharusnya Juna dan Dava cukup kuat untuk melawan lima banci yang mengaku-ngaku sebagai senior teladan kalau saja tidak salah satu dari mereka mempunyai pikiran yang sungguh kekanakan,salah satunya menjatuhkan Juna dari tangga.Tidak cukup tinggi untuk membuatnya mati, tapi cukup untuk menghilangkan setengah dari kesadaran yang ia mil

    Last Updated : 2021-07-03
  • My Posessive Boyfriend [Indonesia]   7. Buket Boncabe.

    Jeno Aldrian Fadhilah adalah tiga kata yang mengungkapkan banyak hal. Hangat, perhatian, baik, jahil, dan terkadang menyebalkan. Setidaknya begitulah Jeno menurut Tara. Dari teras rumahnya, Tara sudah bisa menebak—siapa gerangan manusia yang mengendarai vespa kuning tua dari kejauhan sana. Tentu saja ... oknum yang meresahkan hati para perempuan, Jeno. Pemuda itu datang membawa banyak barang, belum lagi sesuatu di atas jok motor kuning itu membuat Fina bertanya-tanya. "Nih. Maafin gue lah, tahun baru juga." Jeno menyodorkan buket berwarna merah muda kepada Tara. Gadis itu melihat Jeno dengan tatapan tidak percaya. "Buket ... BONCABE?!" "Lo kan suka makan pedes," jawab Jeno sambil nyengir lebar. Fina terkekeh pelan mendengar penuturan Jeno. Anak itu selalu punya cara untuk menjahili Tara. "Ya gak gitu juga pe'ak!" T

    Last Updated : 2021-07-03
  • My Posessive Boyfriend [Indonesia]   8. Caramel Macchiato.

    Sepulangnya anak-anak dari sana, Juna benar-benar pindah kamar. Meninggalkan Afara di sana sendirian.Seperti sebelumnya."Aarrgghh!! Lo ngapain sih, hah?" Juna frustasi, ada adegan bodoh yang dilakukan oleh aktor dalam drama Cina.Tanpa tahu dari tadi seseorang memperhatikan dirinya. Tiffany bersendekap dada melihat kelakuan cucu satu-satunya itu, bukannya tidur malah nonton drakor."Juna.""Nah! Gitu dong, dari tadi kek." Juna tak menyahut, malah semakin seru menonton drama di TV LED di depan sana."Juna!" Tiffany menambah volume. Merasa diabaikan, ia mengambil remote dan mematikan TV tersebut."Eyaaaaaaangg!" Juna merengek karena TV harus mati di saat-saat penting sebuah drama, sebentar lagi klimaks episode tiga! Pemuda itu frustasi."Juna nggak tidur karena sekarang aja tahun baru! Juna mau keluar sekarang aja. Masa anak muda tahun-tah

    Last Updated : 2021-07-03

Latest chapter

  • My Posessive Boyfriend [Indonesia]   56. Semoga Semuanya Baik-baik Saja

    Tiffany dan Taharja duduk di taman rumah sakit. Suasana agak cerah dan ramai oleh pasien maupun pengunjung. Beberapa di antara mereka datang sendirian, ada juga yang berdua. Meski suasana cukup bising, Taharja dan Tiffany tak dapat merasakan keramaian itu sebab; mereka terlalu hanyut dalam lamunan masing-masing.Canggung mendera atmosfer di antara keduanya. Maksudnya, bagaimana bisa seseorang bersikap biasa-biasa saja sementara masa lalu mereka yang cukup gila masih berbekas hingga sekarang.Taharja berdeham sekali. Tenggorokannya terasa serak dan kering, maka laki-laki paruh baya itu kontan berdiri. "Saya beli minuman dulu," pamitnya.Tiffany mengangguk tanpa kata. Sebab wanita tua itu pun juga merasa sangat tidak nyaman."Terima kasih." Tiffany menerima uluran tangan Taharja yang berisi air mineral dingin. Taharja tak membalas, ia kembali mendudukkan diri di samping Tiffany

