Satu hari telah berlalu. Di rumah sakit semua orang bergantian menjaga Conan. Ada yang pulang dan ada juga yang datang.
Lukas yang terbang dari Shanghai pun tiba siang ini. Tanpa pergi ke hotel dia segera datang ke rumah sakit. Setelah di jemput oleh Raymond.
“Apakah kau ingin ke hotel terlebih dulu?” Tanya Raymond.
“Tidak perlu, kita langsung ke rumah sakit saja. Bawalah istri dan putraku ke hotel,” pinta Lukas.
Clarisa bereaksi dan berkata. “Aku tidak ingin ke hotel. Aku ingin segera bertemu dengan Conan,” ucapnya.
Raymond bertanya. “Lalu bagaimana? Apakah langsung ke hotel saja?” ucapnya.
“Lukas terdiam sejenak, dia pun berkata. “Kita ke rumah sakit saja.”
Mobil pun melaju pesat membelah jalanan kota Quebec, Kanada.
Di rumah sakit Gerald sedang menunggu di dalam ruang Perawatan Intensif. Sampai saat ini belum ada tanda-tanda Conan akan tersadar.
“Bangunlah. Ayah dan ibumu sedang dalam perjalanan ke sini
Di bawah langit-langit rumah yang telah tua Mariam Song meratapi nasibnya. “Ah. Kenapa hidupku jadi seperti ini?” “Apakah aku harus menguras uang simpananku agar bisa mengeluarkan putriku Yunita?” “Jika aku tidak mengeluarkan semua uangku, bagaimana aku bisa melanjutkan hidupku?” “Mengapa urusan hidupku semakin pelik?” Batinnya berkata. Mariam memejamkan matanya, telinganya sudah tidak tahan dengan lingkungan sekitar rumahnya yang berisik. “Aaahhhss. Mengapa berisik sekali. Rasanya aku ingin pindah dari sini,” umpatnya. Mariam menatap suaminya Lou Shen. Setengah berteriak dia berkata. “Mengapa kau diam saja seperti ini?” umpatnya. Lou Shen sedikit kesal mendengar perkataan istrinya itu. Dengan napas berat dia membalas perkataan istrinya. “Lalu kau ingin aku seperti apa?” “Aku bahkan masih di kejar-kejar rentenir. Jika saja kau mengurus putrimu yang dengan baik, nasib kita tidak akan seperti ini!” Dengan ma
Dini hari yang dingin itu turun hujan begitu deras, Clarisa terbangun kala mendengar suara derasnya hujan turun. Clarisa beranjak dari ranjangnya, saat dia berjalan keluar ruangan, dia menatap Lukas yang tertidur di sofa. Lukas terlihat berantakan namun ketampanannya tidak memudar sama sekali. Di tatapnya lagi kedua putranya yang masih terlelap di ranjang yang sama. Di satu sisi lainnya ada Jay beserta Gerald yang tertidur di bawah. Clarisa menghela napasnya. Tersenyum lembut kala mengingat semua orang sangat peduli dengan putranya. Clarisa menatap langit yang masih gelap di depan jendela dengan kaca yang besar sehingga bisa melihat sebagian besar langit, serta pemandangan lainnya. Clarisa memejamkan matanya. Merasakan lembutnya angin dingin yang terasa saat membuka kaca jendelanya sedikit. Rasanya cukup tenang dan menyegarkan baginya. Namun sedetik kemudian dia dibuat kaget oleh kehadiran Lukas yang tiba-tiba saja berada di belakangny
Gerald dan Jay kembali ke kamar. Untuk memberikan makanan pada Lukas.“Presdir ini makanannya,” ucap Jay. Seraya menyerahkan 6 kotak makanan serta buah. Dan juga jus kesukaan Conan serta Christian.Lukas menganggukkan kepalanya.“Kami akan makan di luar,” ucap Jay.Clarisa yang merasa tidak nyaman pun berkata. “Makanlah di sini bersama kami,” lagi pula ruangannya cukup besar,” pinta Clarisa.Gerald tersenyum, dia berkata. “Tidak perlu. Kami akan pergi makan di luar saja. Kalian makanlah,” ucapnya.Clarisa tidak tahu harus bicara apa lagi? Mengingat dirinya tidak begitu akrab dengan sahabat Lukas. Walaupun mereka terlihat baik. Namun tetap saja ada kesenjangan di antara mereka.“Jika kau butuh sesuatu, mungkin kami berada di taman rumah sakit,” ucap Gerald.Lukas mengisyaratkan mereka untuk segera pergi dengan mengerakkan tangannya.&ldq
