Home / Romansa / My Favorit Servant / Bab 11. Mungkin Jatuh Cinta?

Share

Bab 11. Mungkin Jatuh Cinta?

Author: Ainin
last update Last Updated: 2021-05-08 11:23:18

"Siapa?" batin Alrix. 

Tapi Alrix tak berani menanyakannya langsung. Dia tak ingin membuat hati Tuan Mudanya berubah lagi. Saat ini, dia sudah dapat melihat bahwa Deondra mulai tenang, mungkin sebentar lagi akan tertidur. 

"Keluarlah Alrix, aku ingin sendiri." Deondra berkata membuat Alrix akhirnya mengangguk. 

"Baik Tuan, jika anda butuh sesuatu saya ada dibawah," ucapnya. 

"Hmm," sahut Deondra malas. 

Saat Alrix sudah terdengar menutup pintu, matanya terbuka lagi. Dia menatap pintu itu dengan tatapan mata yang menyiratkan sesuatu. Kesedihan, itulah yang dapat di lihat dari sorot mata itu. Sorot mata yang selama ini selalu dia rahasiakan. 

"Biarlah, aku tetap ingin menjadi seperti ini. Aku ingin menunjukkan padanya, aku tidak selemah dulu." 

Deondra bangkit dari duduknya, berjalan kearah balkon. Dia berdiri mematung, menatap pijaran cahaya lampu warna-warni yang menghiasi kota di malam hari. Gedung-gedung tinggi dan bangunan pencakar langit yang menjulang tinggi di hadapannya itu terlihat amat indah. Apalagi ada menara kota di tengah-tengah sana, berpijar indah seiring warna lampunya yang berganti. 

Deondra menopang tubuhnya ke tembok pembatas, mengambil napas panjang lalu membuangnya perlahan. Jika dulu dia ingin sekali melompat dari tembok itu, sekarang dia justru ngeri melihat ketinggiannya. Hingga tangannya mencengkram erat pembatas itu saat angin bertiup kencang. 

"Tuan, saya mohon jangan lakukan itu!" 

Teriakan Arinda tiba-tiba terdengar di kepalanya, disusul bayangan percintaan yang dilakukannya secara paksa. Tanpa sadar, sudut bibirnya tertarik keatas. Hatinya mendadak diselimuti oleh rasa hangat, tapi kemudian dia menampar pipi kirinya. 

"Jangan merasa bersalah Deondra, kamu bahkan tahu bahwa dia menikmatinya juga, bukan?" Hasutnya pada diri sendiri membuatnya tersenyum tipis. 

Mata tajamnya menatap sejurus, sebuah pesawat terbang tengah melintas di langit sana. Berkelip menandakan bahwa dia akan berbelok kearah samping bangunan tempat Deondra yang tengah berdiri saat ini. 

"Jika seandainya kamu tidak membunuh kedua orang tuaku, aku tidak akan sebenci ini padamu, Anne." Deondra bergumam, lalu berulang kali menghela napas. 

Dia membiarkan pesawat itu melintasi samping kirinya. Menatap bentuk pesawat yang kecil itu sampai hilang dari pandangan. 

"Dan sekarang, pelampiasan rasa kesal dan sakit hatiku ku lampiaskan pada Arinda. Gadis polos yang tak tahu apa-apa. Dan sialnya dia masih perawan!" ujar Deondra kesal, entah bagaimana caranya agar dia bisa memahami dirinya sendiri. 

Bayangan pengkhianatan Anne juga turut hadir saat dia memikirkan Arinda. Sepenggal kisah masa dulu yang membuatnya marah, kesal dan tak bisa menerimanya. Anne berkhianat di hadapan matanya sendiri. Setelah berusaha mengambil alih perusahaan orang tuanya, Anne malah bermesraan dengan banyak lelaki sebelum Alrix memergokinya. 

