Hi hi i'm back, maaf sudah menunggu terlalu lama ;)
Happy reading, have you fun enjoy it ;)
--------------------
Kekesalan Tara masih tercetak jelas di wajah mungilnya sedang Vin tak henti hentinya menggoda dengan jokes ringan, sayangnya Tara sama sekali tak menggubris Vin walau pria itu berusaha lucu dalam sifat dinginnya.
Jelas kesal! jika ia pergi ke Paris untuk perkembangan bisnis dan kerja sama antar perusahaan, mengapa repot repot mengatur jadwalku dan memaksaku mengikutinya? Menyebalkan!
"Aku akan suruh Fyodor menemani jalan jalanmu jika kau mau." Vin kembali merangkul Tara yang telah dilepas beberapa kali olehnya.
"Apa?! Kau kira siapa priaku? Fyodor?!" pekik wanita itu dengan nada kesal, kedua tangan mungilnya senantiasa terlipat di dada. Langkah cepat itu terhenti kemudian berbalik menatap Vin nyalang penuh permusuhan.
"C'mon Tara maafkan aku. Lalu, apa yang harus ku lakukan?" Vin teramat bodoh jika menyangkut wanita di depa
Happy reading ;)---------------Tara memutuskan akan kembali ke hotel saat mentari mulai meredup berganti senja. Ia tak menyangka bahwa waktu yang ia lewati bersama Matt tak begitu terasa. Tara melirik jam tangan di pergelangan tangannya, senyum itu kian merekah mengingat waktu yang ia habiskan selama 3 jam di museum orsay. Itu berarti Vin telah menyelesaikan meeting dan akan segera kembali ke hotel."Mengapa kau tersenyum seperti itu?" tanya Matt mendapati jejak tawa yang tertinggal di sana."Tidak, aku hanya sedang bahagia." Wanita itu merogoh ponsel saat getarannya kembali bergetar untuk ketiga kali, dan ketiga kali pula ia mematikan panggilan tersebut.Matt yang melirik sekilas hanya menggeleng konyol. Bagaimana bisa seorang mafia seperti Vin begitu tak berharga di depan wanitanya. Oh God! Harusnya pria itu turun jabatan saja jadi Hitman, misalnya."Kau mengerjai kekasihmu?" tanya Matt yang mulai berjalan beriring dengan wanita itu.
Happy reading ;)-------------------"Kau tak apa?" Matt meraih tissue dan segera memberikannya pada Tara, wanita itu bergegas membersihkan noda di bajunya."Maafkan aku, aku tak sengaja." Wanita bersurai golden blonde tersebut meminta maaf sedikit menunduk."Kau bukankah wanita yang ada di museum Orsay?" selidik Tara, walnut legam Tara segera beralih pada noda yang masih tercetak jelas di sana."Ah, mungkin kau salah orang.""Tidak, penglihatan ku masih normal dan sangat sangat jelas." Kening Tara mengerut kesal. Sementara wanita itu hanya mengangkat alis acuh dan berlari memandang Matt."Bukankah kau asisten Mr Vin?" tanyanya mengalihkan pembicaraan."Ya, bagaimana kau tahu?" Matt meraih beberapa kantong makanan yang di bawa oleh Tara. Getaran ponsel kembali membuat Matt mendesah namun mau tak mau ia mengangkat teleponnya saat panggilan tersebut berasal dari Vin."Ya, aku sudah di bawah akan segera kesana," ujar Matt.
