Gery baru membuka ponsel saat meeting telah usai. Semua staf sudah keluar dari ruangan 8x4 tersebut, jadi ia bebas berekspresi dalam menanggapi pesan yang berjubel dalam notifikasi alat komunikasinya.Puluhan panggilan tak terjawab dari Cheryl, membuat kening Gery mengernyit. Selanjutnya, dengan tenang ia membuka pesan dari gadis itu."Gery angkat teleponnya!"Gery memulai membaca dari pesan yang paling atas."Gery, aku mau berbicara!""Gery, kamu di mana?""Gery, tolong angkat teleponnya! Aku mau berbicara!""Gery, cepat beri klarifikasi ke publik bahwa sesungguhnya dalang di balik penculikan Eve bukan aku! Dave! Hanya Dave yang merencanakan itu bukan aku!"Gery memejam. Sungguh, ia benar-benar merasa asing dengan Cheryl yang saat ini. Gadis itu semakin lama semakin terlihat perubahannya. Bukan bertambah baik, tapi ... ah! Sungguh, Gery dulu memang sangat mencintainya, tapi semenjak gadis itu membuat ulah, rasanya cintanya perlahan menguap."Gery, kamu sudah online tapi kenapa tidak
Berhari-hari Gery memikirkan hal ini. Ingin sekali mendatangi Eve dan membicarakan semuanya, tapi rasanya waktunya belum tepat, karena pasti ada perdebatan nanti di sana. Gery hanya bisa bersabar sembari menunggu kira-kira Eve sudah lebih baik lagi keadaannya.Maka, di hari ke lima pasca perbincangan penuh kejutan itu, dengan sangat kebetulan Gery yang berniat mengunjungi Eve sepulang dari kantor malah bertemu dengan gadis itu di lobi. Eve masuk bekerja hari ini.Sebenarnya ada bahagia di hati Gery saat berpapasan dengan gadis itu, tapi ia lebih memilih diam, menyembunyikan senyumnya. Bagaimana pun, sebelumnya mereka belum berbaikan, maka Gery harus mempertahankan sikapnya.Semua berjalan seperti biasa, sampai pada waktu istirahat Gery menghampiri Eve yang masih menata berkas-berkas."Ada yang ingin saya bicarakan. Saya tunggu di mobil."Eve tercengang. Ditunggu di mobil? Tapi tak ingin berpikiran macam-macam karena kemarin saja sang bos telah menolongnya, maka Eve mengangguk.Lima m
Langit sudah menjingga, satu per satu karyawan dari perusahaan Vinestra pulang ke rumahnya masing-masing termasuk Eve, akan tetapi ada yang berbeda dari gadis itu. Wajahnya tampak begitu bahagia, senyuman merekah di bibirnya. Bahkan Eve menyapa setiap karyawan yang ia jumpai.“Hah! Entah kenapa, tapi aku sangat senang hari ini!” seru Eve berjingkrak di depan mobil biru elektrik miliknya. Gadis itu bahkan menggigiti tasnya.“Nona Eve, belum pulang?” sapa satpam yang baru saja keluar dari dapur kantor membawa secangkir kopi.“E–eh, ini mau pulang Pak. Duluan ya,” ujar Eve gugup lalu masuk ke mobilnya.Eve menyalakan mobil dan melaju menuju rumahnya, sepanjang jalan ia terus bersenandung riang tanpa terganggu sedikit pun oleh bisingnya kendaraan di sekitarnya. Sesampainya di rumah, Eve keluar dari mobil dan berjalan menuju ke rumahnya, ia berlenggak-lenggok sembari menyapa bunga-bunga di halaman rumahnya.“Selamat sore!” sapa Eve saat memasuki rumah. Ia berlari kecil menghampiri ibu dan
Sinar kuning kemerahan telah muncul menggeser sang rembulan, burung berkicau menyambut sang fajar, para manusia di belahan bumi yang terkena sinarnya pun beraktivitas seperti biasa, sama halnya dengan Gery.“Bagaimana ini? Jika saya pergi ke kantor pasti Eve akan mengejek saya sama seperti kemarin, tapi jika datang pasti akan ada banyak pekerjaan yang tertunda,” gumam Gery sembari berjalan mondar-mandir di depan cermin. “Haruskah saya menyuruh Arnold membawakan berkas yang harus saya urus ke rumah? Ah, tidak. Oma pasti akan memarahi saya,” imbuh Gery.Pria itu tampak sangat kebingungan, harus bagaimana ia bersikap di hadapan Eve nantinya? Gery masih belum siap digencar begitu banyak pertanyaan oleh Eve. Hingga akhirnya pria itu memutuskan untuk datang ke kantor pagi-pagi sebelum para karyawannya, sengaja Gery datang lebih awal agar tidak berpapasan dengan Eve.“Ini pasti akan berhasil!” gumam Gery sembari membuka pintu ruangannya. Ia duduk di kursinya sembari menatap tumpukan berkas.
