Satu jam telah berlalu Lukas masih belum sadar, dokter sudah juga sudah mengobati lukanya. Clarisa dan yang lainnya sudah menunggu dengan cemas.
“Ayah, kenapa Lukas belum juga sadar?” Clarisa bertanya dengan begitu cemas.
“Tenanglah, Dokter sudah bilang bahwa Lukas baik-baik saja. Kita hanya perlu menunggunya siuman.” Raven menenangkan Clarisa.
Raven beralih menghampiri Jay untuk menanyakan rapat apa yang akan Lukas dilakukan oleh Lukas. Setelah berbicara Raven memutuskan bahwa dia sendiri yang akan memimpin rapat tersebut.
“Kapan dimulainya?” Raven kembali bertanya sembari menatap ke arah Lukas yang masih tidak sadarkan diri.
Jay melirik ke arah jam tangannya. “Dua puluh menit lagi Tuan besar.”
“Baiklah, mana materinya aku akan mempelajarinya selagi menunggu.” Jay mendengarnya segera menyerahkan materi yang akan di bahas dalam rapat nanti.
Lukas perlahan membuka matanya kepa
Kini keduanya duduk di hadapan Raven yang menatap keduanya dengan tatapan yang tidak percaya, Raven melipat kedua tangannya di dada. Ia menatap Lukas mau pun Clarisa secara bergantian. Clarisa sangat malu karena hal ini jadi dia tidak sanggup memandang wajah ayah mertuanya itu. “Mengapa selalu mengganggu?” Lukas berkata dengan ketus pada Raven. “Bukan begitu,” Raven menimpalinya. “Jika tidak mengganggu lalu apa?” Nada suaranya terdengar tinggi. Clarisa juga baru pertama kali melihat Lukas semarah itu pada ayahnya sendiri. Clarisa menggenggam tangan Lukas saat ia berusaha meluapkan amarahnya pada Raven. Ia tersenyum dengan lembut pada Lukas mengisyaratkan untuk berhenti berdebat karena nya. Lukas mencoba mengatur napasnya berusaha untuk tenang, ia menatap Clarisa lembut lalu menarik tangannya hingga Clarisa ikut berdiri bersamanya. Lukas memalingkan pandangannya pada Raven yang masih terheran-heran karena sikap yang ditunjukkan oleh Lukas hari in
Cerahnya mentari telah berganti dengan indahnya senja di sore hari. Matahari terbenam membakar seluruh kota hari ini Conan tenggelam ke dalamnya, yang ia lakukan hanya berdiri di depan jendela kaca menikmati semua keindahan yang diberikan Tuhan hari ini. Bersama Athes ia melewati harinya.“Tuan muda, Tuan Besar ingin bicara dengan Anda.” Athes menyerahkan ponselnya. Conan mengulurkan tangannya menerima ponsel Athes.“Halo Ayah ada apa?” Conan berkata sedikit lirih.“Malam ini Ayah tidak bisa pergi menemanimu, ada urusan yang lebih mendesak di sini. Ibumu juga harus menemani Christian.”“Eng, tidak apa-apa. Lagi pula di sini ada Mr. Athes. Tidak perlu cemas semuanya baik-baik saja.” Selesai bicara Conan segera menutup sambungan teleponnya. Ia menatap Athes dengan raut wajah yang tidak berdaya.“Ada apa? Mengapa menatapku seperti itu?” ia bertanya pada Athes yang sedari tadi menatapnya.