Bahkan dengan tak tahu malunya. Anne masih sempat bersenang-senang dengan seorang pria di club ini sebelum ditahan oleh pihak berwajib. Sempat bar mewah ini di segel beberapa bulan, hingga akhirnya mendapat izin lagi untuk di buka tapi dengan banyak syarat dan mengurangi hal-hal yang menjorok ke dalam hal prostitusi ataupun bermain wanita. Kekacauan sempat terjadi, banyak yang tak terima akan ketentuan tersebut. Tapi akhirnya semua bisa kembali normal seperti sedia kala, walaupun tidak ada hal-hal seperti itu lagi di dalamnya. 

"Jika saja kau tidak membuat hatiku sakit hingga saat ini, Anne. Mungkin aku bahagia sekarang. Tapi sialnya, kau ternyata seorang wanita liar yang tak tahu diri!" 

Api kebencian kembali timbul di sorot matanya. Bahkan besi pembatas itu berdenting saat dengan sengaja Deondra menekan kepalan tangannya di sana.

"Enyahlah kau dari pikiranku, wanita terkutuk! Kau hanya pembuat malu dan juga sampah yang tak berharga! Untuk apa aku harus memikirkannya lagi!" Deondra berkata kesal, meninju kepalanya hingga akhirnya dia merasa pusing. 

"Semua wanita hanyalah pengkhianat, aku benci wanita!"

**"

Sementara itu, Alrix hanya diam di depan pintu ruangan pribadi milik Deondra. Tangannya bahkan belum lepas dari handle pintu, tatapannya seakan menyiratkan kasihan dan juga perasaan cemas pada Deondra. Tapi bagaimana lagi? Deondra yang memintanya pergi dari sana. 

"Alrix!" 

Tubuhnya berputar seratus delapan puluh derajat saat mendengar panggilan itu. Di sana, baru saja selesai melangkahkan kaki mereka di tangga terakhir. Sudash dan Lukhe tengah melangkah kearahnya. Membuatnya mau tak mau ikut mendekat. 

"Ada apa, Tuan Sudash, Tuan Lukhe?" tanyanya sopan. 

Bagaimana pun kedua orang di hadapannya ini adalah orang yang berpengaruh dalam kehidupan Deondra. Mereka teman baik, bahkan sejak sekolah tingkat pertama. Ketiganya termasuk pria yang riang dan mudah bercanda. Tapi Deondra berubah empat tahun silam dan tak pernah menemui keduanya lagi. Malam ini, saat Deondra datang ke Bar, adalah kali pertama pertemuan mereka lagi setelah empat tahun. 

"Ada apa dengan Deon? Apa yang membawanya kemari?" Pertanyaan Sudash yang bahkan masih gamang jawabannya keluar. 

Sudash menatap wajah Alrix yang diam di tempatnya, lalu melihat kearah pintu  cokelat dengan dua daun yang tengah tertutup rapat itu. 

"Benar, apa yang membawanya kemari? Bukankah dulu dia sempat bersumpah?" tambah Lukhe membuat Alrix menghela napas. 

"Saya juga tidak tahu, Tuan. Tapi yang saya dengar tadi, Tuan Muda bilang ingin menunjukkan padanya bahwa dia tidak selemah dulu lagi," ucapnya sambil menatap dua wajah yang berkerut di hadapannya ini. 

"Tidak selemah dulu? Padanya? Siapa yang dia maksud?" Lukhe mewakili Sudash, bertanya lebih dulu. 

Alrix diam sejenak. "Nona Anne." 

Ketiganya hening saat Alrix menyebutkan nama keramat itu. Mereka adalah orang yang paling paham dengan apa yang terjadi. Juga orang yang paling mengerti, mengapa sikap seorang Deondra Jefferson berubah drastis. Ternyata bayangan masa lalu itu juga yang membawa teman mereka kemari. 

"Apakah dia belum move on?" tanya Sudash. 

Alrix mengendikkan bahu, lalu berjalan menuju pagar pelindung lantai, menatap kearah bawah. Tenang, seakan tak terjadi apa-apa. 

