Jangan lupa simpan cerita ini ke library ya teman-teman.
Aku tunggu review bintang limanya. Teng kyu.
_________________
Dania terkejut saat tiba-tiba saja dari arah kanan kirinya diapit oleh dua orang. Dia menoleh cepat dan mendapati kedua sahabatnya tengah menyeringai jail. Astaga, bikin jantungan orang saja.
"Kalian apa-apaan, sih? Bikin kaget aja. Kirain gue mau kena begal," omel Dania gemas.
Clara dan Viona tertawa. Lalu mereka menggandeng masing-masing lengan Dania.
"Lo abis pulang dari luar negeri diam-diam bae," ujar Viona mengerutkan bibir.
"Gimana kabar Perancis dan Venice?" tanya Clara ingin tahu. "Sukses prewednya? lihat dong hasilnya."
Dania memutar bola mata. "Ada di fotografer gue lah. Gue sih ogah nyimpen foto-foto itu."
"Ih, padahal gue penasaran banget tau." Viona mencebikkan bibir.
Dania celingukan, memastikan tidak ada siapa pun yang memerg
Halo teman-teman, jangan lupa masukkan cerita ini ke library kalian ya. Teng kyu._______________Arnold menyeringai menatap Alex. Dia sangat yakin kalau Alex pasti akan tergiur dengan penawaran itu. Janda kaya itu benar-benar sangat menyukai Alex, dan berani bayar mahal hanya untuk berdua dengan Alex."2 M?" tanya Alex memastikan. Dia belum pernah mendapatkan tawaran sebesar itu. Dan biasanya fee yang ditawarkan di luar fasilitas yang akan Alex terima selama melayani kliennya. Kerjaannya juga menyenangkan, having fun, memberi kepuasan wanita yang haus belaian. Surga dunia."Kalau lo setuju, tinggal siapkan diri saja. Minggu depan jalan," ujar Arnold lagi. "Gue harap otak lo lurus. Lo bakal dapat keuntungan besar, Lex." Arnold berdiri membenarkan blazernya. "Gue cabut dulu."Dia beranjak keluar dari ruangan itu, dan meninggalkan Alex yang masih tercenung. Namun...."Kenapa nggak lo aja yang berangkat nemenin d
WARNING 18+ BOCIL MINGGIR DULU.Clara dibuat kesal dengan tingkah Arnold. Lelaki tinggi itu terus saja mengikuti ke mana pun kakinya melangkah. Dia menyesal sudah memenuhi ajakan Daren—sepupunya untuk bertemu pacarnya di kelab ini. Clara tidak habis mengerti mau pria itu apa. Dia diam-diam keluar dari kerumunan dance floor ketika tahu Arnold juga menyusulnya. Memanfaatkan kelengahan pria itu, dia melipir keluar dari kelab. Clara bergegas menuju lift untuk turun ke bawah. Dia mengembuskan napas lega ketika sudah sampai basement gedung untuk menuju tempat parkir mobilnya. Namun, kelegaan itu tidak berlangsung lama ketika matanya menangkap seseorang yang tengah bersandar pada mobilnya."Sial!" Clara mengumpat kesal. Dia dengan cepat menghampiri mobilnya. "Minggir," katanya ketus. Pasalnya Arnold sengaja bersandar pada pintu kemudi."Clara, kenapa kamu terus menghindar? Apa aku punya salah?" tanya Arnold tidak mau menyin
Dania menatap sebal berbagai macam jenis undangan yang berada di mejanya. Asisten Alvin mengiriminya beberapa contoh undangan dan meminta Dania untuk memilih jenis undangan yang akan dia pakai sebelum naik cetak.Kepalanya mendongak ketika mendengar pintu apartemennya dibuka dari luar. Dan, tidak lama kemudian Clara muncul. Wanita itu langsung menjatuhkan diri di sofa sebelah Dania. "Dan! Gue kayaknya butuh psikiater," celetuknya begitu duduk.Dania menoleh dan mengernyit bingung. "Lo kena gangguan jiwa?""Sepertinya begitu. Lo nggak akan percaya ini.""Lo bercinta lagi sama Arnold?" tanya Dania asal tebak. Namun, ternyata mata Clara langsung membulat karena ketepatan ucapan Dania."Gimana lo bisa tau?""Sial," umpat Dania. "Jadi, bener?"Clara mencebik dan mengangguk pasrah. Dia lantas mengusap wajahnya. "Gue memang gila, Dan," erangnya frustrasi."Santai aja kali, Cla. N