Di kamar yang dengan pencahayaan yang sedikit remang-remang Clarisa terbangun dari tidurnya, ia melirik ke arah jam yang sudah menunjukkan tengah malam. Clarisa menyadari bahwa suaminya tidak pulang malam ini ada sedikit rasa takut karena suaminya tak kunjung pulang setelah mereka berpisah di sore hari karena urusan kantor yang sedikit mendadak. Clarisa mencoba menghubungi suaminya tetapi nomor Lukas tidak bisa dihubungi. Ia berjalan ke arah jendela kaca yang besar itu mencoba menyibakkan gorden langit tampak sangat gelap. Perasaannya sangat tidak karuan mengingatponsel Lukas tidak bisa dihubungi sedari tadi. Clarisa keluar kamar ia berjalan ke ruang kerja Lukas tetapi ia tidak menemukan sosok Lukas di sana, Lukas sama sekali tidak pulang ke rumah malam ini. Clarisa teringat bahwa Athes berada di rumah sakit sehingga ia juga mencoba untuk menghubunginya namun, sama seperti sebelumnya Athes juga sulit untuk dihubungi. “Jay pasti tahu keberadaan Lukas.” C
Lukas berada di balik pintu itu, ia menyandarkan tubuhnya pada dinding mencoba untuk tidak terlihat oleh Christian bahwa dia memperhatikan mereka. Perasaannya begitu tak karuan kala mendengar percakapan antara putra keduanya dan juga istri kecilnya. Lukas merenungi apa yang terjadi hari ini.2 jam sebelumnyaLukas duduk bersandar di depan pintu kamar rawat Christian, air matanya terus mengalir tanpa henti Lukas mencoba untuk tidak menangis tetapi ia tak kuasa menahannya. Di saat Lukas larut dalam kesedihannya tiba-tiba langkah kaki kecil menghampirinya dan berdiri di hadapannya wajahnya pucat namun, senyuman indah membingkai wajahnya yang tampan.Conan mengulas senyuman terbaiknya saat Lukas menatap wajahnya. Wajahnya begitu tenang tetapi sorot matanya tidaklah bisa bohong tersirat dengan jelas ketakutan di sana.“Apa yang Ayah lakukan di sini? Kenapa Ayah menangis?” Conan berjongkok sehingga wajahnya dengan Lukas hampir
Malam sudah berganti menjadi dini hari, setelah pergi mandi dan berganti pakaian Lukas masuk ke dalam kamar Christian. Di sana dia melihat Clarisa tertidur sembari memeluk Christian. Wajahnya tetap saja cantik walau sedang tertidur. Lukas menaikkan selimut pada keduanya Ia mengecup mesra kening istrinya. “Maaf telah membuatmu khawatir.” Saat Lukas ingin meninggalkan keduanya tiba-tiba ada yang menarik lengannya. Otomatis Lukas berbalik untuk melihat siapa yang terbangun dan ternyata Clarisa. “Kapan kau sampai?” Clarisa mengucek kedua matanya yang masih mengantuk. Lukas segera membelai rambutnya menatapnya dengan hangat. “Kenapa kau bangun? Kembalilah tidur.” “Aku begitu khawatir padamu. Ke mana saja kau? Mengapa ponselmu tidak dapat dihubungi?” Clarisa memberondong Lukas dengan pertanyaan. Lukas tersenyum hangat menatap istrinya yang terus bertanya walau dirinya masih mengantuk. “Apa kau ingin pindah ke kamar kita?” Lukas bertanya semb
Keesokan paginya Lukas telah bangun dari tidurnya ia menatap wajah Clarisa yang ada di sampinnya. Jemarinya yang ramping dan lentik itu menyentuh helaian rambut Clarisa yang sedikit berantakan disentuhnya dengan lembut dan penuh kasih. “Apa kau tidak ingin bangun?” Lukas bertanya pelan. “Sudah jam berapa ini?” sahutnya dengan mata yang masih terpejam. Suaranya terdengar serak. “Sudah pukul 09:00.” Lukas kembali menatap Clarisa yang mencoba kembali tidur. “Biarkan aku tidur sebentar lagi. Aku terlalu lelah.” Clarisa menarik selimutnya dan kembali meringkuk. “Kembalilah tidur, aku akan membangunkanmu sebentar lagi.” Lukas segera bangun ia beranjak pergi ke kamar mandi dengan keadaan telanjang bulat. Sejenak Clarisa membuka matanya melihat pemandangan pagi hari yang kian menggoda. Lukas yang menyadari tatapan Clarisa menyunggingkan sedikit ujung bibirnya yang sensual. Ia berbalik ke arah Clarisa yang sedari tadi menatapnya. Clarisa segera
Hari telah berganti begitu pula dengan bulan. Waktu berlalu begitu cepat 3 minggu pertama setelah kemoterapi keadaan Conan baik. Tak ada keluhan yang berarti hingga 3 pekan kemudian Conan mendapatkan kemoterapi nya yang kedua. Satu bulan telah berlalu semenjak Conan mendapatkan kemoterapinya yang kedua, Conan lebih banyak berdiam diri di dalam kamarnya.Sedangkan Christian sudah berlarian. Ia begitu menikmati kehidupan normalnya yang bukan sebagai anak genius melainkan anak-anak normal lainnya. Hari-hari dilewatinya dengan penuh kegembiraan berbanding terbalik dengan yang dialami oleh Conan hari-harinya dipenuhi dengan rasa sakit dan gelisah.“Conan,” terdengar suara ketukan dari balik pintu kamarnya.Lukas mendorong pintu, ia masuk ke dalam dan melihat sesosok anak tengah duduk di sofa menatap ke arah luar dimana ada Christian yang sedang bermain di luar sana. Tatapannya begitu lekat dan dalam tersirat kecemburuan di dalam matanya yang sayu.
