Di rumah duka Adrian beserta suaminya Raven Jiang sudah menunggu kedatangan keduanya, kedua orang tua Lukas cukup terkejut akan kabar kematian dari Lou Shen. Walau besannya itu tidak berkesan di matanya. Akan tetapi di tetaplah Ayah dari Clarisa menantu, dan ibu dari kedua cucunya.
“Pa.” Adrian menoleh pada suaminya.
“Ada apa?” Raven kembali bertanya.
“Aku khawatir dengan keadaan Clarisa, apa dia baik-baik saja?” Adrian menatap ke arah luar. Hujannya cukup deras kilatan guntur pun saling bertaut semakin menambah kesan mencekam.
“Percayalah bahwa menantu kita adalah wanita yang kuat. Papa yakin dia pasti mampu melalui cobaan ini.”
“Walau semua ini begitu berat baginya, akan tetapi Lukas akan selalu bersamanya, dan tidak akan meninggalkannya.” Raven menepuk pundak Istrinya pelan. Adrian hanya bisa mempercayai perkataan suaminya itu.
Kilatan petir tampak
Kabar kematian Lou Shen sudah terdengar ke semua penjuru kota Jincheng. Orang-orang yang mengenalnya mulai berdatangan ke rumah duka lantaran mereka tahu bahwa Lukas Jiang yang mengadakan pemakamannya. Satu-persatu tamu memberikan penghormatan untuk yang terakhir kalinya pada mendiang Lou Shen, bunga krisan Putih mulai memenuhi meja yang berada di depan foto besar mendiang. Clarisa berdiri mematung di samping para tamu yang datang. Wajahnya pucat, di dalam matanya terpancar kesedihan. Clarisa tidak menangis akan tetapi batinnya menjerit dengan pilu. Adrian mendekap tubuh Clarisa ke dalam pelukannya membiarkannya menangis. Di tempat lain Mariam masih di tahan di sebuah rumah sedangkan Lin dan Bos Zhou sudah dijebloskan ke penjara. Mariam berada di sebuah ruangan yang cukup gelap, setiap malam dia menggigil ketakutan karena teringat akan perbuatannya selama ini. Dia berharap agar Clarisa mau berbelas kasih padanya. Namun hingga seka
Pada malam yang sama Shanon yang tengah berada di mansion utama keluarga Jiang, di seret paksa oleh polisi setempat karena bukti yang kuat sudah di kantongi sehingga Lukas pun mulai bertindak.“Ada apa ini?” Kakek Jiang berteriak karena kegaduhan terjadi di kediamannya. Semua orang yang tengah berada di mansion ikut terbangun.“Tuan besar, Nona Shanon Xue di tangkap karena ia ikut terlibat dalam insiden penculikan yang menimpa kedua putra dari Tuan Lukas Jiang.” Seketika suasana rumah menjadi suram, raut wajah Tuan besar menggelap dia tidak percaya jika cucunya menantunya melakukan hal yang mengerikan.“Aku tidak melakukannya Kakek! Ibu bukan ulahku. Sungguh!” Shanon terus berteriak berusaha mencari perlindungan, namun tak ada satu pun dari mereka yang membantunya. Bahkan Ahmed suaminya sendiri tidak membelanya sedikit pun di hadapan keluarganya. Dengan pasrah Shanon melangkah pergi meninggalkan mansion.&n
Di dalam gelap malam tampak seorang pria tengah berdiri di depan sebuah mobil Audi 8 warna hitam, asap rokok yang di keluarkannya berkerlap-kerlip di gelapnya malam dengan bantuan sorot lampu mobil. Tampak begitu indah kala memandangnya. Yo Han berdiri di sana sejak sore ia menunggu seseorang datang, akan tetapi hingga malam orang yang di tunggu tak kunjung pulang. Saat Yo Han putus asa dia hendak pergi dari sana, dia berpikir mungkin wanita yang di cintainya itu sudah tidak tinggal di sana. Akan tetapi saat dia hendak melajukan mobilnya, ia menangkap sesosok wanita yang sangat familier baginya. Ya, wanita itu adalah Seo Nari mantan kekasih Yo Han yang selama ini hilang bagai di telan bumi. Seo Nari melambai pada seorang pria yang berada di dalam mobil, Yo Han tidak bisa menahan amarahnya, dengan cepat ia menghampiri mereka. Dengan sedikit kasar dia menarik Nari dengan sedikit kasar. Senyuman yang tadinya hangat itu berubah menjadi senyuman pahit b