  • My Posessive Boyfriend [Indonesia]   55. Sekecap Terima Kasih

    Jeno dan Tara mengikuti pak Suryo ke rumah sakit. Berniat menjenguk Juna meski cuma sebentar. Ada rasa cemas di hati Tara sewaktu perjalanan yang cukup memakan waktu itu.Setiba di ruang rawat, terlihat Tiffany sedang bersama Juna. Juna tertidur pulas sementara Tiffany memegang lengan Juna dengan raut cemas.Mereka bertiga masuk. Kontan mata Tiffany dan Tara bertemu, canggung menerpa keduanya.Jeno berdehem kecil untuk mencairkan suasana. "Malam, Tante. Masih ingat saya nggak? Saya Jeno, temen kuliahnya Juna." Jeno mendekat, memberi salam.Tiffany tersenyum, lalu mengangguk. "Ingat kok, Juna juga pernah cerita soal kamu sama saya." Tiffany berkata, tapi menatap pada Tara. Seketika yang ditatap kembali merasa canggung.Diam kembali mewarna atmosfer tempat itu. Tiffany bangkit dengan canggung. "Saya belum makan malam, ayo makan malam Pak Suryo!" ajakny

  • My Posessive Boyfriend [Indonesia]   54. I Say I Sore

    "Ayo ... ayo bilang kalau kamu nggak baik-baik saja, kalau kamu sakit, kamu nangis setiap hari, kamu ... kamu nggak kuat. Ayo bilang sama aku!" Tangis Jeno menderu-deru. Bak suara debur ombak yang berlomba-lomba mencapai pesisir. Laut yang biasa terasa menenangkan, kini menyayat hati."Padahal dari dulu, susah payah aku buat nggak terlihat lemah di depan kamu. Karena apa? Karena aku mau kamu sadar, kalau aku itu bisa diandalkan. Kamu bisa mengandalkan aku. Kamu bisa cerita semua masalah kamu, kamu boleh bersandar di bahuku ketika kamu nggak ada tempat yang tepat untuk pulang." Laki-laki itu berkata.Dia menggeleng kuat hingga air matanya semakin berlomba-lomba untuk jatuh di pipi. "Tapi kamu nggak pernah. Kamu nggak pernah datang sama aku dan berkata kalau kamu lelah, kalau kamu letih dan muak dengan hidup ini. Kamu nggak pernah. Kamu seolah-olah menganggap aku nggak pantas buat jadi sandaran kamu saat berada di titik rendah. Beg

  • My Posessive Boyfriend [Indonesia]   53. Say That You are Sore

    "Langit dibalik menimpa laut, laut dibalik menimpa langit. Tapi Tuhan tak pernah memutuskan buat membalik mereka. Karena Tuhan tahu, ada hal-hal yang harus dilindungi oleh masing-masing. Laut itu indah, di dalamnya ada suka duka. Tempat bekerja bagi para nelayan juga. Di sana, gue nggak tahu bakal menemukan apa. Tapi di sini, dengan melihat deburan ombak yang tenang, gue menemukan diri gue tiba-tiba baik-baik saja. Laut itu, sebuah mahakarya, hadiah dari Tuhan untuk kita." Jeno memaparkan. "Dari yang aku tangkap, kamu suka laut karena deburan ombak itu," laki-laki itu menunjuk jauh ke sana, "membuat kamu merasa tenang, 'kan?"Deburan ombak, membuat Tara merasa tenang.Iya, debur ombak memang selalu membuatnya Tenang. Sejenak, Tara melupakan bahwa dia menyukai laut karena baginya; hidup terlalu pelik dan curut-marut.Selesai menyantap mi ayam- karena cuaca sangat mendukung Tara mengiyakan saja padahal ti

  • My Posessive Boyfriend [Indonesia]   52. Sisi Tergelap

    "Apa yang mereka lakuin di sana?" "Mereka makan mi ayam di sebuah kedai, Pak," jawab seseorang dari seberang panggilan. Juna meremas ponselnya agak kuat. Laki-laki itu mengeram rendah sebelum akhirnya berkata kepada laki-laki di seberang panggilan untuk terus mengikuti kemana arah perginya dua anak manusia itu, Tara dan Jeno. Ya, Juna memutuskan untuk menyewa orang buat mengikuti Tara kemana-mana. Mendengar Tara keluar bersama Jeno, dengan perjalanan kurang lebih 2 jam dari ibukota membuat emosi Juna kontan menggebu-gebu. Bayangkan saja, Tara tak menerima teleponnya dan tak pernah membaca pesan darinya. Tapi di hari Minggu ini, gadis itu malah jalan-jalan dengan laki-laki lain. Juna hampir saja membanting ponselnya saat sebuah pesan masuk, membuatnya urung melempar ponsel mahal itu menjadi beberapa pecahan. Orang tadi