Viona bergegas naik ke atas gedung sebuah apartemen di kawasan Kuningan. Kegiatannya berkumpul bersama teman-teman terdistraksi karena panggilan dari Robbi, bos di kantornya bekerja. Sebagai sekretaris pribadi pria itu, Viona harus bisa stand by 24 jam untuknya. Seperti sekarang ini, di tengah acara berkumpul dengan Clara dan Dania dia terpaksa pamit lebih dulu.Clara menekan tombol lift untuk menuju unit Robbi yang berada di lantai 27. Unit mewah yang dibeli pria itu dua tahun silam. Tempat pribadinya dengan sang bos. Sebenarnya Robbi menyuruhnya untuk menempati unit tersebut, tetapi Viona enggan. Viona memiliki unit apartemen sendiri meskipun tidak semewah milik Robbi. Dan lebih nyaman tinggal di unit sendiri daripada punya orang lain semewah apa pun itu kan?Viona langsung masuk begitu menekan angka kombinasi apartemen itu. Cahaya redup dalam unit langsung tertangkap indranya. Dia terus melangkah menuju ruang tamu. Tangannya meraba dinding mencari
Alex mendekap Dania dari belakang ketika wanita itu sedang memasak nasi goreng ayam untuk sarapan mereka. Rambut pria itu masih basah. Handuk kecil masih mengalung di lehernya. Dia baru saja menyelesaikan ritual mandi paginya."Wangi banget, Sayang. Rasanya pasti enak," ucapnya seraya mengendus leher bagian belakang Dania."Maksudnya yang mana nih? jangan ambigu deh."Alex terkekeh. Dia memang sengaja membuat Dania berpikir keras. "Dua-duanya wangi dan enak. Masakan kamu dan leher kamu."Dania mendengus dan menyuruh Alex menyingkir. "Martin, aku perlu mengambil piring. Nasi gorengnya sudah matang.""Biar aku ambilkan." Alex bergerak mengambil piring di rak gantung yang berada tepat di belakangnya. "Ini cukup?" dia menyerahkan dua piring datar."Cukup, memangnya mau berapa? kita kan cuma berdua." Dania menerima piring itu, dan mulai menuangkan nasi goreng di atasnya."Mau aku tambah biar tiga enggak?
Jangan lupa masukkan cerita ini ke library kalian ya, Gaes. Yuk ramaikan dengan memberi review bintang lima.Happy reading!__________________Viona dengan bangga menunjukkan cincin yang robbi berikan kepada Clara dan Dania. Awalnya kedua sahabatnya itu tidak paham maksud wanita itu memamerkan sebuah cincin dengan lebaynya. Namun, tidak berapa lama keduanya membelalakan mata."Lo dilamar siapa?" tanya Clara, Dania di sampingnya mengangguk menandakan dia memiliki pertanyaan yang sama dengan Clara."Tebak dong siapa?" tanya Viona balik dengan senyum mencurigakan.Clara dan Dania saling pandang. Seakan keduanya memiliki pemikiran yang sama keduanya lantas menggeleng secara bersamaan.Clara menatap ragu Viona yang masih terus memasang senyum seraya memandang cincin yang tersemat di jari manisnya dengan bangga."Nggak mungkin Pak Robbi, 'kan?" tanya Clara ragu.Viona menoleh c