Cheryl menyambar handuk lalu berjalan ke kamar mandi. Dilihatnya air hangat yang telah disiapkan di dalam bathtub. Setelah beberapa detik menatap air, Cheryl mulai melepaskan pakaiannya."Argh ... rasanya membosankan," keluh Cheryl.Wanita itu mulai merendam dirinya di dalam bathtub. Cheryl merasa bosan dengan keadaannya yang sekarang."Eve bisa-bisanya dia lolos, Dave memang tidak bisa diandalkan. Ini tidak bisa dibiarkan, namaku tercemar gara-gara manusia tidak tahu diri itu."Wajah Cheryl kini merah padam, mengingat Eve bisa lolos dari rencana busuknya. Cheryl menyalahkan Dave, karena pria itu tidak bisa diandalkan. Cheryl kesal karena namanya sekarang tercemar gara-gara Eve."Dave tidak bisa bekerja dengan becus. Bukannya melakukan pekerjaan dengan baik, malah berujung di jeruji besi," gerutu Cheryl.Cheryl memejamkan matanya, merasakan hangatnya air yang merendam dirinya. Ingin rasanya bayang-bayang kegagalan itu menjauh dari pikirannya.Setelah merasa cukup berendam, Cheryl mula
Cheryl, wanita itu kini telah sampai di bandara New York. Dia berjalan dengan angkuh menuju parkiran. Sopir pribadinya telah menunggu di sana dan menyambut Cheryl dengan ramah.Akan tetapi, Cheryl sama sekali tak menggubrisnya. Saat pintu mobil dibuka, Cheryl segera masuk ke dalam. Cheryl melepas kaca mata hitamnya, lalu ditaruh di atas kepala."Ayo jalan, tunggu apa lagi?" tanya Cheryl."Eh baik, Nona."Mobil melaju dengan cepat membelah jalanan, Cheryl tersenyum tipis. Wanita itu sudah tak sabar ingin bertemu dengan Eve. Wajahnya mengerut tatkala tersadar bahwa ini bukan jalan menuju Vinestera."Kenapa jalannya berbeda?" tanya Cheryl."Ini jalan menuju rumah, memangnya mau ke mana dulu, Nona?""Astaga. Putar arah, kita ke Vinestera sekarang!" perintah Cheryl."T-tapi …."Cheryl melotot tajam, sopir pribadinya pun tidak berani melanjutkan bantahannya. Sopir akhirnya mengangguk, dia menuruti perintah majikannya.Di dalam hatinya, sopir itu khawatir jika Cheryl pergi ke Vinestera. Dia
Eve dan Cheryl masih beradu mulut. Keduanya tak ada yang mau mengalah sama sekali. Cheryl masih tetap menghina Eve sebagai perebut calon suami orang. Wanita itu kekeh menyuruh Eve untuk menjauh dari kehidupan Gery. "Maaf, tapi aku tidak bisa menuruti permintaanmu," tolak Eve. Cheryl semakin geram, tujuannya datang ke New York ternyata tidak berjalan semulus yang ada dalam bayangannya. Padahal, Cheryl telah mengorbankan pekerjaannya untuk pulang ke New York, supaya masalah ini dapat segera selesai. "Sudah merebut calon suami orang, tidak tahu diri lagi," ejek Cheryl. "Astaga, Cheryl. Model ternama sepertimu, ternyata cukup tidak tahu malu, ya," balas Eve. "Kurang ajar kamu! Seharusnya kamu yang tahu malu. Aku ini model ternama, dan kamu masih jauh berada di bawahku. Gery sama sekali tidak pantas bersanding dengan orang rendahan seperti kamu, Eve!" tegas Cheryl. Cheryl membawa status sosial dalam perdebatan mereka. Wanita itu memang merasa levelnya jauh dibanding Eve yang hanya se