"Tadi sempat datang reporter yang mendapat laporan berita tentang kemunculan Deon di tempat ini," jelas Sudash, mereka sudah berdiri di belakang Alrix. 

"Lalu?" 

Sudash dan Lukhe sama-sama menghela napas. 

"Pemilik bar yang bicara. Mereka sangat excited melaporkan berita dan beberapa pengunjung lainnya menjadi saksi mata. Tidak bisa di cegah lagi, Alrix. Kota sedang booming dengan berita yang terjadi malam ini," ucap Sudash. 

Alrix terdiam dalam pikirannya. Ternyata walaupun Deondra sudah berubah dingin, datar nan angkuh, masih banyak yang mengikuti kegiatan dan juga aktivitasnya di luar rumah. Nama Deondra sebagai seorang pria yang sempurna, juga sebagai pria yang mendapat gelar The best of the best in town

tiga tahun berturut-turut di acara penghargaan kota, tetap menjadi inspirasi dan juga perbincangan hangat dikalangan warga. Mungkin bagi mereka, Deondra berubah pun sisi baiknya yang pernah dia lakukan dulu tetap mengalir hingga saat ini.

"Saya juga tidak akan mencegahnya, Tuan Sudash." Alrix berkata, memutuskan berjalan kearah meja dan sofa yang ada di lantai yang sunyi itu. 

Semuanya sedang bersenang-senang di bawah sana. Menghilangkan stress dan penat setelah seharian bekerja. Tidak seperti Alrix, dia masih amat waras untuk tak melakukan itu. Baginya, dengan berjoget dan menari-nari dibawah sana justru membuat tubuh semakin lelah. Lebih baik dia mengerjakan sisa pekerjaan ataupun menemani Tuan Mudanya di rumah utama. 

"Kenapa begitu? Bukankah Deondra tak ingin akses pribadinya menjadi perbincangan hangat? Bukankah itu peraturan baru yang dibuatnya empat tahun ini?" tanya Lukhe, ikut duduk di depan Alrix. 

Sudahs juga bergabung, menuangkan alkohol yang sudah disiapkan di atas meja itu ke dalam tiga gelas ramping. Sebelum akhirnya memberikannya pada dua orang pemuda itu. 

"Bersulang!" 

Ketiganya berkata sambil mengangkat gelasnya, bersama-sama membenturkan milik mereka hingga menimbulkan bunyi. 

"Iya, itu peraturan baru Tuan Muda, tapi Tuan melarang saya untuk mencegah tersebarnya berita ini." Alrix berkata setelah menyesap isi gelasnya. 

"Alasannya seperti yang saya ucapkan tadi, Tuan Muda ingin agar dia melihatnya. Dan satu lagi, Tuan Deondra ingin menunjukkan dirinya pada seseorang." 

"Seseorang? Siapa?" tanya Sudash, sudah hampir tersedak. 

Alrix mengangkat bahunya, tidak tahu. 

"Eh, apa mungkin Deondra mulai jatuh cinta pada seseorang, Alrix? Dia ingin menunjukan kehebatannya pada orang itu?" tanya Lukhe pula, membuat Alrix tertegun. 

"Benarkah? Tapi, siapa...?" 

Bersambung! 

Related chapters

  • My Favorit Servant   Bab 12. Tantangan Deondra

    Alrix membopong Deondra keluar dari mobil, dia mabuk dan tak sanggup membuka matanya. Namun dia masih sadar, seluruh tubuhnya dia berikan pada Alrix karena rasa malas yang menggerogoti dirinya. Di tambah rasa pening di kepalanya, membuatnya sedikit sempoyongan saat berjalan."Hati-hati, Tuan Muda."Alrix menaiki tangga penghubung antara halaman dan juga teras, sekalian memastikan kaki Deondra benar menaikinya. Setelahnya mereka masuk kedalam rumah.Pagi hari, para pelayan sudah hilir mudik mengerjakan isi rumah. Wajah mereka terlihat ingin tahu kenapa dengan Tuan mudanya? Tapi tak ada yang berani bertanya. Karena hal itu adalah sesuatu yang amat di larang di dalam peraturan rumah utama.Menaiki tangga, Alrix masih bersusah payah untuk membantu Deondra. Hingga tak lama kemudian seorang pelayan pria lewat membawa sapu panjang untuk membersihkan sarang laba-laba. Di belakangnya Arinda mengikuti sambil

