Perkataan Kimi jelas membuat Mina tak habis pikir, mungkinkah pikiran Kimi sedangkal itu? Bibirnya kelu, sedangkan saudara tirinya itu hanya menatapnya dengan pandangan mata sayu.
“Jangan berpikiran bodoh Kim! Ingat mami sama papi!”
Kimi membalas larangan Mina yang mengandung kecamasan dengan sebuah candaan lagi, “Kamu akan menjadi orang pertama yang akan aku hantui setiap malam kalau sampai aku mati bunuh diri.”
“Kimi!”
“Aku hanya bercanda!” Kimi melingkarkan tangannya ke lengen Mina. “Jangan menganggap serius, aku masih ingin pergi ke tempat-tempat yang ingin aku singgahi, aku juga ingin menemukan lelaki yang baik untuk bisa kujadikan suami.” Kimi memulas senyum. Namun, tak berselang lama senyumnya seketika hilang berganti dengan sebuah hembusan napas kasar.
“Kenapa?” Mina lagi-lagi cemas dengan perubahan mood saudaranya itu.
“Aku ingin berhenti bekerja di rumah sakit itu, aku tidak sanggup lagi. Terlalu banyak kenangan bersama Noah di sana.”
Kini Mina ikut mengembusakan napasnya kasar, tak bisa memberi nasihat ke Kimi, dia memilih menepuk-nepuk lengan saudaranya itu pelan. Mina mencoba menyemangati dengan berkata bahwa setiap ujian hidup pasti bisa dilalui setiap manusia asal tetap optimis dan mengingat Tuhannya.
-
-
-
“Biru kamu benar ga mau pulang sama Segara dan Mama?” tanya Mina yang mengajak anaknya pulang setelah semalam menginap di apartemen Kimi.
“Mau sama onikim.” Rengekan Biru membuat Mina geleng-geleng kepala, putranya itu bersembunyi dibalik badan Kimi agar tidak diajak pulang olehnya.
“Ya udah, Biru sama onikim hari ini, tapi janji harus nurut ya?”
Kimi menolehkan kepalanya setelah bertanya, anggukan polos dari sang keponakan membuatnya gemas sampai ingin sekali mencubit pipi bocah itu.
Akhirnya Mina dan Segara pun pulang terlebih dulu, sedangkan Biru masih terus mengekori Kimi kesana-kemari di dalam apartemen itu.
Biru memang begitu lengket ke Kimi, mungkin karena sejak bayi bocah itu lebih sering dijaga olehnya. Berbeda dengan Segara yang sehat dan jarang sakit saat masih bayi, Biru sering sakit-sakitan, untuk itu Mina meminta bantuan Kimi yang memang berprofesi sebagai dokter untuk terus memantau kesehatan sang putra.
_
_
_
Beberapa jam berada di apartemen, Biru nampaknya sudah bosan. Ia merengek meminta untuk diantar pulang saat Kimi berkutat dengan laptopnya untuk membuat surat pengunduran diri. Ya. dia sudah memantapkan hatinya untuk berhenti bekerja di rumah sakit tempatnya bernaung saat ini.
Rengekan Biru semakin membuat Kimi resah, ia pun memercepat tulisannya. Dan setelah dirasa surat yang dia susun sudah sempurna dari segi tata bahasa dan penyampaian isinya. Ia segera mengirimkan surat itu ke E-mail HRD rumah sakit,
“Biru sabar ya, onikim mandi bentar terus onikim antar biru pulang.”
Mendengar ucapan tantenya Biru pun mengangguk paham, bocah itu memilih duduk sambil menggulirkan bola ke lantai karena Kimi melarangnya bermain bola di dalam rumah.
Sementara itu, di sebelah Richie juga tengah bersiap-siap untuk meninggalkan apartemennya. Mamanya lagi-lagi merengek sejak subuh tadi, membuatnya tak tega untuk terlalu lama pergi dari rumah. Richie juga sadar bahwa tindakannya cukup kekanak-kanakan, apa pun masalah yang terjadi tak seharusnya ia menghindar seperti sekarang.
