Saat pagi hari yang cerah, seorang gadis memakai baju kaos warna hitam dipadukan dengan rompi serta celana longgar berwarna ungun, sedang berjalan melintasi jalan raya dengan senyum yang merekah di bibirnya.
Bagaimana tidak? Baru 7 hari dia bekerja lalu atasannya sangat memuji gadis itu dengan ketekunannya. Ini pertama kali yang ia dapatkan semasa hidupnya. Tanpa disadari, sebuah mobil Terios berwarna gray melintasi jalan tersebut dan mencipratkan air ke gadis tersebut.
Pluk!
Dia sangat terkejut dengan air tanpa sengaja membasahi rompi serta celana yang ia kenakan.
"Aish," sungutnya. Mobil tersebut berhenti tak jauh dari gadis itu berdiri lalu seorang pria turun dari mobil itu menghampiri seorang gadis yang menatapnya garang.
"Maaf, Mbak. Saya gak segaja," ucapnya sambil menyatukan kedua telapak tangan di depan dada sambil memasang wajah bersalah.
"Heh, lo kalo jalan pake mata dong. Emang nih, jalan punya Bapak lo apa?!" bentaknya. Pria tersebut menatap papan nama yang melekat di hijab hitam tepat di sebelah kiri.
'Adnan Rahmaliyah Husein,' batinnya menatap gadis tersebut. Dia melangkahkan kakinya melewati pria tersebut dengan wajah yang merah padam akibat menahan emosi.
Pria tersebut membalikkan tubuhnya menatap kepergian gadis tersebut dengan langkah seribunya.
"Dasar wanita aneh," gumamnya lalu kembali masuk ke dalam mobil dan menancap gas menuju kantor yang selama ini ia tekuni sekitar 3 tahun lalu.
Sampainya di pekarangan kantor, ia menghembuskan napas secara pelan lalu keluar dari mobil dengan setelan jas hitam senada dengan celana serta dasi yang ia kenakan. Tak lupa dengan kemeja berwarna merah yang membungkus tubuh pria tersebut.
"Selamat pagi, Pak Reyndad," sapa para staf dan karyawan kantor saat dia memasuki ruang lobi menuju ruangannya.
"Pagi, bekerjalah dengan benar," ucapnya dengan senyum tipis. Ya, nama pria itu adalah Reyndad Wijaya Adipratama Seok, direktur di perusahaan khusus properti Adiprtama. Ayahnya menyerahkan semua pada pria tersebut 3 bulan yang lalu karena dia sudah mahir di bidang tersebut. Sedangkan ayahnya, membuka bisnis properti di Korea Selatan ditemani sang istri di sana.
Reyndad membuka pintu ruangannya lalu menjatuhkan bobot tubuhnya di sofa sambil memijat pelipisnya. Ia masih memikirkan tentang gadis itu yang berani membentaknya di tepi jalan lalu meninggalkannya begitu saja.
"Dia itu buta atau gimana, sih? Masa ketemu sama laki-laki kayak gue aja dikacangin gitu?" gerutunya lalu meminum segelas air mineral yang sudah disediakan di meja kerjanya. Reyndad menghabiskan air tersebut hingga tandas lalu membuka jas yang melekat di tubuhnya dan ia gantungkan pada gantungan kain di sudut ruangannya tersebut.
"Kalo sampai gue ketemu sama dia, bakal gue buat dia terpesona dengan ketampanan gue," ucapnya lalu menarik ujung bibirnya menampakkan smirk yang dia punya.
***
Di sisi lain, Adnan berjalan masuk ke dalam toko bakery dengan wajah kusut lalu mengambil beberapa helai tissue di meja resepsionis."Kok bisa kotor gitu, Nan?" tanya pria tersebut sambil memandangi Adnan yang sedang sibuk membersihkan sisa lumpur yang melekat di bajunya.
"Gara-gara pria jelek itu. Masa sih, dia cipratin becek ke gue," ucapnya sambil berdecak kesal lalu membuang tissue kotor tersebut ke tong sampah yang tak jauh dari tempat ia berdiri.