“Bertunangan? Apa dia mengatakan itu hanya supaya Cheryl menjauhiku dan juga Gery?” batin Eve, bertanya-tanya. Gery memang sudah mengatakan, kalau Nyonya Daphne menginginkan mereka menikah, tapi kan, belum ada persetujuan darinya? Ah sudahlah, Eve tidak ingin memikirkan itu.“Mau tidak mau, Nona Cheryl harus menerima kenyataan ini, kalau sebentar lagi, Tuan Gery akan menjadi milik Nona Eve. Jadi, sekali lagi saya sarankan, agar Nona, berhenti mengganggu Nona Eve, maupun Tuan Gery!” Sofia kembali memperingatkan.“Siapa kamu, berani memerintahku! Kamu hanya pelayan, kamu tidak berhak memerintahku. Aku tidak perduli, sekalipun kabar itu benar. Aku tidak akan membiarkan Gery jatuh ke tangan orang lain, apalagi ke tangan wanita murahan ini. Tidak akan aku biarkan!” Cheryl menatap Eve dengan tatapan benci. Kemudian ia menatap Sofia, dan melanjutkan ucapannya, “Dan kamu, Sofia. Kamu itu sudah tua, sudah waktunya kamu pensiun dari pekerjaanmu, atau sekalian, kamu pensiun dari dunia ini. Ya, s
“Pranggg ….!”Suara nyaring gelas yang dilemparkan ke lantai memenuhi pendengaran penghuni keluarga Andrew. Seorang wanita keluar dari dapur dengan langkah terburu-buru. Dia pelayan di rumah Cheryl. Wanita itu segera bergegas menghampiri sumber suara yang memecah keheningan pagi. Perempuan bernama Ruth itu tergopoh-gopoh masuk ke dalam kamar Cheryl.Di sana ia melihat pemandangan yang akhir-akhir ini makin sering terjadi dan memilukan.Cheryl sedang berdiri di dekat jendela, berdiri menatap halaman depan rumah.Ruth segera mengambil sapu dan memunguti sisa-sisa pecahan gelas itu tanpa berkata apa-apa. Ia tahu sang nona rumah sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.Perempuan itu baru bekerja tiga bulan di rumah keluarga orang tua Cheryl sejak gadis itu dirawat di rumah sakit. Dari hari ke hari Ruth merasa pekerjaannya semakin berat karena akhir-akhir ini Cheryl sering histeris dan mengamuk tidak jelas.“Biarkan saja di sana,” cegah Cheryl ketus saat melihat Ruth memunguti pecahan pi
“Pranggg ….!”Suara nyaring gelas yang dilemparkan ke lantai memenuhi pendengaran penghuni keluarga Andrew. Seorang wanita keluar dari dapur dengan langkah terburu-buru. Dia pelayan di rumah Cheryl. Wanita itu segera bergegas menghampiri sumber suara yang memecah keheningan pagi. Perempuan bernama Ruth itu tergopoh-gopoh masuk ke dalam kamar Cheryl.Di sana ia melihat pemandangan yang akhir-akhir ini makin sering terjadi dan memilukan.Cheryl sedang berdiri di dekat jendela, berdiri menatap halaman depan rumah.Ruth segera mengambil sapu dan memunguti sisa-sisa pecahan gelas itu tanpa berkata apa-apa. Ia tahu sang nona rumah sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.Perempuan itu baru bekerja tiga bulan di rumah keluarga orang tua Cheryl sejak gadis itu dirawat di rumah sakit. Dari hari ke hari Ruth merasa pekerjaannya semakin berat karena akhir-akhir ini Cheryl sering histeris dan mengamuk tidak jelas.“Biarkan saja di sana,” cegah Cheryl ketus saat melihat Ruth memunguti pecahan pi
“Maaf, aku minta maaf karena belum bisa peka dengan apa yang kamu rasakan. Maaf karena sudah membuatmu cemburu dan sakit hati, Eve,” bisik Gery pelan. Sekarang ini keduanya masih berpelukan, bahkan pelukan itu semakin menguat saat Gery membisikkan kata-kata itu.Gery merasa bersalah. Sebab kemarin pun tadi dirinya tidak menjelaskan apa pun pada Eve. Walaupun apa yang Eve lihat tadi tidak sepenuhnya benar. Eve sepertinya memang tidak melihat kejadian itu sampai akhir hingga akhirnya