Berjalan ke arah lift setelah keluar dari apartemennya, Richie terdiam sesaat di depan pintu tanpa memencet tombol. Sejujurnya, sampai detik ini Ia masih saja memikirkan Abel. Richie mengembuskan napasnya kasar, ia sudah berniat menjauhi Abel dan mengabaikan gadis itu jika bertemu kembali.
_
_
_
Kimi menggandeng Biru untuk mengantar bocah itu pulang. Namun, setelah sampai di parkiran ponselnya tiba-tiba saja berbunyi. Sebuah nama yang muncul di layarnya membuat Kimi tidak bisa mengabaikannya begitu saja.
Memberi perintah ke sang keponakan untuk tetap berdiri di dekatnya, Kimi pun menerima panggilan dari manager HRD rumah sakit tempatnya bekerja.
“Dokter Kim apa ada masalah lain?”
Suaara di seberang sana membuat Kimi merasa sedikit tak enak hati, gadis itu pun menjelaskan alasannya kembali, meskipun di surat yang sudah dia kirimkan tertulis jelas alasannya memilih keluar.
Saat Kimi masih sibuk dengan panggilan itu, Richie yang sudah sampai di parkiran menekan kunci sambil berjalan menuju mobilnya. Wajah pria itu tiba-tiba saja berubah, Ia berlari karena seorang anak kecil berumur sekitar empat tahun baru saja menendang bola dan mengenai kaca mobilnya. Untuk anak sekecil itu, tendangannya begitu keras hingga membuatnya lari untuk mengecek kondisi kendaraannya.
“Kamu tahu kan ini parkiran bukan lapangan kenapa kamu bermain bola di sini?”
Richie bertanya dengan sedikit emosi.
Bocah laki-laki itu hanya menatap Richie dengan tatapan polos, sampai Kimi mendekat dan langsung menangkup pipi bocah yang merupakan keponakannya-Biru.
“Onikim udah bilang kan tadi, kalau Biru ga mau pulang sama mama harus nurut sama onikim, tadi onikim minta Biru nunggu kenapa malah pergi? Kalau ada mobil yang ga lihat biru gimana? Biru kan masih kecil.”
Kimi menoleh ke arah Richie dan menundukkan kepalanya-menyapa. Namun, tak disangka. Biru malah menangis sambil menunjuk-nunjuk ke arah Richie. Kimi pun merasa bahwa putra Nova itu baru saja memarahi atau melakukan sesuatu yang tidak baik ke sang keponakan.
“Kenapa? ada apa?” tanya Kimi cemas, sementara Richie hanya melongo mendapati bocah itu menunjuk ke arahnya.
“Kamu dipukul sama orang ini?”
Biru malah menganggukkan kepala, membuat Kimi tiba-tiba saja murka dan memaki Richie.
“Eh … loe apain anak sekecil ini?”
Richie masih saja melongo, untuk membentengi diri dia pun berkata tidak melakukan apa-apa dan malah menyalahkan Biru karena menendang bola sampai mengenai kaca mobilnya.
“Mobil rusak bisa diperbaiki, tapi mental anak kalau udah jatuh sampai kapanpun bikin trauma tau! pernah belajar psikologi ga sih?” Kimi merogoh sesuatu di dalam tasnya, untuk beberapa saat ia terlihat bingung sendiri.
“Nih … hubungin ke sini buat ganti rugi perbaikan mobil kamu!” ketusnya lalu mengambil bola dan menggandeng Biru pergi dari sana.
Richie masih terdiam diposisinya, wanita itu ternyata memberinya sebuah kartu nama.
“Nicholas Sebastian Adam-CEO ABI TV, apa wanita galak itu istrinya?” gerutu Richie yang lebih memilih membuang kartu nama itu dan bergegas masuk ke mobilnya.
"Wah ... kenapa wanita yang membuat aku terpesona selalu sudah dimiliki pria lain?" gerutu Richie.
