Share

Menunggu

Penulis: Kanietha
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-29 22:03:12

Seorang wanita paruh baya sibuk mondar mandir di depan kamarnya. Bergidik iba, ketika mendengar suara gadis yang terkadang tertawa, dan berbicara sendiri di dalam kamarnya. Merasa cemas sembari menunggu sang suami keluar dari kamar mandi.

Decakan kecil kemudian terdengar dari mulut wanita itu, ketika melihat sang suami keluar dari arah dapur dan sudah terlihat segar.

“Abah! aduuh, kenapa malah dibawa ke sini? harusnya bawa ke rumah sakit, apa kantor polisi aja sekalian.” Wanita paruh baya yang bernama Isti itu, melayangkan protes pada suaminya.

Sang sopir taksi yang seharian ini bersama Aya itu pun, menengok ke dalam kamar. Mengintip dari celah pintu yang hanya terbuka sekitar 10 senti. Menatap iba tapi belum bisa mengambil keputusan apapun.

Sepanjang jalan, Aya menceritakan semua kisah hidupnya kepada Rei. Meluapkan semua hal sesak yang selama ini dipendam di dalam dada. Entah gadis itu sadar atau tidak, tapi … Aya mengisahkan semuanya dengan santai.

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • My Dearest Cahaya   Bersembunyi Sejenak

    Rintihan demi rintihan berbisik semakin jelas. Begitupula dengan suara deritan tempat tidur kayu, akibat pergerakan gelisah yang juga ketara. Isti membalikkan tubuhnya kemudian bangkit. Pendaran lampu jalan yang menerpa wajah gadis yang tidur di sampingnya, menunjukkan peluh, dengan mata memejam gelisah. Isti beranjak dari tempat tidurnya untuk menyalakan lampu yang terletak di samping pintu kamar. Menghampiri Aya dan menempelkan telapak tangannya pada wajah cantik yang nampak mengernyit menahan nyeri. Seketika itu juga maniknya membola lebar. Bergegas keluar kamar dan menyalakan lampu. Kemudian membangunkan sang suami yang tidur di sofa, ruang tamu. “Abah!” seruan berkali-kali itu dilontarkan seraya mengguncang tubuh Rei agar segera membuka kelopak matanya. “Si mbak Cahaya, demam tinggi! Abah!” Rei menggumam sejenak. Mengerjab pelan untuk menyesuaikan bias lampu yang masuk ke dalam netra. “Demam?” Isti mengangguk seraya menarik tangan

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-29
  • My Dearest Cahaya   Kamu ... Siapa?

    Rei dan Isti sempat pulang ke rumah mereka terlebih dahulu, setelah melihat kondisi Aya yang stabil. Setelah berbenah dan membersihkan diri, keduanya pun kembali lagi ke rumah Tara.Sepasang suami istri itu bisa saja lepas tangan mengenai masalah Aya. Hanya saja, saat melihat gadis itu, keduanya kembali mengingat dengan mendiang putri mereka yang telah tiada karena sebuah kecelakaan. Jika masih hidup, kemungkinan usianya akan sama seperti Aya.“Terima kasih.” Ucap Tara.Isti baru saja meletakkan secangkir kopi susu di meja makan, untuk Tara yang tengah membaca surat kabar. Zaman memang sudah semakin canggih, semua hal bisa langsung dicari dalam benda pipih dengan berjuta informasi. Tapi Tara, masih saja setia berlangganan koran setiap harinya.Pria itu baru saja selesai menyantap sarapan, berupa roti bakar dengan tumpukan sosis serta keju ditengahnya. Buatan sendiri, karena asisten rumah tangga yang bekerja di rumahnya hanya bertugas untuk ber

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-30
  • My Dearest Cahaya   Permainan Takdir

    Gadis itu hanya terdiam, cukup lama. Memandang satu-persatu setiap wajah yang melihatnya, yang menunjukkan berbagai ekspresi dengan seksama sembari berpikir. Sudut pikiran yang masih berputar, membuatnya sedikit kesusahan untuk memaksa kinerja otaknya, untuk berpikir lebih keras.“Kamu … siapa?” tanyanya pada Tara dengan kerjaban pelan seraya memegangi kepala bagian belakangnya yang terasa berat.Kedua alis Tara hampir menyatu. Matanya pun sedikit memicing, menatap curiga. Tara masih ingat, saat ia memeriksa keadaan Aya di rumah sakit kapan lalu, dokter jaga sempat merujuk gadis itu untuk melakukan CT scan pada kepalanya. Hanya saja, Tara menolak dengan alasan Aya tengah mengandung. Ia akhirnya menyarankan, agar Aya berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter kandungannya.“Aku Tara? Teman suamimu? Kamu gak ingat?” kalau dugaannya benar, gadis itu pasti memiliki masalah pada otaknya.“Suami?” Aya mengeleng skepti

