Sejak lima belas menit yang lalu Gistara tidak berhenti membuang nafasnya kemudian menghirupnya kembali. Gadis itu berusaha menghilangkan kegugupannya. Malam ini Sagara mengajaknya makan malam bersama keluarganya.
Sagara ingin memperkenalkan Gistara dengan mamanya. Terlihat aneh memang, mereka sudah mau menikah tapi baru kali ini Gistara diajak bertemu dengan keluarga Sagara. Gistara memang mengenali mendiang papa Sagara sebagai pribadi yang baik. Sedangkan mama pria itu dia tidak tahu persis bagaimana wanita itu.
“Kita berangkat ya?” tanya Sagara.
Sagara yang sejak tadi diam akhirnya angkat bicara. Gistara meminta Sagara untuk jangan menjalankan mobilnya dulu. Dia benar-benar gugup bertemu mama pria yang ada di sampingnya.
Gistara menoleh, menatap Sagara dengan ragu membuat pria itu tersenyum. Sagara mengambil tangan Gistara yang bertautan. Mengecup tangan itu.
“Jangan gugup. Saya gak akan tinggalin kamu sendirian di sana. Ada Ba
Air mata Gistara tumpah saat masuk rumah. Tubuhnya luruh ke lantai. Gadis itu membekap mulutnya agar suara tangisnya tidak terdengar oleh Gian. Gian sudah pulang sejak siang tadi. Adiknya itu pulang setelah dirawat selama tiga hari. Gian memaksa untuk pulang karena dia merasa sudah baik-baik saja.Kedua orangtua Gistara sudah pulang sore tadi. Ayahnya terpaksa pulang bersama bundanya karena tidak bisa meninggalkan anak didiknya terlalu lama. Kewajibannya sebagai seorang guru membuat Singgih tidak sampai hati izin terlalu lama. Meskipun hanya tiga hari.Sejak di kediaman Sagara gadis itu berusaha menahan tangisnya saat Kirana membisikkan satu fakta yang membuatnya ragu melanjutkan pernikahannya bersama Sagara.“Sagara tidak mencintai kamu. Semua yang dia lakukan terhadap kamu adalah sandiwara. Dia mengajak kamu menikah agar warisan papanya bisa dia ambil seluruhnya. Kamu yakin ingin melanjutkan pernikahan ini Nak?”Kata demi kata yang Kirana bi
Gian menunggu kakaknya di parkiran. Sudah tiga puluh menit kakaknya itu belum membalas pesannya. Hari ini dia pulang sedikit cepat karena gurunya sedang tidak enak badan. Dia sangat senang saat pulang cepat, tapi dia merasa cemas setelahnya, karena kakak perempuannya belum membalas pesannya sejak tadi.Gian berjalan menuju kantor guru, menanyakan kepada guru di sana dimana keberadaan kakaknya. Hanya ada dua guru karena yang lain masih mengajar. Anggun, guru yang dekat dengan Gistara tidak tahu di mana Gistara.“Ibu gak tahu dimana teteh kamu Gian. Tapi barang-barangnya masih ada.” Anggun mengerutkan keningnya, “mungkin teteh kamu di kamar mandi. Bentar ibu cek ya.”Gian mengangguk. Laki-laki itu menunggu Anggun yang sedang ke kamar mandi khusus guru. Mencari keberadaan Gistara.“Gian, gak ada teteh kamu. Ibu baru ingat kalau kamar mandi guru sedang rusak.”Gian mengucapkan terimakasih. Setelah itu laki-laki itu b
Sagara mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Perkataan Gistara terus berputar di otaknya. Gadisnya itu tidak memberitahu alasan kenapa dia ingin membatalkan pernikahan itu. Setelah berkata tentang penolakan pernikahan mereka, Gistara menyuruh Sagara untuk pergi dari ruang inapnya.Tanpa membantah Sagara keluar dari ruang inap Gistara. Pria itu tidak benar-benar pergi. Sagara duduk di depan ruang inap Gistara. Otak Sagara seolah tidak berfungsi untuk berpikir apa yang harus dia lakukan setelah mendengar kata demi kata yang keluar dari mulut Gistara. Hingga telpon dari Tama membuat dia kembali tersadar dari rasa terkejutnya.Tama memberitahu informasi kepada Sagara tentang dalang di balik kekacauan yang menimpa Gistara dan Gian. Rahangnya mengeras saat mengetahui kalau mantan sahabatnya lah yang melakukannya.Cukup bagi Sagara menahan untuk tidak memberi pelajaran kepada Nesa. Wanita yang menyebarkan gosip tentang Papahnya yang memiliki affair dengan Gista