Maaf ya, Bab kemarin ada salah penulis nama. Harusnya Darris Rusman, malah Darris Borman. Tapi it's okay, nggaak memengaruhi isi kok.Yuk lanjut baca. Jangan lupa ramaikan ya. Happy reading.______________________Dania turun dari ruang fitting ditemani darris di belakangnya. Dia mengenakan gaun pengantin warna senada dengan setelan jas yang Alvin pakai. Dengan sedikit pulasan make up, Dania tampil menawan.Alvin di bawah termangu melihat Dania turun dari anak tetangga. Dia tidak bisa menutupi rasa takjub yang sontak datang begitu menyaksikan kecantikan wanita yang sebentar lagi jadi miliknya itu. Hingga Dania sampai di hadapannya mata Alvin belum juga berkedip saking terpananya."Please, deh. Mingkem itu mulut," celetuk Darris melihat muka Alvin yang saperti orang bodoh.Alvin terkesiap, dan tersenyum kikuk. Dia mengusap tengkuk salah tingkah."Aku anter calon pengantin kamu. Ini masih pake make-
Terima kasih yang sudah mau berkenan memberi ulasan Bintang limanya. Yuk jangan lupa simpan cerita ini di library kalian ya gaes. Happy reading._______________Viona menunjukkan undangan dari Dania kepada Robbi ketika dia menyambangi ruangan pria itu. Robbi yang mengenakan kacamata baca menoleh sekilas."Siapa yang akan menikah, Vi?" tanya Robbi tanpa melepas pandangannya dari layar laptop."Dania, Mas.""Dania teman kamu, orang HRD itu?" Robbi melepas kacamatanya, dan menatap Viona lurus."Iya. Kamu mau datang sama aku, Mas?""Ya, tentu saja. Karena aku juga dapat undangan dari Pak Alvin." Robbi menarik laci meja, dan mengeluarkan sebuah undangan yang sama persis dengan undangan yang Viona tunjukkan.Viona beringsut duduk, dan membuka undangan itu. "Kamu tau nggak, Mas. Desain undangan ini yang pilih aku sama Clara loh, bagus, ya?""Bagus.""Nanti kalau kit
Liam langsung menyambut kedatangan Dania dan Alvin. Dia berlari-lari kecil dan menghambur ke pelukan Dania. Menjelang siang, Dania baru pulang dari hotel. Ya, apa lagi kalau bukan karena menuruti kemauan Alvin yang minta nambah lagi dan lagi."Anggap saja ini bulan madu kedua."Itu jawaban yang lelaki itu berikan ketika Dania protes lantaran Alvin yang sepertinya belum juga bosan menggempurnya. Padahal kaki Dania sudah tidak sanggup berdiri."Maafin, Mama. Pulang telat. Liam udah makan?" tanya Dania mencium pipi chubby anaknya."Mamam dah.""Pinter anak Mama.""Anak Papa juga dong," sambar Alvin mengusap rambut tebal Liam."Oh iya anak Papa juga."Mereka beriringan menuju ruang tengah. Dengan masih memangku Liam, Dania duduk di sofa ruang tengah."Honey, kamu lapar enggak?" tanya Alvin beranjak menuju dapur."Setelah kamu kuras habis tenagaku masih perlu
"Congrats buat Dania dan Alvin. Moga kalian langgeng dan bahagia," seru Clara mengacungkan gelas minumannya, disusul gelas-gelas lainnya."Akhirnya kita bisa nyeret Dania ke kelab lagi, yuhuuuuu!" teriak Viona, di sisinya ada Bernard, pria yang disewanya untuk menemani minum.Clara lebih memilih duduk sendiri dan mengabaikan godaan para pria yang sesekali menghampirinya."Pantas saja. Laki lo tuh," ujar Viona mengarahkan pandangannya ke pintu masuk.Clara mengikuti arah pandang Dania dan menemukan pria bermata biru tampak melambai padanya. Arnold. Sontak senyum Clara mengembang."Selamat malam, Cinta," sapa Arnold mencium pipi Clara. "Wow, formasi kalian lengkap lagi ternyata," ucapnya melihat keberadaan Dania dan juga Viona."Kita sedang merayakan kebahagiaan Dania. Kamu mau minum?" sahut Clara menawarkan gelasnya."Tentu, Sayang." Arnold meraih gelas yang Clara angsurkan. Mata pria itu tak l
