Braak!
Brugh!"Sstt ... Aaargh ....!" Ana terjatuh dari pijakannya. Namun, seketika itu juga ia mencoba berdiri walau tubuhnya sedikit limbung. Abang ojek yang melihat Ana susah terjatuh, langsung turun dan ikut menyebrang menghampiri Ana dan membantunya berdiri.
"Mbak, gak papa?"
"Saya tidak baik-baik saja, Bang," jawab Ana dengan air mata yang siap tumpah bagai air bah. Tubuhnya yang sudah bediri tegak, kembali berjongkok. Ana menangis sesegukan, menyimpan wajahnya dibalik lutut. Si abang ojek tak bisa berbuat apa-apa. Lelaki itu kebingungan sendiri dengan penumpangnya yang menangis tersedu.
"Udah, Mbak. Apapun yang dilihat di balik tembok itu. Anggap aja ujian. Mbak harus kuat dan sabar. Bukan saya menggurui, tetapi percayalah setelah badai akan ada pelangi," ujar lelaki itu mencoba memberi semangat untuk Ana.
Untuk beberapa menit berlalu, Ana masih saja terisak menangis pilu. Namun, ia sudah mengangkat wajahnya untuk melihat ke
"Apa yang kalian lakukan di sini? Menjijikkan!" teriak Ana dari depan pintu dengan suara menggelegar. Wanita setengah baya, yang usianya hampir dua kali dari dirinya, terlonjak kaget hingga terjatuh di atas kasur empuk. Rangga yang tadinya ada di posisi bawah, juga terlonjak kaget sembari menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang polos."Ana?!" ujar keduanya dengan mata melotot kaget. Wanita itu dengan segala keberaniannya, masuk ke dalam kamar, lalu mendekat pada suaminya."Jadi, selama ini kamu melacur dengan ibu sambungku, Mas? Sudah berapa lama? Kalian sudah gilakah?" Ana melotot dengan air mata sudah menganak sungai membasahi kedua pipinya."Maaf, saya bukan ibu sambung kamu lagi. Saya sudah tak ada hubungan dengan kamu. Rangga, tolong singkirkan wanita ini. Mana Tante belum sampai. Merusak suasana saja!" Rangga mengangguk paham. Masih dengan menutupi tubuhnya dengan selimut, Rangga memunguti pakaiannya satu per satu yang berserakan di lantai. 
"Maaf, Bu. Ini semua salah paham. Saya bukan selingkuhan Bang Jay. Saya penumpangnya," ujar Ana mencoba menjelaskan. Kaki dan tangannya ikut gemetar, antara takut diadili oleh para sanak famili almarhumah istri Bang Jay dan juga takut akan masalahnya yang bukannya berkurang, tetapi malah bertambah."Takkan pernah ada pelakor yang mengaku. Pergi! Puas kamu melihat anak saya meregang nyawa bersama bayinya? Hah?!" bentak seorag lelaki setengah baya yang sudah menarik tangan Ana keluar dari ruang IGD. Dengan terseret-seret, bahkan tubuhnya dihempaskan kasar di aspal parkiran rumah sakit."Aw!" pekik Ana saat merasakan luka lecet di tangannya. Wanita itu menangis pilu sembari merasakan getir dan pedihnya luka lecet berikut juga luka hati yang ia rasakan. Lelaki setengah baya itu meninggalkan dirinya begitu saja di sana, hingga menjadi pusat perhatian orang yang kebetulan berlalu-lalang di lobi rumah sakit.Susah payah Ana bangun, sambil meringis menahan pedih,
"Siapa, Ga?" tanya wanita setengah baya itu tak sabar."Adik saya, Tante. Biasa rindu transferan dari saya. Suaminya sakit dan dia butuh uang untuk berobat," bohongnya dengan suara sedih demi mendapat tambahan dana lagi dari Tante Hepi. Ponsel sudah ia tekan kuat, tanpa sepengetahuan wanita seksi yang duduk di sampingnya ini. Hingga ponsel itu mati dan ia bisa sedikit tenang."Memang kamu punya adik?" tanyanya lagi."Punya Tante. Adik saya dua orang. Tante lupa ya? Makanya saya sebagai tulang punggung, harus bisa kuat dan semangat mencari rupiah untuk keluarga saya. Makanya saya suka kepikiran mereka, Tan," tambahnya lagi kembali dengan suara pilu, tetapi penuh ketegaran."Ya sudah, nanti saya tambahkan lima juta untuk adik kamu. Semoga suaminya lekas sembuh ya." Tante Hepi langsung memperlihatkan tampilan ibanking ponselnya yang sudah tertera transaksi transfer berhasil senilai lima juta rupiah."Wah, terima kasih Tante," ucap Rangga penuh haru. N