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-31
  • My Dearest Cahaya   Hidup Baru

    Udara yang dihirup Aya dalam-dalam kini begitu menyegarkan dan menenangkan. Hamparan hijaunya pemandangan, hingga di ujung batas puncak gunung, membuat ia betah berlama-lama menghabiskan waktunya dengan duduk santai di teras balkon.Hidupnya, benar-benar tanpa beban. Meskipun sepi, namun lima bulan terkahir ini, Aya dapat merasakan sebuah rasa tenang di dalam jiwa.“Bukannya aku sudah bilang, untuk gak naik ke lantai dua, Ay!” Aya menyambut seruan bernada ketus itu dengan senyuman manis. Kemudian ia menggigit bibir, merasa bersalah karena kembali melanggar peraturan yang sudah ditetapkan oleh Tara.Aya lalu berdiri, menuju sudut balkon. Menumpukan tangan kanannya di atas pagar, dan tangan kirinya secara naluriah mengusap perut yang sudah sangat membola. Dan jika sesuai dengan prediksi kakak Tara yang ternyata adalah seorang dokter kandungan, maka Aya akan melahirkan sekitar dua minggu lagi.“Kalau di bawah, aku gak bakal dapet pemandanga

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-31
  • My Dearest Cahaya   Pertemuan Kembali

    Separuh jiwanya telah pergi. Hari-hari yang dilaluinya kini, benar-benar hanya dihiasi dengan rasa hampa. Tidak pernah menduga sebelumnya, kalau kehilangan seorang gadis, akan berimbas begitu besar di dalam hidupnya.Yasa merenung, kembali terngiang akan kata-katanya ketika terakhir kali bersama Aya. Pun dengan sikap kasarnya, yang lagi-lagi tidak bisa dibendung ketika emosi telah menguasai diri. Sungguh bodoh! Padahal, Yasa pernah kehilangan Aya satu kali. Akan tetapi, hal itu tidak kunjung dijadikan pelajaran berharga bagi dirinya.Yasa lupa, dengan rasa frustasi yang melanda jiwanya. ketika Sinar memutuskan untuk menjauhkannya dengan Aya. Terlebih-lebih, ketika Janus datang dengan membawa sebuah dokumen perceraian untuk ditandatanganinya. Sungguh ada sebuah rasa patah, yang seolah terlupa karena luapan emosi sesaat yang menyesatkan.Sudah lima bulan ia mencari, tapi tidak kunjung menemukan informasi. Jejak terakhir hanya sampai pada taksi yang sempat ditumpan

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-31
  • My Dearest Cahaya   Kamu

    Senyum semringah yang begitu lebar sedari tadi selalu dilukiskan Tara di wajahnya. Pria itu keluar dari sebuah toko bayi yang berada di sebuah mall seorang diri. Menenteng berbagai paper bag yang berisi pakaian bayi, yang didominasi dengan warna maskulin nan lembut.Aya memang merahasiakan jenis kelamin bayinya pada Tara. Tapi, setelah berjuang merayu kakak perempuannya, akhirnya Tari menyebutkan jenis kelamin dari bayi yang sebentar lagi dilahirkan oleh Aya.Tara, tidak mengerti, ada apa dengan perasaannya beberapa bulan belakangan ini. Menelepon Aya setiap hari, seakan sudah menjadi kebiasaan yang tidak bisa ditinggalkan. Mengunjungi gadis itu setiap minggu seolah sudah menjadi kebutuhan.Tidak ada obrolan yang mengarah pada hubungan romantisme dua insan. Hanya bertanya kabar dan bercerita tentang kegiatan masing-masing setiap harinya. Tapi semua itu, sedikit demi sedikit menjadi candu bagi Tara.Tapi, Tara tahu, kalau perasaannya saat ini adalah salah.