Sebelum pulang ke rumah, Richie sengaja pergi ke rumah temannya yang seorang produser musik. Richie memang bekerja menjadi seorang penulis lagu karena begitu menggilai dunia seni dan musik sejak kecil, bahkan beberapa lagu ciptaannya dinyanyikan oleh penyanyi terkenal dan sangat sukses di pasaran. Namun, Richie memakai nama lain sebagai pencipta lagu, agar tidak ada yang tahu identitas aslinya-'Riga' singkatan dari namanya sendiri Richard Tyaga. Keluarganya pun sudah mengetahui pekerjaanya ini tapi tidak pernah berkoar-koar karena Richie meminta mereka merahasiakannya. Karena hal ini juga lah kakak kandungnya-Daniel tak pernah menuntutnya bekerja di perusahaan mendiang sang papa. Kebahagiaan Richie adalah kebahagiaan Daniel, hingga kejadian yang membuat Daniel murka beberapa hari yang lalu menjadi awal keputusan pria itu. Meskipun Daniel sudah menikah, Richie masih saja berusaha menyatukannya dengan mantan kekasihnya. Rasa bersalah Richie yang setahun lalu membuat Daniel dan Abel be
“Uhuk.” Richie berpura-pura batuk. Setelah mengambil minuman di dalam lemari pendingin, pria itu mendekati Ghea-kakak iparnya yang sedang sibuk membuat teh di pantry.“Kenapa? ada apa? sudah ngambeknya.”Sindiran Ghea membuat Richie salah tingkah, cukup sudah. Ia berjanji, ini kali terakhir dia minggat karena kesal. Menggaruk rambut kepalanya yang gatal karena belum keramas, Richie memberanikan diri menanyakan sesuatu ke sang kakak ipar.“Apa kamu mungkin mengenal CEO ABI TV?”“Kenapa?”“Apa istrinya galak?”Ghea melipat kening mendapati pertanyaan sang adik ipar yang dirasanya sangat aneh. Namun, belum juga mendapatkan jawaban dari kakak iparnya itu, kini pikiran Richie sudah berubah. “Sudahlah, tidak usah dijawab! aku hanya iseng bertanya,” ucapnya sambil berlalu.“Kenapa aku merasa wajah gadis itu tidak asing,” gumam Richie sepanjang perjalanannya menuju ruang keluarga untuk menemani sang mama.---Menyandarkan punggung di sofa dan memeluk bantal dengan nyaman, Kimi menatap lay
Lama Kimi terdiam di parkiran rumah sakit tempatnya bekerja. Ia masih ragu untuk turun dan menginjakkan kaki keluar, apa lagi masuk ke dalam sana. Meskipun setuju untuk bertahan satu bulan lagi, setelah diberikan libur selama satu minggu, tapi Kimi takut akan goyah dan memilih terus bertahan bekerja, jika banyak rekan atau seniornya yang mempengaruhi keputusannya nanti.“Ayo Kim semangat! bulatkan tekatmu, jangan goyah!” gumamnya sambil menyambar tas lalu mematikan mesin mobil. Gadis itu turun dan meraih jas snellinya di kursi penumpang sebelum benar-benar mengunci mobilnya.Kimi berjalan masuk dengan langkah tak bersemangat, gadis itu tak sadar gerak-geriknya sedari tadi diamati oleh seseorang dari dalam mobil. Ya, siapa lagi kalau bukan putra kesayangan Nova dedengkot perkumpulan MAPAN.Seminggu yang lalu Daniel mengalami sebuah insiden kecelakaan, untuk itu Richie berada di rumah sakit dan mengurus kakaknya itu.“Jika dia dokter dan bekerja di rumah sakit ini, kenapa aku tidak meli