Di kamar pasien. Conan, serta Christian telah bangun. Mereka makan bersama-sama. Conan hanya bisa makan di ranjangnya.“Setelah makan sebaiknya kau kembali ke hotel bersama dengan Jay,” ucap Lukas.“Tapi aku ingin menunggu di sini,” ucap Clarisa.“Lihatlah Christian dia pasti ingin kenyamanan. Pulanglah dan tidurlah yang nyaman di hotel.”“Conan sudah lebih baik, tidak perlu cemas. Aku yang akan menjaganya di sini. Kau kembalilah ke hotel,” pinta Lukas.Clarisa menundukkan kepalanya sebenarnya dia ingin lebih lama menemani Conan. Namun dia juga tidak berani menentang Lukas.“Yang lainnya akan datang ke sini, dan menjaga Conan bersamaku,” pintanya.Clarisa hanya bisa menuruti perintah Lukas. Dengan enggan dia pamit pada Conan yang sedang tertidur. Di tatapnya wajah putranya dengan lembut. Di kecupnya kening Conan. “Bersikap baiklah. Ibu akan segera kembali ke sini,
Hari telah menjelang sore. Kala Clarisa terbangun. Dia mulai berjalan menyusuri kamar hotel. Dia duduk di sofa ruang tamu. Menatap pemandangan yang sangat indah dari balik jendela besar yang berada di ruang tamu.Pemandangan yang indah itu terlihat begitu jelas dari sana. Clarisa sedikit merenung sedetik kemudian perut nya berbunyi karena lapar.Clarisa mengetuk pintu kamar.Tok... tok... tok... sayang apakah kau sudah bangun. Berulang kali Clarisa mencoba memanggilnya namun tidak ada jawaban.Dia segera mendorong pintu kamar. Dan mendapati Christian yang tidak ada di kamarnya.“Christian... Christian...” panggil Clarisa. Dia sedikit panik, hingga menggedor pintu kamar Jay.Jay yang terbangun karena sebuah keributan. “Ada apa Nyonya?” ucap Jay. Seraya mengucek matanya yang masih kantuk.“Christian tidak ada di kamarnya, bagaimana ini?” ucap Clarisa yang sedikit cemas.Jay terkejut. “APA
Di penjara Yunita cukup tertekan. Teman satu selnya bahkan berani memukuli wajah cantiknya. Setiap malam dia pasti merasa kesakitan karena ditindas. Dia begitu tersiksa, bagaikan ingin mati hari itu juga. “Aaahhh,” teriak Yunita. “Hei nona cantik, di sini penjara.” “Kau teriak sekeras apa pun tidak akan ada yang menolongmu,” ucap seorang tahanan. “Ku dengar kau menyinggung tuan muda Lukas Jiang, hingga kau berakhir di sini.” “Sungguh kau sangat sial, jika berurusan dengannya. Kau tidak akan keluar dengan cepat dari sini.” “Kau pasti sangat menyesal, karena perbuatanmu.” Yunita berkata. “Ini semua karena wanita itu. Jika saja dia tidak kembali ke sini, aku tidak akan mengalami hal seperti ini,” umpatnya. “Dan sekarang kau harus bertugas membersihkan ruangan, mencuci, dan juga membersihkan toilet,” ucap sang tahanan yang telah lebih lama berada di penjara. “Apa!” Yunita terperanjat kala harus melakukan semua tugas
Yunita di bawa kembali ke dalam sel. Dia di lemparkan begitu saja oleh petugas sipir, dia masih meringkuk kala yang berkuasa di sel itu menghampirinya. “Hei. Bangun... cepat bangun...” perintahnya. Seraya menggoyang-goyangkan tubuh Yunita dengan kakinya. Yunita tetap saja tidak bergeming. Hingga akhirnya teman satu selnya memukulinya tanpa ampun. Namun Yunita tak bergerak maupun melawan. Pikirannya masih melayang kala Marco telah menceraikannya. Perlahan air matanya kembali menetes, seraya merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Bahkan sipir penjara pun tidak melihat keributan yang sedang terjadi dalam selnya. Teman satu selnya menarik tubuhnya. “Hei bangunlah. Kau harus menyelesaikan pekerjaanmu,” ucap seorang wanita yang lebih muda. Yunita menatap nanar kedua wanita yang sedang menindasnya, dia sedikit menyunggingkan senyuman sinis. “Ah. Tidak bisakah kalian memberiku sedikit waktu. Hatiku bahkan masih terluka,” ucapnya. Yunita