"Ya udah, lupain aja kejadian itu. Cepat ganti baju sebelum Pak Roy datang." Pria tersebut menuntun Adnan berjalan ke ruang ganti khusus karyawan lalu meninggalkan gadis tersebut.
"Iya, Fer," jawab Adnan lalu masuk ke ruang ganti tersebut. Setelah selesai, ia kembali menuju meja resepsionis dan melihat Fero dan beberapa teman-temannya yang sedang melayani beberapa pengunjung di sana.
Seperti inilah aktivitas Adnan sehari-hari, bekerja di toko roti sebagai pelayan dengan gaji yang kurang mencukupi. Tapi, ia tidak pernah memperhatikan nilai rupiah yang ia terima. Ia sangat bersyukur ada yang mau menerimanya bekerja di sini dan itu sangat ia hargai.
Pukul 10.00 WIB, seorang pria bertubuh besar datang ke toko roti tersebut. Dia adalah bos dari toko ini, yaitu Roy Purnama. Pria tersebut menatap pengunjung yang ramai di tokonya membuat senyuman itu merekah dan para karyawan toko bahagia melihat atasannya.
"Kerja yang bagus," ucapnya sambil memberikan dua jempol pada karyawannya.
"Di mana Adnan?" tanyanya pada Fero yang baru saja keluar dari dapur sambil membawakan puncake cantik yang tertata rapi di nampannya.
"Di sana, Pak," tunjuk Fero pada seorang gadis yang sedang melayani beberapa pengunjung. Roy memerintahkan Fero agar membawakan Adnan padanya. Fero menganggukkan kepala lalu memberikan pesanan kue tersebut pada pengunjung lalu berjalan menuju Adnan.
"Ada apa, Pak?" tanya Adnan sopan menatap bosnya yang sedang merapikan kacamata yang melekat di hidung pria tersebut.
"Bawakan beberapa kue pesanan yang sangat istimewa ke kantor Adipratama di jalan ini." Roy memberikan secarik kertas kecil yang menunjukkan alamat yang akan ia tuju.
"Baik, Pak." Adnan menerima kertas tersebut lalu berjalan ke dapur untuk mengatakan pada beberapa chef yang bekerja di sana.
"Chef, Pak Roy minta buatkan beberapa kue istimewa," ucap Adnan pada seorang chef laki-laki bernickname Alvaro Aditya Rizky.
"Oke," balasnya lalu Adnan keluar dari dapur lalu duduk di kursi resepsionis untuk menunggu kue tersebut.
***
30 menit kemudian, Fero memberikan 10 kotak yang berisi kue pada Adnan. Dengan senang hati, Adnan menerimanya lalu membawanya ke motor khusus mengirim pesanan sambil mengenakan helm yang membungkus kepalanya.
"Hati-hati," ucap Fero saat motor yang dikendarai Adnan melaju menuju alamat.
"Semoga tuh bocah gak kesasar," gumamnya lalu berjalan masuk ke dalam toko. Sedangkan Adnan, senyumnya menghiasi wajah cantik itu. Bagaimana tidak, jika ada pesanan seperti ini dalam dua atau tiga kali berturut-turut, gajinya bisa ditambah dua kali lipat dari biasanya.
Cit!
Motor berhenti tepat di depan pos satpam. Adnan membuka kaca helmnya lalu dipersilahkan masuk oleh beliau. Sampai di depan kantor, jujur Adnan menatap takjub kantor megah tersebut. Dulu, dia sangat berkeinginan bekerja di sini. Tapi, ekonomi keluarganya tidak mencukupi. Beruntung Fero membawa Adnan bekerja bersamanya.
Langkahnya berjalan masuk menuju kantor tersebut lalu memberikan ponselnya pada resepsionis sebagai bukti bahwa kantor ini memesan bakery dari tokonya.