Di bawah guyuran hujan Seo Joon mengemudi dengan gila, dia mengejar mobil Audi 8 warna Hitam milik Yo Han, di depannya tampak mobil yang di cari-carinya tengah melaju pelan.Biiip Biiip Biiip. Seo Joon menekan klakson mobil beberapa kali, ia berharap agar Yo Han menghentikan mobilnya. Akan tetapi Yo Han tidak bergeming ia terus melajukan kendaraannya membelah hujan yang cukup deras.“Ah sial!” Seo Joon mengumpat sendirian. Ia kembali memacu mobilnya menerobos jalanan licin, itu cukup berbahaya jika mengemudi tanpa teknik, namun bagi Seo Joon itu semua hanya rintangan kecil baginya.Yo Han yang sedikit risih pun menghentikan laju kendaraannya, ia menepi ke badan jalan menunggu orang yang terus mengejarnya. Yo han menunggu di dalam mobil karena hujan cukup lebat, tiba-tiba seorang pria mengetuk jendela mobilnya dengan sekejap pintu mobil di buka, lengan kekar itu menarik tubuh Yo Han hingga keluar dari dalam mobil.&ldqu
Sesampainya di rumah Yo Han. Marvel dengan susah payah memboyong Yo Han untuk masuk ke dalam apartemennya yang berada di kawasan mewah Sky Light, Marvel sudah terbiasa keluar masuk apartemen ini karena di saat Yo Han sedang cuti dari dinas nya dia akan menghabiskan waktu bersama.Keringat membasahi wajah dan juga pakaian Marvel, kemeja putih yang dikenakan olehnya sudah banyak darah Yo Han yang menempel padanya, dengan terpaksa dia harus menggantinya. Marvel menghubungi Dokter pribadi untuk mengobati lukanya berharap tidak ada yang serius kecuali hati dan jiwanya.Setelah menunggu beberapa saat Seorang dokter paruh baya dan seorang asisten wanita datang ke apartemen Yo Han. Setelah memberikan infus dan mengobati luka Yo Han mereka pun pamit. Tentu saja Marvel mengantar mereka sampai ke pintu keluar dan tak lupa ia mengucapkan rasa terima kasihnya.Marvel berharap agar kesalahpahaman ini segera selesai, rasanya dirinya juga ikut terluka saat ke
Seo Joon yang merasa tidak nyaman karena Yo Han mengajaknya bicara di tempat terbuka sehingga ia berinisiatif untuk memesan ruangan VVIP untuk keduanya bicara empat mata. Sesudah berpindah ruangan akhirnya Seo Joon menceritakan bagaimana Adiknya menjalani hari-harinya setelah kehilangan Yo Han. Seo Nari mengalami depresi berat, dia bahkan kehilangan gelarnya sebagai Dokter dan beralih menjadi seorang desainer pakaian wanita.“Saat hal itu terjadi semua orang mengira bahwa Nari kecanduan narkoba, dan juga menjadi wanita pemuas bagi sang kartel narkoba yang sedang disusupi olehnya, akan tetapi tragedi itu sudah terlanjur terjadi.” Seo Joon menundukkan kepalanya lalu mulai bercerita lagi.“Sejak kecelakaan itu, Adikku mengalami luka yang cukup serius dan harus melakukan operasi besar...” Seo Joon menghentikan perkataannya, kedua matanya telah berkaca-kaca ia tak mampu melanjutkannya. Setelah terdiam sejenak ia melanjutkan kembali
Di rumah sakit Kebahagiaan mulai berpihak kepada keluarga kecil Lukas, Clarisa begitu bahagia karena Conan telah siuman. Akan tetapi trauma Christian masih menghantui di setiap malam saat ia tidur. Conan yang tahu akan hal itu selalu membantu Adiknya untuk melupakan hal mengerikan yang beberapa waktu lalu mereka alami. Conan selalu menyemangati dirinya untuk kuat dan tidak menyalahkan dirinya sendiri atas insiden yang dialaminya.Satu minggu setelah Conan Siuman Conan telah kembali ke Mansion dimana Keluarga besarnya telah menyambut kedatangan mereka berdua, suasananya begitu meriah, sanak saudara juga berada di sana. Conan dan Christian hanya tersenyum tipis, namun tidak berani berkata, dia hanya memendam keinginannya. Lukas tahu apa yang dirasa dan dipikirkan oleh kedua Putranya sehingga dengan cekatan dia membawa Conan maupun Christian untuk membawanya masuk ke dalam kamar.Semenjak Conan siuman Christian tidak ingin ber
