Maria memulai aksinya, ia menyuruh keluar para pelayannya. Tinggallah ia sendiri bersama Kevin di kamar. Kevin yang pingsan karena minum teh buatan Maria tidak sadar jika dirinya sekarang berada di atas ranjang bersama wanita lain.
Jari-jari lentik Maria dengan terampil membuka kancing kemeja Kevin. Ia meraba dada bidang sixpack itu lalu menempelkan bibirnya mengecup kulit Kevin yang putih bersih.
Sudah lama Maria mendamba sentuhan laki-laki. Tapi bukan lelaki sembarangan yang ia inginkan melainkan hanya Kevin seorang. Ia berambisi memiliki anak dari Kevin. Jika ia tidak bisa mendapatkan hati Kevin, Maria ingin mendapatkan sedikit kenangan dari pria yang di cintainya selama ini. Memang sebuah ide yang gila, tapi ia sudah memutuskan akan menjalankan ide itu hari ini. Kesempatan emas tidak boleh di lewatkan.
Maria membuka sepatu Kevin, lalu melemparkannya begitu saja di lantai. Ia mulai bergerilya naik ke atas tubuh lelaki yang masih dalam keadaan mata
Hari pernikahan Ricko dan Adisty di gelar sangat megah. Mereka memilih konsep outdoor. Di sepanjang taman di hiasi bunga-bunga indah bernuansa warna pastel.Adisty kelihatan sangat cantik mengenakan gaun pilihannya waktu di butik itu. Tubuhnya terbalut indah sempurna dengan detail brokat dan aksen permata kecil-kecil yang menghiasi tiap detailnya.Ricko mengenakan tuxedo kombinasi putih dan silver yang semakin menunjukkan aura ketampanannya. Mereka berdua berdiri di depan altar. Para tamu undangan mengikuti upacara pernikahan itu dengan khidmat. Setelah mengucapkan janji setia suami istri, Ricko membuka veil pengantin Adisty. Mereka berciuman dan seluruh tamu undangan bersorak sorai ikut memeriahkan acara.Selanjutnya di lanjut dengan acara dansa, mata Ricko liar mencari sesuatu. Adisty memperhatikan gerak-gerik Ricko."Ada apa?" bisik Adisty sambil berdansa dengan Ricko."Tidak, hanya saja aku merasa Kevin tidak ada," jawab
Adisty mandi pagi memakai handuk yang hanya membalut dada sampai atas saja. Ia memakai handuk yang di sediakan hotel. Entah kenapa ia merasa handuknya seperti di khususkan untuk para pengantin baru. Buru-buru ia mencari pakaian di dalam lemari agar tidak keburu Ricko masuk ke kamar.Ia menyisir rambutnya di depan cermin, Adisty melihat bekas mersh di lipatan dadanya yang padat berisi. Memgingat kejadian tadi pagi membuat Adisty senyum-senyum sendiri. Untung saja ada telepon mendadak dari kolega yang kebetulan ada di kota tempat mereka bulan madu. Ricko keluar sebentar meninggalkannya. Setidaknya Adisty masih ada waktu untuk rehat.Kamar yang ia tempati memang luas, lemgkap ruang keluarga dan ada balkon yang dekat dengan kolam.renang privat. Tepatnya, letaknya memang di lantai paling atas. Kamar itu langsung menghadap ke taman yang di bangun di atas rooftop. Adisty penasaran ingin melihat suasana di luar.Ricko memang pandai memilih tempat yang romant