Happy reading ;)----------------Vin memilih keluar dari kamar dan menemui Grace yang tengah duduk manis dengan coffe berada dalam genggamannya. Wanita itu menaruh gelas tersebut saat walnutnya bertubrukan dengan Vin.Ia berdiri dan berjalan hendak memeluk Vin, namun pria itu meraih bahu Grace untuk menghentikan tindakannya. Vin mencengkram kuat hingga wanita itu meringis menahan sakit."Jaga sikapmu, jika kau tak ingin bajumu remuk dalam genggamanku," desis Vin penuh ancaman."Hubungan kita hanya sebatas teman masa kecil," sambungnya kemudian. Matt hanya tersenyum simpul melihat adegan itu dari arah dapur. Ia tengah menyiapkan beberapa makanan yang Tara belikan.Grace menelan saliva kelat bersama pandangan yang kosong dan terkejut. Benarkah pria ini tak merasakan sesuatu yang menggebu padanya? Atau benarkah Vin telah jatuh cinta pada wanita itu?"A-aku.. .""Aku tak akan memberikan kesempatan sedikitpun pada orang yang hanya
Happy reading ;)------------------Mentari kembali mengisi hari, namun walnut legam Tara tak mendapati keberadaan Vin di sampingnya seperti semalam. Ia bergerak perlahan seraya mengusap kelopak yang senantiasa terpejam enggan menyapa hari. Kemana Vin?Ia terduduk dengan bersandar pada head bed. Seketika fikirannya melayang pada malam panjang bersama Vin, pria itu dengan terbuka menjelaskan hubungannya dengan Grace di masa kecil.Vin memang sangat tertutup pada orang lain, namun Tara tak tahu apa yang menyebabkan Vin seperti itu dan Grace hanyalah seorang teman yang dapat sedikit masuk dalam hidupnya. Maka dari itu, Vin menganggap wanita itu teman yang ia miliki.Berbeda dengan Grace sendiri, wanita itu tampak mengharap suatu hubungan yang lebih jauh dari sekedar teman atau sahabat. Tetapi, apa mungkin Vin tak memiliki perasaan sedikitpun pada Grace?Tara menghembuskan nafas berat. Ia menarik ingatan pada beberapa kejadian yang sedikit mengg
Happy reading ;)------------------Vin tersenyum simpul hingga cerutu yang berada dalam himpitan jari telah melebur percuma bersama api. "Tergantung sebusuk apa yang ia lakukan, maka aku akan membalas lebih dari itu."Manik cokelat itu tajam bak elang yang akan memangsa dan menghabiskan seluruh rantai makanan dengan semestinya. Tara termenung dan memasuki walnut rapuh namun entah mengapa kini terasa dingin menusuk hingga ke dasar.Sebenarnya siapa dia? Ia bahkan belum mendapat kepastian tentang apa yang ia curigai pada kekasihnya sendiri. Namun melihat sorot mata tajam seperti iblis, haruskah ia menduga bahwa kekasihnya sendiri adalah seorang mafia? Atau ia termasuk ke dalam tim kejahatan internasional yang terorganisir?"Oh begitu, ku rasa aku butuh udara segar untuk menjernihkan pikiran ku." Tara segera beranjak dan berlalu meninggalkan ruangan tersebut.Kepalan tangan wanita itu kian mengetat seiring aliran adrenalin yang terus ter
Happy reading ;)-----------------le Jules Vernes, 08.00 a.m.Lima hari berlalu, Tara memutuskan untuk benar benar berhenti berspekulasi tentang prianya. Ia yakin apapun yang dilakukan Vin padanya hanya semata mata untuk melindungi dirinya.Pria yang begitu menawan dan telah benar benar hidup dalam jiwanya membuat tak ada alasan untuk membenci atau bahkan menjauhi. Justru, ia ingin terus memendam dan mengisi hati oleh keseluruhan prianya."Semua orang tau aku tampan, berhentilah memandangku seperti itu." Vin meraih wine dan menyesap perlahan."Astaga mengapa mulutmu seperti wanita?" Tara menusuk chicken panggang yang telah dingin."Karena kau yang membuatku seperti ini," kekeh Vin dan kembali memotong sandwich tuna."Gaya makanmu memang seperti itu?" Tara mendelik sebelum kembali melahap potongan daging."Tak ada yang salah," jawabnya santai."Berikan padaku." Wanita itu meraih piring milik sang kekasih, ia mengu