  • My Posessive Boyfriend [Indonesia]   51. Filosofi Laut

    "Udah?" Tara hanya mengangguk mendengar pertanyaan Jeno. "Cus! Berangkat, ya, Om!" kata Jeno sambil melambai, Tara juga. Lalu Somad (nama motor Vespa Jeno) melaju pelan keluar dari pekarangan Keluarga Taharja. Sebenarnya Tara masih kebingungan. Soalnya Jeno sama sekali enggak bilang mereka mau pergi kemana. Laki-laki itu cuma datang dan Tara juga sudah siap-siap karena dipaksa bergerak cepat sama ayah dan kakaknya. Bahkan, ayahnya yang menyiapkan bekal mereka. Kalau melihat bekal yang dibawakan oleh Taharja sih, kayaknya mereka mau piknik. Terka Tara dalam hati. "Jen," panggilnya. Namun Jeno tak urung menjawab. "Jeno!" "Heh—eh, apa?!" tanya Jeno dengan sedikit berteriak, lalu kepalanya agak menoleh ke belakang sekilas. "Udah liatin jalan aja, nanti kecelakaan 'kan gak lucu!"

  • My Posessive Boyfriend [Indonesia]   50. Saya Tidak Pernah Mampu

    "Nyonya, ada tamu," kata seorang pelayan.Tiffany menoleh sebentar. "Oh ya? Siapa namanya?""Nona Satara."Lalu setelah mendengar hal itu, Tiffany segera beranjak diri dari bathtub. Wanita itu meraih handuknya dan memakai benda itu secara gusar."Siapkan teh chamomile dan cemilan kecil," titahnya. "Saya mau ganti baju dulu.""Baik.""Jadi, apa lagi tujuan kamu menemui saya?" Tiffany datang dengan pakaian santai yang namun, terlihat masih mahal. "Nggak ada janjian lagi. Kamu tahu, itu nggak sopan namanya.""M-maaf." gumam gadis itu sambil menatap teh yang disediakan oleh para pelayan mulai mendingin."Kalau ngobrol, tatap lawan bicaramu." Tiffany berkata tegas.Mata Tara berlarian, lalu pelan menatap wanita itu. "Maaf." Maaf lagi katanya.

  • My Posessive Boyfriend [Indonesia]   50. Saya Tidak Pernah Mampu

    "Nyonya, ada tamu," kata seorang pelayan.Tiffany menoleh sebentar. "Oh ya? Siapa namanya?""Nona Satara."Lalu setelah mendengar hal itu, Tiffany segera beranjak diri dari bathtub. Wanita itu meraih handuknya dan memakai benda itu secara gusar."Siapkan teh chamomile dan cemilan kecil," titahnya. "Saya mau ganti baju dulu.""Baik.""Jadi, apa lagi tujuan kamu menemui saya?" Tiffany datang dengan pakaian santai yang namun, terlihat masih mahal. "Nggak ada janjian lagi. Kamu tahu, itu nggak sopan namanya.""M-maaf." gumam gadis itu sambil menatap teh yang disediakan oleh para pelayan mulai mendingin."Kalau ngobrol, tatap lawan bicaramu." Tiffany berkata tegas.Mata Tara berlarian, lalu pelan menatap wanita itu. "Maaf." Maaf lagi katanya.

  • My Posessive Boyfriend [Indonesia]   49. Darah yang Sama

    "Teressa adalah mama saya." Gadis itu menatap tajam. Wajahnya yang awalnya terkesan polos dan naif tiba-tiba berubah jadi agak tidak menyenangkan untuk dipandang. Setidaknya bagi Tiffany.Namun, wanita itu tak mengatakan apa-apa. Suara tepuk tangan terdengar agak keras hingga pengunjung lain berusaha mencuri-curi pandang ke arah mereka. Tiffany bertepuk tiga kali."Marvelous." katanya sambil tersenyum lebar. Tapi benar, Tara bisa menemukan sesuatu yang berbeda dari sinar matanya. Seperti sinar campur aduk antara benci, cinta, cemooh dan rindu. Seperti tatapan seorang ibu yang mengutuk anaknya secara terpaksa."Saya nggak menyangka dunia memang selebar daun kelor. Sebab saya terlalu sering berkeliling dunia, dan nyatanya dunia itu lebar. Tapi begitu saya menyadari bertemu 'cucu saya' di sini, dunia tiba-tiba menyempit." Tiffany terbahak. Dengan gaya sosialita kelas atas, wanita itu mengusap

DMCA.com Protection Status