Kristina dan Willi memperhatikan Gistara yang hanya diam sejak mereka datang. Besok hari pernikahan gadis itu tapi tidak ada kebahagiaan di wajahnya. Gadis itu seperti memiliki banyak masalah. “Are you okay Beb?” Kristina mengelus rambut Gistara. Di dalam ruang inap Gistara hanya ada mereka berdua. Gian sedang sekolah sedangkan kedua orang tuanya sedang ke kafetaria yang berada di rumah sakit. Tengah malam kedua orangtuanya datang dijemput oleh sopir Tama dan Maman. Sedangkan Sagara, pria itu belum datang sejak Gistara mengusirnya semalam. Mengetahui fakta itu Gistara sedih, ternyata benar kalau pria itu tidak mencintainya. Pria itu hanya menjadikan Gistara alat untuk mendapatkan apa yang pria itu inginkan. “Lo beneran mau membatalkan pernikahan ini Beb?” tanya Willi. Gadis itu menatap cemas sahabatnya. Jika sepupu dan sahabatnya batal menikah bantuan dia selama ini benar-benar tidak berguna. Willi tidak mau waktu bertahun-tahun dia sia-sia ka
Ballroom di salah satu hotel mewah di Bandung itu di sulap dengan begitu indah. Dengan tema putih dan soft pink ruangan itu tampak girly dan romantis. Meja yang memanjang dengan bunga soft pink dan lilin-lilin di setiap meja membuat ruangan itu terlihat mewah.Tema itu dipilih oleh Sagara karena dia pikir tema itu sangat menggambarkan Gistara yang lemah lembut dan penuh kasih sayang. Bukan hanya itu, gadis itu juga bermimpi ingin menikah dengan tema seperti itu. Soft dan pink merupakan warna yang lembut, Gistara menyukai kedua warna itu.Gistara mendengarkan nasihat sahabatnya dengan sangat baik. Gadis itu tidak jadi membatalkan pernikahannya. Untuk saat ini yang dia inginkan kebahagiaan untuk kedua orangtuanya. Masalah keselamatan keluarga dan maksud dari pernikahan ini Gistara sudah mempasrahkan kepada Tuhan.Acara pemberkatan sudah dilaksanakan satu jam yang lalu di gereja terbesar di Bandung. Sagara yang menginginkannya karena teringat mendiang papanya yang
“Sayang gak kuat,” bisik Sagara lirih.“Aku lagi dapet.”Gairah Sagara terjun dengan bebas mendengar jawaban istrinya. Dia sudah menahannya sejak lama tapi saat mereka sah istrinya justru mendapatkan tamu bulanannya. Dia benar-benar sial pikirnya.Gistara menatap Sagara dengan takut. Dia juga tidak tahu kenapa saat malam pertamanya tamu bulannya datang. Padahal seingatnya tamu bulannya datang pertengahan bulan nanti.“Maaf, aku gak tahu.”Sagara tersenyum kemudian mengecup bibir istrinya. “Gak papa, aku mandi dulu ya.” Sagara berjalan meninggalkan Gistara yang merasa tidak enak hati kepada suaminya.Gistara sebenarnya bersyukur karena tamu bulannya datang lebih cepat. Dia belum siap untuk melakukan hubungan suami istri. Dia masih ragu dengan suaminya. Apakah suaminya benar-benar mencintainya atau tidak.Gistara berjalan menuju koper Sagara. Dia mengambil piyama untuk suaminya. Setelah it