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-01
  • My Dearest Cahaya   Tidak Boleh Tahu

    Sejak pembicaraan mengenai isi hati Tara beberapa saat yang lalu, keduanya jadi merasa canggung. Tapi, setidaknya ada perasaan lega di hati Tara. Meskipun masa depannya dengan Aya tidak akan pernah terlihat sama sekali.Tara sadar siapa dirinya, yang tidak akan pernah unggul jika bersaing dengan Yasa.Untuk itu, Tara berusaha menepis kecanggungan yang ada. Kembali mengajak Aya berbicara seputar kehamilannya. Pria itupun menghampiri Aya yang tengah memberi makan ikan di kolam belakang vila."Ikan ginian kalau digoreng gimana rasanya, ya?"Manik keduanya sibuk menunduk, menatap gerombolan ikan koi yang saling berebut makanan di sisi kolam tempat Aya berdiri.“Emang kamu tega makannya?” Aya menoleh menajamkan kedua maniknya dengan memicing. Berjalan melewati Tara dan meletakkan wadah makan ikan di atas meja, yang terletak di sudut kolam.Manik Tara mengekor, kemana langkah kaki Aya memijak. “Tinggal makan, masuk perut. Apa sus

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-02
  • My Dearest Cahaya   Harus Cerai

    Sinar melihat sebuah tatapan berbeda yang dilayangkan Tara kepada Aya, selama makan malam berlangsung di rumah pria itu. Sebuah tatapan penuh perhatian dan rasa … cinta. Sinar mendesah dalam hati, kemungkinan besar Tara jatuh cinta kepada Aya karena, mereka selalu intens berhubungan selama lima bulan ini.Bukannya Sinar tidak setuju jika nantinya Aya berhubungan dengan Tara. Tapi, Tara hanyalah seorang dokter yang tidak memiliki kekuasaan apapun jika dibanding Astro, apalagi Yasa. Kedua orang tuanya bukan dari kalangan politik ataupun pengusaha. Sinar khawatir, nasib putrinya akan terombang-ambing oleh takdir, jika tidak memiliki seseorang yang ‘kuat’. Dalam artian, minimal pria tersebut harus seperti Astro.Anak Aster itu memang tumbuh di kalangan biasa, tapi saat ini, Astro memiliki sebuah hal yang bisa melindungi putrinya. Meskipun karir Astro terlihat tidak secemerlang dulu, tapi pria itu masih menjadi kepercayaan segelintir elite politik di kenegaraan. Tidak menutup

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-03

Bab terbaru

  • My Dearest Cahaya   Fin

    Yasa meraup separuh wajahnya, menatap bocah lima tahun yang kini tengah merengek untuk ikut pergi dengannya, ke dokter kandungan. “Papi sama mami gak lama, mainlah sama Aga. Nanti, Papi beliin burger.” “NO BURGER.” Aya yang baru muncul dari dalam dan mendengar percakapan suaminya dan putra sulungnya itu sontak memasang wajah galak. Berhenti diantara kedua lelakinya itu lalu melipat tangan di atas perut yang sudah membuncit. Kehamilan ketiganya saat ini memasuki usia 5 bulan, dan hari ini, adalah jadwal untuk memeriksakan kandungannya. Mereka juga tidak sabar dan sangat penasaran untuk mengetahui jenis kelaminnya. Karena anak kedua mereka lagi-lagi berjenis kelamin laki-laki, dan diberi nama Telaga Dananjaya. Maka, keduanya berharap kalau yang ketiga ini, akan berjenis kelamin perempuan. “Why not?” protes Gara ikut melipat kedua tangannya di depan dada dengan bibir mungil yang mengerucut kecil. Mengikuti sikap sang mami yang ditunjukkan kepadanya.

  • My Dearest Cahaya   Dan Hasilnya ...

    Yasa terhenyak dan bangkit seketika. Terduduk sebentar lalu berlari ke kamar mandi. Terlihat sang istri yang tengah berlutut, menunduk seraya membuang semua isi perutnya ke dalam kloset duduk. Yasa yakin sekali kalau hari masih subuh, meskipun ia belum melihat jarum jam sama sekali.Bergegas menghampir Aya dan membantu untuk menyingkap rambut lalu memijat tengkuk sang istri. “Ke dokter ajalah, Mi. Udah dua hari begini terus.”Aya hanya bisa mengangguk pasrah kali ini. Menurut pada saran sang suami. Padahal dari kemarin, Aya sudah berencana akan mengunjungi Pras, tapi karena tubuhnya tiba-tiba drop, maka Aya membatalkannya.“Coba diinget-inget lagi, dua hari yang lalu habis makan apaan bisa sampai begini.”Tubuh Aya menegak, menyudahi kegiatan yang membuat tubuhnya lemas selama dua hari ini. Lalu bersandar pada sisi dinding kamar mandi untuk menetralkan napasnya. Seraya mengusap bibir dengan punggung tangan. Merasa tidak sanggup, un

