berjalan keluar rumah sakit dengan menenteng buket bunga mawar. Saat berada disebelah tempat sampah, Lexi langsung membuang buket bunga mawar itu. Setelah itu ia berjalan menuju tempat mobilnya terparkir.Disana, terdapat dua bodyguardnya yang berdiri disisi kanan dan kiri mobil hitam besar. Lexi mendekat dan salah Bodyguardnya membukakan pintu belakang untuk Lexi. Lexi pun masuk dengan angkuhnya dan pintu pun langsung ditutup oleh bodyguard yang membukakan pintu tadi."Ingin langsung ke mansion nona?" tanya sopir."Ke cafe biasanya."***Satu Minggu kemudian...Tak terasa, hari berjalan begitu cepat. Hari berjalan seperti jam, jam berjalan seperti menit, dan menit berjalan seperti detik.Satu Minggu ini pun Mad menjalani hari-harinya tanpa semangat. Dan itu karena gadisnya yang masih belum membuka matanya dari tidur panjangnya. Apapun Mad lakukan, masih saja sama hasilnya. Seakan, Olivya lebih nyaman dengan mimpinya ketimbang kenyataannya.Mad mendudukkan tubuhnya diatas sofa ruangan
"Sialan, Kau berani mempermainkan aku? Lihat saja nanti."Dengan wajah yang sudah memerah, Mad hanya mampu memendam amarahnya dengan kedua tangan yang mengepal.Saat ini, seluruh anak buah Mad dan Mad juga tentunya, sedang menuju ke pabrik listrik. Jujur, dalam hati Mad takut jika gadisnya akan di...., Ah sudahlah, Mad segera menepis pemikiran buruknya. Ia bersumpah, jika sampai gadisnya kenapa-napa, ia akan takkan segan-segan membunuh pelakunya."Tambah kecepatan mobilnya." titah Mad pada sopir.Dengan kecepatan diatas rata-rata, Bukannya takut, Mad justru merasa lambat atas laju mobilnya. Seakan, perjalanan ini sangat jauh untuk ia tempuh.***Mad POVHari sudah semakin terik, orang-orang lebih memilih untuk berdiam dirumah dengan menikmati segelas coffe dingin. Tapi tidak denganku, dengan panas matahari yang hampir menyengat, tak memupuskan harapanku untuk menemukan gadisku.Gadisku yang malang, ia harus ikut terjebak dalam permainan ini. Menyesal? Ya, seharusnya malam itu aku berj
Adegan tembak menembak masih saya berlanjut. Mad dan anak buahnya berhasil melumpuhkan beberapa lawan. Sekarang, hanya tersisa beberapa lawan yang sedang mereka hadapi.Mad mengumpat saat ia mulai kehabisan peluru. Ia membuat pistolnya dengan cara membanting. Ia menyuruh anak buahnya untuk mengambilkannya pistol lagi dengan isi peluru yang banyak."Gaston, dimana Gaston?" tanya Mad dengan membentak kepada anak buahnya."Gaston ada di bagian atas tuan.""Tuan!!" Mad menoleh kearah Gaston yang baru saja datang."Tuan, musuh akan meledakkan pom bensin ini. Kita harus segera keluar dari sini tuan." ujar Gaston"Vya? Hei cepat ambil gadisku." titah Mad dan langsung diangguki.Tak lama kemudian, pengawalnya datang dengan menggendong Olivya yang masih tak sadarkan diri. Mad mengambil alih tubuh Olivya. Ia menggendong Olivya seperti karung beras.Satu persatu lawan mulai berlari kearahnya saat tahu bahwa Mad telah menemukan Olivya. Mad menembaki semua lawan yang mendekatinya.Mad mulai berjal