"Jadi, sudah berapa lama kamu berhubungan dengan suami saya?" tanya Ana dengan air mata yang terpaksa ia tahan.Wanita yang tengah hamil lima bulan itu menunduk ketakutan. Di sampingnya sudah duduk Hesti;kakak dari Estu. Wanita itu pun tak bisa berkata apapun. Ia tidak tahu, jikalau lelaki yang menghamili adiknya adalah suami dari teman dekatnya."Apa kamu tidak punya mulut, Estu?!" bentak Ana yang sudah sangat emosi hari ini. Bagaimana tidak? Hari ini dia bertemu dua wanita sekaligus yang berselingkuh dengan suaminya. Satu wanita kaya, dan satu wanita lagi biasa saja terlihatnya."Sudah satu tahun kami berhubungan, Mbak," jawab Estu tak berani mengangkat wajahnya."Heh, ya Tuhan aku benar-benar dibohongi oleh Rangga," balas Ana sembari menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan."Kalian berkenalan di mana?" tanya Ana lagi."Di salah satu mal Mbak.""Jangan bilang kamu manager mal?" tebak Ana dengan suara lemas."
Mariana terbangun pada pukul sembilan pagi dikarenakan perutnya sudah merasa lapar. Wajahnya sembab karena tidur panjang yang terlalu nyenyak. Masih bergelung dalam selimut dengan malas-malasan. Apalah daya, sebenarnya ia ingin sekali tidur saja sepanjang hari, tetapi tidak mungkin juga nyenyak jika tidur dalam keadaan perut lapar. Ana memutuskan turun dari tempat tidurnya untuk pergi mandi dan berganti pakaian.Masih ada tiga jam lagi sebelum jam dua belas siang untuk segera check out dari hotel. Ana turun ke lantai dasar untuk sarapan sambil membawa dompetnya yang penuh, karena ia membongkar celengannya sebelum pergi dari rumah. Tak lupa juga ponselnya dan juga ponsel suaminya yang ia sembunyikan. Dengan menaiki lift, Ana turun dengan memakai baju santai tanpa riasan. Langkahnya ringan saat memasuki restoran dengan disambut ramah oleh pelayan restoran dengan senyuman.Pilihannya jatuh pada menu sphagetti, sosis jumbo bakar, dan segelas njus jeruk. P
"Hei, hentikan!"Bugh!Bugh!Bugh!Seorang lelaki dengan membabi buta memukuli dua lelaki yang tengah membekap mulut Ana menggunakan balok kayu besar. Ana menoleh takut, sambil memastikan wajah tak asing yang menolongnya."Bany Jay," lirihnya dengan gemetar."Mbak, ayo lari!"Jay menarik paksa tangan Ana untuk segera berlari dari tempat itu. Di tangannya masih memegang balok kayu untuk berjaga-jaga, siapa tahu dua lelaki yang tadi sudah terkapar pingsan kembali mengejar Ana.Keduanya berlari cukup jauh, hingga Ana sudah tak kuat lagi. Asmanya kambuh dan dia tak membawa obat semprot yang biasa ia gunakan. Kaki Ana berhenti berlari, lalu ia berjongkok, sambil mengatur napas agar tidak tersengal."Mbak kenapa?" tanya Bang Jay saat melihat Ana dengan wajah pucat dan napas sedikit sesak."Bang, saya gak kuat. Napas saya sesak. Bang, carikan ... sa-ya ... heh ... air hangat," ujar Ana putus-putus dengan tubuh sudah lu