    Last Updated : 2021-05-09
  • My Favorit Servant   Bab 13. Di Bersihkan Pemiliknya

    Deondra keluar dari kamar mandi dengan memakai jubah handuk berwarna putih. Tubuhnya tampak segar, tetesan air di rambutnya, mengalir turun ke leher dan juga tengkuknya, menambah pesonanya yang semakin terlihat. Dia memang tampan, tubuhnya gagah dan juga memiliki pesona yang mengagumkan. Tidak hanya orang lain, Deondra sendiri mengakui hal itu.Ditariknya sebuah laci nakas, mengeluarkan map dari sana. Dia mengusap rambut basahnya sekilas, sebelum menjatuhkan tubuhnya ke ranjang lebar miliknya yang sudah tertata rapi. Spreinya sudah berganti warna, membuat pupil matanya membesar saat menyadari hal itu.Tanpa aba-aba, Deondra bangkit, meletakkan map yang di pegangnya di atas nakas lalu mulai menyingkap selimut untuk mencari sesuatu. Hilang! Bercak merah itu sudah tidak ada lagi di sana. Siapa yang sudah mengganti spreinya?Tanpa berpikir dua kali, Deondra langsung memencet remote pemanggil kepala pelayan, pasalnya Al

    Last Updated : 2021-05-25
  • My Favorit Servant   Bab 14. Tahu Diri

    Arinda celingak-celinguk ke sana sini demi mencari keberadaan Riza. Dia sudah di sana selama lima belas menit, tapi sosok Riza yang meninggalkannya demi mengantar sang Tuan Muda sampai saat ini belum muncul."Mana sih Kak Riza? Kok tidak muncul juga?" Arinda bergumam, tangannya terangkat memijat pelipis yang terasa pusing."Arin!"Saat tengah memejamkan mata karena menahan pusing, seseorang memanggil nama dan sempat menyentuh pundaknya karena melihat tubuh Arinda yang sedikit terhuyung. Arinda membuka matanya, lalu tersenyum melihat siapa yang ada di hadapannya."Kok lama? Kakak darimana saja?" tanya Arinda, menatap wajah Riza yang berubah tak secerah tadi."Aku tadi...."Riza menghela napasnya, ragu dan juga takut untuk mengatakannya. Pasalnya baru kali ini dia di tantang oleh sang Tuan Muda. Entah apa kesalahannya Riza pun tak tahu.

    Last Updated : 2021-05-28
  • My Favorit Servant   Bab 15. Memberi Harapan, Tinggalkan!

    "Tidak ada," jawab Deondra dingin, dia masih menatap Arinda sejenak sebelum tatapannya beralih ke arah Alrix.Deondra menatapnya sedikit kesal, kenapa sih Alrix suka sekali mengurusi urusannya? Menyebalkan sekali!"Aku hanya teringat sesuatu." Deondra berkata, sedikit bingung untuk melanjutkan."Ada yang tertinggal, Tuan?"Sementara Alrix bertanya, kedua pelayan itu memberanikan diri untuk permisi. Sepeninggal mereka, tatapan Deondra semakin terlihat datar."Kenapa dia biasa-biasa saja saat bertemu denganku?" tanya Deondra, dapat dilihat dengan jelas bahwa dia tengah kesal.Alrix mengernyit. "Arinda, maksud Anda?""Siapa lagi? Tidak mungkin wanita tua yangbersamanya tadi, 'kan!"Alrix meringis kecil, dia menoleh kearah yang di lalui oleh dua pelayan itu. "Dia belum tua, Tuan Muda. Usianya saja ma

    Last Updated : 2021-05-29
  • My Favorit Servant   Bab 16. Tempat Melabuhkan Hati?