"Begitu susahnya kah dirimu untuk berubah?""Tidak usah untuk membuatku berubah, Dad. Tapi Dady hafal aku dengan baik bukan? Aku harus mendapatkan apa yang aku mau. Termasuk Mad, aku menginginkannya. Aku ingin dicintai nya.""Oh God. What happend with you? You want Mad loving you? That's impossible, Violin.""Yeah, that's impossible. Maka dari itu aku menggunakan cara yang licik. Aku tahu ini salah, tapi aku mencintainya Dad.""Dad, please. Bisakah kau menolong putrimu ini?""Maaf, Dady tak bisa menolong mu untuk mendapatkan Mad. Itu tak mungkin. Mad hanya akan mencintai Olivya. Seharusnya kau mengerti itu."Violin menghembuskan nafasnya dengan gusar. Saat ini, Gaston dan Violin berada di apartemen milik Violin tinggal. Gaston yang membelikannya saat umur Violin menginjak tujuh belas tahun."Whatever if you want not help me. Aku akan merebutnya sendiri.""Berhentilah berlaku seperti seorang pelacur!!" bentak Gaston yang mulai muak dengan putrinya."Ya!! Aku memang pelacur. Aku mengeja
Olivya keluar dari kamar mandi dengan perasaan gugup dan campur aduk. Ia menundukkan kepalanya malu. Mad yang melihat gadisnya baru keluar dari kamar mandi dengan menunduk, ia mengangkat wajah Olivya. Mad menahan tawa saat melihat rona merah pada pipi Olivya."Malu heh?" goda Mad.Olivya menepis tangan Mad. Ia berjalan tertatih untuk menjauh dari Mad, lebih tepatnya menyembunyikan rona merah di pipinya.Mad yang melihat itu, ia langsung menggendong tubuh kecil Olivya ala bridal style."Aku nggak mau tertawa karena melihat kau akan jatuh." gumam Mad."Ish, aku nggak akan jatuh."Mad meletakkan tubuh Olivya diatas kursi roda. Mad berjongkok didepan Olivya. Kedua telapak tangan besarnya menggenggam tangan Olivya. Tangan satunya ia lepas untuk merapikan anak rambut Olivya yang hampir menutupi wajahnya."Dengar ini sayang. Kau akan tetap menjadi milikku, selamanya milikku. Aku takkan melepaskan mu begitu saja. I'm yours and you mine. Aku mencintaimu tulus. Kau ingat sesuatu?"Olivya mengge
Mad menuntun Olivya untuk berdiri secara perlahan. Telapak tangan besar milik Mad, menggenggam erat tangan mungil Olivya. Kaki Olivya sedikit gemetar, bukan karena takut, kakinya masih belum kuat alias lemas. Koma selama seminggu bukanlah hal yang baik, itu cukup untuk menguras habis tenaga seseorang.Setelah berhasil berdiri dengan bantuan kedua telapak Mad, Olivya perlahan melepaskan genggaman tangannya pada tangan Mad. Ia berjalan sangat perlahan. Seakan, ia akan menginjak sebuah duri. Mad siap pasang badan untuk jaga-jaga jika Olivya akan jatuh."Aaaaaaa!!"Hampir saja Olivya terjatuh jika Mad tidak segera menangkapnya. Olivya tak menyerah, ia semakin semangat untuk jalan. Ia mengambil nafasnya secara perlahan dan mulai melepaskan diri dari rengkuhan Mad.Olivya kembali berdiri tegak, ia mulai berjalan sepelan mungkin. Berhasil, itulah kata yang mungkin ada dipikiran Olivya. Ia semakin lancar untuk jalan, dan mulai sedikit melajukan jalannya sedikit cepat."Hei, hati-hati Olivya.