Bugh!Bugh!Bugh!Krak!Krak!"Ayo, cepat!" Bang Jay baru saja memukul kepala belakang dua orang yang hampir saja menangkap Ana, dengan bata merah yang ia temukan tak jauh dari gubuk tak berpenghuni. Dua lelaki itu ambruk di lantai tanah rumah menyeramkan itu dengan darah mulai mengalir dari belakang kepala mereka.Ana berlari, tetapi ditahan oleh Bang Jay. Lelaki itu sedikit pucat menatap wanita di depannya."Bang, mereka nanti mengejar lagi," ujar Ana ketakutan."Tidak mungkin, Mbak. Mereka masih bisa tersadar saja sudah alhamdulillah. Semoga saya tidak menjadi pembunuh," jawab Bang Jay dengan datar. Ana menelan ludah takut. Siapa sebenarnya lelaki yang sudah berkali-kali menolongnya ini? Jika tidak ada Bang Jay, mungkin saja kaki, atau tangannya cacat dihajar oleh orang suruhan Tante Hepi."Abang gak papa?" tanya Ana saat mereka sudah menemukan jalan raya dan sudah berada di dalam angkutan umum."Saya udah bias
"Iya, kalau saya memang kencan memangnya kenapa? Mbak Endang mau dengan suami saya? Ambil gih!" ketus Ana sembari menarik tangan Bang Jay berlalu dari posisi Mbak Endang menatapnya dengan heran. Langkah kakinya semakin cepat. Lelaki yang ia tarik sampai terseret-seret mengimbangi langkah Ana."Jangan cepat-cepat jalannya, Mbak. Nanti bengek lagi," ucap Jay sambil menahan tawa. Seketika wanita itu menghentikan langkahnya, lalu menoleh pada Bang Jay. Keduanya tergelak bersama, lalu melanjutkan langkah dengan sedikit lebih santai."Tadi siapa, Mbak?" tanya Jay pada Ana."Tetangga yang suka cari perhatian suami saya," jawab Ana sambil menoleh ke kanan dan kel kiri, mencari bus apa yang akan ia naiki menjelang malam seperti ini."Oh, emang suaminya ganteng ya, Mbak? Ganteng mana sama saya?" tanya Jay lagi dengan polosnya. Ana hanya bisa tertawa geli sambil menggelengkan kepala menatap Jay dari atas sampai bawah. Lihatlah lelaki hebat di depannya ini, beg
Petaka Suami Tampan 49 (Ekstra part) Rangga sedang berada di sebuah rumah sakit di daerah Jakarta timur. Ika menemukannya saat lelaki itu tengah mengais sampah di dekat toko tempat Ika bekerja saat ini. Awalnya wanita itu tak percaya bahwa lelaki gelandangan di depannya adalah Rangga. Tubuh gelandangan itu bagaikan tengkorak hidup dan begitu mengerikan. Saat wanita itu tanpa sengaja menggumam namanya, maka lelaki itu pun menoleh. Ika dan Rangga adalah dua orang yang sama-sama bersalah di masa lalu, dan kehidupan yang saat ini mereka jalani akibat dari perbuatan mereka terdahulu. Bersukurlah Rangga, bahwa wanita yang baru dikenalnya sekejap mau menolongnya dan mengurusnya. Ika juga membawa Rangga ke rumah sakit terdekat untuk diperiksa. Tak banyak yang keluar dari mulut Rangga, selain ucapan terima kasih dan permintaan maaf. Ika pun tak menyahut apapun
21Jay tak bisa untuk tidak memperhatikan gerak-gerik Ana, setelah mereka sampai di rumah. Ditambah lagi dengan semua cerita yang baru saja didongengkan oleh apak. Lelaki itu tak ingin percaya dengan semua yang terjadi selama ia tak ada di sini. Mulai dari keberanian Ana mengunjungi Rangga dan Tante Hepi di Jakarta, hingga berakhir dengan warisan yang didapat oleh.Jay juga sempat tak percaya, bahwa Ana jugalah yang telah membayar ganti rugi sebesar satu milyar pada keluarga Darto. Namun, setelah semua pemaparan yang diberikan oleh apak yang masuk akal, baru Jay percaya.Tak ada yang berubah pada penampilan wanita yang sedari tadi bolak-balik di depannya sambil membantu mimih. Takkan ada yang tahu, jika ia pemilik dua show room mobil dan sebuah rumah mewah, serta beberapa petak kontrakan. Jika melihat daster lusuh yang ia pakai, tentu orang takkan percaya jika di rekeningnya saat ini ada milyaran rupiah.J