    Alrix mengangguk. "Ibunya sudah meninggal dua bulan lalu, ayahnya koma di rumah sakit. Hal itu yang membuat Arinda memutuskan untuk menunda kuliahnya dan menjadi seorang pelayan di rumah Anda."Deondra menatap Alrix dengan tatapan kosong. Pikirannya berlarian ke sana kemari, teringat tentang kesedihan yang menimpanya dulu. Bahkan sudut hatinya kembali berdenyut, dia amat ingat bagaimana rasanya mengalami kesedihan seperti itu."Aku sudah salah dengan menodainya. Pasti perasaannya semakin hancur atas perlakukanku. Tapi, sepertinya semua itu belum ada apa-apanya di bandingkan perasaan sakit yang kurasakan dulu," ucapnya dalam hati, berusaha menepis semua kenyataan tentang perasaan hati Arinda."Aku saja masih bisa bertahan hidup sampai saat ini, terlepas dari semua yang terjadi padaku dulu. Aku yakin, dia akan baik-baik saja," ungkapnya membandingkan.Suara dentingan pelan terdengar, Deondra se

    Last Updated : 2021-05-31
  • My Favorit Servant   Bab 17. Pertanggungjawaban

    "Memangnya Anda ingin, apa saja yang saya katakan?" Alrix bertanya, membuat Deondra diam berpikir."Memang apa yang akan mereka tanyakan?" Deondra balik bertanya, kedua tangannya menopang dagunya sembari menatap Alrix.Sekretarisnya itu terdiam sejenak, menggabungkan beberapa kejadian yang menimpa Tuan Mudanya akhir-akhir ini. Hingga, bibirnya terbit sebuah senyuman."Mungkin hal-hal yang berkaitan dengan sumpah Anda. Juga tentang club dan juga kisah masa lalu," ucap Alrix santai.Deondra menatapnya malas, sekaligus merasa kesal. Kisah masa lalu adalah hal tabu untuknya, apakah tidak ada bahasan lain?"Mereka benar-benar tak bisa membuatku hidup dengan tenang. Apa hubungannya club dengan kisah masa lalu?" Deondra mencibir dalam hati, suasana hatinya sudah berubah hanya dengan mendengar dan memikirkan kata 'Masa lalu'."Kalau begitu, kau saja yang menjadi juru bicara. Bawa wartawan itu ke ruanganmu. Aku mal

    Last Updated : 2021-06-01
  • My Favorit Servant   Bab 18. Mimpi Buruk Deondra

    Deondra beranjak dari kursinya setelah memeriksa beberapa berkas. Jam masih menunjukkan pukul sebelas siang, saat dia berjalan menuju sofa panjang yang ada di ruangannya. Membaringkan tubuhnya di sana, Deondra melamun, menatap lurus kearah langit-langit."Apa yang akan terjadi padaku di masa depan?" Pertanyaan konyol keluar dari mulutnya, lalu dia tertawa sesaat."Alrix sialan, dia sama sekali tidak datang ke ruanganku. Hah, dia mungkin lelah melihatku," ujarnya pelan, menyedekapkan tangannya di dada.Bayangan Anne timbul di atas langit-langit, seakan tersenyum padanya. Juga di susul potongan-potongan kejadian masa lalu yang silih berganti. Tentang Anne yang memintanya untuk segera melamar, kecelakaan yang menimpa orang tuanya, kematian, hingga saat dia mengiring pemakaman dengan air mata yang tak bisa di hapusnya dari wajah.Deondra menghela napas, membiarkan air matanya mengalir membasahi pipi. Dia memang seorang lelaki, tapi di ting