Conan berjalan dengan riang di sebuah pusat perbelanjaan di sana ia berlari ke sana ke mari tanpa memdulikan kondisinya yang masih lemah. Sejak menjalani kemoterapi kedua Conan belum bisa melakukan kemoterapi yang ketiga karena kondisinya yang memburuk. Dan siang ini ia begitu gembira saat Lukas membawanya jalan-jalan sebelum pergi ke tempat pangkas rambut. Saat Conan tengah berlarian ia tidak sengaja menabrak sepasang pria dan wanita yang sedang berjalan sembari membawa kopi di tangannya. Conan tidak sengaja saat menumpahkan kopi pada gaun cream yang dikenakan oleh wanita yang ada di hadapannya. Conan jatuh terduduk sembari meminta maaf pada wanita yang ditabraknya. “Maafkan aku Tante, maaf.” Ucapnya sembari terus menundukkan kepalanya. Sementara wanita itu berteriak dengan keras ia bahkan sedikit mendorong Conan yang sudah bangkit hingga dalam jatuh dalam posisi duduk lagi. “Kau ini! Seharusnya kau tidak berlarian seperti itu!” wanita itu ter
Kabar kematian Conan sudah tersebar pada keluarga maupun para sahabat Lukas. Bahkan Yo Han yang menghilang sejak setahun lalu pun mendengar kabar tentang putra sulung Tuan muda Jiang yang meninggal. Yo Han begitu kaget saat mendapat pesan dari salah satu orangnya yang mengatakan bahwa Putra sulung Lukas meninggal. Yo Han segera naik jet pribadinya untuk sampai ke Jincheng, sedangkan yang lainnya sudah berdatangan ke rumah duka. Lukas terduduk lemah di depan Altar ia bagaikan mayat hidup Lukas kehilangan gairah hidupnya. “Bagaimana dengan Clarisa apa dia sudah tahu tentang kabar Conan?” Joana begitu khawatir tentang mental Clarisa. “Lukas belum memberi tahunya, lagi pula Clarisa masih tidak sadarkan diri setelah menjalani operasi.” Sahut Gerald. “Aku tidak tahu bagaimana perasaan Lukas saat ini yang jelas itu sangatlah menyakitkan.” Raymond menatap iba pada Lukas yang terus memberi hormat pada setiap pelayat. Gerald mengedarkan pandangannya ia
2 bulan penuh Conan berada di rumah sakit, Conan sendiri lebih tahu tentang kondisi tubuhnya ketimbang orang lain. Ia tetap berusaha seceria mungkin dan sesering mungkin ia tersenyum dan tertawa walau hanya gurauan yang garing. Ia terlihat lebih menikmati hidupnya. Conan di pulangkan karena ia ingin tinggal dan dirawat di rumah. Semua orang di mansion menyambutnya, kebahagian mulai menyelimuti keluarga Lukas karena Clarisa juga tengah mengandung anak ketiga Lukas. Orang-orang begitu bahagia begitu pula dengan Conan dan Christian yang akan menjadi calon kakak bagi adiknya saat lahir kelak. “Betapa beruntungnya dia saat lahir nanti sudah memiliki dua Kakak yang sangat tampan dan bisa diandalkan. Aku sangat iri padamu.” Ucap Joana saat berada di mansion. Clarisa hanya tersenyum tipis jika mengingat Conan yang mungkin tidak akan sempat melihat adik kecilnya lahir ke dunia. Lukas masih terus berusaha mencari-cari rumah sakit di luar negeri yang bisa menyembuhkan C