Kevin menuruni anak tangga, ia meminta kepala pelayan untuk memberikan kunci duplikat kamarnya. Tak ada cara lain, tidak mungkin juga ia mendobrak pintunya dengan kasar.Setelah mendapatkan kuncinya ia naik lagi ke kamar atas dengan senyum di bibirnya."Ceklek."Mendengar pintu di buka Rania menoleh ke belakang. Ia lalu berpaling kembali seolah tidak menyukai kedatangan Kevin. Lelaki itu melingkarkan kedua tangannya di pinggang Rania dan kepalanya bersandar di pundak."Sayang, jangan marah-marah terus. Aku kesepian tanpamu," bujuk Kevin."Ck, sejak kapan kau pintar merayu? Pasti karena wanita itu," tuduh Rania. Ia menghempaskan kedua tangan Kevin yang menempel di pinggangnya yang masih ramping. Rania memilih duduk di pinggiran ranjang.Kevin memutar tubuhnya dan memilih duduk menghadap Rania. Ia menggenggam tangan Rania berusaha untuk mengecup punggung tangan itu namun buru-buru Rania menariknya."Tidak usah kasihan
Setelah menjalani seminggu bulan madu, mereka kembali pulang di sibukkan dengan kegiatan kantor. Ricko melarang Adisty untuk datang ke kantor karena menurutnya Adisty harus banyak istirahat untuk program anak mereka.Adisty menempati rumah barunya yang sangat megah. Ricko juga telah memberikan rumah baru untuk mertuanya dan memberikan tempat yang layak untuk berjualan soto dengan bangunan yang lebih besar serta parkiran luas.Kehidupan Adisty sudah lebih baik daripada sebrlumnya. Tapi, Adisty merasa kesepian di rumah besarnya. Semua kebutuhan di cukupi oleh presdir kesayangannya.Adisty berjalan-jalan di rumah barunya. Jarak antara ruangan satu dengan yang lainnya berjauhan karena tiap ruangan memiliki ukuran yang luas. Banyak pelayan yang membungkuk hormat ketika berpapasan dengannya. Tidak sedikit yang menawarkan bantuan untuknya. Tapi Adisty menolak, karena ia memang belum begitu butuh bantuan.Pandangan Adisty tertuju pada sebuah hutan di belaka
Usai pulang dari kantor Adisty membersihkan tubuhnya. Hari ini ia cukup lelah karena Ricko selalu mengajaknya main berapa ronde meskipun di kantor. Awalnya ia hanya mengantarkan makan siang, eh malahan dia yang di makan habis oleh Ricko.Adisty tersenyum sendiri saat melihat bekas kismark yang di tinggalkan Ricko. Lelaki itu seperti hewan buas meninggalkan jejak di seluruh tubuhnya. Ia pun berendam di bath up untuk menghilangkan pegal-pegalnya. Setidaknya masih ada waktu sampai sore menjelang malam Ricko baru pulang dari kantornya.Usai berendam dan berganti pakaian yang agak longgar Adisty membuka ponselnya. Ia tersenyum membaca pesan suaminya."Sayang, siapkan dirimu untuk nanti malam. Aku telah membelikan baju yang seksi untukmu," kata Ricko."Baju seksi lagi?" tanya Adisty."Benar, pakailah jika kau sedang tidur bersamaku. Kau boleh lihat di lemarimu," balas Ricko.Penasaran Adisty langsung membuka almarinya. Benar, ada beberapa pa
Rania meraung-meraung histeris tatkala sadar mengetahui bayinya tidak ada lagi di perutnya. Ia menangis dalam pelukan Kevin. Lelaki itu tidak bisa berbuat banyak selain menenangkan Rania yang tengah emosional."Bersabarlah, ini musibah. Kau harus kuat melewatinya," kata Kevin mengelus rambut Rania.Rania mendongak melihat ke arah Kevin. Seolah ada tatapan tidak setuju dengan perkataan suaminya."Kau bisa dengan mudah mengatakan itu, seolah kau tidak kehilangan anak kita. Kau tidak mengandungnya!" balas Rania marah."Sayang, jangan berkata seperti itu. Aku juga kehilangan, meskipun aku sibuk bekerja aku juga memikirkan kalian," ucap Kevin lembut.Kevin tahu istrinya sekarang sedang depresi belum bisa menerima kenyataan yang sebenarnya. Harapannya yang terlalu besar pada bayi itu membuat Rania sedih luar biasa."Pergilah, aku ingin istirahat. Aku tidak ingin di ganggu siapa pun hari ini," kata Rania memeluk kedua betisnya yang berb