Sara syok, ia benar-benar terkejut saat putri kesayangannya bercerita bahwa sudah mengundurkan diri dari rumah sakit tempatnya bekerja. "Kim, kenapa? Lalu kamu mau ngapain? nganggur?" Sara begitu kecewa. Kimi memilih diam dan tidak memberitahu alasan sebenarnya ke sang mami. Sejujurnya Kimi bingung dan juga merasa bersalah. Pertama, gadis itu bingung karena harus merogoh tabungannya beberapa bulan ke depan untuk membayar cicilan apartemen. Kimi sadar ini tidak mungkin dilakukannya setiap bulan, jadi dia harus segera mencari pekerjaan demi cicilan. Kedua, Kimi merasa bersalah ke orangtuanya, terutama ke sang mami-Sara, tapi sebagai orang yang berkecimpung di dunia medis, Ia sadar harus menjaga kewarasannya. Menurut Kimi, dirinya sudah berada diambang batas kemampuannya untuk menjaga kesehatan mentalnya jika terus bertahan di sana. "Nanti Kimi cari kerjaan deh Mi, untuk sementara aku mau nganggur dulu," Jawab Kimi, ia menggigit bibir bawahnya takut jika kena sembur Sara. Faraj ya
Richie masih menatap Kimi dengan seringai nakalnya, Ia masih tak menyangka gadis seimut Kimi sudah memiliki anak. Cincin yang melingkar di jari manis gadis itu, Richie yakini sebagai cincin pernikahan. Ia sengaja mencuri kesempatan, membiarkan Kimi masih memegang erat kedua lengannya di balik kemeja biru yang dia kenakan.Masa bodoh kali ini, jika harus menjadi pebinor pun aku rela. Richie masih menatap wajah Kimi, hingga dia tersadar dan bertanya, “apa kamu mengingatku?”Kimi menggelengkan kepalanya berpura-pura. Sejujurnya dia takut karena pernah memarahi Richie secara membabi buta saat Biru menendangkan bola dan mengenai kaca jendela mobil pria itu. “Apa kamu sudah meminta ganti rugi ke orang yang kartu namanya aku berikan kepadamu?”Richie menggeleng.“Kenapa?” tanya Kimi lagi.“Bisakah kamu melepaskan cengkeramanmu dari lenganku?”Kimi seketika melepaskan pegangannya ke Richie, ia sempat oleng lagi karena ternyata heel sebelah sepatunya patah. Beruntung dia tidak terjerembab kem
Kimi berusaha menutupi rasa groginya. Ia merasa habis, berakhir, tak ada harapan. Gadis itu menangis di dalam hatinya. Mendapati pria yang dia maki, pria yang ia curhati asal-asalan di rooftop beberapa hari yang lalu ternyata pemilik perusahaan tempatnya melamar pekerjaan. Richie terlihat bersikap biasa di depan para karyawan dan pelamarnya. Ia beberapa kali melempar pertanyaan ke dua pelamar lain, dan saat giliran Kimi, Richie mengerutkan kening dan berhasil membuat gadis cantik itu menelan saliva. Kimi Zia Azzahra, Kimi-jadi namanya Kimi. Mata Richie fokus pada CV dan membaca catatan tim HRD yang mewawancarai Kimi kemarin, di sana tertulis 'tidak menjawab dengan baik alasan keluar dari rumah sakit tempatnya bekerja sebelumnya'. Namun, Richie memutuskan untuk tidak menanyakan hal itu kepada Kimi.“Jika kamu diterima bekerja di klinik rumah sakit ini, apa yang bisa kamu janjikan ke perusahaan kami?” tanya Richie sambil menekan pulpen miliknya lantas menyandarkan punggungnya ke kurs
“Ada apa?”"Pa-pak Ri-Ri-Richard."Jim tergagap-gagap melihat adik atasannya bersikap biasa saja saat Kimi sampai ke ruangannya. Gadis itu pun bingung, menatap secara bergantian Richie dan Jim yang terlihat megap-megap. “Bukankah anda tadi berkata akan berpura-pura sesak napas dan meminta saya memanggilkan dokter dari klinik?” Jim menyatukan giginya, alis matanya bergerak-gerak mencoba berkomunikasi dengan Richie yang benar-benar membuatnya malu.“Maaf jim, tapi aku merasa seperti orang bodoh saat memandangi wajahku sendiri yang berpura-pura sesak napas tadi, mukaku seperti ikan terkena kail. Tidak mungkin aku membiarkan dia melihat wajah jelekku.”“Jadi, apa anda sudah baik-baik saja?” tanya Kimi dengan wajah kebingungan.“Ya-ya aku baik-baik saja!” jawab Richie yang sama sekali tidak menunjukkan rasa bersalahnya ke Jim.Kini tatapan Kimi beralih ke pria bernama lengkap Jimmy Lin itu. Sorot matanya jelas menuntut sebuah jawaban. Jim benar-benar tak berkutik, hingga Richie mengalihka