Di depan ruang IGD semua orang menunggu dengan cemas, saat dibawa ke rumah sakit Conan sudah kehilangan kesadarannya. Christian masih shock dengan apa yang menimpa Conan tubuhnya yang basah membuatnya menggigil. Karena terburu-buru mereka melupakan Athes dan juga Christian yang dalam keadaan basah kuyup. “Anakku, tidak apa-apa. Conan pasti baik-baik saja.” Clarisa mendekap Christian dengan rasa takut yang menyelimuti hatinya. “Sebaiknya kalian berdua berganti pakaian, Jay sudah membawakan pakaian ganti untuk kalian. Pergilah.” Athes dan Christian dibawa pergi oleh Jay sementara Lukas dan Clarisa amasih menunggu kabar tentang Conan. Kaca-kaca yang ada di mata Clarisa pecah begitu saja menyisakan luka bagi Lukas. “Apa ini akhirnya?” Clarisa bertanya dengan terbata-bata. “Berhenti bicara yang tidak-tidak. Kita belum tahu persis keadaannya. Jangan pesimis seperti itu pada hidup Putra kita.” Dokter yang bertugas di IGD datang menghampiri ke
Satu tahun setelah pernikahan Gerald dan Joana keduanya hidup bahagia bersama dengan malaikat kecilnya yang telah mengisi hari-hari keduanya. Suasana rumah Gerald begitu hangat kala suara tangis memenuhi seisi rumah. Walau Gerald sibuk dengan urausan pekerjaan ia tidak pernah mengabaikan putrinya yang belum genap setahun itu. Hari demi hari berlalu dengan begitu cepat tak terasa sudah satu tahun sejak Conan menjalani kemoterapinya. Bukannya semakin membaik kondisi Conan malah memburuk. Kanker yang awalnya stadium 2 kini telah menjadi stadium 3 semakin tipis harapan Conan untuk sembuh sepenuhnya. Clarisa sudah pasrah akan kondisi putra sulungnya setiap malam ketika tak ada seorang pun di kamar ia akan menangis hingga larut malam sampai Lukas pulang ke mansion. Christian yang selalu ceria kini berubah menjadi pendiam ia tak lagi banyak bicara, terkadang ia juga sering menangis di halaman belakang menangisi Conan yang tidak pernah sembuh. Setiap kali ia teringat bagaima
Gerald terdiam membeku ia bagaikan disambar petir di siang bolong saat mendengar pengakuan Joana gelas anggur yang ada di tangannya bahkan lepas dan terjatuh hingga pecahannya bertebaran dimana-mana. Gerald berdiri dari duduknya ia menatap Joana dengan penuh arti sedangkan Joana sendiri hanuya mampu menundukkan kepalanya ke bawah ia takut akan kenyataan jika Gerald tidak menerima kehadiran dah dagingnya sendiri.Hal yang selalu ditakutkan olehnya itu tidak pernah terjadi. Kaca-kaca di dalam mata Gerald telah menggenangi bola matanya yang coklat ia setengah berlutut sembari memegang tangan Joana.“Apa yang kau katakan itu benar adanya?”“Apa kau sedang mengandung anakku?”“Kau tidak bercanda bukan?” Gerald bertanya penuh pengharapan pada jawaban Joana.“Ya, aku mengandung Anakmu.” Ucapnya pelan.Ekspresi Gerald tidak terduga ia begitu bahagia kala mendengar kabar itu. Ia bahkan berjingkrak
Di pagi hari yang cerah Joana terbangun di dalam kamarnya, ia meraih bungkusan kecil dan membawanya masuk ke toilet dengan perasaan deg-degan Joana memberanikan dirinya untuk memeriksa dirinya sendiri. Joana membuka bungkusan test pack dengan tangan gemetar ia memasukannya dalam tempat yang sudah menampung urine nya sendiri. Belakangan ini Joana selalu merasa mual tiap pagi hari, ia juga tidak mendapatkan menstruasinya sudah dua bulan ini ia sedikit cemas. Joana memejamkan matanya ia sedikit takut dengan hasilnya, perlahan ia membuka matanya dan terlihat dengan jelas di alat tes kehamilan itu menunjukkan dua garis merah yang artinya dia positif hamil. Joana tentu saja bergembira akan hal itu namuan, sedetik kemudian ia kembali terdiam. Dirinya tidak tahu bagaimana reaksi Gerald setelah ia tahu bahwa dirinya telah mengandung darah dagingnya. “Bagaimana ini? Aku takut mengatakannya.” Joana berpikir cukup keras tentang apa yang harus ia katakan pada Gerald.