Di pagi hari yang cerah cahaya matahari yang hangat perlahan mengintip di antara celah tirai jendela kamar Lukas, dengan lembut menyinari wajah cantik Clarisa. Kulitnya yang seputih salju itu bersinar kala cahaya mentari menyinarinya, pelan-pelan ia membuka matanya hal yang pertama dia lihat adalah wajah tampan Lukas yang tengah berbaring di sampingnya. Wajahnya begitu tenang dan manis, membuatnya tak bisa memalingkan pandangannya. Sungguh indah bahkan saat tertidur pun tidak mengurangi ketampanan, dengan pelan dan tanpa suara Clarisa mencium bibir merahnya dengan lembut tiba-tiba kedua mata Lukas terbuka membuatnya terperanjat kaget. “Pagi,” ucap Lukas lembut. Clarisa sedikit gelagapan dia malu karena tertangkap basah saat mencuri ciuman darinya. Ia hanya tersipu seraya menundukkan kepalanya. Lukas dengan lembut mengangkat dagunya dengan tangannya yang besar sehingga wajah Clarisa kini memandang Lukas, bulu matanya bergetar saat berkedip membuat Clarisa
Kabar kematian Conan sudah tersebar pada keluarga maupun para sahabat Lukas. Bahkan Yo Han yang menghilang sejak setahun lalu pun mendengar kabar tentang putra sulung Tuan muda Jiang yang meninggal. Yo Han begitu kaget saat mendapat pesan dari salah satu orangnya yang mengatakan bahwa Putra sulung Lukas meninggal. Yo Han segera naik jet pribadinya untuk sampai ke Jincheng, sedangkan yang lainnya sudah berdatangan ke rumah duka. Lukas terduduk lemah di depan Altar ia bagaikan mayat hidup Lukas kehilangan gairah hidupnya. “Bagaimana dengan Clarisa apa dia sudah tahu tentang kabar Conan?” Joana begitu khawatir tentang mental Clarisa. “Lukas belum memberi tahunya, lagi pula Clarisa masih tidak sadarkan diri setelah menjalani operasi.” Sahut Gerald. “Aku tidak tahu bagaimana perasaan Lukas saat ini yang jelas itu sangatlah menyakitkan.” Raymond menatap iba pada Lukas yang terus memberi hormat pada setiap pelayat. Gerald mengedarkan pandangannya ia
2 bulan penuh Conan berada di rumah sakit, Conan sendiri lebih tahu tentang kondisi tubuhnya ketimbang orang lain. Ia tetap berusaha seceria mungkin dan sesering mungkin ia tersenyum dan tertawa walau hanya gurauan yang garing. Ia terlihat lebih menikmati hidupnya. Conan di pulangkan karena ia ingin tinggal dan dirawat di rumah. Semua orang di mansion menyambutnya, kebahagian mulai menyelimuti keluarga Lukas karena Clarisa juga tengah mengandung anak ketiga Lukas. Orang-orang begitu bahagia begitu pula dengan Conan dan Christian yang akan menjadi calon kakak bagi adiknya saat lahir kelak. “Betapa beruntungnya dia saat lahir nanti sudah memiliki dua Kakak yang sangat tampan dan bisa diandalkan. Aku sangat iri padamu.” Ucap Joana saat berada di mansion. Clarisa hanya tersenyum tipis jika mengingat Conan yang mungkin tidak akan sempat melihat adik kecilnya lahir ke dunia. Lukas masih terus berusaha mencari-cari rumah sakit di luar negeri yang bisa menyembuhkan C