"Mama!" teriak Adisty. Perempuan paruh baya itu kaget melihat putrinya berdiri di depan pintu bersama dengan Ricko. Semua pengunjung warung makan ikut menoleh karena teriakan Adisty."Hei, lihat bukankah itu mereka. Adisty dan suami konglomeratnya," bisik salah seorang pembeli uang sedang menikmati sotonya."Iya, dia beruntung sekali. Suaminya tampan dan kaya raya," imbuh temannya."Hah, andai nasibku bisa semujur dia.""Hussh, mana ada konglomerat yang mau melamarmu. Kau juga tidak cantik seperti Adisty," ledek temannya."Menyebalkan. Kau selalu menghinaku," rutuk temannya mendengus kesal.Mama Adisty langsung meraih tangan putri dan menantunya untuk duduk di kursi VVIP. "Kok tidak bilang jika kau kemari bersama suamimu?""Aku juga tidak tahu, Ma. Tiba-tiba saja dia mengajakku kemari," kata Adisty."Kami rindu masakan mama," kata Ricko menimpali."Oh, kalau begitu duduklah. Akan ku suruh pelayan untuk menyajikan m
Adisty merasakan ada yang berbeda dengan dirinya hari ini. Tiap kali mencium sesuatu rasanya ingin muntah. Biasanya pagi hari ia menyiapkan baju yang di pakai Ricko untuk berangkat ke kantor. Namun, hingga sampai sekarang ia masih bermalas-malasan.Ricko keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di perutnya. Ia heran melihat Adisty masih tertidur. Mungkin ia kelelahan karena serangannya tadi malam. Ricko membuka almarinya dan mengambil sendiri pakaian yang di perlukannya.Samar-samar Adisty membuka matanya. Ia sebenarnya tidak tertidur, hanya saja kepalanya terlalu pusing untuk bangun."Sayang, kepalaku pusing sekali," kata Adisty lirih.Ricko duduk di pinggiran ranjang menempelkan telapak tangannya di dahi Adisty. Tidak panas, tapi kenapa Adisty wajahnya pucat?"Sebentar, akan ku telepon dokter," ucap Ricko.Ia mengambil ponselnya lalu menekan beberapa digit nomor. Terdengar ia memerintahkan seseorang untuk datang
Tiga tahun kemudian.Adisty memejamkan mata kala Ricko mau mendaratkan bibirnya di bibir Adisty.Melihat reaksi istrinya yang seolah membuka pintu untuknya. Ricko melanjutkan aksinya merebahkan Adisty di pembaringan. Kemudian mengecup kelopak mata wanita itu satu persatu. Jari-jari Ricko bergerak turun membuka kancing baju Adisty satu persatu."Tok ... tok ... tok!""Mama ... mama!" teriak Austin dari luar."Oh, sayang milikku sudah menegang haruskah kita berhenti lagi seperti kemarin," keluh Ricko."Iya, Austin di luar sayang. Kasihan dia, kalau lama menunggu. Kamu tahu sendirikan jika dia menangis, susah menenangkannya," sahut Adisty.Adisty membenarkan letak kancingnya lagi dan buru-buru membuka pintu untuk putra kecilnya."Ada sayang?" tanya Adisty."Austin, tidak bisa tidur. Boleh Austin tidur sama mama?" tanya Austin polos."Tidak boleh, Austin harus belajar mandiri tidur di kamar sendiri," ucap Ricko.