  • My Dearest Cahaya   Sudah Memaafkanmu

    Kedua orang yang dulunya pernah saling menyayangi dan berbagi segalanya itu, kini masih terdiam. Bintang memilih untuk masuk ke dalam dan duduk di ruang tengah. Memutuskan untuk memberi kedua anaknya itu kebebasan, untuk mengeluarkan semua yang ada di dalam kepala. Dan, ia hanya mengawasi jikalau ada hal yang tidak diinginkan terjadi. Namun tetap berharap semua akan baik-baik saja.Bintang sudah percaya penuh dengan keduanya. Mereka sudah tahu batasan mereka. Dan untuk Astro, Bintang tahu pasti, kalau pada dasarnya, pria itu sangat baik. Aster hanya salah dalam mendoktrin otaknya sedari kecil, hingga rasa benci itu tumbuh tanpa mengetahui semua alasan yang ada di baliknya.“Kata papa, Kak Astro mau jual rumah?” Akhirnya, Aya jugalah yang membuka topik pembicaraan. Tidak nyaman dengan perasaan canggung, yang kali ini mendera keduanya.Aya tidak mau mengungkit tentang kepindahan Astro ke Surabaya. Karena yang telah direncanakan kakak sepupunya itu, sud

  • My Dearest Cahaya   Menyelesaikan Semuanya

    Hanya senyum datar dan kekehan garing yang sedari tadi dilontarkan oleh Yasa, sepanjang ia menanggapi ocehan Lex serta Elo. Setelah diberi waktu untuk berpikir selama 24 jam oleh Sinar, dan juga demi Gara, akhirnya Yasa menandatangani surat perjanjian yang telah disodorkan kepadanya. Ada tiga buah salinan asli yang harus ditandatangani. Yang nantinya, surat tersebut akan pegang oleh Yasa, Sinar dan juga Lex, orang kepercayaan Pras. Entah kenapa Yasa tiba-tiba yakin, kalau keseluruhan ini, adalah rencana pria yang masih saat ini masih mendekam di penjara. Setelah semua selesai, Sinar menyunggingkan senyum kecilnya. Memandang puas pada berkas yang sudah berada di tangan. Untung saja, kan, ia menceritakan semuanya kepada Pras, hingga terciptalah sebuah perjanjian yang jika dipikirkan lagi, secara keseluruhan semua terlihat hanya menguntungkan pihak Sinar. Dengan adanya perjanjian tersebut, Pras bisa menilai, sejauh mana kesungguhan Yasa terhadap pernikahannya de

  • My Dearest Cahaya   Meminta Izin

    Pump heel setinggi 3 senti itu, berjalan mundur beberapa langkah dengan pelan. Menoleh, pada pria yang asik duduk di sofa lobi sembari menunduk. Ibu jari pria itu sibuk bergerak pada ponsel yang dipegang secara horisontal. Fix! Lagi-lagi pria itu pasti tengah sibuk dengan gamenya.“Nando!” panggil Sinar yang berdiri tidak jauh dari ponakannya itu. Tadinya, setelah keluar dari ruangan Elo, Sinar hendak pergi ruangannya. Namun diurungkan, hatinya yang memanas karana bertemu Yasa, membuat Sinar ingin pergi ke rooftop bar yang berada di gedung perkantoran. Menyesap sesuatu yang dingin, untuk mendamaikan kepala sekaligus hatinya.“Eh, Bunda di sini?” tanya Nando terlihat salah tingkah. Pria itu mengusap tengkuknya sebentar sembari menghampiri Sinar. Meraih tangan wanita dan mencium punggung tangannya. “Lagi ngapain, Bund? Asa mana?”“Ya kerja, lah kamu ngapain di sini?”“Aku … aku mau ketemu Asa.&rdq