Olivya dan Mad berdiri tepat didepan gedung yang menjulang tinggi. Mad mengajak Olivya untuk masuk kedalam. Pintu loby terbuka, dan Olivya dibuat terperangah untuk kedua kalinya dengan isi loby gedung ini. Begitu mewah dan klasik.Banyak para pegawai yang berdiri dari duduknya dan memberikan hormat pada Mad."Kenapa mereka seperti sedang hormat padamu?" tanya Olivya dengan bingung."Aku pemilik gedung ini." jawab Mad dengan enteng."Kamu ini, mengaku saja.""Ya sudah jika kamu tak percaya.""Mad, aku pengin ke atas gedung.""Di kabulkan. Ayo."Mad menarik tangan Olivya menuju lift. Hingga lift terbuka, Mad dan Olivya melangkah masuk. Jari telunjuk Mad memencet tombol yang menunjukkan angka 40."Apakah kita akan lama berada didalam lift ini? Lihat, tingkatnya saja sampai 40. Adakah yang lebih tinggi lagi dari ini?""Tentu saja ada. Tapi aku akan mengajakmu keruangan kerja ku." balas Mad."Apakah seriusan ini gedung milikmu?""Kau masih tak percaya rupanya.""Tentu saja aku tidak percay
Mad menoleh kebelakang. Disana, Olivya berdiri mematung di depan pintu dengan memegang bulu leher si macan putih."Apa yang kau lakukan disini Vya?" tanya Mad dengan lembut. Mad berjalan menuju Olivya. Ia merangkul pundak Olivya dan menyeretnya untuk berdiri di hadapan Merry.Mad telah mengetahui segalanya. Bukan, baru saja. Mad yang cerdik sudah mengetahui dalangnya, namun ia diam. Ia menunggu pelakunya sendiri yang mengaku. Namun yang ia tunggu tak kunjung dapat. Akhirnya ia melakukan cara kasar untuk membuat Merry buka mulut.Mad tahu dari awal Merry meminta untuk menjadi maid dimansion nya. Mad sudah mencari tahu sehari Merry bekerja dimansionya. Selama ini ia diam. Ia membiarkan Merry melakukan hal apa saja selama pantauannya. Tapi kali ini Mad tak tahan. Karenanya, gadisnya hampir saja kehilangan nyawa."Mad, kenapa kau mengikat Merry seperti ini? Apa salah dia?" tanya Olivya dengan bingung. Sebelum menjawab, Mad menyuruh pengawalnya untuk membawa pergi peliharaan kesayangannya
Setelah makan utama selesai, Olivya melarang mereka untuk beranjak dari tempat. Ia juga memerintahkan maid yang lain untuk membereskan semua sisa makan. Mereka berbincang-bincang di ruang makan sambil melemparkan candaan satu sama yang lain."Kate, dimana pacarmu?" tanya Olivya untuk menggoda anak itu."Hah? Aku tidak punya pacar, aunty. Apakah Allcy mengatakan kepada aunty kalau aku punya seorang pacar?" balas Kate."Tidak, Kate. Aku pikir kamu sudah punya pacar. Kamu cantik, masa iya tidak punya pacar.""Masa sih tan aku cantik?" tanya Kate untuk memastikan.Olivya mengangguk sambil tersenyum."HAHHHH, GUYS, AKU CANTIK MMPH–" Jenny menutup mulut sahabatnya ini saat berteriak cukup kencang, yang membuat seluruh orang kaget.Mereka semua tertawa saat melihat Kate yang berteriak karena baru saja dipuji cantik."Apa sih, Jen? Kamu ga suka kalau aku dipuji cantik? Kamu iri ya?" tanya Kate dengan nada mengejek yang dibuat-buat olehnya."Kak Kate engga cantik. Kalau cantik, berarti kak Kat
Tok tok tokSeseorang mengetuk pintu kamar Olivya. Olivya yang sedang menyisiri rambutnya didepan cermin meja rias pun segera bangkit dan membuka pintunya untuk mengetahui siapa yang telah mengetuk pintunya."Allcy, ada apa?" tanya Olivya. Allcy lah yang telah mengetuk pintu kamar Olivya."Mama, apakah ruang bioskop nya sudah bisa aku gunain?" tanya Allcy."Sudah, sayang. Tapi bentar, sekarang jam berapa?" tanya Olivya.Allcy menatap kearah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. "Pukul lima sore, Ma." jawab Allcy."Pukul tujuh harus sudah haru berada di ruang makan ya, bersama ketiga sahabat mu. Kita makan malam bersama."Allcy mengangguk saja dan berpamit untuk pergi. Olivya menutup kembali pintu kamarnya. Ia berjalan menuju sebuah lemari berukuran cukup besar. Ia membuka lemari itu dan mengambil sesuatu di dalamnya. Saat mendapatkan apa yang dia ambil, Olivya kembali menutup pintu lemari besar itu. Ia berjalan menuju meja baca sambil membawa sebuah kotak berukuran panja