Alvin bergerak dengan mata yang masih terpejam. Beberapa detik kemudian tangannya terangkat mengucek mata. Sedikit mengerjap untuk menormalkan penglihatannya. Baru kemudian dia menoleh ke sisi kiri, dan matanya langsung bertemu pandang dengan mata Dania."Honey, kamu bangun?"Kata-kata pertama yang keluar dari mulut Alvin membuat Dania tercekat. Alvin menyebutnya apa tadi? Honey?"Liam juga bangun?" Lelaki itu menoleh ke ranjang tidur anaknya.Dania belum menjawab atau pun meluncurkan kata-kata. Hatinya terlalu bahagia.Lelaki itu menatap kembali kepada Dania yang tampak masih terbengong."Honey, are you okay? Kamu nggak senang aku datang?" tanya Alvin lembut.Dania kontan memejamkan mata. Merasakan kata-kata Alvin yang masuk ke telinganya dan menyebar memenuhi sanubarinya yang mendadak hangat."A-Alvin ... maafkan aku ...." Air matanya yang menggenang akhirnya terjatuh."Sst
Dania bergegas ke kamar Liam. Anak itu sedang ditimang-timang pengasuhnya. Dia cepat-cepat mengambil alih Liam dari gendongan wanita itu."Panasnya belum turun, Mbak?" tanya Dania."Belum, Bu."Dania terpaksa meminta izin pulang lebih cepat karena Liam dari kemarin demam. Tadi pagi demam anak itu sudah turun. Oleh karena itu Dania memutuskan masuk kerja. Namun, siang tadi pengasuh Liam menelepon kalau demam anak itu meninggi lagi."Tolong siapkan perlengkapan Liam, ya, Mbak. Kita ke poliklinik.""Baik, Bu." Wanita muda yang memakai seragam baby sitter itu segera berbenah.Dania paling tidak bisa melihat anaknya sakit. Kalau disuruh memilih mending dia saja yang sakit. Mereka langsung masuk ke taksi yang sudah menunggunya.Poli anak tidak terlalu ramai ketika Dania sampai. Hanya beberapa pasien yang menunggu. Jadi, dia tidak terlalu lama menunggu.Dania bersyukur karena tidak ada penyakit yang
"Ini kok lama-lama perusahaan udah kayak bola aja ya, lempar sana sini. Heran gue. Belum juga genap tiga tahun udah pindah tangan aja," ujar Clara.Dia dan kedua sahabatnya, sedang berjalan bersama menuju aula untuk sosialisasi owner baru perusahaan.Viona tertawa. "Alex menjual sahamnya karena hatinya udah dipatah-patahin dengan kejam sama temen lo."Dania di sebelahnya berdecak, tahu siapa yang Viona maksud."Hm, kasian juga si Alex sih. Kenapa sih lo nggak mau terima dia lagi? Dia itu pria tertampan sejagad. Apa lagi lo mantannya. Nggak akan sulit gue rasa." Clara mencolek lengan Dania yang masih dengan tenang mendengar ocehan kedua sahabatnya."Iya, lagi pula Liam kan butuh bapak. Kasihan dong kalau ketemunya cuma kita-kita aja," imbuh Viona.Ketiganya memasuki lift begitu pintu silver itu terbuka. Clara menekan tombol lantai tujuan mereka."Kalian pada gila apa gimana sih? Gue itu masih istriny
Dania menggeram ketika melihat Alex datang ke rumahnya membawa sebuah bingkisan. Apa lagi isinya kalau bukan mainan untuk Liam, putranya. Padahal baru kemarin kurir mengantar paket berisi kebutuhan Liam dan mainan untuk anak itu."Jangan beli mainan terus. Kamu tau, semua akan jadi sampah kalau dia sudah besar," ujar Dania protes."Hanya sesekali, Sayang." Alex tersenyum kepada bayi berusia satu tahun di hadapannya.Dania terlalu capek untuk meminta Alex menjauhinya. Pria itu tidak pernah kapok bertandang ke rumahnya."Tapi, kamu baru kemarin mengirimi Liam hadiah, Tin. Dia baru setahun, belum butuh itu," omel Dania seraya membereskan mainan anaknya yabg berantakan."Kemarin kapan? Aku baru kali ini kasih Liam mainan, Dania," ujarnya tak peduli sambil terus mengajak Liam bermain.Dania menoleh sesaat. Kebiasaan sekali suka menyangkal. Sering tidak mengakui perbuatannya kalau Dania sudah mengomel.Dania be