  • My Dearest Cahaya   Postnuptial Agreement

    Aya tersenyum canggung. Sebuah perasaan yang tidak pernah ada selama ini ketika bertemu dengan Tara, kini muncul. Rasa tidak nyaman karena mungkin, yang akan dikatakannya bisa menyakiti hati Tara. Selama ini, pria itu sudah terlalu baik untuknya. Meskipun terkadang sedikit sarkas, tapi Aya tahu, kalau di dalam sudut hati Tara, pria itu sangat menyayangi Aya juga Gara.“Tara …” Aya menggantung kalimatnya sejenak untuk menarik napas. Di kamar, ia sudah mengemasi pakaian yang selama ini diperolehnya dari Tara. Juga ada box bayi, pakaian Gara, dan segala keperluan Aya yang kesemuanya disediakan oleh pria itu ketika masih tinggal di vila. Sungguh, Aya berutang banyak pada Tara, dan pada akhirnya, ia belum mampu membalasnya. Justru malah hanya meninggalkan luka.Selama ini, Aya belum menyadari sepenuhnya kalau hatinya sudah tertambat pada Yasa. Aya pikir, kehidupan cintanya masih berpusat pada Astro, namun ia salah. Rasa sakit yang begitu menusuk ketika be

  • My Dearest Cahaya   Rencana

    Yasa meneguk ludah hingga berulang kali. Melihat putranya menyesap ASI langsung dari tempatnya, membuat Yasa hanya bisa menggigit jari. Berbulan-bulan tidak melihat dan menikmati tubuh sang istri, membuat pusat dirinya memberontak. Dan, Yasa tidak mau tahu, setelah Gara selesai, maka dirinya juga harus mendapatkan giliran. “Apa, Gara kalau minum ASI …” Yasa kembali menelan ludah, maniknya sedari tadi hanya terfokus pada bibir sang putra yang bergerak lahap menyesap penuh puncak dada istrinya. “Gara kenapa?” tanya Aya memecah lamunan Yasa dalam sekejab. “Oh, itu, kalau minum ASI, apa selalu lama seperti ini?” “Tergantung, gak tentu juga sih. Suka-suka dia aja.” Wajah Yasa terlihat semringah ketika melihat Gara melepaskan bibirnya mungilnya. Namun sejurus kemudian, wajahnya kembali tertekuk ketika Aya hanya memindahkan posisi tubuh Gara untuk menyesap di tempat satunya. “Apa harus dua-duanya gitu dia minum?” decak Yasa sedikit sewot. Bel

  • My Dearest Cahaya   Hei, Jagoan

    Lidahnya benar-benar kelu, tidak mampu menjawab pertanyaan Yasa. Aya membuang wajah tidak punya keberanian untuk menatap Yasa. Tidak juga mampu untuk beranjak dari duduknya, karena Yasa memegang erat kunci sabuk pengaman yang menyilang pada tubuh bagian depannya.“Di mana dia, Ay?”Jantung Yasa berdegub membingungkan. Tidak mampu menjelaskan, seperti apa perasaannya saat ini. Ada rasa takut, gembira, cemas, dan juga kesal yang bercampur jadi satu. Sudut hatinya mengatakan bahwa anak itu ada, dan terlahir ke dunia. Tapi, kenapa Aya justru tidak mengatakan hal apapun pada dirinya.“Cahaya …” Yasa meraih dagu runcing Aya agar menghadap ke arahnya. Berusaha mengeluarkan kata selunak mungkin, meskipun ada lonjakan emosi yang ingin menuntut sang istri agar segera memberi penjelasan kepadanya. “Apa dia di dalam?”Bibir Aya terkatup. Seharusnya, ia bisa mencegah tangan Yasa agar tidak menjelajahi tubuhnya. Tapi di lain s

  • My Dearest Cahaya   Tetes Putih

    Aster menghampiri putranya yang baru saja menghempaskan tubuh di atas ranjang, setelah pulang dari kantor. Pria itu sudah tidak pernah lagi, menjejakkan kaki di unit apartemennya. Selalu pulang ke rumah sang mama dan menjadikan Aster sebagai tempat bercerita tentang kegiatannya, setiap hari.Aster menepuk paha putranya yang berbaring di ranjang. Kedua kakinya masih menjuntai ke bawah dan raut wajahnya sangat lelah.“Apa, tawaran kemarin sudah kamu terima?”“Belum,” Astro meletakkan kedua tangan di balik kepalanya sebagai bantal, menerawang kosong menatap langit-langit kamarnya. “Kalau aku terima, Mama pasti kesepian, aku gak bisa datang sewaktu-waktu ke Jakarta.”Aster menggeser sedikit bokongnya, agar bisa melihat wajah Astro. “Kalau Mama ikut kamu, gimana? apa kamu keberatan?”“Mama serius?” Astro bangkit dan keduanya kini duduk saling berhadapan. “Yakin mau ikut ke Surabaya? dan &

DMCA.com Protection Status