Di rumah sakit.Kondisi Conan telah stabil bahkan Conan sudah bisa keluar 2 hari lagi, Lukas cukup bahagia kala mendengar kabar baik itu, di tambah sel kankernya belum berkembang.Tok... tok... pintu kamar di ketuk.“Masuk,” ucap Marvel.Clarisa masuk ke dalam. Di lihatnya Conan sedang tidur, begitu pula dengan Lukas di ruangan satunya. Clarisa tersenyum kala melihat keduanya.“Apakah Christian tidak ikut?” tanya Yo Han.“Ah. Iya dia tidak ikut, saat aku pergi dia masih tertidur bersama tuan Gerald,” jawabnya.“Ah ya,” ucap Yo Han.“Baiklah karena kakak ipar sudah datang kami ingin undur diri lebih dulu,” ucap Marvel.“Mmm.,, silakan,” Clarisa menganggukkan kepalanya, seraya mempersilakan merek untuk pergi.“Kami pergi dulu ya, tolong jaga Lukas,” ucap Raymond.Clarisa hanya menganggukkan kepalanya. Kini langit telah gelap.
Kabar kematian Conan sudah tersebar pada keluarga maupun para sahabat Lukas. Bahkan Yo Han yang menghilang sejak setahun lalu pun mendengar kabar tentang putra sulung Tuan muda Jiang yang meninggal. Yo Han begitu kaget saat mendapat pesan dari salah satu orangnya yang mengatakan bahwa Putra sulung Lukas meninggal. Yo Han segera naik jet pribadinya untuk sampai ke Jincheng, sedangkan yang lainnya sudah berdatangan ke rumah duka. Lukas terduduk lemah di depan Altar ia bagaikan mayat hidup Lukas kehilangan gairah hidupnya. “Bagaimana dengan Clarisa apa dia sudah tahu tentang kabar Conan?” Joana begitu khawatir tentang mental Clarisa. “Lukas belum memberi tahunya, lagi pula Clarisa masih tidak sadarkan diri setelah menjalani operasi.” Sahut Gerald. “Aku tidak tahu bagaimana perasaan Lukas saat ini yang jelas itu sangatlah menyakitkan.” Raymond menatap iba pada Lukas yang terus memberi hormat pada setiap pelayat. Gerald mengedarkan pandangannya ia
2 bulan penuh Conan berada di rumah sakit, Conan sendiri lebih tahu tentang kondisi tubuhnya ketimbang orang lain. Ia tetap berusaha seceria mungkin dan sesering mungkin ia tersenyum dan tertawa walau hanya gurauan yang garing. Ia terlihat lebih menikmati hidupnya. Conan di pulangkan karena ia ingin tinggal dan dirawat di rumah. Semua orang di mansion menyambutnya, kebahagian mulai menyelimuti keluarga Lukas karena Clarisa juga tengah mengandung anak ketiga Lukas. Orang-orang begitu bahagia begitu pula dengan Conan dan Christian yang akan menjadi calon kakak bagi adiknya saat lahir kelak. “Betapa beruntungnya dia saat lahir nanti sudah memiliki dua Kakak yang sangat tampan dan bisa diandalkan. Aku sangat iri padamu.” Ucap Joana saat berada di mansion. Clarisa hanya tersenyum tipis jika mengingat Conan yang mungkin tidak akan sempat melihat adik kecilnya lahir ke dunia. Lukas masih terus berusaha mencari-cari rumah sakit di luar negeri yang bisa menyembuhkan C