menyimpulkan begitu.Saat merasa jika Eve sudah lebih tenang, Gery pun mencoba melepas pelukan keduanya. Laki-laki itu menatap dalam dan penuh kasih ke arah netra Eve. Eve lagi-lagi dibuat tersipu karena mendapatkan perlakuan manis dari Gery. Eve lantas menunduk, menyembunyikan wajahnya yang memerah karena malu. Kedua tangannya juga saling bertautan dan memelintir ujung bajunya. Gery tersenyum tipis saat melihat bagaimana gemetarnya tangan Eve itu.Entah apa yang membuat Eve begitu malu. Gery tidak tahu. En
“Aku tidak bisa diam saja. Eve kasihan sekali. Dia terlihat sangat sedih tadi. Aku harus melakukan sesuatu sekarang juga!” putus Cindy cepat.“Enak saja mereka sudah buat sahabatku sakit hati tapi tidak merasa bersalah sedikit pun. Dan Gery juga kurang ajar sekali! Dasar laki-laki!” Cindy bersungut-sungut. Rasa kesalnya sungguh tidak bisa ditahan lagi.Dia hanya tidak mau jika sahabatnya bersedih karena Gery atau siapa pun itu. Walaupun Gery adalah kekasih Eve tetapi dia sangat tidak rela jika laki-laki itu menyakiti Eve. Cindy tidak akan tinggal diam jika hal itu terjadi.Cindy masih teringat bagaimana sembab juga merahnya wajah Eve tadi. Ucapannya pun begitu menyayat hati. Rasanya, sahabatnya itu terlihat buruk sekali. Eve sendiri sudah pulang sekarang ini. Karena itulah dirinya berani berkata-kata kasar juga mengumpati kekasih Eve itu.Tanpa menunggu lagi, Cindy bergegas bangkit dari kursinya dan menuju mobilnya. Cindy melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Setelah dua ouluh m
Di perjalanan, tepatnya di dalam mobil Gery yang sedang menuju kantor Eve hanya diam membisu. Gery yang melihatnya pun sedikit heran, tetapi dia tidak berniat sedikit pun untuk bertanya. Dia berpikir jika mungkin saja Eve sedang tidak ingin berbicara.Sampai di kantor, Eve pun tak juga bersuara. Wanita cantik itu bahkan langsung turun tanpa berpamitan pada Gery yang masih duduk di kursi kemudi. “Ada apa sebenarnya dengan Eve? Kenapa sikapnya begitu berbeda?” Gery bertanya-tanya, tetapi tak berlangsung lama. Laki-laki itu menggeleng kemudian turun dan masuk ke ruangannya. Di ruangannya, Eve langsung mendudukkan dirinya dengan sedikit kasar di kursi kerjanya. Hatinya sakit. Perasaannya tak keruan sekarang. Dirinya pun bingung dengan apa yang terjadi pada dirinya sendiri padahal tadi dia sendirilah yang menyetujui permintaan Ny. Andrews. Akan tetapi, sekarang dirinya malah merasa menyesal.Sebenarnya, Eve tidak ingin jika Gery menyadari sikap cemburunya. Namun, entah kenapa sangat sul
Pagi ini, Eve dan Gery memang sudah memiliki janji untuk menjenguk Cheryl yang masih berada di rumah sakit. Keduanya akan pergi bersama. Semua itu atas inisiatif Eve yang ingin menjenguk dan melihat bagaimana keadaan Cheryl sekarang ini. Sebagai sesama wanita, Eve pun merasa sangat iba pada Cheryl. Apalagi setelah tahu jika selama ini wanita cantik berprofesi sebagai model itu tidak terlalu mendapatkan perhatian dari orang tuanya. Hati Eve ikut sesak mendengarnya. Eve sekarang ini sedang bersiap di kamarnya. Dia sengaja melakukan semua rutinitasnya dengan santai karena Gery sendiri tidak keberatan jika harus menunggunya. Karena itulah Eve sedikit memanfaatkannya untuk bersantai ria.Dering ponselnya membuat Eve harus meletakkan bedak yang baru saja akan dipakainya. Dengan sedikit malas, Eve mengambil ponselnya. Namun, sedetik kemudian senyumnya mengembang saat tahu siapa yang meneleponnya sekarang.Tanpa membuang waktu, Eve lantas menerimanya dan bersuara. “Halo?”“Halo, Eve. Apa ka