Hari ini Jay keluar dari penjara, setelah melewati urusan persidangan yang sangat panjang dan menegangkan. Untunglah lelaki itu diputuskan tidak bersalah atas pembunuhan tidak disengaja olehnya terhadap Darto. Hakim pun membuat putusan bahwa Jay bebas dari segala tuntutan dan wajib membayar ganti rugi pada keluarga Darto sebesar satu milyar rupiah. Lelaki itu sempat kaget dan menolak putusan. Darimana ia harus membayar uang segitu banyak pada keluarga Darto. Bekerja saja tidak, orang tua tidak ada, ia pun bahkan tak tahu setelah keluar dari penjara nanti ia mau ke mana dan bagaimana.Tanpa sepengetahuan lelaki itu, Ana sudah membayarkan uang ganti rugi pada keluarga Darto yang terlihat sangat peduli dengan uang. Tas yang diberikan Ana berisi uang satu milyar, mereka berbebut untuk memegangnya. Disaksikan oleh pihak pengadilan, beberapa anggota kepolisian, dan juga aparat lingkungan setempat tinggal Darto pun ikut menyaksikan dan ikut
Petaka Suami Tampan 46 (Ending) Hari ini, Ana pergi ke Jakarta ditemani oleh apak dan juga mimih. Tim kuasa hukum Tante Hepi yang meyakinkan padanya, bahwa semua akan baik-baik saja saat di sana nanti. Pesan yang disampaikan almarhum pada pengacaranya sebelum wafat adalah menghadirkan anak sambungnya yang bernama Mariana Pramesti. Mereka bahkan dijemput oleh Mang Udin dengan mobil pribadi Tante Hepi. Ana tak banyak bicara sepanjang perjalanan dan Bandung menuju Jakarta. Di kepalanya saat ini berputar memori ketika ia menjadi anak sambung dari wanita yang menjadi pelakor dalam rumah tangganya. Wanita itu sebenarnya baik, ketika ayahnya masih berstatus suaminya. Namun saat ayahnya tiada, wanita itu berubah jahat dan benar-benar berkelakuan layaknya ibu tiri yang kejam. Ana ingat di mana saat Tante Hepi mengusirnya, saat baru saja kelulusan sekolah SMA. Masih mengenakan seragam putih abu, ia dikembalikan pa
Ana terbangun lebih dulu dari mimih dan apak. Ia bangun dengan perlahan dari ranjang dan langsung menuju kamar mandi untuk melaksanakan dua rakaat sebelum azan subuh. Suara gemericik air dan derit pintu yang ia geser menutup dan terbuka, sangat hati-hati ia lakukan agar tak menimbulkan suasana bising dalam rumah. Setelah salat sunnah, sambil menunggu azan Subuh, Ana menyempatkan diri untuk mengaji dua lembar ayat suci alqur’an. Tak lupa ia buksa sedikit jendela, agar hawa dingin dan sejuk di luar sana mengisi udara kamarnya.Begitu selesai melakukan ibadah Subuh, Ana pun bergegas ke dapur untuk memasak nasi. Sambil menunggu nasi matang, Ana menyapu rumah mulai dari kamarnya, dapur, ruang tengah, dan yang terakhir ruang tamu. Mimih dan apak masih belum membuka pintu kamar, sepertinya kedua orang tua itu terlelap sangat nyenyak.Krek!Ana menoleh ke asal suara derit pintu yang bergeser. Mimih baru saja keluar dari kamar,
“Halo, assalamualaykum. Iya betul, saya Udin. Ini siapa ya?”“Kami dari rumah sakit XXX, mau memberitahukan bahwa Ibu Hepi Astuti baru saja meninggal dunia, lima belas menit yang lalu.”“Innalillahi wa innaa ilaihi rooji’un.” Ana tersentak saat bibir Mang Udin mengucapkan doa bagi orang yang meninggal dunia.Ana menatap pias wajah lelaki setengah baya yang kini sudah terduduk lemas di kursi teras. Ia tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun, tetapi Ana sangat tahu apa yang terjadi pada kabar dari seberang sana. “A-apakah b-benar Tante Hepi yang ….” dan dengan leher yang amat lunglai, Mang Udin mengangguk.Mereka bertiga menuju rumah sakit, menggunakan mobil sedan mewah milik Tante Hepi. Mang Udin yang terbiasa mengendarainya sudah tak canggung lagi. Lelaki itu tak banyak bicara, ia hanya fokus pada jalanan yang kami lewati saat ini.