    Last Updated : 2021-06-01
  • My Favorit Servant   Bab 19. Bak Model Turki

    Arinda mendorong troli, memasuki bagian yang berisi sesak kebutuhan rumah tangga. Di belakangnya Jenika ikut berjalan, memegang kertas panjang yang di berikan oleh kepala pelayan. kertas itu bertuliskan bahan-bahan dapur yang mereka butuhkan. Sudah satu jam lebih mereka belanja, memastikan lagi tak ada yang tertinggal ataupun terselip hingga rela berputar-putar mengelilingi area perbelanjaan."Nah, ini sudah." Jenika meraih satu botol bahan makanan kualitas terbaik, memasukkannya ke dalam keranjang dan mencoret kertas yang di pegangnya."Lagi?" Arinda bertanya yang langsung di balas anggukan oleh Jenika."Bagian daging, aku lupa mengambil daging cincang dan juga udang. Ayo, Beb."Arinda tertawa kecil mendengar panggilan dari Jenika. Sesaat dia melupakan kesedihan yang menimpanya, asyik mendorong dan membawa troli itu berputar-putar, mengikuti kemanapun Jenika berkata.Sebenarnya kakinya yang memakai high heels itu sudah ter

    Last Updated : 2021-06-02

Latest chapter

  • My Favorit Servant   106. Selai Strawberry (End)

    Seharian Arinda tidak keluar, karena dia malu jika bertemu dengan Ayah, Kakak ipar dan suami kakak iparnya itu. Dia juga kesulitan berjalan, akibat serangan Deondra yang tidak ada habisnya. Kuatnya tenaga Deondra saat melakukan percintaan, membuat Arinda kelelahan. Hingga akhirnya dia kembali tertidur dan berakhir di depan televisi sambil mengemil dan meminum susu kehamilan. Serial kartun anak-anak yang di tontonnya cukup menarik. Matanya sampai tak berkedip, menatap televisi lebar di hadapannya. Deondra yang ada di sofa yang sama hanya menggeleng pelan melihat tontonan istrinya. Dia sendiri membuka laptop dan mengerjakan beberapa pekerjaannya. "Coba lihat ini, Sayang." Deondra bersuara, menarik jaket bulu yang dipakai istrinya itu. "Apa itu?" Mengalihkan pandangan dari televisi, Arinda melihat sebuah destinasi wisata alam terbuka. Beberapa villa di atas bukit tinggi juga tampak indah. Tapi dia seakan kurang suka dengan

  • My Favorit Servant   Bab 105. Menyatu (21+)

    Pagi hari di kamar pengantin, Arinda mulai mengerjabkan matanya perlahan. Menatap dada bidang yang ada di hadapannya. Dia tahu itu dada siapa, dada Tuan Muda yang sudah menjadi suaminya. Dia masih ingat semalam mereka baru menikah dan tadi malam Deondra melakukan ciuman panjang dan panas padanya. Namun, pria itu pengertian. Dia tak melanjutkan kegiatannya dan memintanya istirahat. Dia tahu bahwa Arinda kelelahan dan itu tidak baik untuk kesehatan istri dan anaknya.Tersenyum kecil, Arinda mendongak untuk melihat wajah suaminya yang masih tertidur. Perlahan dia melepaskan pelukan erat Deondra dan beranjak duduk.Pukul setengah enam pagi. Biasanya dia akan bangun lebih cepat, tapi karena tubuhnya yang lelah akibat pesta, membuatnya bangun lebih lama. Nyamannya tidur malam ini membuatnya terlelap lebih cepat. Saat bangun tubuhnya terasa lebih segar. Lelah yang di rasakannya semalam berkurang banyak.Dia merenggangkan tubuh untuk mengendurkan ototn

