Sinar matahari tampak merangsek masuk ke celah jendela, mengusik jiwa-jiwa yang masih tertidur lelap dalam buaian mimpi.Kimi terlihat mengerutkan kelopak mata, kemudian membukanya secara perlahan. Dilihatnya pagi sudah menyapa, hingga dirinya melirik ke perut di mana masih ada lengan sang suami yang melingkar di sana.Setelah pertengkaran dan berbaikan, keduanya berbincang sampai larut malam. Hingga pagi ini Kimi tampaknya kesiangan karena begadang sepanjang malam bersama suaminya.Kimi menyingkirkan lengan Richie secara perlahan agar tidak membangunkan, melirik sekilas ke sang suami yang masih tertidur lelap. Dia pun bangun dan meraih ponsel untuk melihat sudah pukul berapa, hingga tatapannya tertuju ke tanggal yang tertera di layar.“Tunggu.” Kimi bergumam melihat tanggal di layar ponselnya.Dia lantas membuka kalender yang terdapat di ponsel, mengecek kapan terakhir dirinya datang bulan.“Sepertinya aku benar-benar telat.” Kimi nampak berpikir.Beberapa hari yang lalu dia merasa
Kimi terlihat berada di kamar mandi pagi itu. Dia bangun pagi untuk mengecek urine apakah dirinya hamil karena telat datang bulan selama beberapa hari. Dia sendiri tidak memberitahu Richie, hanya ingin memastikan dulu sebelum memberitahu suaminya itu.Kimi mengetes menggunakan tiga testpack berbeda, memandang ketiga benda itu dengan serius dan berharap semuanya menunjukkan hasil yang diinginkan. Dia sangat gugup, semua tak lepas dari keinginan memiliki anak agar bisa membahagiakan suaminya.Richie masih tertidur pulas di ranjang saat Kimi berada di kamar mandi. Hingga dia meraba sisi ranjang dan tak mendapati istrinya di sana. Dia pun membuka kelopak mata lebar dan tak melihat istrinya di sana.“Kimi,” lirih Richie karena belum sepenuhnya sadar.Richie pun memilih bangun, kemudian turun dari ranjang dan hendak mencari sang istri di dapur. Namun, langkahnya terhenti saat melewati kamar mandi dan mendengar suara isakan.Richie pun panik, lantas membuka pintu dan mendapati Kimi yang duduk
Pagi itu Richie berada di ruangannya, pria berwajah blasteran itu sedang sibuk mengecek berkas laporan data bahan baku yang dibutuhkan oleh pabrik saat asistennya mengetuk pintu dan langsung masuk ke dalam.“Pak, bahan baku produk cokelat baru pabrik hari ini datang. Apa Anda mau mengeceknya sendiri?” tanya Asisten Richie sambil menatap sang atasan yang masih sibuk dengan berkas di meja.“Oke, nanti aku akan cek sendiri. Jangan sampai mereka mengakali kita dengan memberikan bahan baku yang jelek,” kata Richie.Pria itu tidak sembarangan dalam menerima bahan baku, meski sudah bekerjasama. Dia tetap akan memantau, agar bahan baku yang digunakan layak untuk diolah menjadi produk T Factory.Siang harinya Richie bersama sang asisten mendatangi gudang untuk mengecek langsung bahan baku yang datang. Di sana sudah ada beberapa truk yang mengantri untuk masuk gudang.“Richie.”Richie menoleh saat mendengar ada yang memanggil, hingga wajahnya berubah tak senang ketika melihat siapa yang datang.