"Ana!" bagaikan melihat setan. Rangga terlonjak kaget dari posisi duduknya. Lelaki itu berdiri dengan wajah pucat ketakutan. Kepalanya terus saja menggeleng. Ia tidak percaya Ana masih baik-baik saja setelah dikerjai oleh dua orang pesuruhnya."Kenapa? Kaget kalau aku baik-baik saja? Heh ... Tuhan pasti menjaga orang baik dan tidak bersalah, Tuan Rangga, dan Tuhan juga tidak akan tidur saat melihat orang jahat dan licik seperti kamu. Ini buktinya! Gelandangan? Seorang Rangga menjadi gelandangan? Ya ampun, kasihan sekali. Ck, aku tak perlu lagi menuntut balas, biarkan Tuhan dan alam yang menghukum semua perbuatanmu. Oh iya, aku sudah mengurus perceraian, dan sepertinya ini bisa jadi salah satu bukti, selain video mesum menjijikkan kamu dengan seorang nenek." Ana benar-benar mengungkap semua yang ada di dalam hatinya. Takkan ia beri kesempatan pada Rangga untuk membela diri.Memang Rangga tampak menyedihkan, tetapi ia tidak iba. Malah sangat
Petaka Suami Tampan 42BerceraiAna menyadari bahwa ia sudah terlanjur mendekat pada bara api yang sangat membahayakan jiwanya. Maka dari itu ia pun harus segera menuntaskannya. Baik itu bersama Rangga atau pun bersama Tante Hepi. Butuh keberanian penuh dan membuang semua rasa khawatir, saat video mesum Rangga dan mantan ibu sambungnya itu ia sebarkan di akun media social Instagram. Apapun resikonya, akan ia tanggung. Sudah tak ada lagi rasa takut pada sosok lelaki yang saat ini masih berstatus suaminya. Ia akan membalas semua perlakuan jahat lelaki itu pada dirinya.Perjalanan menuju Jakarta sebentar lagi sampai. Lelaki tua yang duduk di samping Ana masih memejamkan mata karena semalaman ia tak bisa tidur. Apak menemaninya ke Jakarta untuk mengurus perceraian, sekaligus pergi mengunjungi salah satu anak perempuannya untuk meminta tolong membebaskan Jay. Tak ada yang bisa ia lukiskan sebagai rasa terima kasih atas segala perhatian
Rangga merasakan tubuhnya sudah cukup bertenaga, walau perutnya dilanda kelaparan. Sudah tiga hari Delon tidak mendatanginya dan memberikan makanan, sehingga selama tiga hari juga ia berpuasa. Beruntunglah ia bisa sedikit bergerak ke kamar mandi, sehingga ia bisa membilas sedikit bagian tubuhnya yang terasa lengket. Rangga juga sudah bisa buang air ke kamar mandi, hanya saja ia tidak memiliki apa-apa di dalam rumah ini. Minum pun terpaksa dengan air kran kamar mandi.Setelah mencuci muka, Rangga memakai sarung yang sangat bau menjijikkan. Tak ada kain lain yang bisa ia gunakan untuk menutupi tubuhnya. Mata sayunya menatap keadaan di luar rumah yang sangat sepi. Sebenarnya ada di mana ia kini? Kenapa tak ada tanda-tanda kehidupan orang lain di tempat ini.Kakinya melangkah terseok menyusuri ruang demi ruangan. Dibukanya pintu kamar untuk menemukan apa yang bisa ia pakai, atau pun mencari jalan untuk keluar. Mata lelaki itu membelalak sempur