Setelah menyelesaikan sarapannya Sagara dan Gistara mengantar kedua orangtua Gistara menuju lobi hotel. Di sana supir Sagara sudah menunggu Singgih dan Novi. Sagara sebenarnya ingin mengantarkan mertuanya tapi keduanya menolak karena tidak mau mengganggu waktu pengantin baru.Mobil pajero sport milik Sagara yang di kendarai oleh supirnya melaju meninggalkan lobi hotel. Sagara memperhatikan Gistara yang tersenyum kecut. Mata istrinya itu berkaca-kaca.“Kita cek rumah baru kita yuk.” Gistara menoleh ke samping kiri di mana suaminya berada.“Sekarang?” tanya Gistara. Sagara mengangguk, tangannya menggenggam tangan Gistara menuju mobilnya yang tadi sempat diantar oleh Tama.Sagara membuka pintu untuk Gistara. Setelah itu dia sedikit berlari untuk mencapai pintu kemudi. Sagara memasangkan sabuk pengaman untuk istrinya sebelum dia memasang sabuk pengaman untuknya.Sagara menggenggam tangan Gistara yang berada di paha gadis itu mem
Sagara dan Gistara memekik kaget saat tiba-tiba seorang wanita paruh baya yang sedang berdiri di depan apartemen Sagara memukul tubuh Sagara dengan tas. Gistara mencoba menghentikan pukulan wanita paruh baya itu. Pukulan wanita paruh baya itu bisa menyakiti suaminya.“Cucu nakal! Bisa-bisanya Grandma gak di undang!”Wanita paruh baya itu terus memukul Sagara. Gistara terdiam mendengar perkataan wanita paruh baya yang masih asik memukul suaminya. Wanita paruh baya itu adalah nenek dari suaminya.“Stop Grandma! Dengerin dulu penjelasan Kin!” Sagara berusaha menutup wajahnya dengan tangannya. Dia khawatir wajah tampannya terkena besi yang ada di tas neneknya.Wanita paruh baya itu menjewer telinga Sagara. Menyuruh pria itu membuka pintu apartemennya. Sagara terus meringis sepanjang jalan masuk ke dalam apartemennya.Gistara tersenyum tapi langkahnya terhenti saat merasakan tangan seseorang menahan lengannya. Gistara tersenyum s
Nesa menahan tangisnya. Dia sudah menjadi istri Beni. Seorang pria yang selalu dia jadikan alat untuk melukai Gistara. Seorang pria yang diperintahkan papanya untuk menikah dengannya.Sejak kejadian di desa dua minggu yang lalu. Doni membawa Nesa pulang. Pria paruh baya itu memberikan tamparan kepada Nesa. Nesa gemetar melihat papanya yang terlihat murka. Pria itu menampar Nesa sampai pipi gadis itu biru.Beni menghentikan amarah Doni. Perkataan Beni membuat Nesa terkejut. Pria itu berkhianat.“Jangan sakiti Nesa, Om janji tidak menyakiti Nesa jika saya memberitahu keberadaan putri Om.”Doni menatap Beni dengan mata melotot. Nafas pria itu tidak teratur. Dia ingin membuat pelajaran kepada putrinya tapi janjinya kepada Beni membuat dia membatalkannya.Doni mendengus berjalan meninggalkan Nesa dan Beni. Sebelum menghilang di balik pintu perkataan Beni sukses membuat takdir Nesa berubah seperti sekarang.“Jangan lupa janji yan
Sagara terbangun saat merasakan istrinya tidur dengan gelisah. Sejak keluar dari rumah sakit istrinya selalu mengigau memanggil putrinya. Gistara bilang dia bisa mengikhlaskan putrinya tapi kenyataannya tidak. Istrinya masih sering memanggil putrinya dalam tidurnya.Gistara sudah keluar dari rumah sakit dan sehat total dua minggu yang lalu. Gistara melakukan sedikit terapi berjalan karena komanya. Kurang lebih dua minggu melakukan terapi, Gistara sudah mulai berjalan dengan nyaman.Dokter menyarankan Sagara untuk membawa istrinya ke psikolog. Gistara menolak dengan keras saat Sagara memberitahu saran dari dokter. Gistara merasa dia baik-baik saja. Dia merasa sudah ikhlas dengan kepergian putrinya. Tapi tanpa sadar istrinya itu sering memanggil putrinya di dalam tidurnya.Sagara membawa tubuh istrinya ke dalam pelukannya. Hanya itu yang bisa dia lakukan. Istrinya akan berhenti memanggil putrinya jika Sagara membawa tubuhnya ke dalam pelukannya.“Huss