Kimi berada di rumah sakit dan bekerja seperti biasa. Dia masih sedih karena hasil tes kehamilannya menunjukkan hasil negatif. Namun, Kimi tetap mencoba bersikap biasa, karena Richie pun terus menyemangati agar dirinya tidak bersedih.“Dokter Kimi mau kopi?” tanya seorang perawat saat melihat Kimi hanya diam di ruangannya.Kimi menatap perawat yang mengajaknya bicara, lantas berdiri dan menghampiri. “Kamu mau ke kantin? Barengan aja,” ajak Kimi dengan senyum lebar.Perawat itu pun mengangguk, kemudian keduanya berjalan untuk pergi ke kantin membeli kopi.Namun, saat berjalan menuju kantin yang terletak di samping gedung UGD, Kimi melihat Maxim yang berlari ke arah UGD. Dia melihat brankar yang didorong tapi tidak melihat siapa yang terbaring di sana.Jantung Kimi tiba-tiba berdegup cepat saat melihat Maxim yang berlarian dengan wajah panik. Perasaannya mengatakan jika itu adalah ibu Noah mengingat wanita itu memang sedang sakit. Kimi pun urung pergi ke kantin, memilih mendekat untuk m
Kimi menatap Richie yang masih terlihat kesal, berusaha menjelaskan lagi dengan perlahan agar suaminya itu tidak salah paham. “Dia benar-benar sedang terpukul, hingga tadi menyandarkan kepala di pundakku. Tidak ada maksud lain,” ucap Kimi meyakinkan. “Jika kamu tidak percaya, kamu bisa melihat sendiri jenazah ibunya,” kata Kimi lagi. Richie memandang Kimi, melihat keseriusan di tatapan istrinya itu. Dia lantas menoleh ke arah Maxim berada, melihat pria itu terduduk di lantai sambil menundukkan kepala. “Maaf karena sudah salah paham dan langsung marah tanpa bertanya dulu,” ucap Richie penuh penyesalan. Ia benar-benar sangat malu. “Tidak apa-apa, aku memaklumi hal yang kamu lakukan,” balas Kimi. Richie pun mengangguk, kemudian mengajak Kimi menemui Maxim untuk meminta maaf. Maxim sendiri memaklumi, karena bagaimanapun Richie memang berhak marah karena kelancangannya telah bersandar pada Kimi. “Kamu tenangkan diri dulu, aku akan membantumu mengurus adminstrasi ibumu,” ucap Richie
Awalnya Richie merasa tak senang karena ada Lily di sana, tapi karena semua teman terlihat begitu senang melihat kedatangannya, mau tidak mau Richie pun bergabung.“Akhirnya, kamu datang juga,” kata teman Richie.“Bener banget, sudah lama sekali dia tidak ikut kumpul kita,” timpal yang lain.“Kalian tahu sendiri sekarang aku memiliki tanggung jawab lebih,” balas Richie.Teman-teman Richie langsung melirik Kimi ketika mendengar ucapan pria itu, berpikir jika yang dimaksud adalah Kimi. Mungkin saja Richie mengurangi bermain karena sudah beristri. Kimi sendiri hanya diam dan sesekali mengulas senyum saat ada yang menatapnya. Dilihatnya teman-teman Richie yang minum minuman keras, membuat Kimi sadar akan sesuatu. Dunia Richie dan dirinya memang sangat jauh berbeda.Lily memperhatikan Kimi, merasa jika istri Richie itu tak sebanding dengannya. Dari penampilan saja Lily mengambil kesimpulan jika Kimi itu kampungan dan norak, pergi ke klub tapi mengenakan pakaian yang terlihat formal.“Kalia
Kimi menatap Richie yang masih diliputi amarah, sadar jika telah salah dengan tidak memberitahukan masalah beasiswa itu kepada suaminya. Richie sendiri sebenarnya hanya takut, hingga membuatnya emosi saat mengetahui istrinya akan belajar di luar negeri.“Rich, aku minta maaf,” ucap Kimi penuh penyesalan.Richie tidak menanggapi ucapan Kimi, hanya menatap dingin sebelum kemudian pergi meninggalkan Kimi di kamar sendirian.Kimi sangat terkejut melihat Richie marah, apalagi saat suaminya itu hanya diam dan menatapnya dingin. Hatinya terasa sakit karena didiamkan, meski tahu jika semua bermula dari kesalahannya sendiri.Malam itu Richie memilih tidur di ruangan lain, sedangkan Kimi meringkuk sambil memeluk kedua kaki seperti sedang kedinginan. Ya, hatinya terasa dingin ketika melihat tatapan benci dan penuh amarah dari sang suami.“Rich, maaf,” lirih Kimi sambil menangis.***Hari berikutnya Kimi bangun lebih awal dari biasanya. Dia memasak sarapan untuk Richie sebelum berangkat bekerja,
Kimi masih memeluk Richie meski suaminya itu berusaha melepas. Dia tetap berusaha meminta maaf meski pria itu tak bicara sepatah kata pun.“Rich, maaf ya. Aku benar-benar berjanji tidak akan melakukan sesuatu lagi tanpa sepengetahuanmu. Maafin aku, ya … ya ….”Kimi terus membujuk, bahkan bertingkah lucu dengan cara memiringkan kepala untuk bisa melihat wajah Richie. Ia ingin tahu bagaimana ekspresi wajah suaminya itu. Richie memalingkan wajah ke kanan saat kepala Kimi berada di sebelah kiri, hingga beralih menghadap kiri, saat sang istri menengok wajah ke kanan.“Rich, jangan marah dong! Nanti aku nangis,” rengek Kimi yang sebenarnya sudah tidak tahu lagi bagaimana cara membujuk suaminya itu.Tanpa sepengetahuan Kimi, Richie sedang setengah mati menahan tawa karena tingkahnya. Dia tak menyangka jika Kimi akan membujuknya seperti itu dan bertingkah seperti anak kecil. Namun, Richie memang menahan diri agar tak langsung memaafkan karena ingin memberi pelajaran Kimi agar lain kali tidak