Milan, Italy 03.00 PMHampir menjelang sore hari, jalanan kota Milan terus saja ramai kendaraan yang berlalu-lalang. Mulai dari mobil, pejalan kaki, truck besar, sepeda motor, serta kendaraan lainnya.Empat orang gadis cantik yang sedang berada dalam mobil, sedang menikmati hujan di sore hari. Mereka merasa segar, karena baru saja melalukan perawatan wajah dan tubuh. Ditambah udara sejuk di sore hari.Lampu hijau berubah menjadi merah. Kate yang saat ini menggantikan Jenny untuk menyetir mobil milik Jenny. Radio musik di putar dengan cukup kencang.Elizabeth terus menatap jalanan yang ramai. Baru kali ini ia pergi keluar bersama seorang sahabat dan melalukan aktifitas seperti orang normal. Mungkin bagi diri Elizabeth, ini tidak normal. Setiap hari hidupnya selalu diatur dua puluh empat jam.Hari ini ialah hari yang cukup membahagiakan bagi Elizabeth dan juga ketiga sahabatnya. Kesempatan bagi dirinya untuk membebaskan diri."Allcy, apakah kita mampir dulu ke supermarket?" tanya Kate s
Allcy baru saja usai menelpon Mama nya untuk meminta izin jika dia akan pulang lambat. Selain itu, ia juga meminta izin agar diperbolehkan sahabat-sahabatnya ini menginap dirumah. Allcy, Elizabeth, Kate dan Jenny berjalan masuk kedalam mobil milik Jenny. Jenny sengaja menyetir mobil sendiri tanpa menyuruh sopirnya.Elizabeth juga sudah menelpon sopirnya agar datang ke sekolah dengan membawa pakaian ganti Elizabeth untuk menginap dirumah Allcy. Elizabeth juga tak lupa memberikan tas sekolahnya kepada sopirnya dan ia membawa tas yang berisi pakaian ganti yang dibawakan oleh sopirnya.Allcy duduk didepan, disebelah kursi sopir. Sedangkan, Elizabeth dan Kate duduk dibelakang. Jenny memutar musik untuk menghilangkan kesunyian."El, kenapa kamu tidak beli saja pakaian baru di mall nanti? Biar sopirmu tidak perlu membawakan baju ganti mu." tanya Kate yang berada di samping Elizabeth.Elizabeth tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Tidak, Daddy tidak memberikan aku izin."Kate mengerutka
Elizabeth melangkah sepanjang koridor sekolah. Seperti biasanya, dia tetap menjadi sorotan mata seluruh siswa. Apa mungkin kulitnya yang terlalu putih?Elizabeth menundukkan pandangannya. Ia tak memiliki cukup keberanian untuk mengangkat kepalanya dan menatap balik semua siswa disini. Saat ini ia datang lebih awal dari ketiga sahabatnya.Brukkk"Aww!" ringis Elizabeth dengan pelan saat ada seseorang yang menabrak dirinya."Hei, jalan pake mata bisa nggak?" bentak seorang gadis yang bertabrakan dengan dirinya."M-maaf, sekali lagi aku minta maaf." gumam Elizabeth dengan pandangan yang senantiasa menunduk."Lain kali gunakan mata untuk jalan, jangan nunduk terus."Plakkk"Aww.."Elizabeth mengangkat pandangannya saat gadis di depannya ini meringis kesakitan. Dia melihat kota susu kosong yang di lemparkan seseorang kepada gadis didepannya ini."Bodoh! Jalan itu pakai kaki." ujar seorang gadis yang sudah berada di samping Elizabeth.Kate. Gadis itu yang melempar kota susu kosong kearah ga