"Awas ya, kalau kau sampai meninggalkanku. Ku kejar sampai ujung dunia," balas Ricko. Keduanya tertawa bahagia. Mereka berpandangan satu sama lain, pandangan penuh cinta.Sebuah bunyi telepon mengagetkan keduanya yang sedang bernostalgia."Dari siapa sayang?" tanya Ricko."Kakek," ucap Adisty."Lalu, kenapa wajahmu pucat seperti itu?" tanya Ricko.Adisty tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Berita dari Kakek Fermount mengenai pelaku kejahatan yang mengakibatkan Ricko amnesia kini telah di ketahui siapa pelakunya."Ada apa sayang?" tanya Ricko."Tadi kakek memberitahu jika pelakunya sudah ketemu.""Oh, ya. Siapa pelakunya?" tanya Ricko."Ibu tirimu," jawab Adisty pendek."Sudah kuduga, hanya dia satu-satinya orang di dunia ini yang punya alasan ingin melenyapkanku," kata Ricko."Kata kakek, pihak keamanan telah melihat bukti lewat CCTV kota, orang suruhan itu juga merupakan penjahat yang menjadi buronan se
Setelah melakukan pergumulan semalam, pagi hari Rania mendapati tubuh polosnya tengah di peluk Kevin. Ia terperanjat kaget, melihat laki-laki tampan itu masih memeluknya dengan wajah tak bersalah. Sialnya lagi milik Kevin masih menancap lewat belakang. Rania seakan terjebak, ketika ia bergerak justru benda itu juga ikut bergerak di dalam. Dan Rania tanpa sadar mendesah pelan.Kevin sebenarnya pura-pura tidur, ia sudah bangun dari tadi. Hanya saja ia tidak ingin wanita yang di cintainya segera pergi. Jadi, ia melakukan aksi pura-pura tidur.Lagi-lagi Kevin menghujamkan miliknya dalam keadaan mata terpejam. Rania mendesah hebat, dan Kevin menyukai suara desahan itu. Semakin cepat ia memompa milik Rania, semakin sering ia mendengar desahan wanita itu. Hingga akhirnya mereka melakukan pelepasan lagi.Rania baru sadar jika Kevin pasti tidak tidur. Lelaki itu hanya pura-pura saja. Ia mencubit lengan Kevin dengan kencang."Aww!" teriak Kevin.
"Bagaimana Dok, kondisi suami saya?" tanya Adisty cemas."Kami sudah melakukan pengecekan, setidaknya tidak ada pendarahan di otaknya. Itu sudah merupakan kabar yang bagus," kata dokter."Iya, tapi apakah dia akan koma ... atau_,""Tenanglah, Nyonya. Kami akan berusaha yang terbaik," kata dokter."Iya," jawab Adisty lemah. Ia kembali melihat Ricko di balik kaca. Air matanya mengalir dengan sendirinya. Ia menyalahkan dirinya sendiri kenapa harus memaksa agar ingatan Ricko pulih."Berdoalah Nyonya, suami Anda bisa melewati masa kritisnya malam ini. Jika masa kritis berhasil di lewati, kemungkinan besar ia dapat sembuh," terang dokter.Adisty hanya menjawabnya dengan anggukan. "Kalau begitu, saya permisi dulu Nyonya untuk mengecek pasien lainnya," kata dokter pergi meninggalkan Adisty."Bagaimana keadaan Tuan Ricko?" tanya Kevin yang tiba-tiba muncul bersama Rania."Dia ... aku tidak bisa menjelaskannya. Kalian lihat s
"Tidak usah gugup, biasa saja," kata Adisty. Ricko tersenyum datar. Ia merasa Adisty bisa membaca pikirannya."Aku mandi dulu," kata Ricko untuk menghindari suasana yang canggung.ya," jawab Adisty. Wanita itu merebahkan tubuhnya yang penat karena jalan-jalan di Mall.Terdengar suara gemericik air shower kamar mandi. Adisty memilih memejamkan matanya sambil menunggu Ricko selesai mandi. Ia tiba-tiba terbangun teringat sesuatu. Lalu ia beringsut turun dari ranjang."Ada apa?" tanya Ricko yang baru saja keluar dari kamar mandi.Melihat tubuh Ricko yang hanya berbalut handuk saja sebatas perut dan buliran air menetes di rambutnya yang basah. Membasahi tubuh sixpack pria itu. Adisty menelan salivanya."Eh, tidak apa-apa. Aku hanya mau ambil ini," kata Adisty meraih ponselnya. Padahal sebelumnya ia ingin melihat sesuatu di dalam tasnya yang baru saja di beli di Mall tadi."Ada yang ingin kau telepon?" tanya Ricko mengernyitkan dahiny