  • My Favorit Servant   104. Pernikahan

    Arinda sudah bangun sejak subuh. Lima orang dari salon yang sudah dua hari ini merawatnya, membantunya menyiapkan diri. Arinda seakan di permak, dari ujung rambut sampai ujung kuku kakinya di bersihkan dan di poles. Tak ada satupun inci tubuhnya yang terlewat. "Jam berapa acaranya akan di mulai?" Frianca, ibunya Reta bertanya. Sedari tadi dia dan anaknya duduk di ranjang Arinda, mengawasi perias pengantin yang mendandani Arinda. "Jam sebelas Nyonya Muda sudah harus menaiki Altar. Kurang lebih satu jam setengah lagi kita sudah harus sampai di sana." Frianca mengangguk paham setelah mendengar penjelasan dari salah satu staff sekretaris yang turut mengawasi persiapan untuk pengantin wanita. Dia yang di beri tanggung jawab oleh Deondra untuk memastikan semua persiapannya sempurna. Termasuk dalam riasan dan mengantarkan Arinda ke tempat acara pernikahan. Arinda terdiam selama proses merias. Dia menatap pantulan cermin yang menampilk

  • My Favorit Servant   Bab 103. Menuju Pernikahan

    Memasuki sebuah mobil yang terparkir di seberang jalan, dia membawanya pergi dari sana.Selama di negara bagian selatan setelah Tuan Mudanya memindahtugaskanya, Riza bertemu dengan orang baru. Orang-orang yang paham bisnis dan pintar dalam mengembangkan usaha.Dua bulan dia di sana, salah satu temannya mengajaknya untuk membuka bisnis kuliner. Kebetulan Riza pandai memasak, bakat peninggalan setelah dia menjadi pelayan selama delapan bulan di rumah Deondra. Menggunakan hal itu, dia menerima ajakan temannya dan mulai terjun dalam dunia bisnis perkulineran. Dan bisnis barunya di terima dengan baik di kalangan rakyat negara itu, hingga saat ini mulai naik.Sampai di depan gerbang pemakaman tingkat tinggi, Riza memarkirkan mobilnya dan menemui seseorang yang di hormatinya itu."Saya sudah melakukan perintah Anda, Tuan Muda." Melepaskan alat penyadap di telinganya yang sengaja dia pasang atas perintah Deondra.Deondra terse

  • My Favorit Servant   Bab 102. Riza

    Deondra duduk di depan Recath, sambil menikmati teh hangat buatan Arinda.Menatap arah luar, gadisnya itu sedang bercerita dengan kedua temannya. Entah apa itu, tapi sepertinya sangat seru, hingga mereka sesekali tertawa."Pernikahan kami akan terjadi tiga hari lagi, Ayah. Sampai saat ini Arin belum ku beritahu," ujarnya sambil menatap wajah Ayah gadisnya itu."Baguslah, semakin cepat semakin baik. Usia kehamilan Arinda minggu depan masuk bulan kelima. Setidaknya dia sudah ada yang menjaga."Deondra tersenyum, menerawang hidupnya yang akan bahagia dengan keberadaan istrinya yang sedang hamil bayinya itu. Malamnya takkan sendiri lagi, tidurnya sudah ada yang menemani. Dan satu lagi, dia akan mendapatkan perhatian dan juga kasih sayang, seperti yang di lakukan ibunya pada ayahnyaa. Mungkin akan berbeda, tapi itu tetaplah menjadi sebuah hal yang sama."Arinda masih muda, sedikit labil dan juga rapuh. Jika nanti setelah me

  • My Favorit Servant   Bagian 101. Ulang Tahun

    Meraba-raba bagian depan, Arinda tak dapat melihat apapun. Dua matanya di tutup Deondra, hingga membuatnya tidak tahu akan di bawa kemana."Masih jauh?" Arinda bertanya, masih ragu untuk melangkah."Tidak, hampir sampai." Deondra berkata, masih meminta Arinda melangkah maju."Sudah? Aku sudah lelah, Deon.""Sebentar lagi, Sayang. Majulah, beberapa langkah lagi."Arinda menyerah, dia tak bertanya lagi dan memilih untuk terus berjalan. Sesaat, Deondra menahan lengannya dan membuat langkahnya berhenti."Sudah sampai?""Sudah.""Lepaskan ikatan ini," pintanya membuat Deondra tersenyum.Dia melepaskan ikatan kain yang menutup matanya. Mengerjabkan matanya pelan, dia melihat sebuah gedung yang amat familliar di matanya. Beberapa gaun pengantin dan juga rancangan-rancangan ibunya tersusun di sana, beserta satu pita berbunga-bunga indah yang membentang dari satu sisi pintu ke sisi lainnya.&nbs