Happy reading ;)--------------"Aku tak suka mengulang pertanyaan, siapa yang menyuruhmu menabrak Tara dan memasang alat pelacak pada tubuhnya?" Matt menatap tajam dengan mengeluarkan deagle dan menempatkannya di depan mata.Pria itu bergetar bersama rasa takut yang mulai menguasai diri. Ia tak tahu bahwa yang ia lakukan akan berakibat fatal seperti ini, bahkan ia tak tahu jika wanita itu adalah kekasih dari seorang Mafia.Matt menarik pelatuk bersiap menembak. "S-simone," ujar pria itu dengan walnut merah dan berkaca."Simone? Siapa dia?""A-aku tidak tahu, y-yang jelas dia membayarku untuk menempelkan penyadap itu." Matt menghela nafas panjang dan memindahkan posisi muzzle di area pelipis."Maafkan aku, ampuni aku. Biarkan aku hidup!" Pria itu memohon dengan tangis yang mulai meledak.Sementara Matt, ia mendesah kasar menurunkan deagle dan melemparnya pada Fyodor. Ia memasukkan kedua tangan ke dalam saku dan berjalan menjauh
Happy reading ;)------------"Astaga! Kau tak apa?" Tara segera membantu menepuk bahu prianya yang masih terbatuk."I'm okay," jawabnya dengan berusaha menghela nafas panjang untuk mengisi rongga dada."Sudahlah, lupakan. Lebih baik kita menikmati malam ini sebelum kembali ke Los Angeles."***Kedua kalinya Tara berdehem canggung saat sepatu high heels nya menapaki anak tangga menuju kabin. Beberapa kali pula ia terpesona dengan design interior yang memanjang kedua matanya di sana.Sementara Vin terus menggenggam jemari Tara dan tersenyum lembut seperti biasanya. "Kau ingin makan apa nanti siang?" tanyanya saat mereka telah duduk di ruang utama dan melepas kacamata hitam yang membuat pria itu tampan dengn rate tertinggi."Terserah." Tara membuka ponsel yang tak pernah ia sentuh selama di paris.Tara kau dimana?Mengapa tak mengangkat telepon ku?Aish kau sedang bersama Vin?Tara, apa dia menyatakan
Waaah ini adalah part endingnya yaa temen temen, terimakasih banyak udah setia membaca novelku sampai akhir ya huhu terharuu akutuuu :')Yuk ah lanjuuuuutttt ;*Have you fun enjoy it!------------Pink Sands Beach, Bahama.Nyatanya Vin benar benar berdebar karena pembahasan di ruang meeting bersama beberapa rekan dan kerabatnya kini menjadi kenyataan. Sepagi ini ia bahkan terjun sendiri untuk melihat dekorasi pernikahan yang sesuai dengan keinginan Tara.Vin tahu, Tara akan kesal karena hal ini begitu mendadak. Pria itu hanya merasa tak sabar dan tak ingin jauh dari wanitanya. Mengingat kecelakaan yang kemarin terjadi justru semakin kuat baginya untuk cepat melangsungkan pernikahan mereka. Agar seluruh dunia tahu bahwa Tara adalah istrinya. Maka dari itu tak akan ada yang berani menyentuh nya sedikitpun.Garis pantai unik dengan pasir merah muda muda yang ia pijaki membuat Vin kagum terpesona. Warna yang tidak biasa dan pemandangan ya
Happy reading ;)-------------Tara benar benar menikmati hari harinya disana. Ia bahkan sempat terkejut dan gemetar saat Vin menjelaskan bahwa kecelakaan yang ia alami bukan sekedar kecelakaan tak di sengaja melainkan rencana pembunuhan yang di lakukan oleh temannya sendiri Luke Richard.Dan yang lebih mengejutkan bahwa Vin sudah membunuh pria itu. Namun Tara tak mungkin marah padanya saat ia membuktikan bahwa Vin mampu melindungi dan membalas rasa sakit yang ia alami.Lagipula Vin selalu terus menemaninya dan melatih dirinya mobilisasi serta ia bahkan tak pernah memberikan tubuhnya kepada perawat untuk sekedar di bersihkan. Awalnya ia malu dan tak menyangka pria yang begitu di segani dan di hormati melakukan hal yang tak pernah ia lakukan sebelumnya.Saat ini, ia selalu mengajak berkeliling hingga berhenti di sebuah balkon yang menghadap menatap taman kecil yang memang di sediakan seperti di mansion Kiel. "Taman ini, untuk ayahku jika datang berk