"Silahkan menuju ke ruangan Pak Reyndad, Bu." Seorang wanita menuntut Adnan agar mengikuti langkahnya menuju ruangan tersebut. Entah itu secara kebetulan, atau mereka sudah ditakdirkan.
Tok ... tok ... tok ....
Wanita itu mengetuk pintu ruangan yang dilapisi kaca tersebut."Masuk!"
Terdengar suara teriakan dari dalam. Adnan dapat mendengarnya.
"Tunggu di sini dulu ya, Bu." Wanita tersebut masuk saat Adnan menganggukkan kepalanya sambil memegang beberapa kotak kue yang ada di kedua tangan mungilnya.
Tak berselang lama, wanita tersebut kembali keluar dari ruangan dan menginstruksikan Adnan agar segera masuk untuk menemui atasannya. Dengan langkah pasti serta senyuman yang terukir di bibir mungilnya, ia berjalan masuk ke dalam ruangan tersebut.
"Maaf, Pak. Tadi ...."
Ucapannya terhenti saat melihat seorang pria tampan dengan rambut yang tertata rapi ke belakang sehingga memperlihatkan jidat paripurnanya. Bukan, bukan itu yang membuat Adnan terkejut. Tapi, wajah pria tersebut, sangat tampan.
"Oh, jadi Bapak yang pesan kue ini?" Adnan berjalan menghampiri pria tersebut sambil berkacak pinggang.
"Ah, maaf atas kejadian tadi pagi," cicit Reyndad sambil memijat pelipisnya dengan satu tangan.
"Maaf? Baru sekarang Anda minta maaf?!" bentak Adnan padanya. Betapa terkejutnya Reyndad mendengar ucapan gadis tersebut. Wajahnya memerah akibat menahan emosi serta dadanya yang naik-turun sambil mengatur napas.
Tanpa pikir panjang, Reyndad mengeluarkan dompetnya lalu memberikan 30 lembar uang kertas seratus ribu pada Adnan.
"Saya sudah minta maaf, dan terima kasih untuk pesanan saya," ucap Reyndad. Adnan yang melihat pria arrogant ini, berlalu meninggalkan pria tersebut.
"Gue gak bakalan mau ketemu sama cowok sombong itu," gumamnya keluar dari kantor tersebut menuju motor yang ia parkirkan dengan rapi di luar kantor. Saat helm tersebut yang membungkus manis di kepalanya, ia melihat mobil Terios yang tadi pagi mengerjai dirinya.
Adnan tersenyum miring melihat mobil tersebut, ia berjalan menuju mobil tersebut lalu tangannya terulur mengempeskan ban mobil tersebut. Bukan 1, melainkan 4 sekaligus dan berlalu meninggalkan kantor tersebut.
***
Wah, gimana ya ekspresi wajah Reyndad nantinya? Jangan lupa untuk selalu dibaca dan review ya, kak. Jika saya ada kesalahan dalam menulis. Terima kasih banyak.