Wanita dengan gaun pink itu berjalan menyusuri taman bunga yang sangat indah. Senyumnya terbit saat melihat banyak anak-anak yang sedang bermain di taman itu.Bunga-bunga di taman itu terlihat sangat terawat. Dia belum pernah melihat taman secantik ini. Melihat bunga-bunga dengan berbagai warna membuat pikirannya damai. Semua bebannya seperti ditarik pergi.Anak-anak itu menggunakan dress berwarna putih. Semua terlihat cantik mengenakan dress itu. Wanita itu bisa melihat wajah anak-anak yang begitu bahagia. Mereka seperti tidak merasakan beban kehidupan.Senyumnya pudar saat melihat seorang anak duduk seorang diri di bawah pohon. Anak itu terlihat sedih menatap teman-temannya.Wanita itu berjalan menghampiri anak itu. Anak berusia lima tahun itu terlihat cantik. Wajahnya seperti tidak asing. Dia seperti melihat wajah anak itu.“Kamu kenapa?” tanyanya. Duduk di samping anak itu dengan perlahan.“Mama!” panggil anak itu
Hujan turun dengan derasnya seperti air mata Sagara yang berlomba-lomba untuk keluar. Dia tidak menyangka kalau makan siang kemarin adalah makan siang terakhirnya bersama calon putrinya.Sagara mengusap tangan Gistara dengan lembut. Istrinya masih kritis. Dokter bilang Gistara koma karena kecelakaan yang menimpanya. Alat-alat penunjang hidupnya terpasang di tubuhnya.“Bangun, Sayang.” Sagara berkata lirih.Keluarga Sagara dan Gistara menatap sedih keduanya dari luar ruang rawat Gistara. Novi pingsan saat mendengar putrinya kecelakaan.Kecelakaan satu hari yang lalu membuat semua orang terkejut. Willi dan Kristina yang sedang membeli keperluan untuk bayi Gistara menangis membuat pengunjung lain bingung. Keduanya berlari menuju rumah sakit dimana Gistara dibawa.Sagara yang tengah meeting, membatalkan meetingnya begitu saja. Tubuhnya hampir jatuh ke lantai kalau saja Tama tidak datang menemuinya yang sedang mengangkat telpon.Sagar
Willi dan Kristina sedang berada di baby shop dekat dengan perusahaan. Keduanya sedang memilih kado untuk bayi Gistara. Keduanya sengaja memberikan kado lebih dulu agar kado mereka tidak tertumpuk dengan kado yang lain.Gistara menginginkan stoller seperti milik Nagita Slavina. Willi dan Kristina meringis mendengar permintaan Gistara.“Makanya jangan nanya gue. Gue pengen stoller itu. Tapi apapun yang kalian kasih, pasti gue terima.”Kristina menghembuskan nafasnya lega saat mendengar jawaban sahabatnya saat itu.“Ini lucu gak sih? Bayangin bayinya Gita pake kayak gini. Gue ngebayanginnya pasti lucu banget. Apa lagi dengan pipi gembul.”Kristina menunjuk baju bayi dengan motif hewan dan berbentuk romper. Ada berbagai jenis hewan tapi Kristina jatuh cinta dengan bentuk bird-bees berwarna pink.“Iyaa, ambil deh yang ini. Sama yang lain dong motifnya.” Willi memberikan berbagai motif kepada Kristina.B