Di depan ruang IGD semua orang menunggu dengan cemas, saat dibawa ke rumah sakit Conan sudah kehilangan kesadarannya. Christian masih shock dengan apa yang menimpa Conan tubuhnya yang basah membuatnya menggigil. Karena terburu-buru mereka melupakan Athes dan juga Christian yang dalam keadaan basah kuyup. “Anakku, tidak apa-apa. Conan pasti baik-baik saja.” Clarisa mendekap Christian dengan rasa takut yang menyelimuti hatinya. “Sebaiknya kalian berdua berganti pakaian, Jay sudah membawakan pakaian ganti untuk kalian. Pergilah.” Athes dan Christian dibawa pergi oleh Jay sementara Lukas dan Clarisa amasih menunggu kabar tentang Conan. Kaca-kaca yang ada di mata Clarisa pecah begitu saja menyisakan luka bagi Lukas. “Apa ini akhirnya?” Clarisa bertanya dengan terbata-bata. “Berhenti bicara yang tidak-tidak. Kita belum tahu persis keadaannya. Jangan pesimis seperti itu pada hidup Putra kita.” Dokter yang bertugas di IGD datang menghampiri ke
Satu tahun setelah pernikahan Gerald dan Joana keduanya hidup bahagia bersama dengan malaikat kecilnya yang telah mengisi hari-hari keduanya. Suasana rumah Gerald begitu hangat kala suara tangis memenuhi seisi rumah. Walau Gerald sibuk dengan urausan pekerjaan ia tidak pernah mengabaikan putrinya yang belum genap setahun itu. Hari demi hari berlalu dengan begitu cepat tak terasa sudah satu tahun sejak Conan menjalani kemoterapinya. Bukannya semakin membaik kondisi Conan malah memburuk. Kanker yang awalnya stadium 2 kini telah menjadi stadium 3 semakin tipis harapan Conan untuk sembuh sepenuhnya. Clarisa sudah pasrah akan kondisi putra sulungnya setiap malam ketika tak ada seorang pun di kamar ia akan menangis hingga larut malam sampai Lukas pulang ke mansion. Christian yang selalu ceria kini berubah menjadi pendiam ia tak lagi banyak bicara, terkadang ia juga sering menangis di halaman belakang menangisi Conan yang tidak pernah sembuh. Setiap kali ia teringat bagaima
Gerald terdiam membeku ia bagaikan disambar petir di siang bolong saat mendengar pengakuan Joana gelas anggur yang ada di tangannya bahkan lepas dan terjatuh hingga pecahannya bertebaran dimana-mana. Gerald berdiri dari duduknya ia menatap Joana dengan penuh arti sedangkan Joana sendiri hanuya mampu menundukkan kepalanya ke bawah ia takut akan kenyataan jika Gerald tidak menerima kehadiran dah dagingnya sendiri.Hal yang selalu ditakutkan olehnya itu tidak pernah terjadi. Kaca-kaca di dalam mata Gerald telah menggenangi bola matanya yang coklat ia setengah berlutut sembari memegang tangan Joana.“Apa yang kau katakan itu benar adanya?”“Apa kau sedang mengandung anakku?”“Kau tidak bercanda bukan?” Gerald bertanya penuh pengharapan pada jawaban Joana.“Ya, aku mengandung Anakmu.” Ucapnya pelan.Ekspresi Gerald tidak terduga ia begitu bahagia kala mendengar kabar itu. Ia bahkan berjingkrak
Di pagi hari yang cerah Joana terbangun di dalam kamarnya, ia meraih bungkusan kecil dan membawanya masuk ke toilet dengan perasaan deg-degan Joana memberanikan dirinya untuk memeriksa dirinya sendiri. Joana membuka bungkusan test pack dengan tangan gemetar ia memasukannya dalam tempat yang sudah menampung urine nya sendiri. Belakangan ini Joana selalu merasa mual tiap pagi hari, ia juga tidak mendapatkan menstruasinya sudah dua bulan ini ia sedikit cemas. Joana memejamkan matanya ia sedikit takut dengan hasilnya, perlahan ia membuka matanya dan terlihat dengan jelas di alat tes kehamilan itu menunjukkan dua garis merah yang artinya dia positif hamil. Joana tentu saja bergembira akan hal itu namuan, sedetik kemudian ia kembali terdiam. Dirinya tidak tahu bagaimana reaksi Gerald setelah ia tahu bahwa dirinya telah mengandung darah dagingnya. “Bagaimana ini? Aku takut mengatakannya.” Joana berpikir cukup keras tentang apa yang harus ia katakan pada Gerald.