Setelah selesai, Adnan menghidupkan motor maticnya lalu keluar dari kantor Adipratama menuju tempat kerjanya dengan senyum misterius hingga Fero pun melihat Adnan risih."Kamu kenapa?" tanyanya pada Adnan."Gak ada," jawabnya seraya berlalu menuju pengunjung yang ingin memesankan padanya.***Di sisi lain, Reyndad menelfon salah seorang karyawannya agar menuju ke ruangan."Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanyanya sopan."Tolong cari informasi tentang gadis yang bernama Adnan Rahmaliyah Husein," ucapnya datar."Maaf, Pak. Ini ...""Cepat carikan atau saya pecat kamu!" bentaknya lalu pria itu keluar ruangan selesai berpamitan pada Reyndad. Ia kembali berkutat dengan komputernya untuk 30 menit ke depan karena setelahnya ia akan mengadakan rapat untuk meluncurkan beberapa properti baru.4 jam kemudian, Reyndad keluar dari kantor sambil menenteng ponsel, dompet dan kunci mobil karena jam istirahat sudah di mulai. Reynda
Malam hari, Reyndad berbaring di ranjang king size miliknya sambil menatap langit-langit kamarnya. Pikirannya kembali pada Adnan yang sedari tadi melayang di pikirannya.Tangannya terulur untuk mengambil ponselnya lalu membuka silicon ponselnya dan mengeluarkan foto Adnan. Ya, dia mengambil foto berukuran 4x3 milik Adnan di dalam berkas yang Leo berikan padanya tempo lalu."Bisa gak ya, gue dapatin dia," gumamnya. Reyndad mengambil ponselnya lalu menelpon nomor Adnan."Tidak."Ia langsung memutuskan panggilan dan menonaktifkan ponselnya. Reyndad mengembuskan napasnya sembari menyentuh dadanya karena detak jantungnya tidak karuan."Gak biasanya kayak gini, kok bisa ya?" monolognya seraya meletakkan ponselnya di samping ranjang lalu berjalan menuju jendelanya. Ia menatap langit yang cerah sambil memasukkan kedua tangannya di dalam saku celananya.Ting!Ponselnya berdering menandakan 1 pesan masuk. Tapi, kakinya enggan melangkahkan k
Pukul 19.00 WIB, Adnan sudah berada di teras rumahnya, ia mematikan mesin motor matic sekaligus membuka helm yang membungkus kepalanya. Ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah sambil mengucapkan salam."Sudah pulang?" tanya Fina pada Adnan sambil mengulurkan tangan kanannya untuk dicium sang anak."Sudah, Bu." Adnan mencium tangan Fina lalu berjalan sempoyong masuk ke dalam kamarnya yang berukuran 5x4. Adnan membanting tubuhnya dengan kasar di atas ranjang tanpa mengganti baju kerjanya."Astaga, ganti dulu bajunya," ucap Fina melihat Adnan yang masih mengenakan pakaian seragam kerja."Besok lagi aja, Bu.""Huh, kalo calon suamimu tahu kelakuaan burukmu, jangan salahkan ibu jika dia minta cerai," ancam Fina yang dibalas anggukan oleh sang anak. Adnan membenarkan posisi tidurnya sebelum ia benar-benar tertidur.***Hari ini, Reyndad mendapatkan pesan dari Leo bahwa saat ini Adnan sudah sampai di rumahnya.
3 hari sebelum pernikahan dimulai, Fina sudah memberitahu pada Adnan bahwa dia akan dijodohkan dengan anak dari temannya yang baik hati.Mendengar hal itu, Adnan sangat terkejut. Bahkan hampir saja pingsan, karena napasnya sesak mendengar penuturan dari sang ibu. Tapi, Fina mempercayai Adnan jika dia adalah lelaki yang baik, bertanggung jawab dan juga tampan.Adnan berjalan masuk ke dalam kamarnya sambil memikirkan bagaimana calon suaminya itu. Jika dia benar-benar menginginkan Adnan, pasti ia tidak akan malu jika menjadikan Adnan adalah keluarganya."Argh!"Adnan mengacak-acak rambutnya frustasi, ia memilih membaringkan tubuhnya lalu mengirimkan pesan pada atasannya bahwa ia besok tidak masuk kerja karena sakit.Damn!Bukan, itu hanya alasan belaka bahwa ia ingin menenangkan pikiran setidaknya 1 hari lalu kembali bekerja tanpa memikirkan pernikahnnya yang tinggal menghitung hari.****