  • My Favorit Servant   Bab 100. Noda (21+)

    Mengait mie dengan sumpit, Arinda memakannya panjang-panjang. Uap mie yang masih panas itu seakan tak terasa di mulutnya akibat suhu dingin yang di sebabkan oleh salju.Hari ini mereka berdua tengah makan di sebuah restoran kaca. Bunga dan rumput hias menjalar bergantungan bersamaan dengan onggokan salju di atas atap kotak-kotak tempat mereka berdua menghabiskan makanan.Sepanjang jalanan terbuka di penuhi salju, bahkan rumah-rumah penduduk banyak yang tenggelam karena salju yang lumayan lebat. Tak terkecuali rumah Arinda, semalam dia harus memanggil pembersih salju untuk mengurangi tumpukan benda putih itu di halaman depan rumahnya."Boleh aku bertanya?" Arinda memasukkan lagi mie setelah berkata.Selama kehamilan, gadis itu sangat suka makan mie. Tapi bukan mie sembarangan, mie yang di makannya khusus buatan cheff ternama yang sudah di pastikan kesehatannya."Kapan aku melarang," ujar Deondra, sambil menarik tissue d

  • My Favorit Servant   Bab 99. Pernyataan Cinta

    Deondra ikut tertawa kecil, dia suka saat Arinda tidak canggung jika menggoda dan membuatnya kesal. Merentangkan tangannya di sandaran sofa, dia kembali mendengar ucapan gadis itu."Anda mengatakan ada yang ingin di tunjukkan pada saya beberapa hari lalu, 'kan? Sampai sekarang kok belum ada tanda-tandanya, Tuan?"Deondra berpikir sejenak. "Oh iya, soal itu. Em, akan kutunjukkan nanti kalau saatnya sudah tiba. Kau santai saja dan bersenang-senanglah.""Hmm, oke. Sudah dulu, ya, Tuan. Kami akan segera berangkat, sampai jumpa.""Kau berharap berjumpa denganku, ya?" Sengaja berlama-lama, Deondra mengulurkan pembicaraan."Lah, bukannya Anda datang ke rumah ini tanpa di undang? Jadi, bukan saya yang berharap bertemu, tapi Tuan yang selalu beralasan rindu.""Memang kenyataannya begitu. Nanti kau akan merasakannya jika kau sudah jatuh cinta padaku," ujarnya dengan nada yakin."Hmm. Sudah, ya, Tuan. Bye!"Deondra

  • My Favorit Servant   Bab 98. Makan Banyak

    "Benar-benar mereka itu," ucap Recath tak bisa menyembunyikan perasaan hangat, saat mobil Deondra sudah melaju di depannya.Arinda diam, masih memegang dorongan kursi roda ayahnya. Mereka berdiri di depan rumah, mengantar kepergian Deondra dan Alrix yang habis merusuh sarapan pagi mereka."Begitulah sifat Deondra yang dulu, Arin." Recath berkata, menyadarkan Arinda yang tengah termenung di belakangnya. "Dia ceria dan juga penuh kasih sayang. Kamu dengar tadi, dia datang hanya untuk memastikan kamu sarapan pagi. Dia tidak makan sedikitpun sebelum Ayah memaksa."Arinda tersenyum, mendorong kursi roda ayahnya ke halaman. "Dia memang baik, tapi kadang menyebalkan."Merengut kecil, Arinda berkata lagi. "Dia tidak seharusnya seposesif ini. Nanti kalau Arin bosan bagaimana?"Recath terkekeh kecil. "Begitulah seseorang yang sudah di mabuk cinta, bisa saja berlebihan. Kalau kamu tidak suka, katakan jangan diam saja," ucap Recath tapi

DMCA.com Protection Status