“Mi!”“Apa? udah nggak usah!”Kimi yang malam itu kembali menginap di rumah maminya terheran dengan ke-gede rasaan Sara kepadanya. “Mami tahu kamu mau kasih gaji pertama kamu di T Factory buat Mami kan? udah ga usah,” ucap Sara dengan santainya. Wanita itu memeluk bantal sofa dan asyik menonton acara gosip sore di televisi. Bukan tanpa alasan Sara mengatakan hal itu, Kimi terkadang memang suka berjanji akan melaksanakan sesuatu jika tujuan yang diinginkannya tercapai, semacam nazar. “Mami GR, bukan itu!” Kimi mencebik, ia lantas bangkit dan pergi meninggalkan Sara sebentar menuju dapur.“Apa? kamu mau martabak manis?” teriak Sara setengah peduli ke putrinya itu. "Pesen aja via go back."Sara masih menatap layar televisi saat Kimi kembali dengan membawa dua cangkir teh di tangannya. Menyuguhkan teh itu ke maminya, Kimi pun bertanya,” Mi, kalau ada pria yang tanya apa kamu sudah punya pacar, Mami tahu nggak itu artinya apa?”“Suka sama kamu lah apa lagi? jangan sok polos deh Kimoci,”
Malam itu rumah Richie terlihat ramai dengan pria dan wanita yang berpakaian pelayan, rapi dan seragam. Mereka tampak mondar-mandir mengeluarkan makanan juga minuman kemudian menatanya di meja-meja yang terdapat di ruang tamu yang disulap menjadi tempat pesta.Richie dan Kimi ternyata merayakan Anniversary pernikahan mereka yang ke 19. Mereka kali merayakan dengan cara hal yang tidak biasa karena Richie ingin menyenangkan Kimi.“Hati-hati membawa kuenya.” Seorang pelayan terlihat mengomando beberapa pelayan pria yang sedang membawa masuk kue anniversary Kimi dan Richie.Kue dengan tinggi satu meter itu, terlihat cukup mewah dan indah.Orang-orang di sana sibuk ke sana-kemari mengatur tempat pesta itu, mereka harus sudah siap sebelum tamu undangan datang.Di kamar, Kimi baru saja selesai berdandan. Wanita itu terlihat masih cantik dan anggun di usianya saat ini.“Kamu sangat cantik.” Puji Richie sambil memeluk Kimi dari belakang.“Aku memang cantik sejak dulu, jangan merayu,” balas kim
Hari itu Kimi pergi ke tempat Sara, entah kenapa dia ingin sekali datang ke sana setelah beberapa hari ini keluar kota dan sibuk dengan pekerjaan. Dia juga sekalian ingin memberikan oleh-oleh yang dibelinya saat pergi bersama Richie.“Tumben kamu pagi-pagi sudah ke sini, ga ke rumah sakit?” tanya Sara saat melihat Kimi datang sendiri.“Habis ini mau ke rumah sakit, tapi aku memang sengaja ingin mampir ke sini,” jawab Kimi.Kimi masuk dan meletakkan barang bawaannya ke meja makan, sedangkan Sara memperhatikan apa yang dibawa putrinya itu.“Kamu bawa apa?” tanya Sara.“Kemarin aku ikut Richie ke luar kota karena ada urusan bisnis, aku belikan sedikit oleh-oleh buat Mami sama Papi,” jawab Kimi kemudian merekahkan senyum.Sara senang karena Kimi masih memberinya banyak perhatian meski sibuk dengan urusan keluarga dan pekerjaan.Kimi merangkul lengan Sara, lantas mengajak sang mami berjalan menuju sofa. Dia hendak bermanja ke sang mami, meski sadar jika sudah bukan lagi anak-anak.Kimi me