PoV ReyndadAku dan Adnan selesai melaksanakan salat magrib berjamaah. Dia mencium tanganku lebih dulu membuat jantungku kembali aktif tak seperti biasanya.***Malam ini, kami meletakkan peralatan salat ke gantungan kecil setinggi pinggang lalu duduk di bibir ranjang sambil terdiam. Aku teringat akan sesuatu."Tadi Cinta taruh kue di laci nakas." Aku menunjuk laci nakas menggunakan dagu. Adnan berjalan menuju arah tunjukku lalu menggeser keluar laci tersebut."Cantik."Aku menoleh ke arah Adnan yang berjalan mendekatiku lalu duduk di sampingku. Cinta memang juara kalo masalah makanan, dia membelikan khusus untukku walau menggunakan uangku. Huh, sama dengan tidak, sih.Kue brownies ukuran kecil, dihiasi dengan buah strawberry di pinggir kue tersebut. Sangat cantik dan jika aku memakannya berdua bersama Adnan, mungkin akan lebih romantis."Ayo, di makan." Aku mengambil kue itu lalu Adnan lebih dulu memotong kue tersebut dengan
Aku menatap Adnan dengan gaya tidurnya yang terlentang dan tangan kanannya ia luruskan ke samping hampir mengenai dinding kamar.'Anak ini, tidur gak ada cantik-cantiknya,' batinku sambik berdecak.Tak lama, sebuah tangan menampar pipiku dengan kasar sehingga aku sangat terkejut dengan kejadian yang begitu cepat."Main tabok aja," ucapku tanpa menyingkirkan tangan mungil itu dari wajahku.Aku menarik selimut yang turun sampai pinggangnya, untuk menutupi sebagian tubuhnya sampai leher dan menutupi tangannya juga.Suhu di subuh ini sangat dingin. Tanganku terulur menyibakkan beberapa helai rambut ikalnya yang menutupi wajah itu dari mataku dan mengarahkan kepalanya agar menghadap ke arahku.1 jam aku menikmati wajah damai gadis yang sudah resmi menjadi milikku. Tapi, tidak ada pergerakan darinya. Dia tidak merasa terganggu ketika aku menyentuh pipinya lalu beralih ke dagu.Netraku terhenti tepat di bibir plumnya berwar
"Ayo."Aku menoleh ke arah Adnan yang memakai baju kaos berwarna hitam lengan panjang serta rok kembang berwarna biru senada dengan jilbab yang ia ikat ke belakang.Aku bangkit dari duduk lalu berjalan menuju mobil lalu Adnan masuk ke dalam dan kami berangkat menuju rumah Paman Jeehyoon."Kita ke swalan dulu, beli buah." Aku membelokkan mobil memasuki parkiran swalan lalu berjalan masuk beriringan dengan Adnan."Kamu aja yang pilih buahnya," ujarku pada Adnan.Tangan mungilnya mulai memilih buah-buahan lalu menimbangnya yang hampir 3 kilogram. Aku menambahkan 3 piring buah anggur yang berukuran setengah kilo.Aku menuntun Adnan berjalan ke kasir untuk membayar buah tersebut menggunakn kartu ATM dan kami kembali melanjutkan perjalanan menuju rumah Pama Jeehyoon."Ini rumahnya?"Aku menatap Adnan yang sedang memperhatikan rumah megah berwarna biru. Mobil berhenti tepat di luar pagar rumahnya, karena halaman rumanya hanya ke
Saat aku fokus memikirkan senyuman Adnan, tiba-tiba ponselku yang tergeletak di dashboard berbunyi satu kali menandakan pesan masuk.Aku meraihnya lalu melihat pesan tersebut yang ternyata dari mama, ia menyuruhku untuk pergi ke Indomaret untuk membelikan beberapa cemilan karena sudah habis."Dari siapa?"Aku menoleh ke arah Adnan yang menatapku penasaran."Dari mama, nyuruh ke Indomaret beli cemilan," jawabku sambil meletakkan ponsel di dashboard. Mobil berhenti tepat di depan swalayan kecil lalu kami keluar.Aku mengambil keranjang yang tersusun rapi lalu berjalan menuju rak yang menyediakan beberapa cemilan, sementara Adnan mengikutiku dari belakang.Tanganku mengambil cemilan kesukaan aku dan Cinta. Setelah dirasa cukup, aku membawanya ke kasir untuk dibayar."Rp 521. 600," ucap pelayan pria itu sambil membungkuskan cemilan yang kupesan.Aku mengambil dompet lalu menyerahkan karu ATM padanya dan menuntun Adnan u