Di depan ruang IGD semua orang menunggu dengan cemas, saat dibawa ke rumah sakit Conan sudah kehilangan kesadarannya. Christian masih shock dengan apa yang menimpa Conan tubuhnya yang basah membuatnya menggigil. Karena terburu-buru mereka melupakan Athes dan juga Christian yang dalam keadaan basah kuyup. “Anakku, tidak apa-apa. Conan pasti baik-baik saja.” Clarisa mendekap Christian dengan rasa takut yang menyelimuti hatinya. “Sebaiknya kalian berdua berganti pakaian, Jay sudah membawakan pakaian ganti untuk kalian. Pergilah.” Athes dan Christian dibawa pergi oleh Jay sementara Lukas dan Clarisa amasih menunggu kabar tentang Conan. Kaca-kaca yang ada di mata Clarisa pecah begitu saja menyisakan luka bagi Lukas. “Apa ini akhirnya?” Clarisa bertanya dengan terbata-bata. “Berhenti bicara yang tidak-tidak. Kita belum tahu persis keadaannya. Jangan pesimis seperti itu pada hidup Putra kita.” Dokter yang bertugas di IGD datang menghampiri ke
Satu tahun setelah pernikahan Gerald dan Joana keduanya hidup bahagia bersama dengan malaikat kecilnya yang telah mengisi hari-hari keduanya. Suasana rumah Gerald begitu hangat kala suara tangis memenuhi seisi rumah. Walau Gerald sibuk dengan urausan pekerjaan ia tidak pernah mengabaikan putrinya yang belum genap setahun itu. Hari demi hari berlalu dengan begitu cepat tak terasa sudah satu tahun sejak Conan menjalani kemoterapinya. Bukannya semakin membaik kondisi Conan malah memburuk. Kanker yang awalnya stadium 2 kini telah menjadi stadium 3 semakin tipis harapan Conan untuk sembuh sepenuhnya. Clarisa sudah pasrah akan kondisi putra sulungnya setiap malam ketika tak ada seorang pun di kamar ia akan menangis hingga larut malam sampai Lukas pulang ke mansion. Christian yang selalu ceria kini berubah menjadi pendiam ia tak lagi banyak bicara, terkadang ia juga sering menangis di halaman belakang menangisi Conan yang tidak pernah sembuh. Setiap kali ia teringat bagaima
Gerald terdiam membeku ia bagaikan disambar petir di siang bolong saat mendengar pengakuan Joana gelas anggur yang ada di tangannya bahkan lepas dan terjatuh hingga pecahannya bertebaran dimana-mana. Gerald berdiri dari duduknya ia menatap Joana dengan penuh arti sedangkan Joana sendiri hanuya mampu menundukkan kepalanya ke bawah ia takut akan kenyataan jika Gerald tidak menerima kehadiran dah dagingnya sendiri.Hal yang selalu ditakutkan olehnya itu tidak pernah terjadi. Kaca-kaca di dalam mata Gerald telah menggenangi bola matanya yang coklat ia setengah berlutut sembari memegang tangan Joana.“Apa yang kau katakan itu benar adanya?”“Apa kau sedang mengandung anakku?”“Kau tidak bercanda bukan?” Gerald bertanya penuh pengharapan pada jawaban Joana.“Ya, aku mengandung Anakmu.” Ucapnya pelan.Ekspresi Gerald tidak terduga ia begitu bahagia kala mendengar kabar itu. Ia bahkan berjingkrak
Di pagi hari yang cerah Joana terbangun di dalam kamarnya, ia meraih bungkusan kecil dan membawanya masuk ke toilet dengan perasaan deg-degan Joana memberanikan dirinya untuk memeriksa dirinya sendiri. Joana membuka bungkusan test pack dengan tangan gemetar ia memasukannya dalam tempat yang sudah menampung urine nya sendiri. Belakangan ini Joana selalu merasa mual tiap pagi hari, ia juga tidak mendapatkan menstruasinya sudah dua bulan ini ia sedikit cemas. Joana memejamkan matanya ia sedikit takut dengan hasilnya, perlahan ia membuka matanya dan terlihat dengan jelas di alat tes kehamilan itu menunjukkan dua garis merah yang artinya dia positif hamil. Joana tentu saja bergembira akan hal itu namuan, sedetik kemudian ia kembali terdiam. Dirinya tidak tahu bagaimana reaksi Gerald setelah ia tahu bahwa dirinya telah mengandung darah dagingnya. “Bagaimana ini? Aku takut mengatakannya.” Joana berpikir cukup keras tentang apa yang harus ia katakan pada Gerald.