Happy reading ;)-------------Reeves terdiam mendengar penjelasan Vin barusan di telepon. Ia harusnya tahu bahwa pria itu memang akan selalu keji pada siapapun yang menyakiti keluarga bahkan orang orang terkasih.Jadi, hal semacam ini sudah tak asing bagi mereka. Dengan membunuh perlahan si pelaku adalah balas dendam terbesar dan setimpal dari apa yang sudah Tara alami. Namun ia juga tak menutup mata bahwa tindakan tersebut melanggar hukum negara.Reeves mencengkram railing besi di atas balkon menengadah pada langit yang mulai terang dengan kehadiran matahari. Di waktu bersamaan Tara mengerjap menolak cahaya yang menembus melewati celah jendela.Ia berbalik dan langsung meringis merasakan sakit yang teramat. Vin terbangun mendengar suara samar dan bergegas menghampiri Tara begitu menangkap raut wajah nyeri pada kekasihnya."Ada apa? Kau ingin apa? Katakan padaku," cecar pria itu proteksi."Ah, maaf aku membangunkan mu," lirih T
Happy reading :)-----------"Am..pu..ni a..ku," lirih Luke lemah di atas sana. Ia menatap tubuhnya yang sudah tidak memiliki kaki. Ia bahkan menangis melihat singa itu dengan lahap memakan kedua kaki tersebut."To..long lepas..kan aku," gumamnya kemudian. Ia bahkan tak kuasa menahan sakit yang teramat ketika singa itu kembali melompat menggigit perutnya.Luke sudah tak dapat lagi berteriak karena nyeri itu begitu menghujam dirinya. Usus dan seluruh isi perutnya telah menjadi santapan liar di bawah sana.Sementara Vin tersenyum puas dan kembali meraih cerutu. Matt hanya bergidik dan sempat membuang muka ketika pria itu bahkan hanya tersisa bagian dada dan kepala. Vin tahu bahwa pria itu masih hidup."Lempar ia saat nadi dan nafasnya terhenti." Vin kemudian beranjak meninggalkan lokasi. Ia membersihkan diri setelah itu kembali ke rumah sakit. Operasi Tara sudah selesai, Pedro dan Dominika setia menunggu juga beberapa rekan Tara yang berada di
Happy reading ;)---------------"Vin?" Reeves segera menghampiri Vin kala pria itu terduduk di lantai sembari memijat kepalanya. Pria itu menoleh mendapati kecemasan di raut wajah tua Reeves."Maafkan aku," lirih Vin tak tahu lagi harus berkata apa saat semua itu seakan merenggut jiwanya. Semua terlalu cepat. Bahkan bodyguard yang menjaga Tara pun kini telah mati di tangan Fyodor."It's okay, tapi kau yakin ini hanya kecelakaan?" tanya Reeves sedikit menyindir."Tidak, orangku sedang melacaknya.""Haruskah ia mendapat hukuman mati di penjara?" Reeves melipat kedua tangannya di dada dengan bersandar pada dinding rumah sakit."Tidak, ia tak akan mati dengan mudah." Tepat saat itu juga Pedro dan Dominika menghampiri Vin."Vin? Bagaimana keadaan Tara?" Dominika membantu Vin berdiri dan menatap iba pada kakaknya."Ia masih di dalam sana." Pandangan Vin tertuju pada ruang operasi. Sementara Reeves berpamit untuk melihat berja