“Kamu seharusnya tidak seperti itu, Sya.”Richie bicara setelah Kimi pergi, ditatapnya Marsha yang terlihat tidak merasa bersalah sama sekali.“Tidak seperti itu apa sih, Pi? Bukankah aku sudah bilang jika memang punya pacar, papi dan mami juga tidak protes. Kenapa sekarang marah?” Marsha tidak mau disalahkan soal dirinya yang pergi berpacaran.“Mami dan Papi memang tidak protes kamu berpacaran, tapi bukan berarti kami akan diam kalau kamu berbohong. Mamimu hanya mempermasalahkan kenapa kamu berbohong, apa karena kini punya pacar, jadi membuatmu juga suka berbohong?” Richie bicara sambil menatap tajam Marsha, agar putrinya itu tahu kalau dirinya tidak bercanda.Marsha terlihat bingung mendengar ucapan ayahnya, hingga kemudian membalas, “Aku ‘kan takut kalau kalian marah.”“Sekarang kami semakin marah karena sikap kamu ini. Kamu tidak memikirkan perasaan dan kecemasan kami, Sya. Misal kamu berbohong pergi bersama Zie, tapi kenyataannya tidak, lalu terjadi sesuatu kepadamu, kami bisa ap
Marsha sangat terkejut melihat Kimi yang berjalan cepat ke arahnya bersama sang ayah. Baru saja Kimi berkata kalau masih di luar kota, bagaimana bisa sekarang sudah berada di sana.“Mati aku,” gumam Marsha ketakutan.Andro terlihat bingung melihat Marsha yang ketakutan, hingga menoleh ke arah Marsha memandang dan melihat orangtua Marsha yang sedang mendekat.“Ndro, kamu kabur saja dulu. Takutnya Mami nanti ngamuk! Perintah Marsha sambil mendorong lengan Andro agar segera pergi meninggalkan dirinya.Andro panik saat Marsha memintanya pergi, dia pun berpikir untuk kabur agar tidak mendapatkan masalah.“Baiklah, kamu tidak apa-apa menghadapi kedua orangtuamu sendirian?” tanya Andro yang sudah bersiap pergi.“Tidak apa-apa, buruan sana!” Marsha mendorong tubuh Andro agar segera pergi.Andro pun akhirnya pergi sebelum Kimi dan Richie sampai di sana. Namun, dia pun berjalan seolah sedang menikmati suasana car free day dan tidak berlari karena takut mencurigakan.Kimi menyipitkan mata saat
Kimi benar-benar kebingungan karena Marsha pergi tanpa izin dan berani berbohong. Dia pun akhirnya mencoba menghubungi Zie untuk bertanya apakah Marsha ada di sana.“Halo, Zie.”“Halo, Tan. Ada apa Tan pagi-pagi telepon?” tanya Zie dari seberang panggilan.“Zie, apa Marsha ada di rumahmu?” tanya Kimi dengan wajah panik.“Enggak Tan,” jawab Zie jujur. “Memangnya Marsha bilang kalau mau ke sini?” tanya Zie balik.Kimi langsung memegangi kening saat mendengar jawaban Zie, kepalanya berdenyut ngilu karena putrinya pergi entah ke mana.“Tidak, ya sudah Zie. Makasih infonya,” ucap Kimi kemudian mengakhiri panggilan itu.“Bagaimana?” tanya Richie saat melihat Kimi sudah selesai bicara dengan Zie.“Dia tidak ada di tempat Zie,” jawab Kimi semakin merasa kepalanya pening. “Kita harus mencarinya, Rich.” Kimi pun mengajak Richie untuk mencari Marsha.Di sisi lain. Marsha sedang jalan-jalan bersama Andro di car free day. Gadis itu hanya memanfaatkan kesempatan saat kedua orangtuanya pergi, Marsha
Setelah urusan pekerjaan selesai, Richie pun menepati janji untuk mengajak Kimi jalan-jalan. Seperti sore itu, keduanya pergi ke tempat bernama Kota Lama, di mana banyak bangunan tua dari zaman penjajahan, terjaga dengan baik sampai sekarang. Kimi berjalan sambil merangkul lengan Richie, melangkah sambil menikmati bangunan di sana.“Beli itu, Rich.” Kimi menunjuk ke arah pedagang yang berjualan di luar area kota lama.Pedagang kaki lima yang menjajakan jualannya dengan cara berkeliling, penjual itu kini sedang berhenti karena ada yang beli.“Apa itu higienis? Bagaimana kalau makanan yang dibuat itu tidak sehat?” tanya Richie cemas.Kimi mencebik lantas menoleh suaminya, wajahnya cemberut seperti anak kecil yang sedang merajuk.“Kalau mikirnya ke sana, kita tidak akan menikmati apa yang ada. Pasrah saja, misal ga higienis terus sakit, ya nasib,” ujar Kimi karena terlanjur ingin mencoba jajanan yang dijual di sana.Richie sudah tidak bisa berkata-kata, hingga akhirnya menuruti keinginan