Selepas bersedih Lukas dan Clarisa turun secara bersamaan menuju meja makan karena sudah waktunya sarapan. Conan dan Christian sudah kembali dalam keadaan yang semula seakan tidak ada yang terjadi hanya mata sembab Christian yang tidak bisa berbohong. Dari arah lain Athes masuk menuju ruang tamu dengan membawa obat-obatan yang harus diminum oleh Conan ia meletakannya di meja ruang tamu tampak pemandangan yang sedikit menyakitkan bagi yang melihatnya. "Ayo, makanan sudah siap!" Lukas mengajak semua orang untuk menuju meja makan. Di sana telah banyak hidangan dari mulai makanan pembuka hingga makanan penutup ada di atas meja. Aroma masakan yang tercium semakin membuat orang menjadi lapar kala menghirupnya. Semua orang mulai berjalan menuju meja makan untuk menikmati hidangannya. “Makanlah yang banyak.” Lukas menaruh lauk pada mangkuk kedua putranya tanpa ada yang dibedakan. Christian tersenyum saat menerima lauk yang diberikan oleh ayahnya.
Hari telah berganti menjadi malam sepanjang perjalanan menuju mansion Conan hanya memejam kan matanya. Ia sudah terlalu lelah hari ini Lukas memandangnya dengan tatapan sendu. Sesampainya di mansion Clarisa telah menunggu kedatangan mereka berdua bersama Conan. Terlihat juga Athes ada di ruang tamu menemani Christian. “Apakah tidur?” Clarisa menghampiri Conan. Ia mengangkat sedikit kupluk yang menutupi wajahnya benar saja Conan sudah tertidur. “Ayah,” Christian berhambur memeluk pinggangnya. Lukas melihatnya dengan mengulas senyum hangat. “Bersabarlah, Ayah akan menidurkan Conan lebih dulu. Baru menemnimu sebentar.” Lukas mengusap puncak kepala Christian kemudian berlalu menuju lantai dua dimana kamar Conan berada. “Ibu,” Christian beralih memandang pada Clarisa yang berdiri. Clarisa segera menghampiri Christian ia berusaha menenangkannya. “Tidak apa-apa, Conan hanya kelelahan saja besok pagi ia akan bangun seperti biasanya.” Mendengar
Lukas berjalan dengan anggun menuju tempat Conan berada raut wajah yang tadinya tidak baik itu seketika berubah saat Conan mengulas senyum hangat padanya. Wajah pias itu masih kentara di antara senyum yang menghiasinya. Lukas semakin mendekati keberadaan Conan. Ia setengah berlutut di hadapan Conan. “Apakah sudah lebih baik?” “Eng,” Conan menganggukkan kepalanya pelan sebagai balasan dari pertanyaan Lukas. “Lalu apa kau masih ingin pergi memotong rambutmu?” Lukas kembali bertanya dengan suara yang sedikit bergetar. Senyum hangat itu kembali muncul di wajahnya tangan kecilnya menyentuh pipi Lukas terasa lembut dan begitu dingin saat disentuh olehnya, Lukas menatap matanya yang sendu. “Dingin sekali?” “Aku hanya sedikit kedinginan saja Ayah, tidak perlu dikhawatirkan!” Conan beranjak dari duduknya ia mencoba mencoba menarik tangan besar Lukas agar segera menuju tempat dimana ia akan memotong rambutnya. Lukas menguatkan hatinya lalu mengikuti kem