“Saya pamit. Semoga Cheryl segera pulih supaya tidak menjadi beban bagi orang lain lagi,” ucap Ny. Daphne seraya menyindir.Ny. Andrews menampilkan senyumannya, dari raut wajahnya tampak dia terpaksa. Ucapan Ny. Daphne memang menohok, cukup membuat Ny. Andrews tak berkutik.“Terima kasih telah berkenan menjenguk Cheryl, Ny. Daphne,” balas Ny. Andrews.“Sama-sama. Sampaikan salam saya ketika dia sadar,” ujar Ny. Daphne.“Baik, Ny. Daphne. Sekali lagi, saya sangat berterima kasih atas kunjungannya.”Ny. Daphne keluar meninggalkan ruangan bersama Sofia. Ny. Andrews mengantarnya hingga depan pintu ruangan. Ny. Andrews menatap kepergian Ny. Daphne dan Sofia hingga mereka menghilang dari pandangannya.Ny. Andrews kembali masuk ke dalam ruangan putrinya. Dia menatap Cheryl dengan intens. Ny. Andrews menginginkan Cheryl segera pulih, dia ingin putrinya kembali seperti sedia kala.Ny. Andrews duduk di samping ranjang. Melihat putrinya yang tak berdaya serta dipenuhi alat medis di badannya memb
Sudah tiga hari Gery rutin menjenguk Cheryl. Dia sebenarnya ingin berhenti saja, tetapi Ny. Andrews terus mengiba. Ny. Andrews ingin Cheryl kembali pulih secepatnya.“Saya sudah berusaha, Tante, tapi Cheryl belum juga pulih seperti semula. Memangnya mau sampai kapan saya harus begini?”Gery tentu saja kesal, karena pekerjaannya juga menjadi terganggu. Eve mengelus tangan Gery, berharap dia lebih sabar lagi untuk membantu kesembuhan Cheryl.“Saya minta maaf karena waktumu terganggu. Tapi mohon, bantu saya sedikit lagi. Saya yakin Cheryl akan segera pulih jika kamu terus menjenguknya ke sini,” ujar Ny. Andrews.“Iya, Gery. Sedikit lagi saja, aku juga yakin Cheryl akan segera pulih,” tambah Eve.Mereka kini tengah berada di rumah sakit, tepatnya dalam ruangan di mana Cheryl dirawat. Gery melirik ke arah Cheryl yang masih terbaring lemah, belum sepenuhnya sadar. Dalam hatinya, Gery berharap Cheryl segera pulih supaya dia tidak perlu berurusan lagi dengan Ny. Andrews.“Baiklah,” ucap Gery
“Eve!” panggil Bu Kate seraya mengetuk pintu kamar putrinya.“Iya, Ibu,” sahut Eve dari dalam.“Ibu boleh masuk?” tanya Bu Kate.“Masuk saja, Ibu,” balas Eve.Eve sedang merias wajahnya dengan sedikit polesan make up. Gadis itu duduk di hadapan cermin, wajahnya tampak sangat cantik. Bu Kate tersenyum ketika melihat putrinya.“Gery sudah menunggu di depan,” ujar Bu Kate.“Benarkah?” tanya Eve.Bu Kate mengangguk, Eve segera merampungkan riasan pada wajahnya. Eve tak mau Gery terlalu lama menunggunya. Eve mengambil tas selempangnya, lalu memakai sepatu.“Kalau begitu, Eve pergi dulu,” pamit Eve.Eve berpamitan pada Bu Kate, dia berjalan menuju depan rumahnya. Ternyata benar saja, Gery sudah duduk ditemani secangkir kopi.“Sudah selesai?” tanya Gery.Eve mengangguk, Gery tersenyum tipis. Gery masuk ke dalam terlebih dahulu untuk berpamitan pada Bu Kate. Setelahnya, Gery dan Eve berjalan menuju mobil yang telah terparkir.Gery membukakan pintu mobil untuk Eve. Setelah itu, dia mengitari m