Selepas bersedih Lukas dan Clarisa turun secara bersamaan menuju meja makan karena sudah waktunya sarapan. Conan dan Christian sudah kembali dalam keadaan yang semula seakan tidak ada yang terjadi hanya mata sembab Christian yang tidak bisa berbohong. Dari arah lain Athes masuk menuju ruang tamu dengan membawa obat-obatan yang harus diminum oleh Conan ia meletakannya di meja ruang tamu tampak pemandangan yang sedikit menyakitkan bagi yang melihatnya. "Ayo, makanan sudah siap!" Lukas mengajak semua orang untuk menuju meja makan. Di sana telah banyak hidangan dari mulai makanan pembuka hingga makanan penutup ada di atas meja. Aroma masakan yang tercium semakin membuat orang menjadi lapar kala menghirupnya. Semua orang mulai berjalan menuju meja makan untuk menikmati hidangannya. “Makanlah yang banyak.” Lukas menaruh lauk pada mangkuk kedua putranya tanpa ada yang dibedakan. Christian tersenyum saat menerima lauk yang diberikan oleh ayahnya.
Hari telah berganti menjadi malam sepanjang perjalanan menuju mansion Conan hanya memejam kan matanya. Ia sudah terlalu lelah hari ini Lukas memandangnya dengan tatapan sendu. Sesampainya di mansion Clarisa telah menunggu kedatangan mereka berdua bersama Conan. Terlihat juga Athes ada di ruang tamu menemani Christian. “Apakah tidur?” Clarisa menghampiri Conan. Ia mengangkat sedikit kupluk yang menutupi wajahnya benar saja Conan sudah tertidur. “Ayah,” Christian berhambur memeluk pinggangnya. Lukas melihatnya dengan mengulas senyum hangat. “Bersabarlah, Ayah akan menidurkan Conan lebih dulu. Baru menemnimu sebentar.” Lukas mengusap puncak kepala Christian kemudian berlalu menuju lantai dua dimana kamar Conan berada. “Ibu,” Christian beralih memandang pada Clarisa yang berdiri. Clarisa segera menghampiri Christian ia berusaha menenangkannya. “Tidak apa-apa, Conan hanya kelelahan saja besok pagi ia akan bangun seperti biasanya.” Mendengar
Lukas berjalan dengan anggun menuju tempat Conan berada raut wajah yang tadinya tidak baik itu seketika berubah saat Conan mengulas senyum hangat padanya. Wajah pias itu masih kentara di antara senyum yang menghiasinya. Lukas semakin mendekati keberadaan Conan. Ia setengah berlutut di hadapan Conan. “Apakah sudah lebih baik?” “Eng,” Conan menganggukkan kepalanya pelan sebagai balasan dari pertanyaan Lukas. “Lalu apa kau masih ingin pergi memotong rambutmu?” Lukas kembali bertanya dengan suara yang sedikit bergetar. Senyum hangat itu kembali muncul di wajahnya tangan kecilnya menyentuh pipi Lukas terasa lembut dan begitu dingin saat disentuh olehnya, Lukas menatap matanya yang sendu. “Dingin sekali?” “Aku hanya sedikit kedinginan saja Ayah, tidak perlu dikhawatirkan!” Conan beranjak dari duduknya ia mencoba mencoba menarik tangan besar Lukas agar segera menuju tempat dimana ia akan memotong rambutnya. Lukas menguatkan hatinya lalu mengikuti kem