Happy reading :)----------------Jantung Vin seolah berhenti. Ia segera meraih Tara dalam dekapannya. Vin berlari menabrak beberapa orang yang berlalu lalang disana. Sementara Gabriella yang hendak masuk ke dalam taxi terhenti saat Vin berteriak sembari menggendong Tara masuk ke dalam ruang UGD."Astaga, Tara!" Wanita itu ikut berlari di belakang Vin. Matanya berlarian mencari Tara di beberapa ruang pasien. Hingga ia menemukan Vin yang keluar sembari meremas keras rambut nya sendiri."Vin? Ada apa?" Gabriella menatap baju pria itu yang telah berubah warna merah oleh darah Tara. Vin kemudian terduduk seolah tulang dan syarafnya patah.Sedangkan Laura segera melakukan pemeriksaan survei primer yang dilakukan penanganan pada keadaan yang mengancam nyawa, seperti sumbatan jalan napas, henti napas, atau henti jantung.Gabriella segera masuk ke dalam begitu tak mendapatkan jawaban dari Vin. Mata Gabriella membulat mendapati Tara yang sedang di be
Happy reading ;)------------Tiga hari kemudian, Tara dan Gabriella memutuskan mengunjungi Nick di jam pulang. Ia meletakkan makan malam untuk temannya. Sedangkan Nick tersenyum lembut berbeda dengan hatinya yang masih menyangkal kebenaran tentang pernikahan Tara."Bagaimana keadaanmu?" tanya Tara seraya bersandar pada jendela."Baik, berkatmu," jawaban santai. Gabriella membantu Nick untuk duduk bersandar pada kepala ranjang."Thanks.""Ku dengar besok kau pulang?" Gabriella mengupa kulit apel kemudian memotong nya menjadi bagian kecil."Ya, aku tak tahu bahwa profesor itu gagal mengoperasi ku." Nick menerima mangkuk yang telah terisi potongan apel. Ia lantas memakannya lahap."Dia bukan gagal, hanya otaknya terus bekerja untuk reputasi saja," jawab Tara sembari melipat kedua tangannya di dada."Kau pasti menyerangnya saat selesai operasi ulang," tebak Nick terkekeh. Ia sekarang tahu sikap dan sifat Tara yang memang su
Happy reading ;)----------"Apa dia terkesan?" tanya Dominika setelah pelukannya terurai. Vin tersenyum bangga namun ia tak tahu jika sang adik merencanakan hal gila seperti ini."Begitulah," jawab Vin sembari merangkul sang adik kemudian membawanya bertemu dengan Tara. Sedangkan Tara membulatkan mata melihat kedatangan mereka.Ia tak sadar pikiran kotornya telah mengisi hatinya. Matt yang tahu pikiran Tara dan melihat ekspresi itu segera terbahak. "Dia adiknya Tara bukan selingkuhannya. Coba kau jernihkan otak dan hatimu paksa ia untuk sinkron di situasi tertentu." Matt terkekeh dan meninggalkan Tara begitu saja.Wanita itu mendelik sebal. Sialan! Beraninya dia menebak pikiranku. Awas saja kau! teriak batinnya. "Hai Tara," sapa Dominika memeluk calon kaka iparnya dengan hangat."Kenalkan ini adikku," sambung Vin seraya menempatkan tangannya pada pinggang Tara."Oh, hai kau sangat cantik," pujinya jujur. Tubuh tinggi semampai, kulit
Happy reading ;)--------------Vin membuka sabuk pengaman Tara dan membawanya ke kursi belakang. "Kau sudah menerimaku kan?" Tara memperhatikan gerak Vin yang tangkas dan cepat."Y- ya tapi kita? Mengapa melakukan inj?" Tara kembali menunduk memperhatikan tubuhnya yang telah terikat pengaman juga bersama Vin. Mereka menyatu bersamaan dengan Vin yang telah memakai tas parasut."Jangan katakan bahwa kita akan melompat?!" peringat Tara panik dengan membukatkan matanya. Vin mengecup bibir wanitanya sebelum memposisikan tubuhnya di belakang Tara."Semuanya akan baik-baik saja, percayalah." Vin telah bersiap membawa Tara ke sisi kabin."Vin! Tidak tidak! Kau gila!" seru Tara. Tepat saat itu juga Vin mendorong tubuh mereka melompat meninggalkan helikopter yang telah berbelok dan siap mendarat.Vin memeluk tubuh kekasihnya sedangkan satu tangannya menarik parasut. "Oh God," lirih Tara tertahan. Ia tak bisa berteriak saat ketakutan itu menyer