Seperti biasa Adisty menunggu Ricko pulang kerja. Kali ini ia menunggu tidak di rumah melainkan di Mall untuk membeli keperluan bayi. Ia merasa bosan jika di rumah terus, apalagi Ricko kerja sampai sore. Malahan terkadang pulang sampai malam. Alhasil, Adisty bosan jika terus-terusan di rumah.Adisty memakai longdres pendek selutut dengan kardigan yang menutupi lengannya. Ia menenteng sebuah tas kecil berwarna putih mengkilap. Tak ada yang tahu jika tas yang di bawanya itu limited edition.Kaki Adisty yang berbalut flat shoes mengingat kehamilannya sudah usia tidak muda lagi. Tentunya ia akan mudah kecapekan tidak seperti dulu. Dua orang pelayan setianya mengikuti pergerakan Adisty kemanapun. Mereka selalu siap sedia jika Adisty menginginkan bantuan.Di telinga Adisty terdengar tawa yang tak begitu asing. Ia melihat dua orang wanita tengah mengobrol di cafe yang tak jauh dari temptanya berdiri. Adisty merasa kenal dengan wanita itu. Mereka adala
Adisty berdiri di depan pintu kamar Ricko menelan kekecewaan. Ia pun berlalu dan kembali ke kamarnya sendiri. Tak terasa air matanya menetes, ia merasa Ricko benar-benar sudah berubah seperti orang lain.Hari berikutnya, Adisty masih melayani kebutuhan Ricko seperti biasanya. Laki-laki itu memilih banyak diam. Meskipun Adisty sudah berusaha ramah padanya, tapi Ricko terlihat cuek. Semakin hari Adisty merasa hidupnya kesepian. Terlebih lagi kandungannya sekarang tambah membesar. Ia butuh perhatian. Jika ia banyak pikiran bisa mengganggu perkembangan janinnya."Bisa kita bicara?" tanya Adisty."Bicara tentang apa?" Ricko balik bertanya."Tentang kita," jawab Adisty.Ricko tersenyum sinis. "Tentang kita, bukankah kau sudah tahu hubungan kita seperti apa. Aku tidak bisa mengingat apapun. Jadi, aku tidak bisa menjadi suami yang kamu mau," ucap Ricko tegas."Ya, aku tahu. Tapi, bayi dalam kandunganku tidak tahu apa-apa. Aku ingin dia l
Adisty tidak berhenti menangis melihat kondisi Ricko yang masih terbaring koma. Darren datang bersama ibunya menjenguk Ricko di rumah sakit. Ricko belum sadarkan diri. Ia masih dalam keadaan koma. Merasa ada yang menepuk pundaknya, Adisty menoleh ke belakang. Ia tersenyum pada Darren dan menyeka air matanya. Adisty memeluk mamanya erat. Ia pun menangis lagi."Ricko, Ma ...," tangis Adisty."Ya, mama tahu. Kamu bersabarlah, ini ujian," kata mama Adisty. Wanita paruh baya itu mengelus rambut putrinya dengan penuh kasih sayang."Yang sabar, sayang. Semua sudah kehendak Yang Mah Kuasa," kata mama Adisty.Adisty masih menangis terisak-isak, menatap Ricko yang masih belum sadarkan diri. Ia semakin takut jika terjadi apa-apa pada Ricko."Kak, yang sabar ya. Kak Ricko sekarang juga sedang berjuang melawan maut," kata Darren menguatkan hati Adisty."Berdoalah kepada Tuhan, agar suamimu segera sembuh," kata mama Adisty.Adisty mengangguk. Ia pu
Rania masih tertidur pulas akibat obat bius yang di suntikkan padanya. Kevin terlihat duduk di samping Rania dengan menggenggam tangan istrinya. Mendengar pintu ruangan ada yang mendorong, Kevin menoleh ke belakang."Rupanya kau sudah di sini," tukas Ricko. Dari belakang punggung Ricko muncul Adisty."Bagaimana keadaannya?" tanya Adisty cemas."Sudah lebih baik," jawab Kevin sembari membuka kacamatanya. Terlihat dari wajahnya, sedih, muram dan kelelahan.Adisty mendekati Rania dan mengusap dahi sahabatnya dengan pandangan prihatin. "Kasihan, dia terus saja menangisi nasibnya," tutur Adisty."Ini salahku, tak seharusnya aku seceroboh itu," sesal Kevin."Ya, kau memang sangat ceroboh. Kau bisa membunuh istrimu sendiri dengan semua keteledoranmu!" ucap Adisty kesal.Kevin menunduk. Ia tidak membantah semua omongan Adisty. Karena ia tahu semua itu benar. Koni yang ia inginkan Rania segera siuman. Ia ingin kembali pada Rania. Meskipun anga