Selepas bersedih Lukas dan Clarisa turun secara bersamaan menuju meja makan karena sudah waktunya sarapan. Conan dan Christian sudah kembali dalam keadaan yang semula seakan tidak ada yang terjadi hanya mata sembab Christian yang tidak bisa berbohong. Dari arah lain Athes masuk menuju ruang tamu dengan membawa obat-obatan yang harus diminum oleh Conan ia meletakannya di meja ruang tamu tampak pemandangan yang sedikit menyakitkan bagi yang melihatnya. "Ayo, makanan sudah siap!" Lukas mengajak semua orang untuk menuju meja makan. Di sana telah banyak hidangan dari mulai makanan pembuka hingga makanan penutup ada di atas meja. Aroma masakan yang tercium semakin membuat orang menjadi lapar kala menghirupnya. Semua orang mulai berjalan menuju meja makan untuk menikmati hidangannya. “Makanlah yang banyak.” Lukas menaruh lauk pada mangkuk kedua putranya tanpa ada yang dibedakan. Christian tersenyum saat menerima lauk yang diberikan oleh ayahnya.
Hari telah berganti menjadi malam sepanjang perjalanan menuju mansion Conan hanya memejam kan matanya. Ia sudah terlalu lelah hari ini Lukas memandangnya dengan tatapan sendu. Sesampainya di mansion Clarisa telah menunggu kedatangan mereka berdua bersama Conan. Terlihat juga Athes ada di ruang tamu menemani Christian. “Apakah tidur?” Clarisa menghampiri Conan. Ia mengangkat sedikit kupluk yang menutupi wajahnya benar saja Conan sudah tertidur. “Ayah,” Christian berhambur memeluk pinggangnya. Lukas melihatnya dengan mengulas senyum hangat. “Bersabarlah, Ayah akan menidurkan Conan lebih dulu. Baru menemnimu sebentar.” Lukas mengusap puncak kepala Christian kemudian berlalu menuju lantai dua dimana kamar Conan berada. “Ibu,” Christian beralih memandang pada Clarisa yang berdiri. Clarisa segera menghampiri Christian ia berusaha menenangkannya. “Tidak apa-apa, Conan hanya kelelahan saja besok pagi ia akan bangun seperti biasanya.” Mendengar
Lukas berjalan dengan anggun menuju tempat Conan berada raut wajah yang tadinya tidak baik itu seketika berubah saat Conan mengulas senyum hangat padanya. Wajah pias itu masih kentara di antara senyum yang menghiasinya. Lukas semakin mendekati keberadaan Conan. Ia setengah berlutut di hadapan Conan. “Apakah sudah lebih baik?” “Eng,” Conan menganggukkan kepalanya pelan sebagai balasan dari pertanyaan Lukas. “Lalu apa kau masih ingin pergi memotong rambutmu?” Lukas kembali bertanya dengan suara yang sedikit bergetar. Senyum hangat itu kembali muncul di wajahnya tangan kecilnya menyentuh pipi Lukas terasa lembut dan begitu dingin saat disentuh olehnya, Lukas menatap matanya yang sendu. “Dingin sekali?” “Aku hanya sedikit kedinginan saja Ayah, tidak perlu dikhawatirkan!” Conan beranjak dari duduknya ia mencoba mencoba menarik tangan besar Lukas agar segera menuju tempat dimana ia akan memotong rambutnya. Lukas menguatkan hatinya lalu mengikuti kem