Olivya sedih jika harus pulang sekarang. Baginya, waktu begitu sangat cepat berlalu. Jam sudah menunjukkan pukul enam sore. Adrian, Olivya dan Allcy hendak bersiap-siap untuk masuk kedalam mobil milik keluarga Midleton.Mad merengkuh pinggang Olivya dengan cukup erat. Rasanya, tidak ingin ia harus berpisah dengan istrinya itu."Daddy, kapan Daddy akan ikut bersama kami?" tanya Adrian.Mad berjongkok didepan Adrian untuk mensejajarkan tubuhnya dengan putranya."Saat di rasa sudah waktunya, Daddy akan sesegera mungkin untuk pulang." balas Mad."Tapi Daddy janji ya kalau sudah pulang ke mansion, tidak boleh lama lagi."Madrick mengangguk kepalanya. Ia mengecup puncak kepala Adrian dan setelah itu mengecup puncak kepala Allcy."Jaga Mommy ya. Adrian kan jagoan Daddy." pinta Mad pada putra kecilnya."Pasti Daddy."Mad mengantarkan Olivya, Allcy dan Adrian untuk masuk kedalam mobil. Keluarga kecil Midleton hanya melihat adegan itu dari ambang pintu castle.Mad terus memantau mobil yang di t
Olivya dan Mad saling berpelukan satu sama lain. Mereka saling mengeratkan pelukan dan seakan tak ingin melepaskan. Allcy yang melihat kejadian di depannya pun merintikkan mata tanda bahagia.Setelah penantian yang cukup lama akhirnya Mama dan Papanya bertemu. Tanti hentinya Allcy mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan karena telah pertemukan Olivia dengan Mad.Adrian yang berdiri tidak jauh dari kakaknya pun kebingungan melihat Mommy nya berpelukan dengan seorang pria yang belum dia ketahui.Apakah dia Daddy? batin Adrian.Mad melepaskan pelukannya ia menatap wajah Olivya dengan sesakma. bibir mendarat ke dahi Olivya tanda sebagai memberikan sebuah ciuman setelah sekian lama berpisah."Mad, akhirnya.." gumam Olivya.Mad menggangguk, ia begitu bahagia disaat melihat istri tercintanya ada di depan matanya."Mom?" panggil seorang anak laki-laki. Olivya menoleh kearah Adrian yang tadi memanggilnya.Mad pun melihat kearah Adrian. Pria itu berjalan kearah Adrian. Mad hendak memeluk Adrian, n
KringggggSuara bel sekolah berbunyi untuk memberitahu kepada seluruh siswa, bahwa pelajaran jam pertama akan dimulai.Allcy, Kate, Elizabeth dan Jenny berjalan bersama sepanjang koridor sekolah untuk menuju kelas mereka. Tak sedikit pasang mata yang menatap kearah mereka."Tidak biasanya kita di lihatin seperti ini." bisik Kate pada Jenny."Semenjak kita berteman dengan Elizabeth, banyak yang memperhatikan kita." balas Jenny."Eumm, apakah aku melakukan kesalahan karena berteman dengan kalian?" tanya Elizabeth."Tidak!! Kenapa kamu berpikiran seperti itu?" seru Kate.Mereka pun melanjutkan langkahnya tanpa mempedulikan tatapan dari seluruh siswa.Setelah sampai di kelas, Allcy meletakkan tas nya dengan malas. Entah mengapa ia tak begitu semangat untuk hari ini."Allcy kenapa?" tanya Elizabeth pada Kate.Kate pun mengalihkan pandangan nya kearah Allcy. "Itu sudah hal yang biasa terjadi pada Allcy. Hampir tiap pagi, ia tak begitu semangat."Elizabeth berjalan menuju meja Allcy."Allcy,
Olivya berjalan mendekati Adrian. Ia menarik putranya kedalam rangkulan nya. Dipeluknya Adrian dengan sangat erat, dan membiarkan putra sulungnya ini menangis."Adrian sayang, Adrian nggak boleh ngomong gitu ya. Daddy disana juga merindukan Adrian." ucap Olivya dengan nada pelan."Mommy bohong kan? Daddy engga sayang Adrian lagi Mom.""No, baby. No. Daddy sangat sayang padamu." Olivya melepaskan pelukannya. Ia menghapus air mata putranya sambil tersenyum.Olivya mengajak putranya untuk duduk di sofa panjang yang terdapat di ruang kerja Mad."Adrian mau tau sesuatu ga?" tanya Olivya."Apa Mom?"Olivya tersenyum hangat. "Dulu, saat Adrian masih berada di perut Mommy, Daddy terus saja mencium perut Mommy. Daddy terus saja mengajak Adrian bicara. Dan Ian tau ga? saat Ian lahir, Daddy adalah orang pertama kali yang Ian liat saat membuka mata. Mommy tau, Ian engga akan ingat hal itu, tetapi Ian harus percaya kalo Daddy sangat menyanyangi Ian melebihi apapun." cerita Olivya pada putranya."L