Sagara menatap Gistara dengan bingung. Sejak dia pulang dari kantor. Istrinya itu lebih banyak diam. Gistara memintanya untuk pulang cepat, Sagara melakukannya tapi jalanan kota Bandung sangat macet karena adanya perbaikan jalan. Sehingga Sagara sampai rumah lebih lama.Sagara sudah meminta maaf. Dia juga sudah memberikan alasan, istrinya bilang kalau tidak apa-apa tapi Sagara merasa istrinya belum sepenuhnya memaafkannya.“Masih marah ya?” tanya Sagara. Membawa tubuh istrinya ke dalam pelukannya.Gistara tersenyum tipis, menggelengkan kepalanya. Wanita itu mematikan ponselnya. Meletakkan di nakas samping kasurnya.“Gak marah. Aku lagi kepikiran pesan bunda.”Sagara mengecup pelipis istrinya. “Pesan apa? Tell me, Baby.”“Jovanka dan om Beno, mereka ada hubungan.” Gistara melirik Sagara sekilas.“Something like Affair?” tanya Sagara ragu. Melihat gelagat istrinya yang terlihat
Beni memperhatikan ponselnya yang menyala. Memperlihatkan foto seorang gadis yang dia cintai. Gadis yang terobsesi dengan pria lain.Nesa, gadis itu tidak bersalah karena terobsesi dengan Sagara. Yang harusnya disalahkan dalam hal ini adalah, Dina.Dina -wanita yang melahirkan Nesa- sejak kecil mendoktrin Nesa kalau Sagara dan dia akan menikah. Sagara adalah milik Nesa, begitupun sebaliknya. Hingga sampai dewasa Nesa meyakini itu, kalau Sagara selamanya milik Nesa.Doni, pria paruh baya yang selalu sibuk dengan pekerjaannya itu tidak memperdulikan perkataan Dina. Hingga dia mendengar istrinya berbicara pada Nesa kalau putrinya itu harus merebut Sagara dari Gistara tepat setelah Sagara menolak pertunangan mereka.Doni yang sedang mengikuti kampanye sebagai dewan perwakilan rakyat tidak terima dengan perkataan istrinya. Perkataan istrinya membahayakan jalannya menjadi salah satu dewan perwakilan rakyat. Dia tahu Nesa, putrinya sejak kecil selalu melakukan b
Suasana meja makan terlihat hangat tidak seperti semalam. Gian memperhatikan Sagara dan Gistara yang mulai memperlihatkan kemesraan mereka. Gian berpikir apakah secepat itu jika suami dan istri marahan? Dalam semalam mereka akan langsung berbaikan?“Gian, bareng Abang ya. Teteh gak ngajar hari ini.”Gian mengangguk. Dia tidak masalah bareng siapapun. Yang penting dia berangkat tanpa ongkos alias gratis.“By, ada duit cast gak?” tanya Gistara.“Ada, dua ratus kayaknya.” Sagara memberikan dompetnya kepada istrinya.“Aku pinjem ya. Nanti aku ganti, dompet aku di kamar, aku males ngambilnya.” Gistara nyengir memperlihatkan giginya yang rapi.“Ambil aja. Tapi cukup gak dua ratus?” tanyanya.“Cukup banget,” sahut Gian cepat, membuat Sagara dan Gistara terkekeh.“Bang, Gian tunggu depan ya. Mau bersihin sepatu dulu.”“Iya. Abang bentar lag
Warning!Mengandung Adegan Dewasa.***Beni memperhatikan Nesa yang berjalan menuju mobilnya yang terparkir. Nesa mengirim pesan setengah jam yang lalu. Wanita itu mengajaknya untuk makan siang bersama.Nesa membuka pintu mobil dengan perlahan. “Lo kenal sama bokap gue?” tanya Nesa tiba-tiba.“Gue tahu bokap lo.” Beni menjalankan mobilnya meninggalkan perkarangan Bramantas’ School.“Bukan itu yang gue tanyain. Lo deket atau enggak sama bokap gue. Karena dia bilang ke gue kalau dia mau ngomong sesuatu sama lo.”Nesa memincingkan matanya menatap Beni. Dia tidak tahu kalau papanya kenal dengan Beni. Karena selama ini, dia tidak pernah membawa Beni ke hadapan kedua orangtuanya. Sedangkan Beni menghembuskan nafasnya, berusaha menghilangkan kegugupannya.“Gue pernah sekali ketemu bokap lo, saat nganter lo dari acara reuni. Bokap lo nanya-nanya biasa, kayak kerjaan gue apa. Terus gue bil