Kimi dan Richie pergi ke Semarang sesuai jadwal yang sudah ditentukan, meninggalkan Marsha di rumah tanpa pengawasan karena mereka percaya jika putrinya sudah tidak melakukan hal aneh-aneh lagi seperti dulu.Begitu tiba di kota itu, Kimi dan Richie langsung pergi ke hotel tempat mereka akan menginap selama di sana, juga hotel itu nantinya akan jadi tempat pertemuan rapat antara Richie dan perusahaan yang akan bekerjasama dengan pabriknya.“Mungkin dua hari ini aku akan disibukkan dengan rapat dan juga peninjauan lokasi pembangunan pabrik, apa kamu tidak apa-apa misal belum bisa ke mana-mana?” tanya Richie sambil menatap Kimi yang sedang memasukkan koper ke lemari.Kimi menoleh, lantas menggelengkan kepala pelan. “Tidak apa-apa, yang penting bisa refreshing.”**Richie langsung dihadapkan dengan rapat di sore hari, sedangkan Kimi memilih berada di kamar menunggu Richie rapat. Mereka berniat makan malam di luar setelah Richie selesai rapat.Kimi menyalakan televisi yang ada di kamar hot
“Aku ada urusan bisnis ke luar kota selama beberapa hari.”Richie yang baru saja pulang dan kini sedang melepas manik kemejanya, langsung mengungkapkan perjalanan bisnis yang harus dilakukannya.“Ke mana?” tanya Kimi.“Ke Semarang,” jawab Richie.Kimi terlihat berpikir, kemudian kembali memandang Richie.“Berapa hari?” tanya Kimi kemudian.“Mungkin lima atau enam hari. Soalnya mau peninjauan lokasi pabrik baru di sana,” jawab Richie.Kimi tiba-tiba bangun dari duduknya, lantas berjalan dengan cepat ke arah Richie berdiri.Richie mengerutkan dahi, menatap Kimi yang tersenyum-senyum.“Kenapa kamu tersenyum seperti itu?” tanya Richie dengan satu alis tertarik ke atas.“Rich, aku boleh ikut nggak?” Kimi bicara dengan manja, bahkan memainkan jari di dada suaminya.Richie merasa aneh karena Kimi mau ikut, tapi kemudian tersenyum dan mengangguk.“Boleh, sekalian honeymoon lagi. Kita sudah lama tidak pergi bersama,” ujar Richie, dia ingin memanfaatkan waktu bersama.Kimi mengangguk-angguk set
Hari itu Nova mengadakan pesta di rumahnya. Richie, Kimi, dan Marsha pun hadir di pesta itu. Banyak teman Nova yang datang, termasuk teman Nova yang ingin menjodohkan cucunya dengan Marsha.“Richie, Kimi, ini Cantika teman Mama.” Nova memperkenalkan temannya.Richie dan Kimi tentunya bersikap sopan dengan menyapa dan memperkenalkan diri.“Ini Jeremy. Cucunya Cantika.” Nova lantas memperkenalkan seorang pria yang berdiri di samping temannya.“Dia itu yang Mama ceritakan kemarin dan mau Mama jodohkan sama Marsha,” bisik Nova ke telinga Richie.Richie langsung menoleh sang mama karena kembali membahas masalah perjodohan Marsha.“Selamat malam, Om, Tante.” Jeremy menyapa dengan sopan, sedikit membungkukkan badan untuk memberi hormat.Kimi sedikit terkesima dengan sikap Jeremy yang ramah dan sopan, jarang ada pria seumuran Jeremy yang bisa menghargai orang yang lebih tua darinya.Setelah berkenalan, Richie meminta bicara berdua dengan Nova, sedangkan Kimi memilih menemani Cantika dan Jerem