Dania baru saja mengisi aplikasi pengajuan cuti ketika perutnya merasakan nyeri. Sebenarnya tadi pagi dia sempat melihat ada bercak darah di celana dalamnya. Namun, dia tidak terlalu khawatir karena tidak ada reaksi apa pun pada perutnya. Hanya sesekali merasa kencang di perut bagian bawahnya. Dania meraba perutnya. Apakah sekarang sudah waktunya? Menurut dokter, hari perkiraan lahirnya masih dua minggu lagi. Dania menggeleng. Mungkin ini hanya kontraksi palsu.Dania bergegas membereskan meja kerjanya. Dia harus cepat sampai rumah agar bisa segera istirahat. Clara sedang bertemu klien di luar, sementara Viona menemani Pak Robbi meeting. Jadi, Dania terpaksa pulang sendiri.Nyeri pada perutnya makin sering terjadi. Hanya jeda beberapa menit lantas rasa sakit itu muncul lagi. Dania makin yakin kalau ini bukanlah kontraksi palsu.Dia memeluk perutnya erat-erat ketika sedang menunggu lift terbuka. Matanya memicing menikmati gelombang cinta yang tim
Dania menghela napas panjang beberapa kali ketika lagi-lagi Alex datang menjenguknya di rumah sakit. Kali ini pria itu membawa sekotak kue balok cokelat lumer. Ini sudah hari kelima Dania berada di rumah sakit. Setiap malam Clara dan Viona bergantian menjaganya. Dan, Alex biasanya akan datang menjelang makan siang tiba."Lihat, Sayang, apa yang aku bawa." Alex membuka kotak itu. Menunjukkan kue cokelat berbentuk balok kecil-kecil dengan lelehan cokelat yang melumer di tengahnya. Terlihat menggiurkan. "Baby pasti suka. Kamu coba, ya." Alex masih saja bersikap baik dan manis kendati Dania tidak pernah bersikap sebaliknya. Dia mengambil satu potong kue dan menyodorkannya pada Dania.Dania menatap kue itu sesaat sebelum menatap pria di hadapannya yang kini tengah tersenyum manis. Senyum yang tak pernah lekang oleh waktu. Ketampanan Alex memang luar biasa, apa lagi saat tersenyum seperti itu. Dulu Dania selalu bergetar ketika Alex bersikap manis seperti ini. Nam
Tawaran Alex agar Dania mau menikah dengannya terus terngiang. Meski Dania tidak bisa menjawab apa-apa, tetapi hatinya sedikit terusik. Sudah hampir enam bulan suaminya pergi. Tinggal beberapa bulan anaknya akan lahir. Namun, kabar dari Alvin tidak pernah dia terima."Alvin, sebenarnya kamu di mana? Aku minta maaf."Kembali air matanya merembes. Tidak ada yang tahu kepiluan Dania setiap malam. Hanya doa yang bisa dia lakukan, berharap di mana pun Alvin berada, lelaki itu akan baik-baik saja.Dania pikir hanya hari itu saja Alex datang menemuinya. Namun, hari berikutnya dan berikutnya pria itu selalu menyambangi kantornya. Dania mulai bosan mengusir mantan pacarnya itu. Namun, pemilik perusahaan tempatnya bekerja itu tak pernah berhenti datang. Jika bukan sosoknya yang datang, maka Alex akan mengirimkan makanan untuk Dania.Seperti siang ini. Dania meletakkan sebuah kotak makan tepat di kedua sahabatnya."Makan gih, Cla,"